Anda di halaman 1dari 3

Edisi 158/Tahun ke-4 (18 Agustus 2003)

Putri Cantik Tidak Syari


jang pemilihan Putri Indonesia yang digelar tiap tahun adalah arena unjuk penampilan para putri
dari berbagai daerah di tanah air. Memang supaya kesannya tidak mululu penampilan fisik, panitia
menetapkan kriteria mereka yang berhak menjadi Putri Indonesia adalah yang berhasil
menggabungkan kekuatan 3 B (brain, beauty, and behaviour). Tapi pernyataan ini masih diragukan
kok.
Kesan ingin menghilangkan imej bahwa ajang pemilihan Putri Indonesia dianggap sebagai
arena adu kecantikan semata terlihat dari peserta yang berlomba untuk mendapatkan mahkota itu.
Tercatat ada sebanyak 30 persen lulusan S2 yang ikut serta dan bersaing meraih predikat Putri
Indonesia 2003. Selebihnya adalah 50 persen sarjana, dan sisanya terdiri dari mahasiswa
perguruan tinggi. Sekadar kamu tahu aja, orang yang berhak mengenakan mahkota Putri Indonesia
2003 adalah berpendidikan S2. Namanya pasti kamu udah tahu dong. Yup, Dian Krisna, gadis 25
tahun asal DKI yang juga karyawati programming salah satu televisi swasta.
Pemilihan Putri Indonesia bukan arena lenggak-lenggok dan adu kecantikan, itu sebabnya
semakin mendapat dukungan pihak orang tua, ujar Wakil Ketua Dewan Pengurus Yayasan Putri
Indonesia, Putri Kuswisnuwardhani. (sinarharapan.co.id, 26 Juli 2003)
Kayaknya emang ada kesan pengubahan imej. Maklum saja, waktu grand final pemilihan PI
tahun 2002 lalu, ada yang ganjil dan tentu saja jadi ganjelan yang menurunkan mutu ajang itu.
Kamu pasti masih inget dong kasusnya? Hehehe.. iya, waktu itu ada peserta yang dijajal
pengetahuan politiknya. Seorang juri ajang itu, Jean Louis Ripoche, yang juga Manajer Hotel Le
Meridien, Jakarta, bertanya: apakah peserta setuju pada chauvinisme. Sebagaimana bisa disaksikan
di layar televisi oleh jutaan pemirsa, si peserta spontan bertanya balik kepada pembawa acara
Tantowi Yahya: apa itu chauvinisme.
Ketika Tantowi menjawab balik sekenanya bahwa itu artinya nasionalisme, peserta sambil
memasang senyum dengan antusias mendekatkan mikrofon ke mulutnya, lalu menjawab, "Ya, saya
setuju sekali dengan chauvinisme." Waduh.
Mungkin kesan asal-asalan itu akan bisa dihapus dengan model pemilihan sekarang yang
menekankan kepada kualitas brain (kecerdasan) dan juga behaviour (perilaku baik), berikutnya
baru beauty (penampilan fisik). Tapi tetep aja sih, standar-standar seperti itu nggak bisa jadi
jaminan untuk menempatkan pesertanya pada level yang benar-benar punya kepribadian oke,
apalagi kepribadian Islam. Itu mah sekadar ukuran yang dibuat sepihak dan sesuai selera yang
bikin acara.
Bahkan kenyataan di lapangan nggak bisa dipungkiri kok, mereka yang punya penampilan
fisik, khususnya wajah yang kiut yang lolos seleksi awal. Kalo yang wajahnya ngepas banget mah,
harap tahu diri deh.
Selain ajang Putri Indonesia, kita juga udah akrab dengan ajang serupa kayak Abang-None
Jakarta dan Mojang-Jajaka. Syarat utama untuk lolos seleksi awal, ya dilihat dari wajahnya yang
fotogenik dong. Pokoknya menarik dari sudut mana pun orang melihatnya. Beda banget dengan
yang fotogeuneuk, difoto deket sumur, hasilnya malah mirip timbaan. Gubrak!
Belum lagi yang lebih luas lagi macam Miss World dan Miss Universe. Pasti deh, ukuran
penampilan fisik jadi nomor satu. Apalagi sampe saat ini, penampilan fisik memang masih layak
jual kok. Lihat aja gimana cantiknya Miss Universe 2003, Amelia Vega yang baru berusia 18 tahun
asal Dominika itu. Dengan tampilan seperti itu, menjadi bukti bahwa memang hal itu yang jadi
ukuran utama dalam pemilihan Miss Universe. Sebelumnya juga begitu kok.
Tengok deh Miss Universe 2002, Justine Pasek asal Panama (doi menggantikan Oxana
Fedorova asal Rusia yang gelarnya dicabut sebelum masa tugasnya berakhir karena ketahuan
menikah dan hamil) gimana nggak cantiknya, Miss Universe 2001, Denise M Quinones August asal
Puerto Rico juga kiut benar. Atau Miss World 2002 asal Turki, Azra Akin (22 tahun) juga cantik
secara fisik tuh.
Begitulah, meski pihak peyelenggara gembar-gembar bahwa untuk menjadi Putri Indonesia,
Miss World, atau Miss Universe dan ajang sejenis tidak hanya dinilai dari penampilan fisik,
melainkan juga dari kecerdasan, tetep aja kesan yang muncul dengan fakta seperti itu adalah
menunjukkan bahwa ajang itu sebagai adu kecantikan fisik belaka. Betul itu. (backsound: maksa
amat ya?)

Apa sih untungnya?


Tentu saja bro, yang namanya lomba pasti ada keuntugan yang bisa diraih. Setidaknya,
popularitas bisa diraih. Keuntungan berikutnya, duit. Yup, siapa sih yang nggak tergiur dengan alat
tukar terhadap barang dan jasa ini?
Sekadar gambaran saja, ini ditulis oleh situs www.tokohindonesia.com. Sebagai Putri
Indonesia 2002, Imel menerima hadiah antara lain adalah rumah dinas, mobil dinas, dan uang
sejumlah Rp 25 juta. Juara lomba nyanyi Asia Bagus 1999, peraih medali emas paduan suara di
Austria dan juga Miss London School ini bertugas sebagai duta Indonesia, di antaranya di bidang
pariwisata, seni dan kebudayaan, serta kampanye antinarkoba selama setahun.
Coba, dari sekian job yang diberikan, bisa jadi mengeruk banyak uang. Belum lagi tawaran
iklan, dan doi juga pernah menghiasai layar kaca negeri ini sebagai presenter. Wuih, pasti banyak
yang mau dong jadi PI.
Kalo jadi Miss World tentunya lebih keren lagi hadiahnya. Selain mendapatkan gelar Miss
World 2002, Akin juga menerima hadiah sebesar 100.000 poundsterling (sekitar Rp 1,4 miliar).
Oxana Fedorova waktu dinobatkan sebagai Miss Universe 2002, menerima 250.000 dollar AS (lebih
dari Rp 2 miliar) dan fasilitas menghuni sebuah apartemen mewah di New York selama setahun dan
berkesempatan keliling dunia guna menggalang dana untuk penelitian tentang penyakit AIDS.
Miss Universe 2003, Amelia Vega, gadis setinggi 183 cm yang masih duduk di bangku
sekolah menengah atas itu dapet hadiah berupa uang yang diperkirakan 70.000 dollar AS. Dia juga
akan berkeliling ke sejumlah negara.
Jadi jelas untung banget kan jadi Putri Indonesia, Miss World dan juga Miss Universe itu?
Ngetop iya, tajir juga heu-euh!
Siapa lagi yang untung? Tentu pihak penyelenggara dong. Meski tidak jelas berapa nilainya,
tapi pihak penyelenggara udah bisa mengantongi duit banyak. Paling nggak itu didapat dari para
sponsor acara tersebut.
Jadi nggak usah herman, eh, heran kalo dengan kenyataan yang seperti ini masih banyak
anak cewek yang ngantri pengen kepilih di ajang adu kecantikan itu. Maklum saja, efek samping
dari memenangkan lomba itu adalah beragam kemudahan fasilitas dan seabrek tawaran iklan.
Ujungnya, duit lagi deh.

Tampil syari? Wajib lho


Sobat muda muslim, orang sering ngomongin soal inner beauty. Katanya sih, inner beauty
ditunjukkan dari sikap dan perilaku. Tentu menurut ukuran yang juga dibuat sama penyelenggara.
Disebutkan bahwa inner beauty itu sopan-santun, menghargai, berjiwa sosial tinggi, hormat dan
sejenisnya.
Itu sebabnya, meskipun wajahnya cantik, tapi nggak punya inner beauty terasa kurang
lengkap. Gimana kalo yang punya inner beauty doang, tapi tampilan fisiknya ngepas atau di bawah
garis standar yang dibuat manusia? Sejujurnya, hal itu jarang banget diakui. Sebab, kalo memang
di lomba itu diset harus punya kelebihan di inner beauty para peserta yang wajahnya pas-pasan
tapi memiliki modal perilaku dan sikap yang oke harusnya lolos juga untuk dipilih. Kenyataannya,
nggak pernah ada dalam sejarah pemilihan tersebut.
Tampil cantik sebetulnya nggak terlalu penting. Sebab, definisi kecantikan itu sendiri
seringkali relatif. Bahkan ukuran penilaian yang ditentukan juga sesuai dengan selera masing-
masing pembuatnya. Jadi, yang penting dan mendesak, serta dalam tempo yang sesingkat-
singkatnya kudu diwujudkan adalah tampil sesuai tuntunan syari. Itu wajib lho.
Why? Sebagai seorang muslim/muslimah, patokan berpikir dan berbuat adalah aturan Islam.
Itu sebabnya, segala sesuatunya kudu match dengan pedoman yang udah ditetapkan oleh Allah
dan Rasul-Nya. Firman Allah Swt.: "Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula)
bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan,
akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai
Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata." (QS al-Ahzab [33]: 36)
Sobat putri, ukuran seseorang dinilai mulia dan tidaknya oleh Allah Swt. itu bukan karena
penampilan fisiknya, atau juga kecerdasannya, atau perilaku yang cuma ingin mendapat ridho
manusia. Nggak. Duh, kalo ukuran kemuliaan seseorang dinilai dari kecantikannya, maka kamu
yang kebetulan ngepas tampilan wajahnya bisa gigit jari karena nggak kebagian jatah di surga
sebagai balasan bagi orang yang mendapat kemuliaan dari Allah. Allah Swt. berfirman:

Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling ber-
takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.(TQS al-
Hujurt [49]: 13)
Gimana sih tampil syari? Tentunya melaksanakan seluruh ajaran Islam dong. Buat anak
puteri, salah satunya adalah melaksanakan kewajiban menutup aurat kalo ke keluar rumah. Lha,
kalo ikut ajang pemilihan PI, Miss Wolrd, atau Miss Universe kan justru menampakkan aurat. Tul
nggak? Dan jelas nggak tampil syari dong, meskipun mereka tampil cantik (backsound: kasihan
deh eluh!)
Padahal syariat Allah tentang menutup aurat sudah jelas. Khususnya tentang jilbab. Firman
Allah Swt.:







Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang
mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbab-nya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu
supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah
Maha pengampun lagi Maha penyayang."(TQS. al-Ahzab [33]: 59).
Sabda Rasulullah saw.:Wanita yang berpakaian tapi telanjang, mereka melenggak-
lenggokkan tubuhnya dan kepalanya bagai punuk unta yang miring, mereka tidak akan masuk
surga dan tidak akan mendapatkan keharumannya, meskipun harum surga itu dapat dicium dari
jarak sekian dan sekian.(HR Muslim)
Sobat muda muslim, orang sekarang kayaknya lebih senang main-main dan hiburan aja ya?
Sebab, ajang yang mengasah intelektualitas justru nggak diselenggarakan dengan baik, bahkan
sepi dari sambutan. Maklumlah, di negeri yang menerapkan kapitalisme, asas manfaat selalu jadi
ukuran berbuat. Kalo nggak bermanfaat secara materi dan kepentingan tertentu, nggak usah
dilakukan. Mungkin sekali acara adu kepandaian di bidang iptek emang nggak mendatangkan duit
banyak, jadinya nggak digelar. Padahal manfaatnya banyak banget lho. utamanya untuk masa
depan negeri ini.
Coba, pernah ada nggak ajang bergengsi dengan kemasan menarik tentang lomba mate-
matika, kimia, fisika, teknologi infromasi tingkat nasional dan publikasinya semarak? Nol! Atau
sekali-kali diadakan pemilihan remaja berprestasi dibidang iptek tapi juga dakwahnya oke (bisik-
bisik: dakwah mah harus ikhlas atuh, nggak boleh pengen dipuji orang..hehehe).
Jadi mulai sekarang, jangan malas mengkaji Islam dan tentunya juga berdakwah. Jangan
lupa, tampil syari. Kita ubah kondisi ini dengan aturan Islam. Tetep semangat euy!n

Anda mungkin juga menyukai