BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
1.2 TUJUAN
1.3 MANFAAT
1. Teoritis
2. Praktis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Cidera kepala atau trauma kapitis adalah cidera mekanik yang secara langsung
atau tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit kepala,
fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak dan kerusakan jaringan otak itu
sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis.6
2.2 Anatomi
1. Kulit Kepala (Scalp)
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisanyang disebut SCALP yaitu:7
a. Skin atau kulit
b. Connective Tissue atau jaringan penyambung
c. Aponeurosis atau galea aponeurotika yaitu jaringan ikat yang berhubungan
langsung dengan tengkorak
d. Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar
e. Perikarnium
Gambar 1. SCALP7
Kulit kepala memiliki banyak pembuluh darah sehingga bila terjadi
perdarahan akibat laserasi kulit kepala akan menyebabkan banyak kehilangan
darah terutama pada anak-anak atau penderita dewasa yang cukup lama
terperangkap sehingga membutuhkan waktu lama untuk mengeluarkannya.7
2. Tulang Tengkorak
4
Tulang tengkorak atau kranium terdiri dari kalvarium dan basis kranii, di
regio temporal tulang tipis, namun disini dilapisi oleh otot temporalis. Basis kranii
berbentuk tidak rata dan tidak teratur sehingga cedera pada kepala dapat
menyebabkan kerusakan pada bagian dasar otak yang bergerak akibat cedera
akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas tiga fosa yaitu
anterior, media dan posterior. Fosa anterior adalah tempat lobus frontalis, fosa
media tempat lobus temporalis dan fosa posterior adalah ruang bagi batang otak
bawah dan serebelum.6,7
3. Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak, terdiri dari tiga
lapisan yaitu: duramater, araknoid dan piamater. Duramater adalah selaput yang
keras, terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang melekat erat dengan tabula interna
atau bagian dalam kranium. Duramater tidak melekat dengan lapisan dibawahnya
(araknoid), terdapat ruang subdural.7,8
Pada cedera kepala, pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak
menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging veins, dapat
mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Arteri-arteri
meningea terletak antara duramater dan tabula interna tengkorak, jadi terletak di
ruang epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri meningea
media yang terletak pada fosa temporalis (fosa media). Dibawah duramater
terdapat araknoid yang merupakan lapisan kedua dan tembus pandang. Lapisan
5
yang ketiga adalah piamater yang melekat erat pada permukaan korteks serebri.
Cairan serebrospinal bersirkulasi diantara selaput araknoid dan piameter dalam
ruang sub araknoid.7,8
4. Otak
Otak manusia terdiri dari serebrum,serebelum dan batang otak. Serebrum
terdiri atas hemisfer kanan dan kiri yang dipisahkan oleh falks serebri (lipatan
duramater yang berada di inferior sinus sagitalis superior). Hemisfer otak yang
mengandung pusat bicara sering disebut sebagai hemisfer dominan. Lobus
frontalis berkaitan dengan fungsi emosi, fungsi motorik.
6
5. Cairan serebrospinal
Cairan serebrospinal dihasilkan oleh pleksus khoroideus dengan kecepatan
produksi sebanyak 30 ml/jam. Pleksus khorideus terletak di ventrikel lateralis baik
kanan maupun kiri, mengalir melalui foramen monro ke dalam ventrikel tiga.
Selanjutnya melalui akuaduktus dari sylvius menuju ventrikel ke empat,
selanjutnya keluar dari sistem ventrikel dan masuk ke ruang subaraknoid yang
berada diseluruh permukaan otak dan medula spinalis. CSS akan diserap ke dalam
7
sirkulasi vena melalui granulasio araknoid yang terdapat pada sinus sagitalis
superior. Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio araknoid
sehingga mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan tekanan intra
kranial (hidrosefalus komunikans)7,11
6. Tentorium
Tentorium serebelli membagi ruang tengkorak menjadi supratentorial dan
infratentorial. Mesensefalon menghubungkan hemisfer serebri dengan batang otak
berjalan melalui celah lebar tentorium serebeli yang disebut insisura tentorial.
Nervus oculomotorius(N.III) berjalan di sepanjang tentorium, dan saraf ini dapat
tertekan pada keadan herniasi otak yang umumnya dikibatkan oleh adanya massa
supratentorial atau edema otak. Bagian otak yang sering terjadi herniasi melalui
insisura tentorial adalah sisi medial lobus temporalis yang disebut girus unkus.
Herniasi Unkus menyebabkan juga penekanan traktus piramidalis yang berjalan
pada otak tengah. Dilatasi pupil ipsilateral disertai hemiplegia kontralateral
dikenal sebagai sindrom klasik herniasi tentorial. Jadi, umumnya perdarahan
intrakranial tedapat pada sisi yang sama dengan sisi pupil yang berdilatasi,
walaupun tidak selalu.7
2.3 Fisiologi
1. Tekanan Intrakranial
8
2. Doktrin Monro-Kellie
Adalah suatu konsep sederhana yang dapat menerangkan pengertian
dinamika TIK. Konsep utamanya adalah bahwa volume intrakranial selalu
konstan, karena rongga kranium pada dasarnya merupakan rongga yang tidak
mungkin mekar. TIK yang normal tidak berarti tidak adanya lesi masa
intrakranial, karena TIK umumnya tetap dalam batas normal sampai kondisi
penderita mencapai titik dekompensasi dan memasuki fase ekspansional kurva
tekanan-volume. Nilai TIK sendiri tidak dapat menunjukkan kedudukan pada
garis datar kurva berapa banyak volume lesi masanya.7,12
9
Nilai tertinggi dari pemeriksaan GCS adalah 15 dan terendah adalah 3. Berdasarkan
nilai GCS trauma kapitis dapat dibagi atas :
Kategori GCS Gambaran klinik Skening Otak
Trauma kapitis 13-15 Pingsan 10 Normal
ringan menit, defisit
neurologis (-)
Trauma kapitis 9-12 Pingsan > 10 Abnormal
sedang menit s/d 6
jam, defisit
neurologis (+)
Trauma kapitis 3-8 Pingsan > 6 jam, Abnormal
12
Orang yang beresiko mengalami EDH adalah orang tua yang memiliki
masalah berjalan dan sering jatuh. Sekitar 60 % penderita hematoma epidural
adalah berusia dibawah 20 tahun, dan jarang terjadi pada umur kurang dari 2
tahun dan di atas 60 tahun. Angka kematian meningkat pada pasien yang berusia
kurang dari 5 tahun dan lebih dari 55 tahun. Lebih banyak terjadi pada laki-laki
dibanding perempuan dengan perbandingan 4:1.
Tipe- tipe :
1. Epidural hematoma akut (58%) perdarahan dari arteri
2. Subacute hematoma (31%)
3. Chronic hematoma (11%) perdarahan dari vena
terdapat nuclei saraf cranial ketiga (okulomotorius). Tekanan pada saraf ini
mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan pada lintasan
kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan kelemahan
respons motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan tanda
babinski positif.16
Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak akan
terdorong kearah yang berlawanan, menyebabkan tekanan intracranial yang besar.
Timbul tanda-tanda lanjut peningkatan tekanan intracranial antara lain kekakuan
deserebrasi dan gangguan tanda-tanda vital dan fungsi pernafasan.16
Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus
keluar hingga makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau terbentur
mungkin penderita pingsan sebentar dan segera sadar kembali.
Dalam waktu beberapa jam, penderita akan merasakan nyeri kepala yang
progersif memberat, kemudian kesadaran berangsur menurun. Masa antara dua
penurunan kesadaran ini selama penderita sadar setelah terjadi kecelakaan di sebut
interval lucid.
Fenomena lucid interval terjadi karena cedera primer yang ringan pada
Epidural hematom. Kalau pada subdural hematoma cedera primernya hamper
selalu berat atau epidural hematoma dengan trauma primer berat tidak terjadi lucid
interval karena pasien langsung tidak sadarkan diri dan tidak pernah mengalami
fase sadar.15
Sumber perdarahan :15
Arteri meningea ( lucid interval : 2 3 jam )
Sinus duramatis
Diploe (lubang yang mengisis kalvaria kranii) yang berisi a. diploica dan
vena diploica
16
Pusing
Berkeringat
Pucat
Pupil anisokor, yaitu pupil ipsilateral menjadi melebar.
Pada tahap kesadaran sebelum stupor atau koma, bisa dijumpai hemiparese
atau serangan epilepsi fokal. Pada perjalannya, pelebaran pupil akan mencapai
maksimal dan reaksi cahaya pada permulaan masih positif menjadi negatif. Inilah
tanda sudah terjadi herniasi tentorial. Terjadi pula kenaikan tekanan darah dan
bradikardi. Pada tahap akhir, kesadaran menurun sampai koma dalam, pupil
kontralateral juga mengalami pelebaran sampai akhirnya kedua pupil tidak
menunjukkan reaksi cahaya lagi yang merupakan tanda kematian.15,19
Gejala-gejala respirasi yang bisa timbul berikutnya, mencerminkan adanya
disfungsi rostrocaudal batang otak. Jika Epidural hematom di sertai dengan cedera
otak seperti memar otak, interval bebas tidak akan terlihat, sedangkan gejala dan
tanda lainnya menjadi kabur.15,19
2.7.6 Pemeriksaan Penunjang
a. Foto polos
Pada foto polos kepala, kita tidak dapat mendiagnosa pasti sebagai
epidural hematoma. Dengan proyeksi Antero-Posterior (A-P), lateral
dengan sisi yang mengalami trauma pada film untuk mencari adanya
fraktur tulang yang memotong sulcus arteria meningea media.17
Gambar 9. Fraktur impresi dan linier pada tulang parietal, frontal dan
temporal.20
b. CT Scan
Pemeriksaan CT-Scan dapat menunjukkan lokasi, volume, efek, dan
potensi cedara intracranial lainnya. Pada epidural biasanya pada satu
18
bagian saja (single) tetapi dapat pula terjadi pada kedua sisi (bilateral),
berbentuk bikonfeks, paling sering di daerah temporoparietal. Densitas
darah yang homogen (hiperdens), berbatas tegas, midline terdorong ke
sisi kontralateral.
Terdapat pula garis fraktur pada area epidural hematoma, Densitas yang
tinggi pada stage yang akut (60 90 HU), ditandai dengan adanya
peregangan dari pembuluh darah.15,21,22
Gambar 11. Gambaran CT-Scan fraktur tulang frontal kanan di anterior sutura
coronalis.23
c. MRI
MRI akan menggambarkan massa hiperintens bikonveks yang
menggeser posisi duramater, berada diantara tulang tengkorak dan
duramater. MRI juga dapat menggambarkan batas fraktur yang terjadi.
MRI merupakan salah satu jenis pemeriksaan yang dipilih untuk
menegakkan diagnosis.17,22,23
19
Indikasi operasi di bidang bedah saraf adalah untuk life saving dan untuk
fungsional saving. Jika untuk keduanya tujuan tersebut maka operasinya menjadi
operasi emergenci. Biasanya keadaan emergenci ini di sebabkan oleh lesi desak
ruang.15
Indikasi untuk life saving adalah jika lesi desak ruang bervolume :
> 25 cc desak ruang supra tentorial
> 10 cc desak ruang infratentorial
> 5 cc desak ruang thalamus
Sedangakan indikasi evakuasi life saving adalah efek masa yang
signifikan :
Penurunan klinis
Efek massa dengan volume > 20 cc dengan midline shift > 5 mm
dengan penurunan klinis yang progresif.
Tebal epidural hematoma > 1 cm dengan midline shift > 5 mm dengan
penurunan klinis yang progresif.
BAB III
KESIMPULAN
terkena.
Epidural hematoma adalah perdarahan akut pada lokasi epidural. Fraktur
tulang kepala dapat merobek pembuluh darah, terutama arteri meningea media
yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan antara
duramater dan tulang di permukaan dalam os temporale.
Tanda Diagnostik Klinik Epidural Hematoma :7
1. Lucid interval (+)
2. Kesadaran makin menurun
3. Late hemiparese kontralateral lesi
4. Pupil anisokor
5. Babinsky (+) kontralateral lesi
6. Fraktur daerah temporal
Diagnosis epidural hematoma didasarkan gejala klinis serta pemeriksaan
penunjang seperti foto Rontgen kepala dan CT scan kepala. Prognosis epidural
hematoma biasanya baik. Mortalitas pasien dengan epidural hematoma yang telah
dievakuasi mulai dari 16% - 32%.
24
DAFTAR PUSTAKA
9. American Collage of Surgeons, Advance Trauma Life Suport For Doctors, 7th
Edition. United States of America, 2004.
10. Netter FH, Machado CA. Atlas of Human Anatomy. Version 3. Icon Learning
System LLC, 2003.
11. Chusid, Neuroanatomi Korelatif dan Neurology Fungsional, bagian dua. Gajah
Mada University Press, 2004.
12. Narayan RK, Wilberger JE, Povlishock JT (eds): Neurotrauma. New York,
McGraw-Hill, 2004.
13. Gunawan, Billy Indra, Trauma Kepala dalam Neurologi II. Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya, Palembang.
14. Soertidewi L. Penatalaksanaan Kedaruratan Cedera
Kranio Serebral, Updates In Neuroemergencies, Tjokronegoro A., Balai
Penerbit FKUI, Jakarta, 2002, 80
15. Hafid A, Epidural Hematoma, Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi kedua, Jong W.D.
EGC, Jakarta, 2004, 818-819 Sidharta P, Mardjono M, Neurologi Klinis Dasar,
Dian Rakyat, Jakarta, 2005.
16. Anderson S. McCarty L., Cedera Susunan Saraf Pusat, Patofisiologi, edisi 4,
Anugrah P. EGC, Jakarta,1995, 1014-1016
17. Markam S, Trauma Kapitis, Kapita Selekta
Neurologi, Edisi kedua, Harsono, Gajah Mada University Press, Yogyakarta,
2005, 314
18. Anonym,Epidural hematoma, www.nyp.org
19. Mardjono M. Sidharta P., Mekanisme Trauma Susunan
Saraf, Neurologi Kilinis Dasar, Dian Rakyat, Jakarta, 2003, 254-259
20. Ekayuda I., Angiografi, Radiologi Diagnostik, edisi
kedua, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2006, 359-366
21. Dahnert W, MD, Brain Disorders, Radioogy Review
Manual, second edition, Williams & Wilkins, Arizona, 1993, 117 178
22. Sutton D, Neuroradiologi of The Spine, Textbook of
Radiology and Imaging, fifth edition, Churchill Living Stone, London,1993,
1423
26