Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ibu hamil dan melahirkan merupakan kelompok paling rentan yang
memerlukan pelayanan maksimal dari petugas kesehatan. Salah satu bentuk
pelayanan yang harus diberikan kepada ibu melahirkan adalah pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan. Pertolongan persalinan tersebut secara
langsung berhubungan dengan salah satu indikator kesehatan yaitu Angka
Kematian Ibu (AKI) (Kemenkes, 2015).
Laporan MDGs (2015) AKI didunia 210/100.000 KH tingginya AKI
di sumbang dari Negara berkembang. Laporan Profil Kesehatan Indonesia
(2015) risiko kematian ibu karena melahirkan di Indonesia adalah 1 dari 65,
sedangkan di Thailand 1 dari 1.100. Malaysia, tahun 2000 mempunyai angka
kematian ibu (AKI) sebesar 35 per 100.000 kelahiran hidup hampir sama
dengan Thailand. dan Srilangka sebesar 40 per 100.000 Kelahiran Hidup,
pada tahun yang sama. Rasio kematian ibu, yang diperkirakan sekitar 228 per
100.000 kelahiran hidup, tetap tinggi di atas 200 selama dekade terakhir,
meskipun telah dilakukan upaya-upaya untuk meningkatkan pelayanan
kesehatan ibu.
Kondisi ini mungkin disebabkan oleh kualitas pelayanan kesehatan ibu
yang belum memadai, kondisi ibu hamil yang tidak sehat, ketidakpatuhan ibu
terhadap rencana persalinan dan faktor determinan lainnya. Faktor-faktor
tersebut berperan dalam munculnya Tiga Terlambat (3T) yaitu terlambat
mengenal tanda bahaya dan mengambil keputusan, terlambat mencapai
fasilitas kesehatan, dan terlambat dalam mendapatkan pelayanan di fasilitas
kesehatan. Penyebab utama kematian ibu yaitu hipertensi dalam kehamilan
dan perdarahan post partum. Penyebab ini dapat diminimalisir apabila kualitas
antenatal care baik dan penolong persalinan yang professional (Candragiram,
2009 dalam Budijanto, 2013).
Sebenarnya cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan di Indonesia
sendiri sudah mencapai target MDGs yaitu 89% dari 21 Provinsi berdasarkan
hasil Riskesdas (2013). Namun tidak semua persalinan tersebut bertempat di

1
2

fasilitas kesehatan dan di tolong oleh tenaga kesehatan yang kompeten, masih
banyak yang di tolong oleh oleh tenaga yang belum kompeten (Kemenkes,
2015)
Bidan (68,6%) masih menjadi proporsi penolong persalinan dengan
kualifikasi tertinggi yang terbanyak, disusul dengan dokter (18,5%),
kemudian tenaga non kesehatan (11,8%). Persalinan dengan kasus hipertensi
dan perdarahan banyak tidak tertolong karena tidak ditangani oleh Bidan atau
petugas kesehatan yang kompeten, dalam kasus ini tindakan yang paling
utama dilakukan oleh bidan adalah tindakan gawat darurat dan selanjutnya
dilakukan rujukan setelah pertolongan pertama. Apabila tidak mendapat
sentuhan bidan atau petugas kesehatan yang kompeten saat antenatal care
maka mungkin ada faktor risiko ibu hamil yang tidak terdeteksi karena ibu
lebih pemilihan tenaga non kesehatan dengan pertimbangan biaya lebih
murah dan terjangkau (Kemenkes RI, 2014).
Pemerintah sebenarnya telah membuat program-program dalam upaya
menurunkan AKI yaitu dengan Safe Motherhood dan Making Pregnancy
Safer, yang mempunyai tujuan sama yaitu melindungi hak reproduksi dan
hak asasi manusia dengan cara mengurangi beban sakitar kecacatan dan
kematian yang berhubungan dengan kehamilan dan persalinan yang
sebenarnya tidak perlu terjadi(Kemenkes, 2014).
Kebijaksanaan departemen kesehatan adalah mendekatkan pelayanan
obstetri dan neonatal (kebidanan dan bayi baru lahir) kepada setiap ibu hamil
sesuai dengan pendekatan Making Pregnancy Safer (MPS) yang mempunyai
3 (tiga pesan kunci: semua persalinan harus ditolong oleh tenaga kesehatan
terlatih, semua komplikasi obstetri mendapat pelayanan rujukan yang
adekuat, semua perempuan dalam usia reproduksi mendapat akses
pencegahan dan penatalaksanaan kehamilan yang tidak diingikan dan aborsi
yang tidak aman)(MPS, 2009)
Program-program lain yang ditujukan untuk menyelesaikan masalah
diatas diantaranya yaitu Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan
Komplikasi (P4K) dan kelas ibu hamil yang menuntut peran aktif ibu hamil
dan masyarakat. Program ini juga mempersiapkan proses persalinan dari jauh
hari sehingga segala hal yang dapat menganggu proses persalinan dapat
diatasi dengan baik.Program-program dibuat bertujuan untuk menurunkan
3

AKI dan AKB dan memberikan informasi kepada ibu agar pertolongan
persalinan sebaiknya dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten
sehingga tidak muncul komplikasi lain akibat dari penolong persalinan
(PONED, 2013).
Beberapa penelitian yang dilakukan mengenai penolong persalinan
seperti penelitian Yenita (2011) Tidak ada hubungan antara umur, paritas,
persepsi ibu bersalin tentang faktor risiko, ibu bersalin dengan pemilihan
tenaga penolong persalinan ada hubungan antara aksesibilitas ibu terhadap
media massa, anjuran petugas kesehatan tentang persalinan, faktor budaya,
pengalaman, keluarga/kerabat, dan pengaruh suami, tingkat pendidikan ibu
bersalin, tingkat pengetahuan ibu, persepsi ibu bersalin tentang ancaman, dan
persepsi ibu bersalin tentang manfaat dengan pemilihan tenaga penolong
persalinan.
Penelitian Rusnawati (2012), Terdapat hubungan bermakna antara
Budaya, Pendidikan, Pemeriksaan Kehamilan, Rencana Persalinan,
Pengetahuan Ibu, Pendapatan, Biaya, Dukungan Tenaga Kesehatan dengan
pemilihan tempat bersalin. Terdapat hubungan yang tidak bermakna antara
Pekerjaan Ibu, Perkerjaan suami, Akses Ibu Ke Fasilitas Kesehatan dan
Dukungan Suami dengan Pemilihan Tempat Bersalin. Penelitian Henny, dkk
(2012) menyebutkan Terdapat hubungan antara umur, pendidikan, pekerjaan
ayah, penghasilan keluarga, jarak pelayanan, pengetahuan dan sikap terdahap
minat/keputusan ibu pemilihan tempat bersalin.
Pentingnya pemilihan pertolongan persalinan untuk membantu
penurunan AKI dan beberapa program juga digenjarkan kembali dengan
harapan MDGs tercapai dan AKI turun. Karena beberpa hal yang
mengakibatkan kematian ibu adalah persalinan yang merupakan salah satu
masalah kesehatan yang masih menjadi sorotan di Indonesia, salah satu dari
penyebab kondisi seperti itu adalah akibat dari si penolong persalinan.
Penolong persalinan belum memahami tanda-tanda bahaya persalinan
sehingga berani untuk melakukan pertolongan persalinan dirumah (MPS,
2009).
Laporan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia/SDKI (2012),
angka kematian ibu (yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas)
meningkat dari 228/100.000KH (SDKI, 2007) meningkat sebesar 359 per
4

100.000KH. Angka ini masih cukup tinggi apalagi jika dibandingkan dengan
negaranegara tetangga di Asia Tenggara laporan yang disampaikan WHO
tahun 2014. Angka ini juga masih jauh dari target Millenium Development
Goals (MDGs) yang ingin dicapai pada tahun 2015 sebesar 102/100.000
kelahiran hidup, walaupun jumlah persalinan yang ditolong oleh tenaga
kesehatan mengalami peningkatan.
Berdasarkan Profil kesehatan Indonesia (2015), cakupan pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan dengan kompetensi kebidanan sejak tahun
2013 sampai 2015 cenderung mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2013
mencapai 86,38 %, dan pada tahun 2015 cakupan pertolongan persalinan oleh
tenaga kesehatan di Indonesia telah mencapai 90,88%. Dimana angka ini
telah memenuhi target rentra kementrian tahun 2015 yakni sebesar 89
%.Profil Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat (2014) menunjukkan
bahwa AKI 138/100.000KH dari 119 kasus kematian ibu sengan rincian
sebanyak 15 kasus kematian ibu hamil, 76 kasus kematian ibu pada saat
persalinan serta sebanyak 11 kematian ibu nifas, serta 17 kasus tidak
teridentifikasi berdasarkan jenis kematiannya, terjadi kenaikan AKI pada
tahun 2015 dari 138/100.000KH tahun 2014 menjadi 141/100.000KH dari
130 kasus.
Profil Kesehatan Kabupaten Sanggau melaporkan bahwa AKI
sebanyak 17 orang dalam 1 tahun. Pertolongan persalinan Kabupaten
Sanggau (2014) yang ditolong oleh nakes sebanyak 88.2%. Untuk
pertolongan persalinan di fasilitas kesehatan tidak tercatat secara khusus,
namun jumlah persalinan yang ditolong nakes sebanyak 85,84% yang
ditolong non nakes sebanyak 14,26%, hanya diperkirakan pertolongan di
fasilitas kesehatan sekitar 48%.
Data yang diperoleh dari Wilayah Puskesmas Sosok tahun 2016 ibu
hamil secara keseluruhan sebanyak 863 orang dengan faktor risiko sebanyak
14,6%, dengan risiko sebanyak 1,6%, sementara kematian yang terjadi pada
factor risiko dan risiko sebanyak 1,7%, sementara laporan mengenai AKI
tidak ada. (Profil Puskesmas Sosok, 2016).
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Oktober 2016
pada 10 orang ibu hamil tentang tanda-tanda bahaya persalinan dan pemilihan
5

penolong persalinan 8 orang masih kurang mengerti tentang tanda-tanda


bahaya persalinan dan pemilihan penolong persalinan.
Berdasarkan fakta-fakta yang telah dijelaskan di atas, penulis tertarik
untuk mengadakan penelitian mengenai Hubungan Pengetahuan Ibu Hamil
Tentang Tandatanda Bahaya Persalinan dengan Pemilihan Penolong
Persalinan di Wilayah Puskesmas Sosok Kabupaten Sanggau.

B. Rumusan Masalah
Pemilihan penolong persalinan sangat penting bagi ibu-ibu hamil,
karena ibu yang tahu tanda-tanda bahaya persalinan akanpemilihan penolong
professional yang telah memperoleh pendidikan yang kompeten dalam upaya
mengatasi keadaan darurat. .
Berdasarkan latar belakang maka dibuatlah rumusan masalah sebagai
berikut: Apakah ada Hubungan Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Tanda
Tanda Bahaya Persalinan Dengan Pemilihan Penolong Persalinan Di Wilayah
Puskesmas Sosok Kabupaten Sanggau?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui Hubungan Pengetahuan Ibu Hamil Tentang TandaTanda
Bahaya Persalinan Dengan Pemilihan Penolong Persalinan Di Wilayah
Puskesmas Sosok Kabupaten Sanggau.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus pada penelitian ini adalah untuk mengetahui:
a. Mengindentifikasi pengetahuan ibu tentang tanda-tanda bahaya
persalinaan.
b. Mengindentifikasi pengetahuan ibu tentang pemilihan penolong
persalinan.
c. Menganalisis hubungan pengetahuan ibu tentang tanda-tanda bahaya
persalinan dengan pemilihan penolong persalinan.
6

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Bagi Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Pontianak
Dapat menjadi dasar untuk memberikan pengetahuan yang terkait
dengan pemilihan penolong persalinan untuk pengembangan layanan
kesehatan ibu hamil, khususnya persalinan.
2. Manfaat Bagi Puskesmas Sosok
Dapat menjadi bahan evaluasi bagi Puskesmas dalam peningkatan
layanan persalinan bagi ibu hamil sehingga dapat mensosialisikan pada
masyarakat pentingnya pertolongan persalinan di tolong oleh tenaga
kesehatan karena dengan segera dapat mengambil keputusan jika
ditemukan komplikasi pada saat persalinan
3. Manfaat Bagi Peneliti
Untuk peneliti selanjutnya disarankan lebih mengarah pada
perilaku dan karakteristik responden dalam pemilihan penolong persalinan.

E. Keaslian Penelitian
Penelitian ini sebelumnya pernah dilakukan, adapun penelitian serupa
adalah sebagai berikut:
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
Judul Penelitian Nama Peneliti Metode Penelitian Hasil Penelitian
Faktor-faktor yang Yenni Alfiati, Triyani Penelitian Ada hubungan antara fasilitas
Mempengaruhi Pemanfaatan Marwati, Solikhah menggunakan analitik kesehatan dengan pelayanan
Pelayanan Poli OBGYN di observasional dengan poly obgyn dengan nilai Sig < a
RSUDBanjarnegara. Tahun pendekatan cross (0.000 <0.05) and Chi Square
2008 sectional count 20,432 > Chi Square
table (df = 1 = 3.481).
Faktor Determinan Sri Yenita Menggunakan dari hasil multivariat faktor
Pemilihan Tenaga Penolong Rancangan cross yang
Persalainan di Wilayah sectional paling dominan terhadap
KerjaPuskesmas Desa Baru pemilihan tenaga penolong
Kabupaten Pasaman Barat persalinan adalah persepsi
Tahun 2011 manfaat (p=0,000)
OR:17,713.
Hubungan Tingkat Ratna Dwi Penelitian deskriftif ada hubungan antara
Pengetahuan Ibu Hamil Listiyaningsih, korelasi pengetahuan ibu hamil tentang
TentangTanda Bahaya Herniyatun, Eni tanda-tanda kehamilan dan
Kehamilan dan Persalinan Indrayani persalinandi wilayahkerja
dan Rencana Puskesmas Kebumen I dengan
Penolong Persalinan di nilai CI 95% dan p-value
Wilayah kerja Puskesmas =0,027
Kebumen 1 Tahun 2012

Perbedaan pada penelitian ini terletak pada, waktu penelitian, tempat


penelitian, subjek penelitian dan besar sampel.

Anda mungkin juga menyukai