Anda di halaman 1dari 9

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

LAPORAN USAHA KESEHATAN MASYARAKAT

F4 UPAYA GIZI MASYARAKAT

PENYULUHAN GIZI BURUK

Oleh :

dr. Yani Nur Indrasari

Pendamping :

dr. Tjahjo Bagus E. K

PUSKESMAS KUNIR

DINAS KESEHATAN

LUMAJANG

2016
F.4 UPAYA GIZI MASYARAKAT
Penyuluhan Gizi Buruk

LATAR BELAKANG MASALAH


Kasus gizi buruk masih menjadi masalah dibeberapa negara. Tercatat satu dari tiga anak
di dunia meninggal setiap tahun akibat buruknya kualitas gizi. Dari data Departemen Kesehatan
menunjukkan setidaknya 3,5 juta anak meninggal tiap tahun karena masalah kekurangan gizi dan
buruknya kualitas makanan, didukung pula oleh kekurangan gizi selama masih didalam
kandungan. Hal ini dapat berakibat kerusakan yang tidak dapat diperbaiki pada saat anak
beranjak dewasa. Dr.Bruce Cogill, seorang ahli gizi dari badan PBB UNICEF mengatakan
bahwa isu global tentang gizi buruk saat ini merupakan problem yang harus diatasi (Litbang,
2008).
Gizi buruk pada balita tidak terjadi secara tiba-tiba, tetapi diawali dengan kenaikan berat
badan balita yang tidak cukup. Perubahan berat badan balita dari waktu ke waktu merupakan
petunjuk awal perubahan status gizi balita. Dalam periode 6 bulan, bayi yang berat badannya
tidak naik 2 kali berisiko mengalami gizi buruk 12.6 kali dibandingkan pada balita yang berat
badannya naik terus. Bila frekuensi berat badan tidak naik lebih sering, maka risiko akan
semakin besar (Litbang, 2007).
Penyebab gizi buruk sangat kompleks, sementara pengelolaannya memerlukan kerjasama
yang komprehensif dari semua pihak. Bukan hanya dari dokter maupun tenaga medis saja, tetapi
juga dari pihak orang tua, keluarga, pemuka masyarakat, pemuka agama maupun pemerintah.
Pemuka masyarakat maupun pemuka agama sangat dibutuhkan dalam membantu pemberian
edukasi pada masyarakat, terutama dalam menanggulangi kebiasaan atau mitos yang salah pada
pemberian makanan pada anak. Demikian juga posyandu dan puskesmas sebagai ujung tombak
dalam melakukan skrining atau deteksi dini dan pelayanan pertama dalam pencegahan kasus gizi
buruk (Nency, 2006)

TUJUAN DAN TARGET KEGIATAN


Tujuan :
1. Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai gizi buruk khususnya pada anak.
2. Memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya menimbang berat badan
secara teratur, serta makan makanan yang beranekaragam dan bergizi,.

TARGET KEGIATAN
Hasil kegiatan penyuluhan ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran keluarga
mengenai pentingnya pemberian gizi pada anak.

PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI


1. Kegiatan Penyuluhan
Penyuluhan ini dilakukan dengan metode memberikan ceramah kepada warga
Desa Kunir mengenai Gizi Buruk, macam-macam gizi buruk, dan penanganannya.
2. Memberikan Edukasi
Pemberian informasi mengenai pentingnya pemberian gizi pada keluarga,
sehingga mencegah anggota keluarganya khususnya anak-anaknya kekurangan gizi.
3. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Hari / Tanggal : Sabtu / 10 September 2016
Tempat : Balai Desa Jatirejo
4. Sasaran
Keluarga yang memiliki anggoata keluarga dengan usia bayi, usia balita, dan ibu hamil.
5. Pelaksana
Pelaksana kegiatan penyuluhan diawali dengan pembukaan yang disampaikan
oleh Kepala Puskesmas Kunir dr. Erma Agustin, kemudian dilanjutkan kegiatan MMD
yang dipimpin oleh Pak Dian dan selanjutnya penyuluhan mengenai gizi buruk
disampaikan oleh dr. Yani Nur Indrasari, selaku dokter internship Puskesmas Kunir
Periode September 2016.
6. Materi Gizi Buruk
6.1 Definisi
Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau
nutrisinya di bawah standar rata-rata. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian, yakni
gizi buruk karena kekurangan protein (disebut kwashiorkor), karena kekurangan
karbohidrat atau kalori (disebut marasmus), dan kekurangan keduaduanya. Gizi buruk ini
biasanya terjadi pada anak balita (bawah lima tahun) dan ditampakkan oleh
membusungnya perut (busung lapar).
6.2 Klasifikasi Gizi Buruk
a. Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang timbul
diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di bawah
kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan kemerahan,
gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan
sebagainya. Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah
makan, karena masih merasa lapar.
b. Kwashiorkor. Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby),
bilamana dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein,
walaupun dibagian tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi.
Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh
tubuh
a. Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis,
b. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut, pada
penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam.
c. Wajah membulat dan sembab
d. Pandangan mata anak sayu
e. Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa
kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam.
f. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menjadi
coklat kehitaman dan terkelupas.
c. Marasmik-Kwashiorkor Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala
klinik kwashiorkor dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung
protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian
disamping menurunnya berat badan < 60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda
kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan
biokimiawi terlihat pula.
6.3 Patofisiologi
Patofisiologi gizi buruk pada balita adalah anak sulit makan atau anorexia bisa
terjadi karena penyakit akibat defisiensi gizi, psikologik seperti suasana makan,
pengaturan makanan dan lingkungan. Rambut mudah rontok dikarenakan kekurangan
protein, vitamin A, vitamin C dan vitamin E. Karena keempat elemen ini merupakan
nutrisi yang penting bagi rambut. Pasien juga mengalami rabun senja. Rabun senja terjadi
karena defisiensi vitamin A dan protein. Pada retina ada sel batang dan sel kerucut. Sel
batang lebih hanya bisa membedakan cahaya terang dan gelap. Sel batang atau rodopsin
ini terbentuk dari vitamin A dan suatu protein. Jika cahaya terang mengenai sel rodopsin,
maka sel tersebut akan terurai. Sel tersebut akan mengumpul lagi pada cahaya yang
gelap. Inilah yang disebut adaptasi rodopsin. Adaptasi ini butuh waktu. Jadi, rabun senja
terjadi karena kegagalan atau kemunduran adaptasi rodopsin.
Turgor atau elastisitas kulit jelek karena sel kekurangan air (dehidrasi). Reflek
patella negatif terjadi karena kekurangan aktin myosin pada tendon patella dan
degenerasi saraf motorik akibat dari kekurangn protein, Cu dan Mg seperti gangguan
neurotransmitter.
Sedangkan, hepatomegali terjadi karena kekurangan protein. Jika terjadi
kekurangan protein, maka terjadi penurunan pembentukan lipoprotein. Hal ini membuat
penurunan HDL dan LDL. Karena penurunan HDL dan LDL, maka lemak yang ada di
hepar sulit ditransport ke jaringan-jaringan, pada akhirnya penumpukan lemak di hepar.
Tanda khas pada penderita kwashiorkor adalah pitting edema. Pitting edema
adalah edema yang jika ditekan, sulit kembali seperti semula. Pitting edema disebabkan
oleh kurangnya protein, sehingga tekanan onkotik intravaskular menurun. Jika hal ini
terjadi, maka terjadi ekstravasasi plasma ke intertisial. Plasma masuk ke intertisial, tidak
ke intrasel, karena pada penderita kwashiorkor tidak ada kompensansi dari ginjal untuk
reabsorpsi natrium. Padahal natrium berfungsi menjaga keseimbangan cairan tubuh. Pada
penderita kwashiorkor, selain defisiensi protein juga defisiensi multinutrien. Ketika
ditekan, maka plasma pada intertisial lari ke daerah sekitarnya karena tidak terfiksasi oleh
membran sel dan mengembalikannya membutuhkan waktu yang lama karena posisi sel
yang rapat. Edema biasanya terjadi pada ekstremitas bawah karena pengaruh gaya
gravitasi, tekanan hidrostatik dan onkotik (Sadewa, 2008).
6.4 Faktor Penyebab Gizi Buruk
Ada 2 faktor penyebab dari gizi buruk adalah sebagai berikut :
1. Penyebab Langsung. Kurangnya jumlah dan kualitas makanan yang dikonsumsi,
menderita penyakit infeksi, cacat bawaan dan menderita penyakit kanker. Anak yang
mendapat makanan cukup baik tetapi sering diserang atau demam akhirnya menderita
kurang gizi.
2. Penyebab tidak langsung, ketersediaan Pangan rumah tangga, perilaku, pelayanan
kesehatan. Sedangkan faktor-faktor lain selain faktor kesehatan, tetapi juga merupakan
masalah utama gizi buruk adalah kemiskinan, pendidikan rendah, ketersediaan pangan
dan kesempatan kerja. Oleh karena itu untuk mengatasi gizi buruk dibutuhkan kerjasama
lintas sektor Ketahanan pangan adalah kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan
pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup baik maupun gizinya
(Dinkes SU, 2006).
6.5 Penatalaksanaan
Tata Laksana Utama Balita Gizi Buruk di Rumah Sakit Dalam proses pengobatan
KEP berat terdapat 3 fase, adalah fase stabilisasi, fase transisi dan fase rehabilitasi.
Petugas kesehatan harus trampil memilih langkah mana yang cocok untuk setiap fase.
Tatalaksana ini digunakan baik pada penderita kwashiorkor, marasmus maupun
marasmik-kwarshiorkor.
a. Tahap Penyesuaian Tujuannya adalah menyesuaikan kemampuan pasien
menerima makanan hingga ia mampu menerima diet tinggi energi dan tingi
protein (TETP). Tahap penyesuaian ini dapat berlangsung singkat, adalah selama
1-2 minggu atau lebih lama, bergantung pada kemampuan pasien untuk menerima
dan mencerna makanan. Pemberian makanan dimulai dengan makanan cair,
kemudian makanan lunak dan makanan biasa, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Pemberian energi dimulai dengan 50 kkal/kg berat badan sehari. b. Jumlah
cairan 200 ml/kg berat badan sehari. c. Sumber protein utama adalah susu yang
diberikan secara bertahap dengan keenceran 1/3, 2/3, dan 3/3, masing-masing
tahap selama 2-3 hari.
b. Tahap Penyembuhan. Bila nafsu makan dan toleransi terhadap makanan
bertambah baik, secara berangsur, tiap 1-2 hari, pemberian makanan ditingkatkan
hingga konsumsi mencapai 150-200 kkal/kg berat badan sehari dan 2-5 gram
protein/kg berat badan sehari.
c. Tahap Lanjutan Sebelum pasien dipulangkan, hendaknya ia sudah dibiasakan
memperoleh makanan biasa yang bukan merupakan diet TETP. Kepada orang tua
hendaknya diberikan penyuluhan kesehatan dan gizi, khususnya tentang mengatur
makanan, memilih bahan makanan, dan mengolahnya sesuai dengan kemampuan
daya belinya. Suplementasi zat gizi yang mungkin diperlukan adalah : a. Glukosa
biasanya secara intravena diberikan bila terdapat tanda-tanda hipoglikemia. b.
KCl, sesuai dengan kebutuhan, diberikan bila ada hipokalemia. c. Mg, berupa
MgSO4 50%, diberikan secara intra muskuler bila terdapat hipomagnesimia. d.
Vitamin A diberikan sebagai pencegahan sebanyak 200.000 SI peroral atau
100.000 SI secara intra muskuler. e. Vitamin B dan vitamin C dapat diberikan
secara suntikan per-oral. Zat besi (Fe) dan asam folat diberikan bila terdapat
anemia yang biasanya menyertai KKP berat.
LAPORAN DAN ULASAN KEGIATAN
Kegiatan penyuluhan telah dilaksanakan pada haru Sabtu tanggal 10 September 2016 di
Balai Desa Jatirejo. Pada kegiatan ini, diawali dengan pembukaan yang diampaikan oleh kepala
Puskesmas kunir dr. Erma Agustin, lalu dilanjutkan kegiatan MMD yang dipimpin oleh Pak
Dian, setelah itu dilanjutkan Pmeberian Materi mengenai Gizi Buruk oleh dr. Yani Nur Indrasari
selaku dokter internship Puskesmas Kunir periode September 2016.
Kegiatan berjalan kondusif, dimana para warga desa Jatirejo sangat menyimak materi
selama kegiatan berlangsung. Penyuluhan ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan
mengenai pentingnya pemberian gizi yang baik, benar, dan seimbang kepada anggota
keluarganya agar terhindar dari gizi buruk.

Lumajang, 10 September 2016


Pendamping Peserta

(dr. Tjahjo Bagus E. K) (dr. Yani Nur Indrasari )


LAPORAN DAN ULASAN KEGIATAN
Kegiatan penyuluhan telah dilaksanakan pada haru Sabtu tanggal 10 September 2016 di
Balai Desa Jatirejo. Pada kegiatan ini, diawali dengan pembukaan yang diampaikan oleh kepala
Puskesmas kunir dr. Erma Agustin, lalu dilanjutkan kegiatan MMD yang dipimpin oleh Pak
Dian, setelah itu dilanjutkan Pmeberian Materi mengenai Gizi Buruk oleh dr. Yani Nur Indrasari
selaku dokter internship Puskesmas Kunir periode September 2016.
Kegiatan berjalan kondusif, dimana para warga desa Jatirejo sangat menyimak materi
selama kegiatan berlangsung. Penyuluhan ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan
mengenai pentingnya pemberian gizi yang baik, benar, dan seimbang kepada anggota
keluarganya agar terhindar dari gizi buruk.

Lumajang, 10 September 2016

Kepala Puskesmas Peserta

(dr. Erma Agustin) (dr. Yani Nur Indrasari)

Pendamping

(dr. Tjahjo Bagus E. K)

Anda mungkin juga menyukai