Anda di halaman 1dari 8

Proses Wire Drawing

Proses wire drawing, merupakan suatu proses pembentukan logam dengan cara menarik
wire rod, kawat batangan, melalui dies atau cetakan oleh gaya tarik yang bekerja pada bagian luar
dan ditarik ke arah luar dies, cetakan. Terjadinya aliran plastis pada pembentukan ini disebabkan
oleh adanya gaya tekan yang timbul sebagai reaksi dari logam terhadap cetakan.
Tujuan utama dari penarikan kawat adalah untuk mengecilkan diameter batang kawat, wire
rod. Batang Kawat berdiameter D1 direduksi dengan memberi gaya tarik melalui cetakan menjadi
kawat beriameter D2. Sehingga terjadi reduksi area atau pengurangan luas penampang yang
dinyatakan dengan formula berikut: r = reduksi area = 1 (D2 /D1 )2

Proses wire drawing

Proses Cold Drawing


Proses penarikan kawat umumnya dilakukan pada temperatur rendah atau temperature
ruang, sehingga pembentukan ini disebut sebagai cold drawing. Pada proses penarikan terjadi
deformasi yang cukup besar, sehingga sering terjadi peningkatan temperatur yang relatif besar.
Dengan demikian pada proses penarikan kawat digunakan pelumas yang mampu mengurangi dan
tahan terhadap pengaruh panas yang timbul akibat gesekan.
Selain itu pelumas juga berfungsi sebagai media pendingin. Air merupakan media
pendingin yang biasa digunakan untuk mengurangi efek panas yang ditimbulkan selama proses
deformasi.
Skematika cetakan untuk wire drawing ditunjukan pada Gambar 2. Konstruksi tempat
masuknya logam ke cetakan (die) dibuat sedemikian, sehingga kawat yang masuk cetakan akan
menarik pelumas bersama dengan masuknya batang kawat. Bentuk lonceng dibuat agar dapat
meningkatkan tekanan hidrostatis dan memindahkan aliran pelumas.
Skematika die untuk wire drawing

Sudut reduksi (reduction angle) adalah bagian dari cetakan di mana terjadi reduksi diameter. Sudut
reduksi ini merupakan variabel dies yang sangat penting dalam proses wire drawing. Pada daerah
bantalan (bearing) tidak terjadi reduksi diameter, namun menambah gesekan pada permukaan
kawat. Fungsi utama daerah permukaan bantalan adalah untuk memastikan diameter dan
roundness kawat sesuai dengan targetnya. Tirus belakang (back relief) pada dies memungkinkan
kawat untuk mengembang sedikit, setelah kawat keluar dari cetakan.

Batas Reduksi Wire Drawing


Pada umumnya reduksi penampang untuk setiap tahap dies atau draft tidak lebih dari 30 35%.
Untuk mendapatkan diameter akhir dengan total lebih besar dari 35 %, maka diperlukan reduksi
ganda atau bertahap untuk mencapai reduksi keseluruhan. Diameter kawat berkurang setelah
melalui dies tertentu, sedangkan kecepatan dan panjang kawat bertambah. Jadi kecepatan setiap
blok atau capstan harus bertambah besar agar tidak terjadi slip antara kawat dan blok. Hal ini dapat
dicapai bila kecepatan setiap blok atur dengan memasang motor tersendiri. Bila kecepatan kawat
dan kecepatan blok tidak sesuai, maka kawat akan menggeser pada blok sewaktu berputar. Hal ini
dapat menyebabkan terjadinya gesekan berlebihan yang menimbulkan panas.
Mesin wire drawing

Batas Temperatur Wire Drawing


Peningkatan temperatur pada operasi wire drawing merupakan hal yang umum terjadi. Meskipun
penarikan batang kawat biasanya dilakukan pada kondisi dingin. Deformasi plastik dan gesekan
akan menaikkan temperatur kawat hingga beberapa puluh derajat celcius. Sebagian panas akan
dilepaskan pada pendingin blok dan dies. Namun, karena panas yang diserap blok dan cetakan
relatif kecil, maka kenaikan temperatur menjadi relatif besar. Selama proses deformasi, temperatur
kawat tidak boleh melebihi dari 160 celcius. Temperatur yang terlalu tinggi dapat merubah sifat-
sifat metalurgis kawat.
Mekanisme Martensite Hardening
Struktur Martensit/Bainit adalah stuktur yang memiliki kekerasan yang sangat tinggi.
Untuk membentuk struktur Martensit/Bainit yang memiliki kekerasan tinggi membutuhkan proses
pengerasan termal. Secara garis besar proses pengerasan termal ini melalui tiga tahap yaitu tahap
pemanasan, kuens, temper.

1. Tahap Pemanasan (Heating)


Untuk memenuhi tuntutan fungsi seperti harus keras, tahan gesekan atau beban kerja yang
berat, maka baja harus dikeraskan melalui proses pengerasan.
Prinsip dari tahap pemanasan ini adalah memanaskan baja sampai titik temperatur austenit
kemudian didinginkan secara memdadak / quenching dengan kecepatan pindinginan diatas
kecepatan pendinginan kritis agar terjadi pembentukan martensit dan diperoleh kekerasan yang
tinggi.
Besarnya Temperatur pemanasan austenit tergantung dari jenis baja, dan biasanya tiap-tiap
produsen sudah mengeluarkan diagram suhunya masing-masing. Untuk mencapai suhu austenit
900 C harus dilakukan pemanasan bertahap. Misalnya untuk Special K (Bohler) Suhu hardening
950-980 C untuk mencapai kekerasan 63-65 RC Media quenching oli atau udara
Untuk mencapai suhu 950 C harus dipanaskan bertahap yaitu:
Suhu 450 ditahan selama 10 menit / 10 mm tebal material
Lalu dipanaskan lagi ke 750 C selama 10 menit / 10 mm tebal material.
Lalu dipanaskan kembali sampai suhu 950-980 C.
Di tahan sebentar lalu di keluarkan dan di celupkan kedalam oli quenching sambil digoyang
goyang supaya gelembung asap cepat terlepas dari permukaan baja sehingga
pendinginannya dapat merata.

Jika bentuk dari material yang dikeraskan berpenampang komplex atau benda tersebut
berpenampang tipis, temperatur pengerasan harus memakai atas bawah, sedangkan juka material
besar dan tebal atau berbentuk sederhana memakai temperatur pengerasan batas atas.
2. Tahap Austenisasi
Tujuan proses austenisasi adalah untuk mendapatkan struktur austenit yang homogen.
Kesetimbangan kadar karbon austenit akan bertambah dengan naiknya suhu austenisasi, ini
mempengaruhi karakteristik isothermal. Bila kandungan karbon meningkat maka temperatur Ms
menjadi rendah, selain itu kandungan karbon akan meningkat pula jumlah grafit akan membentuk
senyawa karbida yang semakin banyak. Proses perlakuan panas selalu diawali dengan transformasi
dekomposisi austenit menjadi struktur mikro yang lain. Struktur mikro yang dihasilkan lewat
transformasi tergantung pada parameter proses perlakuan panas yang diterapkan dan jenis proses
proses perlakuan panas. Struktur mikro yang berubah melalui transformasi dekomposisi austenit
menjadi struktur mikro yang lain, dimaksudkan untuk memperoleh sifat mekanik dan fisik yang
diperlukan untuk suatu aplikasi proses pengerjaan logam. Proses selanjutnya setelah fasa tunggal
austenit terbentuk adalah pendinginan, dimana mekanismenya dipengaruhi oleh temperatur, waktu,
serta media yang digunakan. Pada pendinginan secara perlahan-lahan perubahan fasa berdasarkan
mekanisme difusi, dimana kehalusan dan kekasaran struktur yang dihasilkan tergantung pada
kecepatan difusi.
Bila pendinginan dilakukan secara cepat, maka perubahan fasanya berdasarkan mekanisme
geser menghasilkan struktur mikro dengan sifat mekanik yang keras dan getas. Perubahan struktur
mikro selama proses pendinginan dapat merupakan paduan dari mekanisme difusi dan mekanisme
geser.

3. Tahap Kuens (Quenching)


Tahap kuens bertujuan untuk mendinginkan baja dari temperatur austenite sampai
temperatur ambien pada media tertentu yang akan menghasilkan struktur martensit. Pemilihan
media kuens ditentukan oleh jenis baja/paduannya. Semakin ekstrim media kuens risiko terhadap
distorsi meningkat. Perbedaan laju pendinginan antara permukaan dan bagian dalam menimbulkan
profil kekerasan (tergantung ukuran perkakas dan komposisi baja).
Untuk memperoleh kekerasan yang diinginkan, maka dilakukan proses quenching. Media
quech yang biasa dipergunakan diantaranya : Air, larutan polimer, oli, larutan garam, gas/udara,
a. Larutan Garam
Paling umum digunakan sbagai media pendingin dikarenakan dapat bekerja pada rentang
temperatur yang besar (150 C s/d 595 C, atau bahkan lebih). Dikarenakan karakter tersebut
lelehan garam banyak digunakan untuk delayed quenching seperti: kuens intermediate, kuens
isotermal / holding pada berbagai temperatur.
b. Air
Murah serta sistemnya sederhana. Kekurangannya ia mudah membentuk selimut uap yang
menutupi permukaan komponen, sehingga menghasilkan pedinginan tidak seragam dipenampang
permukaan yang luas. Pemanfaatannya terbatas pada industri perlakuan panas. Eliminasinya di
tambahkan Na/Ca Chloride, membutuhkan closed system.
c. Oli
Kemampuan pendinginan tidak sebaik air, tetapi lebih disenangi. Dengan penambahan additive
kemampuan pendinginan (H = cooling power) dapat ditingkatkan lebih dari 0,4 s/d 1.
d. Larutan polimer
Kemampuan pendinginan (H) diantara oli dan air. Memerlukan close control karena
konsentrasinya mudah berkurang.
e. Gas/Udara
Hanya digunakan untuk baja dengan ukuran tipis atau baja yang memiliki mampu keras tinggi.
Pengaturan cooling power dilakukan dengan cara mengatur laju semprot udara/gas.

Pemilihan media quech untuk mengeraskan baja tergantung pada laju pendinginan yang
diinginkan agar dicapai kekerasan tertentu. Untuk lebih memahami laju pendinginan dari setiap
media queching, perlu memeriksa kurva pendinginan seperti terlihat pada Gbr.17. Kurva ini
menyatakan perubahan temperatur benda kerja pada saat didinginkan atau di quench dari
temperatur pengerasannya. Pada pendinginan tersebut terjadi dalam 3 tahap berbeda yang ditandai
A, B, C, dimana masing-masing tahap memiliki karakteristik pendinginan yang berbeda-beda.
Jika suatu benda kerja diquench ke dalam medium queching, lapisan cairan disekeliling
benda kerja akan segera terpanasi sehingga mencapai titik didihnya dan berubah menjadi uap. Pada
tahap ini (tahap A) benda kerja akan segera dikelilingi oleh lapisan uap yang terbentuk dari cairan
pendingin yang menyentuh permukaan benda kerja. Uap yang terbentuk menghalangi cairan
pendingin menyentuh permukaan benda kerja. Sebelum terbentuk lapisan uap, permukaan benda
kerja mengalami pendinginan yang sangat intensif. Dengan adanya lapisan uap, akan menurunkan
laju pendinginan, karena lapisan terbentuk dan akan berfungsi sebagai isolator.(Ref.5)Pendinginan
dalam hal ini terjadi efek radiasi melalui lapisan uap ini lama-kelamaan akan hilang oleh cairan
pendingin yang mengelilinginya. Kecepatan menghilangkan lapisan uap makin besar jika
viskositas cairan makin rendah.Jika benda kerja didinginkan lebih lanjut, panas yang dikeluarkan
oleh benda kerja tidak cukup untuk tetap menghasilkan lapisan uap, dengan demikian tahap B
dimulai. Pada tahap ini cairan pendingin dapat menyentuh permukaan benda kerja sehingga
terbentuk gelembung-gelembung udara dan menyingkirkan lapisan uap sehingga laju pendinginan
menjadi bertambah besar.Tahap C dimulai jika pendidihan cairan pendingin sudah berlalu
sehingga cairan pendingin tersebut pada tahap ini sudah mulai bersentuhan dengan seluruh
permukaan benda kerja. Pada tahap ini pula pendinginan berlangsung secara konveksi karena itu
laju pendinginan menjadi rendah pada saat temperatur benda kerja turun. Untuk mencapai struktur
martensit yang keras dari baja karbon dan baja paduan, harus diciptakan kondisi sedemikian
sehingga kecepatan pendinginan yang terjadi melampaui kecepatan pendinginan kritik dari benda
kerja yang diquench, sehingga transformasi ke perlit atau bainit dapat dicegah.Fluida yang ideal
untuk media quench agar diperoleh struktur martensit, harus bersifat : Mengambil panas dengan
cepat didaerah temperatur yang tinggi.
Mendinginkan benda kerja relatif lambat di daerah temperatur yang rendah, misalnya di
bawah temperatur 350C agar distorsi atau retak dapat dicegah.

4. Tahap Temper (Tempering)


Setelah proses hardening biasanya baja akan sangat keras dan bersifat rapuh, untuk itu perlu proses
lanjutan yaitu proses tempering.
Tempering ini bertujuan untuk :
o Mengurangi tegangan sisa akibat proses kuens.
o Memperbaiki ketangguhan.
o Dalam hal tertentu digunakan untuk meningkatkan kekerasan baja perkakas jenis pengerjaan
panas dan kecepatan tinggi.
o Mengontrol dimensi komponen baja yang dikeraskan.
Prinsip dari tempering adalah baja dikeraskan sampai temperature dibawah A1(diagram
FeC) ditahan selama 1 jam/ 25 mm tebal baja, lalu didinginkan di udara dan pada suhu 300-400
C dapat di quenching dengan media oli atau dapat juga didinginkan di udara.
Secara kimia selama tempering yang terjadi adalah atom C yang setelah proses hardening
terperangkap pada jaringan besi Alfa dan pada proses pemanasan tempering atom C mendapat
kesempatan untuk melakukan diffuse yaitu pemerataan kadar C tanpa adanya halangan dan
kembali menjadi Zementit. Proses ini berlangsung terus sehingga diperoleh struktur ferrite yang
bercampur dengan zementit, dan diperoleh struktur yang ulet.

Perubahan mikrostruktur pada waktu temper:


Tahap 1:
Pembentukan karbida transisi, karbida, serta penurunan 80-160C kandungan karbon pada
matriks martensit s/d 0.23%
Tahap 2
Transformasi sisa Bainite 230-280C
Tahap 3
Karbida transisi, martensit C rendah Sementit + Ferit 160 400C
Tahap 4
Pertumbuhan dan pembulatan sementit 400-700 C adanya elemen paduan pembentuk karbida,
Tahap 5
Secondary hardening, yaitu pembentukan karbida paduan 500-550C yang mengakibatkan
kekerasan meningkat lagi.

Untuk membentuk material yang mempunyai stuktur ang keras maka di lakukan tiga kali
pentemperan, yaitu:
a. Temper 1
Pada tahap ini sebagian sisa austenit akan bertransformasi menjadi martensit dan akan
menyebabkan perubahan dimensi (transformasi lainnya, yaitu: M F+Sementit, Sisa g Bainit,
presipitasi karbida).
b. Temper 2
Martensit baru yang terbentuk pada tahap tempering 1 akan mengalami temper lanjut. Tegangan
sisa yang masih ada akan terus tereliminasi.
c. Temper 3
Pada tahap ini terjadi eleminasi lanjut terhadap tegangan yang masih tersisa dan dimensi perkakas
menjadi lebih stabil setelah tahap ini.

Anda mungkin juga menyukai