Anda di halaman 1dari 27

BAB 1

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Tahu merupakan jenis pangan dari olahan kedelai yang digemari

masyarakat Indonesia (Suprapti, 2005), hal ini juga ditegaskan dengan adanya

data konsumsi tahu pada tahun 2013 yang mencapai rata rata 7,039 kilogram

per kapita selama satu tahun (SSEN, 2009 2013). Gemarnya masyarakat

indonesia mengkonsumsi tahu dikarenakan harganya yang murah selain itu

juga mengandung protein yang tinggi . Masyarakat Indonesia akhir akhir ini

banyak mengolah tahu dengan cara digoreng, direbus, dan dibakar. Ketiga

cara ini dilakukan dengan menggunakan media panas, yang tentunya akan

menyebebabkan perubahan struktur pada tahu yaitu struktur fisik dan kimia,

hal ini mengakibatkan turunnya nilai gizi protein pada tahu tersebut (Winarno,

2004).

Protein yang ada di dalam tubuh merupakan bagian dari semua sel

hidup dan juga bagian dengan jumlah besar yang memenuhi tubuh sesudah air.

Protein mempunyai fungsi khas dimana tidak dapat digantikan oleh zat gizi

lain, yaitu mampu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh

(Almatsier, 2001), sehingga apabila tubuh mendapat asupan protein yang

kurang akan menimbulkan dampak pada daya tahan tubuh ( Winarno, F.G,

1992 ).
2

Pengolahan makanan dengan media panas secara umum memiliki

kelebihan, diantaranya dapat mencegah kerusakan akibat mikroorganisme dan

juga menambah selera makan konsumen terhadap bahan pangan tertentu.

Pengolahan makanan dengan media panas juga memeliki kekurangan yaitu

dapat terjadinya penyusutan unsur gizi yang dikandung oleh bahan pangan

yang diolah tersebut, dan apabila dilakukan dengan suhu yang terlalu tinggi

serta terlalu lama, dapat mengakibatkan bahan pangan yang diolah menjadi

zat karsinogenik yang akhirnya merugikan tubuh. Cara pengolahan tahu di

rumah tangga biasanya dibakar dengan suhu 160 - 180oC, mengoreng dengan

suhu 180oC dan dengan cara direbus dengan suhu 90 - 100oC(Muchtadi,

1999). Penelitian sebelumnya yang dilakukan Titin Sumiati (2008),

pengolahan ikan mujair dengan cara digoreng pada suhu 122OC - 177OC

selama 15 menit, pemanggangan selama 20 menit, dan direbus dengan suhu

antara 99OC-100OC dalam waktu 15 menit dengan hasil sebelum di lakukan

pengolahan kadar protein ikan mujair 62,97% setelah dilakukan pengolahan

didapatkan hasil pada ikan yang goreng 33,32%, ikan yang rebus 59,84% dan

tertinggi pada ikan yang bakar 45,79%.

Berdasarkan uraian diatas perlu dilakukan penelitian lebih lanjut agar

dapat diketahui pengaruh macam olahan masakan tahu seperti digoreng,

dibakar dan direbus terhadap kadar protein tahu agar tidak mengalami

penurunan protein terlalu banyak.

1.2 Perumusan Masalah


3

Berdasarkan uraian pada latar belakang dapat dirumuskan pertanyaan

penelitian yaitu : apakah ada perbedaan kandungan kadar protein pada berbagai

cara pengolahan tahu?.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui perbedaan kadar protein yang terkandung di dalam

tahu pada berbagai cara pengolahan.

1.3.2 Tujuan khusus

1.3.2.1 Untuk membandingkan kadar protein pada berbagai cara

pengolahan tahu.

1.3.2.2 Untuk mengetahui cara pengolahan tahu yang paling baik.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Untuk masyarakat

Hasil penelitian ini memberikan informasi kepada masyarakat

mengenai perbedaan kadar protein tahu pada berbagai cara pengolahannya.

1.4.2 Untuk praktisi kesehatan

Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan dan

pengembangan penelitian selanjutnya serta sebagai sumber informasi bagi

praktisi kesehatan.
4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Protein

2.1.1 Definisi Protein

Protein diambil dari kata Proteos yang memiliki arti yang

pertama atau yang terpenting (Sumardjo,2008), dan merupakan

makromolekul yang ditemukan dengan jumlah banyak di dalam sel

makhluk hidup serta merupakan 50 persen atau lebih dari berat kering sel

(Campbell et al., 2009; Lehninger et al., 2004). Protein sebagian besar

disimpan di dalam jaringan otot dan beberapa organ tubuh lainnya, dan

sisanya disimpan di dalam darah. Setiap macam sel memiliki protein yang

khas yang memenuhi sel tersebut (Sumardjo,2008).


5

2.1.2 Struktur Protein

Protein merupakan suatu senyawa organik kompleks yang

mengandung unsur Karbon (C), Hidrogen (H), Oksigen (O), Nitrogen (N)

dan kadang-kadang mengandung zat Belerang (S), dan Fosfor (P). Protein

merupakan makromolekul yang terdiri dari satu atau lebih polimer. Setiap

polimer tersusun atas monomer yang disebut asam amino (Murray et al.,

2009).

Protein yang tersusun atas rantai asam amino mempunyai struktur

bermacam macam dan khas pada masing-masing protein, dikarenakan

setiap protein disusun oleh asam amino yang berbeda secara kimiawi,

maka suatu protein akan terangkai melalui ikatan peptida. Protein ini

selanjutnya bisa mengalami pelipatan pelipatan dan membentuk struktur

yang bermacam - macam. Struktur protein tersebut meliputi :

1. Struktur primer

Struktur sederhana dengan urutan - urutan asam amino yang

tersusun secara linear mirip seperti tatanan huruf dalam sebuah kata

dan tidak terjadi percabangan rantai. Struktur primer terbentuk

melalui ikatan antara gugus amino dengan gugus karboksil.

Ikatan tersebutdinamakan ikatan peptida atau ikatan amida (Lodish

et al., 2003). Struktur ini dapat menentukan urutan suatu asam

amino dari suatu polipeptida (Voet & Judith, 2009).

2. Struktur sekunder
6

Kombinasi antara struktur primer yang linear dan

distabilkan oleh ikatan hidrogen antara gugus =CO dan =NH di

sepanjang tulang belakang polipeptida. Salah satu contoh struktur

sekunder adalah -heliks dan -pleated. Struktur ini memiliki

segmen - segmen dalam polipeptida yang terlilit atau terlipat secara

berulang (Campbell et al., 2009).

3. Struktur tersier

Struktur protein yang mempunyai lapisan tumpang tindih di

atas pola struktur sekunder yang terdiri atas pemutarbalikan tak

beraturan dari ikatan antara rantai samping (gugus R) berbagai

asam amino. Struktur ini merupakan konformasi tiga dimensi yang

mengacu pada hubungan spasial antar struktur sekunder. Struktur

tersiar distabilkan oleh empat macam ikatan, yakni ikatan hidrogen,

ikatan ionik, ikatan kovalen, dan ikatan hidrofobik. Ikatan

hidrofobik dalam struktur ini sangat penting bagi protein. Asam

amino yang memiliki sifat hidrofobik akan berikatan di bagian

dalam protein globuler yang tidak berikatan dengan air, sementara

asam amino yang bersifat hodrofilik secara umum akan berada di

sisi permukaan luar yang berikatan dengan air di sekelilingnya

(Murray et al, 2009; Lehninger et al, 2004).

4. Struktur kuarterner
7

Struktur ini merupakan gambaran dari pengaturan sub-unit

atau promoter protein dalam ruang. Struktur ini memiliki dua atau

lebih dari sub-unit protein dengan struktur tersier yang akan

membentuk protein kompleks yang fungsional. Ikatan yang

berperan dalam struktur ini adalah ikatan nonkovalen, yakni

interaksi elektrostatis, hidrogen, dan hidrofobik. Protein dengan

struktur kuarterner sering disebut juga dengan protein multimerik.

Jika protein yang tersusun dari dua sub-unit disebut dengan protein

dimerik dan jika tersusun dari empat sub-unit disebut dengan

protein tetramerik (Lodish et al., 2003; Murray et al, 2009).

2.1.3 Klasifikiasi Protein

Protein di dalam tubuh manusia memiliki fungsi atau peranan yang

masing-masing berbeda. Perbedaan tersebut membuat protein

diklasifikasikan sebagai berikut (Muhammad, 1983) :

a. Berdasarkan fungsi biologisnya

1. Protein enzim

Golongan Protein ini berperan pada biokatalisator dan berbentuk

glubular pada umumnya. Protein ini hanya bekerja pada substart

tertentu sebagai ciri khasnya. Protein - protein yang termasuk

dalam golongan ini adalah :

a) Periksodase berfungsi mengkatalisa peruraian hidrogen

piroksida

b) Pepsin berfungsi mengkatalisa pemutusan ikatan peptida


8

c) Polinukleotidase berfungsi mengkatalisa hidrolisa

polinukleotida

2. Protein Pengangkut

Protein ini bekerja sebagai transportasi yang mempunyai

kemampuan membawa ion atau molekul dari organ yang satu

menuju organ yang lain melalui aliran darah. Contoh golongan

ini adalah : hemoglobin yang mengangkut oksigen melalui darah

ke organ-organ tertentu didalam tubuh, dan lipoprotein yang

mengangkut lipid.

3. Protein Struktural

Merupakan protein pembangun yang membentuk struktur sel dan

memberikan kekuatan pada jaringan contoh : elastin, keratin dan

fibrin.

4. Protein Pelindung

Protein yang pada umumnya terdapat di dalam darah ini

berfungsi sebagai pelindung tubuh terhadap benda asing,

contohnya adalah fibrinogen yang merupakan pembentuk fibrin

yang mempengaruhi pembekuan darah.

5. Protein Kontraktil

Protein ini memiliki peran pada gerak tubuh dan memberikan

pengaruh pada sel untuk mengubah bentuk atau berkontraksi.

Contohnya : myosin dan aktin

6. Protein Hormon
9

Protein ini dihasilkan oleh kelenjar endokrin yang membantu dan

mengatur aktivitas metabolisme dalam tubuh.

7. Protein Cadangan

Protein ini dicadangkan untuk tujuan berberapa proses

metabolisme.

b. Berdasarkan Struktur Sususan molekul

a) Protein globuler (Sferoprotein)

Protein globuler berbentuk bola ini banyak terdapat pada bahan

makanan. Protein ini mudah mengalami denaturasi karena

dipengaruhi oleh suhu yang mengakibatkan terjadinya

perubahan fisik dan fisiologik. Protein ini juga dapat berubah

oleh konsentrasi garam, pelarut asam dan basa (Winarno 2004).

b) Sumber Protein Fibriler (Skleroprotein)

Protein ini memiliki bentuk seperti serabut yang membentuk

struktur tulang rawan, seperti myosin pada otot, fibrin, dan

keratin rambut (Nurhayati 2010).

c. Berdasarkan Komponen Penyusun (Muhammad, 1983)

a) Protein Sederhana

Protein ini hanya tersusun oleh asam amino saja sehingga

hidrolisisnya hanya mengandung asam amino, contoh protein ini

adalah albumin, globulin, dan prolamin.


10

b) Protein Majemuk

Protein ini terbentuk oleh zat non protein dan protein sederhana,

yang termasuk dalam protein ini adalah Phosprotein,

Nukluoprotein, Mukoprotein.

d. Berdasarkan Asam Amino Penyusunnya

a) Asam Amino Esensial

Asam amino esensial merupakan asam amino yang dibutuhkan

manusia akan tetapi didapat dari luar tubuh manusia,

dikarenakan tubuh tidak dapat mensitesinya sendiri oleh karena

itu asam amino esensial biasanya didapatkan dari protein

makanan, terdapat 10 macam Asam amino esensial antara lain

leusin, isoleusin, lisin, metionin, sintesin, valin, triptifan,

tirosina, fenilalanina, dan treonina.

b) Asam Amino Non Esensial

Asam amino non esensial yang dibutuhkan oleh tubuh manusia

dan dapat disintesis oleh sendiri oleh tubuh manusia terdapat

beberapa asam amino non esensial antara lain, alanin, aspartat,

glutamate, glutamine (Tejasari, 2005).

2.1.5 Sumber Protein

Sumber protein secara umum terdapat dua macam, yaitu sumber

protein hewani dan sumber protein nabati. Protein nabati merupakan protein

yang diperoleh dari tumbuh tumbuhan, contohnya adalah tempe, tahu,

kacang-kacangan, dan lain sebagainya. Sumber protein nabati yang


11

memiliki mutu tinggi yaitu kacang kedelai sedangkan yang mutunya rendah

adalah padi. Protein hewani adalah protein yang berasal dari hewan, hewan

tersebut mengkonsumsi tumbuh-tumbuhan sebagai makanan, sehingga

protein nabati yang dimakan hewan tersebut berubah menjadi protein

hewani contoh daging, ikan, susu, telur, dan lain-lain (Budianto, 2009).

2.1.6 Kerusakan Protein

2.1.6.1 Denaturasi

Denaturasi adalah suatu perubahan atau modifikasi terhadap struktur

sekunder, tersier, dan kuartener molekul protein tanpa terjadinya pemecahan

ikatan-ikatan peptida. Denaturasi protein dapat juga diartikan sebagai

kerusakan struktur sekunder dan tersier protein akibat terpecahnya ikatan

hidrogen , interaksi hidrofobik atau ikatan disulfida. Reaksi denaturasi tidak

mampu memutuskan ikatan peptida sehingga struktur primer molekul

protein tidak mengalami kerusakan (Winarno, 2006).

Bila susunan ruang atau rantai polipeptida suatu molekul protein

berubah, maka dikatakan protein ini terdenaturasi. Ada dua macam

denaturasi, pengembangan rantai peptida dan pemecahan protein menjadi

unit lebih kecil tanpa disertai pengembangan molekul. Terjadi pertama kali

pada pengembangan polipeptida, sedangkan yang kedua terjadi pada bagian

molekul yang bergabung dalam ikatan sekunder (Winarno, 2006).


12

2.1.6.1.1 Faktor faktor penyebab

Denaturasi protein dapat terjadi dengan berbagai macam

perlakuan, antara lain dengan perlakuan panas, pH, garam,dan

tegangan permukaan. Denaturasi protein merupakan suatu keadaan

dimana protein mengalami perubahan atau perusakan struktur

sekunder, tersier dan kuartenernya. Denaturasi ini dapat disebabkan

oleh beberapa faktor diantaranya pemanasan, suasana asam atau basa

yang ekstrim, kation logam berat dan penambahan garam jenuh

(Purnomo, 2007).

2.1.6.1.2 Mekanisme

Denaturasi protein terjadi bila susunan ruang atau rantai

polipeptida suatu molekul protein berubah. Jika ikatan-ikatan yang

membentuk konfigurasi molekul tersebut rusak, molekul akan

mengembang. Berikut ini merupakan beberapa mekanisme denaturasi

(Purnomo, 2007) :

a) Denaturasi karena Panas

Panas dapat digunakan untuk mengacaukan ikatan

hidrogen dan interaksi hidrofobik non polar. Hal ini terjadi karena

suhu tinggi dapat meningkatkan energi kinetik dan menyebabkan

molekul penyusun protein bergerak atau bergetar sangat cepat

sehingga mengacaukan ikatan molekul tersebut. Protein


13

mengalami denaturasi dan terkoagulasi selama pemasakan.

Beberapa makanan dimasak untuk mendenaturasi protein yang

dikandung supaya memudahkan enzim pencernaan dalam

mencerna protein tersebut.

Pemanasan akan membuat protein bahan terdenaturasi

sehingga kemampuan mengikat airnya menurun. Hal ini terjadi

karena energi panas akan mengakibatkan terputusnya interaksi

non-kovalen yang ada pada struktur alami protein tapi tidak

memutuskan ikatan kovalennya yang berupa ikatan peptida.

Proses ini biasanya berlangsung pada kisaran suhu yang sempit.

b) Alkohol dapat merusak ikatan hidrogen

Ikatan hidrogen terjadi antara gugus amida dalam struktur

sekunder protein. Ikatan hidrogen antar rantai samping terjadi

dalam struktur tersier protein dengan kombinasi berbagai asam

amino penyusunnya.

c) Denaturasi karena Asam dan basa

Protein akan mengalami kekeruhan terbesar pada saat

mencapai ph isoelektris yaitu ph dimana protein memiliki muatan

positif dan negatif yang sama, pada saat inilah protein mengalami

denaturasi yang ditandai kekeruhan meningkat dan timbulnya

gumpalan. Asam dan basa dapat mengacaukan jembatan garam


14

dengan adanya muatan ionik. Sebuah tipe reaksi penggantian

dobel terjadi sewaktu ion positif dan negatif di dalam garam

berganti pasangan dengan ion positif dan negatif yang berasal dari

asam atau basa yang ditambahkan. Reaksi ini terjadi di dalam

sistem pencernaan, saat asam lambung mengkoagulasi protein

yang dikonsumsi.

d) Denaturasi karena Garam logam berat

Garam logam berat mendenaturasi protein sama dengan

halnya asam dan basa. Garam logam berat umumnya

mengandung Hg+2, Pb+2, Ag+1 Tl+1, Cd+2 dan logam lainnya

dengan berat atom yang besar. Reaksi yang terjadi antara garam

logam berat akan mengakibatkan terbentuknya garam protein-

logam yang tidak larut.

Protein akan mengalami presipitasi bila bereaksi dengan

ion logam. Pengendapan oleh ion positif (logam) diperlukan ph

larutan diatas pi karena protein bermuatan negatif, pengendapan

oleh ion negatif diperlukan ph larutan dibawah pi karena protein

bermuatan positif. Ion-ion positif yang dapat mengendapkan

protein adalah; Ag+, Ca++, Zn++, Hg++, Fe++, Cu++ dan Pb++,

sedangkan ion-ion negatif yang dapat mengendapkan protein

adalah; ion salisilat, triklorasetat, piktrat, tanat dan sulfosalisilat.


15

2.1.6.1.3 Dampak yang ditimbulkan

Denaturasi menimbulkan beberapa dampak pada produk,

dampak dampak tersebut diantaranya adalah hilangnya aktivitas

enzim, penambahan kelarutan dan dehidrasi, dan perubahan warna.

Selain itu produk yang memiliki kandungan protein akan mengalami

kerusakan mulai dari kerusakan struktur primernya sampai pada

kerusakan struktur tersiernya (Purwaningsih, 2007).

2.1.6.2 Koagolasi

Koagulasi adalah suatu keadaan dimana protein tidak lagi

terdispersi sebagai suatu koloid karena unit ikatan yang terbentuk cukup

banyak. Koagulasi dapat juga diartikan sebagai salah satu kerusakan

protein yang terjadi akibat pemanasan dan terjadi penggumpalan serta

pengerasan pada protein karena menyerap air pada proses tersebut

(Makfoeld, 2008).

2.1.6.2.1 faktor Penyebab

Koagulasi adalah penurunan daya larut molekul molekul

protein atau perubahan bentuk cairan (sol) menjadi bentuk padat atau

semu padat (gel). Kagulasi dapat disebabkan oleh panas, pengocokan,

garam, asam, basa, dan pereaksi lain seperti urea. Protein akan

mengalami koagulasi apabila dipanaskan pada suhu 50C atau lebih.

Koagulasi hanya terjadi ketika protein berada di titik isolistriknya,


16

dimana pada titik ini protein masih dapat larut pada pH di titik luar

isolistrik tersebut (Purwaningsih, 2007).

2.1.6.2.2 Mekanisme

Koagulasi berawal dari pemanasan yang dapat menyebabkan

pemutusan ikatan hidrogen yang menopang struktur sekunder dan

tersier suatu protein sehingga menyebabkan sisi hidrofobik dari gugus

samping polipentida akan tebuka. Hal ini menyebabkan kelarutan

protein semakin turun dan akhirnya mengendap dan menggumpal.

Pada saat inilah terjadi proses koagulasi (Winarno, 2006).

2.1.6.2.3 Dampak yang ditimbulkan

Koagulasi dapat menimbulkan dampak terhadap produk,

dampak tersebut diantaranya adalah hilangnya sifat sifat biologis

suatu protein (Winarno, 2006).

2.2 Tahu

2.2.1 Definisi tahu

Kata tahu berasal dari bahasa cina yaitu tao-hu atau teu-hu. Tao atau

teu mempunyai arti yaitu kedelai , sementara hu berarti lumat atau menjadi
17

bubur. Tahu dalam bahasa inggris disebut soybean curd atau juga tofu

(Supriatna, 2005).

Tahu merupakan gumpalan protein kedelai yang diperoleh dari hasil

penyarian kedelai yang digiling dengan penambahan air (Sarwono dan

Saragih, 2004). Menurut Adisarwanto (2005), tahu adalah produk

koagulasi protein kedelai.

Tahu mempunyai sifat yang mudah rusak. Pada kondisi normal

(suhu kamar) daya tahannya rata-rata sekitar 1 2 hari saja. Setelah

melewati batas tersebut tahu akan terasa asam dan terjadi penyimpangan

warna, aroma, serta tekstur sehingga tidak layak untuk dikonsumsi.

Tingginya kadar air dan protein dapat menyebabkan hal ini terjadi, masing

masing mempunyai 86 persen dan 8 12 . Tahu mengandung lemak 4,8

persen dan karbohidrat 1,6 persen. Dengan komposisi nutrisi tersebut, tahu

merupakan media yang cocok untuk pertumbuhan mikroorganisme

pembusuk, terutama bakteri (Koswara 2011).


18

2.2.2 Klasifikasi tahu

Menurut Sarwono dan Saragih (2004), tahu mempunyai berbagai

variasi bentuk, ukuran, dan nama saat diperdagangkan. Selain tahu putih

atau tahu biasa, dipasar juga dikenal berbagai tahu komersil yang sudah

memiliki nama dan berciri khas diantaranya yaitu :

1. Tahu Sumedang

Tahu ini disebut juga tahu pon alias tahu kulit yang terbentuk dari

lembaran - lembaran tahu putih setebal 3 cm dengan tekstur lunak dan

kenyal.
19

2. Tahu Cina

Tahu cina berupa tahu putih, teksturnya lebih padat, halus, dan

kenyal dibanding tahu biasa. Ukurannya sekitar 12 cm x 12 cm x 8cm.

3. Tahu Kuning

Tahu ini mirip dengan tahu cina. Bentuknya tipis dan lebar, dan

mempunyai warna kuning dikarenakan adanya larutan sari kunyit.

4. Tahu Sutera

Mempunyai tekstur yang sangat lembut dan lunak, dan biasanya

dikonsumsi sebagai makanan penutup.

2.2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Mutu Tahu

Beberapa faktor yang menyebabkan kerusakan pada tahu biasanya

dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :

1. Adanya bakteri yang tahan panas seperti golongan pembentuk

spora dan bersifat termodurik

2. Adanya bakteri kontaminan yang mencemari tahu pada saat proses

pembuatan tahu sampai selesai

3. Suhu penyimpanan

4. Adanya enzim tahan panas yang dihasilkan oleh jenis mikroba

tertentu yang dapat menghidrolisis lemak tahu

(Mustafa, 2006).
20

2.3 Pengolahan

Pengolahan makanan memiliki peranan yang penting dalam menentukan

kualitas pangan selain kandungan gizi, penyimpanan makanan, penanganan

makanan, dan pengawetan makanan. Biasanya pengolahan makanan

menggunakan media panas sehingga secara tidak langsung mempengaruhi

kualitas bahan pangan, cara pengolahan yang sering dilakukan adalah dengan cara

menggoreng, merebus, dan mengukus, dengan cara pengolahan tersebut makanan

akan menjadi lebih enak dan penyimpanannya bisa diperpanjang dibanding

sebelum dilakukan pengolahan, selain itu pula pengolahan makanan dapat

menjagan makanan dari bahan beracun dan bakteri tertentu yang terkandung

dalam makanan (Budiyanto, 2001).

Bahan makanan yang diolah dengan menggunakan panas memiliki

kelebihan yaitu mecegah terjadinya kerusakan makanan akibat dari

mikroorganisme, dan tentunya memperbaiki cita rasa pada makanan tertentu

sehingga menambah minat konsumen terhadap bahan makanan tertentu. Namun

disisi lain dari cara pengolahan makanan dengan menggunakan panas juga

memiliki kekurangan yaitu terjadinya degradasi atau penyusutan dari unsur gizi

dari makanan yang diolah (Muchtadi, 1999).

2.3.1 Perebusan

Perebusan merupakan metode yang biasa digunakan dan sudah

dikenal lama dalam memasak, dimana bahan makanan yang akan dimasak

menerima panas dari media air, bahan makanan dimasukan ke dalam air
21

mendidih dengan suhu (90-100oc) dan dibiarkan beberapa saat hingga

tinggat kematangan yang diinginkan tercapai, pada saat proses perebusan air

akan melingkari bahan makanan saat mendidih dan mematangkan bahan

makanan tersebut, disamping itu pula saat perebusan terjadi perusakan

terhadap bakteri tanpa merusak bahan makanan (Haris dan Karmas, 2008).

Dalam merebus yang harus di perhatikan adalah airnya dimana air

harus memenuhi persyaratan kebersihan yang tinggi, yaitu air yang tidak

mengandung mikroba yang menyebabkan penyakit, tidak memiliki rasa dan

bau, serta tidak berwarna (Sudarmadji, 1997).

2.3.2 Penggorengan

Penggorengan merupakan metode yang paling popular pada saat

dilakukannya pengolahan makanan karena hasil masakan dari penggorengan

akan lebih gurih (Damayanti, 1994). Suhu penggorengan yang baik adalah

sekitar 163-1960C (Auliana, 2001).

Dalam hal menggoreng yang memegang hal terpenting adalah

minyak goreng dimana minyak goreng memiliki titik didih 200oC sehingga

saat menggoreng kandungan air pada bahan makanan dapat berkurang dan

menjadi lebih kering (Sudarmadji, 1997).

2.3.3 Pemanggangan

Pemangganan memiliki dua cara yaitu biasa langsung melakukan

pemanggangan diatas api dan bias juga melakukan pemanggangan dengan

menggukanan oven, saat memanggang diusahakan tidak pada saat api

menyala dan berasap hal ini di karenakan agar tidak terjadi tetesan lemak
22

akan terbentuk zat karsinogen yaitu PAC (Polisiklik Aromatis Cabon),

sebaiknya menggunakan alas saat memanggang langsung dengan api

sehingga tidak ada tetesan lemak yang jatuh pada bara atau api. Letakan

bahan makanan pada arang yang sudah membara dengan baik, biasanya

30- 60 menit sudah terjadi pembaraan yang baik (Anonymous, 2008).

2.4 Hubungan antara cara pengolahan tahu terhadap kadar protein

Selama pengolahan makanan dengan cara merebus, memanggang, maupun

menggoreng dengan suhu tinggi ada beberapa hal terjadi di antaranya

penghancuran mikroorganisme serta perubahan secara fisik pada bahan makanan,

meliputi warna dan tekstur selain perubahan pada fisik terjadi juga perubahan

pada kandungan gizi pada makanan yaitu terjadi penyusutan atau degradasi

nutrien (Marliyati dkk, 2002).

Pengolahan makanan sangat mempegaruhi kadar gizi suatu bahan pangan,

bahan makanan yang sebelum dilakukan pengolahan memiliki nilai gizi lebih baik

namun karena proses pengolahan, maka akan terjadi penurunan kadar gizi. Kadar

gizi bisa semakin berkurang jika adanya intensitas pada pengolahan makanan

(Haris dan Karmas, 2008).

Akibat dari pengolahan yang menggunakan media panas adalah terjadinya

denaturasi protein sehingga terjadi perubahan struktur sekunder, tersier, dan

kuartener, saat terjadi denaturasi protein akibat panas akan terjadi peningkatan

nilai cerna protein pada usus halus dikarenakan terjadi hidrolisis protein oleh

enzim protease pada usus halus (Haris dan Karmas, 2008). Hasil dari denaturasi
23

adalah terjadinya kehilangan aktivitas biokimia yang terjadi pada protein itu

(Stroker, 2010).

Suhu memegang peran penting dalam proses terjadinya denaturasi

semakin tinggi suhu maka semakin besar protein yang mengalami denaturasi,

sebagai contoh adalah suhu pada perebusan lebih rendah di bandingkan dengan

pemanggangan dan penggorengan sehingga pada perebusan efek denaturasi lebih

kecil (Khomsan, 2004).

2.5 Penentuan kadar Protein

2.5.1 Secara Kuantitatif

2.5.1.1 Metode Kjeldhl

Metode Kjeldhl adalah metode yang sering di gunakan untuk

menentuka kadar protein nabati maupun hewani, dikarenakan metode ini

paling popular dan metode ini digunakan sebagai standart International

serta sebagai pembanding untuk metode lainnya, prinsip dari metode ini

adalah menganalisis jumlah nitrogen dengan mendestruksi protein dari

sampel dengan menggunakan asam sulfat pekat kemudian yang

diharapkan adalah kandungan nitrogen sebagai ammonia, kemudian

menghitung jumlah amonia dari jumlah Nitrogen yang terlepas sebagai

amonia, kemudian di konversikan kedalam kadar protein dengan

mengalikannya dengan kostanta 6,25

Metode Kjeldh memiliki dua cara yaitu mikro dan makro,

dimana pembeda diantara keduanya adalah ukuran sampel bila lebih dari

300 mg maka disebut metode makro, dan bila ukuran sampel kurang dari
24

300 mg maka disebut metode mikrokjeld. Mikrokjeldh dilakukan dalam

tiga tahapan yaitu destruksi, destilasi dan titrasi (Winarno, 2004).

2.5.1.2 Metode Dumas

Metode Dumas merupakan Alternatif dari metode Kjeldh cara

kerjanya adalah dengan cara membakan bahan pangan dalam atmosfer

CO2 pada lingkungan yang mengandung kupri oksida. komponen seperti

hydrogen dan semua atom karbon diubah menjadi uap air dan CO2,

kemudian semua gas dialirkan ke dalam larutan NaOH dan dilanjutkan

dengan proses pengeringan gas sehingga semua gas terabsorbsi kecuali

hidrogen, yang selanjutnya hidrogen tersebut di analisis dan di ukur

(Winarno, 2004).

2.5.2 Metode Kualitatif

2.5.2.1 Metode Biuret

Larutan protein yang alkalis dengan NaOH dan ditambah dengan

larutan CuSO4 akan membentuk warna merah muda sampai violet, hal

ini di sebut reaksi biuret karena senyawa yang terbentuk sama dengan

senyawa biuret (Sudarmadji, 2008).

Molekul kecil misalnya proteosa dan pepton pada metode ini

akan berwarna merah muda, dan sebaliknya apabila molekul besar

seperti gelantin akan berwarna violet (Sumardjo, 2008).

2.5.2.2 Metode Xantoprotein

Prinsip dari metode ini adalah jika protein mengandung asam

amino fenilalanin atau tirosin jika ditambah asam nitrat akan membentuk
25

gumpalan putih. Proses pemanasan akan berpengaruh pada warna

gumparan putih menjadi kuning dan menjadi jingga bila ditambahkan

basa (Sumardjo, 2008).

2.5.2.3 Metode Nihirdin

Nihirdin adalah suatu reagen yang dapat mendeteksi asam amino,

jika bereaksi dengan asam amino rageagen ini menciptakan warna ungu

(Tjahjadi, 2008) reaksi ini berjalan dengan sempurna pada pH 5-7 dan

dengan sedikit pemanasan (Sumardjo, 2008).

2.6 Kerangka Teori

Panggang

Tahu Panas
Goreng Pengolahan

Protein Tahu

Rebus
Perubahan ikatan
asam Amino
26

Koagulasi Denaturasi
Protein Protein

Penurunan kadar
Protein

2.7 Kerangka Konsep

Macam pengolahan Kadar Protein


tahu

2.8 Hipotesis

Terdapat pengaruh macam pengolahan tahu terhadap kadar protein


27

Anda mungkin juga menyukai