Kelompok 2:
Fedy Prasetyo S 1304015183
Febrita Ramadhani 1304015181
Fitri Fergiana P 1304015200
Kitra Kiara S 1304015266
Lusi Andini 1304015289
Kelas: 7 C1
Dosen: Zainul Islam, M.Farm.,Apt
A. Latar Belakang
Penyakit tuberkulosis (TBC) saat ini masih menjadi masalah kesehatan
dunia. Menurut WHO 9 juta orang penduduk dunia setiap tahunnya menderita
TBC dan diperkirakan 95% penderita TBC berada di negara berkembang. Selain
itu, diperkirakan ditemukan 8 juta kasus baru TBC disetiap tahunnya. Menurut
DepKes RI pada tahun 2000 dilaporkan bahwa di negara-negara berkembang
kematian akibat TBC sebanyak 25% dan merupakan penyebab kematian nomor
tiga setelah kardiovaskular. Jumlah penderita TBC paru dari tahun ke tahun di
Indonesia terus meningkat.
Saat ini setiap menit muncul satu penderita baru TBC paru, dan setiap dua
menit muncul
satu penderita baru TBC paru yang menular dan bahkan setiap
empat menit sekali satu orang meninggal akibat TBC di Indonesia. Kenyataan
mengenai penyakit TBC di Indonesia begitu mengkhawatirkan, sehingga kita
harus waspada sejak dini & mendapatkan informasi lengkap tentang penyakit
TBC. Tuberkulosis (TBC atau TB) merupakan suatu penyakit infeksi yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini merupakan
bakteri basil yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk
mengobatinya. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-paru dibandingkan
bagian lain tubuh manusia.
Bakteri Mycrobacterium tuberculosis ini berbentuk batang dan bersifat
tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Bakteri ini
pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tahun1882 dan sering menginfeksi
organ paru-paru dibanding bagian lain tubuh manusia. Bakteri ini sering masuk
dan berkumpul di dalam paru-paru dan berkembang biak menjadi banyak
(terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar
melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Tuberkulosis juga dapat
B. Tujuan Praktikum
Adapun tujuan praktikum farmakoterapi ini dalam kasus Tuberkulosis ini
adalah :
1. Menjelaskan tentang penyakit Tuberkulosis
2. Menjelaskan farmakologi obat-obat yang digunakan pada kasus
Tuberkulosis
3. Menjelaskan tujuan terapi pengobatan Tuberkulosis kepada pasien
4. Memilih pengobatan penyakit Tuberkulosis yang sesuai
5. Menjelaskan Drug Related Problems (DRP) atau masalah-masalah yang
terkait penggunaan obat Tuberkulosis
6. Merumuskan poin-poin yang perlu dikonselingkan kepada pasien mengenai
kasus Tuberkulosis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
E. Diagnosis TB
Diagnosis TB Paru
Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu
sewaktu - pagi - sewaktu (SPS).
Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya
kuman TB(BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui
pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan
lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai
penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.
Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto
toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB
paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.
Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas
penyakit.
Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru.
Terapi Farmakologis
Tujuan pengobatan
Tujuan pengobatan tuberculosis adalah menyembuhkan penderita,
mencegah kematian, mencegah kekembuhan dan menurunkan tingkat penularan.
Sedangkan untuk pasien TB dewasa yang masuk dalam kategori II, dosis dan
aturan pakai FDC yang harus diberikan yaitu:
BAB III
METODOLOGI
B. Judul Praktikum
Studi Kasus Infeksi Tuberkulosis
C. Resep dan Pertanyaan
Kasus
S 1 dd 1
S 1 dd 1
R/R/Etambutol 500 500
Pyrazinamid mg No.XV
mg No. XV
SS1 2dddd1 1
S 1 dd 1
S 2 dd 1
S 1 dd 1
Pertanyaan :
2. Jelaskan DRP dari obat-obat yang diterima pasien dilihat dari ketepatan
obat, ketepatan dosis, lama pemberian obat, interaksi obat dan regimen!
BAB IV
PEMBAHASAN
1) Pasien beradalam fase inisial karena pasien belum pernah menderita TBC
sebelumnya dan regimen obat yang digunakan pasien menunjukan bahwa
pasien memperoleh kategori 1 fase intensif. (Pharmaceutical Care Untuk
Tuberkulosis, 2015)
2) DRP kasus diatas
a. Rifampisin 450 mg (Satu kali sehari) No VII
Tepat Obat : Tepat karena menurut DIH digunakan sebagai
salah satu regimen TB aktif.
Tepat Dosis : Tepat menurut DIH TB aktif diberikan dosis
sebesar 100mg/kg/hari. Dosis untuk pasien 45kg x
100mg/kg/hari = 450mg maka tepat dosis karena dalam resep
pasien memperoleh 450mg dalam sehari.
Regimen : Tepat karena digunakan sekali sehari dan menurut
Dipiro 2015 hal 2023 tepat regimen karena kasus diatas
termasuk fase inisial.
Lama Pemberian : Tidak karena seharusnya pasien memperoleh
terapi selama 2 bulan karena pasien termasuk dalam fase
intensif. Sedangkan dalam resep hanya dapat digunakan 7 hari
saja.
5) A. Penatalaksanaan TB :
Pengobatan TB menggunakan obat anti tuberkulosis (OAT) harus adekuat dan
minimal 6 bulan. Setiap Negara harus mempunyai pedoman dalam
pengobatan TB yang disebut National Tuberculosis Programme (Program
Pemberantasan TB). Prinsip pengobatan TB adalah menggunakan multidrugs
regimen. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya resistensi basil TB
terhadap obat. OAT dibagi dalam dua golongan besar, yaitu obat lini pertama
dan obat lini kedua.
Obat lini pertama (utama) adalah isonoazid (H), etambutol (E), pirazinamid
(Z), rifampisin (R), sedangkan yang termasuk obat lini kedua adalah
etionamide, sikloserin, amikasin, kanamisin kapreomisin, klofazimin dan
lain-lain yang hanya dipakai pada pasien HIV yang terinfeksi dan mengalami
multidrug resistant (MDR).
Dosis yang dianjurkan oleh International Union Against Tuberculosis (IUAT)
adalah dosis pemberian setiap hari dan dosis pemberian intermitten. Perlu
diingat bahwa dosis pemberian setiap hari berbeda dengan dosis intermitten
yang lebih lama berkisar 3 hari 1 kali [Tabel 2.1]. Setiap obat memiliki efek
samping tertentu begitu juga dengan OAT, maka harus diperhatikan cara
penanganannya [Tabel 2.2].
B.Pemeriksaan penunjang TB :
Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya
waktu yang dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis secara
konvensional. Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik baru yang dapat
mengidentifikasi kuman tuberkulosis secara lebih cepat.
1. Polymerase chain reaction (PCR):
Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA,
termasuk DNA M. tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini
adalah kemungkinan kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah cukup banyak
dipakai, kendati masih memerlukan ketelitian dalam pelaksanaannya. Hasil
pemeriksaan PCR dapat membantu untuk menegakkan diagnosis sepanjang
pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara yang benar dan sesuai standar.
Apabila hasil pemeriksaan PCR positif sedangkan data lain tidak ada yang
menunjang kearah diagnosis TB, maka hasil tersebut tidak dapat dipakai sebagai
pegangan untuk diagnosis TB ?
Pada pemeriksaan deteksi M.tb tersebut diatas, bahan/spesimen
pemeriksaan dapat berasal dari paru maupun luar paru sesuai dengan organ yang
terlibat.
2. Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda antara lain :
a. Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)
Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respon
humoral berupa proses antigen-antibodi yang terjadi. Beberapa masalah dalam
6. Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang
spesifik untuk tuberkulosis. Laju endap darah (LED) jam pertama dan kedua
sangat dibutuhkan. Data ini sangat penting sebagai indikator tingkat kestabilan
keadaan nilai keseimbangan biologik penderita, sehingga dapat digunakan untuk
salah satu respon terhadap pengobatan penderita serta kemungkinan sebagai
Uji tuberkulin
Pemeriksaan ini sangat berarti dalam usaha mendeteksi infeksi TB di
daerah dengan prevalensi tuberkulosis rendah. Di Indonesia dengan prevalensi
tuberkulosis yang tinggi, pemeriksaan uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik
kurang berarti, apalagi pada orang dewasa. Uji ini akan mempunyai makna bila
didapatkan konversi dari uji yang dilakukan satu bulan sebelumnya atau apabila
kepositifan dari uji yang didapat besar sekali atau bula.
Pada pleuritis tuberkulosa uji tuberkulin kadang negatif, terutama pada
malnutrisi dan infeksi HIV. Jika awalnya negatif mungkin dapat menjadi positif
jika diulang 1 bulan kemudian.
Sebenarnya secara tidak langsung reaksi yang ditimbulkan hanya
menunjukkan gambaran reaksi tubuh yang analog dengan ; a) reaksi peradangan
dari lesi yang beradapada target organ yang terkena infeksi atau b) status respon
imunindividu yang tersedia bila menghadapi agent dari basil tahan asam yang
bersangkutan (M.tuberculosis).
2. Kategori -2
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati
sebelumnya:
Pasien kambuh
Pasien gagal
Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)
Catatan:
Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk
streptomisin adalah 500 mg tanpa memperhatikan berat badan.
Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus.
Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan
aqua bidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).
3. OAT Sisipan (HRZE)
Paket sisipan Kombipak adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif
kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari) sebagaimana dalam Tabel 7.
Tabel 7. Dosis OAT Kombipak Sisipan : HRZE
A. Kesimpulan
Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang paling sering (sekitar
80%) terjadi di paru-paru. Penyebabnya adalah suatu basil gram positif tahan
asam dengan pertumbuhan sangat lambat yaitu Mycobacterium tuberculosis.
Biasanya penyakit ini dapat ditularkan melalui inhalasi percikan ludah (droplet),
dari satu individu ke individu lainnya, dan membentuk kolonisasi di bronkiolus
atau alveolus. Bakteri ini juga dapat masuk ke tubuh melalui saluran cerna,
melalui ingesti susu tercemar yang tidak dipasteurisasi, atau kadang-kadang
melalui lesi kulit. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga
memerlukan waktu lama untuk mengobatinya.
B. Saran
Dalam pembuatan laporan kelompok ini masih jauh dari sempurna. Untuk
penyakit Tuberkulosis perlu dilihat dari tujuan pengobatannya sehingga dalam
pemberian obat TB yang dikombinasikan dengan penggunaan kontrasepsi perlu
pencegahan, sebab akan menimbulkan efek samping. Sehingga pencegahan yang
DAFTAR PUSTAKA
Aberg JA, Lacy CF, Amstrong LL, Goldman MP, and Lance LL. 2009. E-book
Drug Information Handbook. 17th ed. Lexi-Comp for the American
Pharmacists Association
Anonim. 2010. Informasi Spesialite Obat Indonesia. Volume 46. Jakarta: Ikatan
Sarjana Farmasi Indonesia
Anonim.2014.www.binfar.kemkes.go.id/v2/wpcontent/uploads/2014/02/PC_TB.p
df. Diakses 16 Oktober 2014
Baxter K. 2010. E-book Stockleys Drug Interaction. 9th ed. United States of
America: Pharmaceutical Press
Dipiro JT, Talbert RL, Yee GC, Matzke GR, Wells BG, and Posey L. 2008. E-
book Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach. 7th ed. Mc-Graw
Hill. Page 1105