Anda di halaman 1dari 26

1

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG

Epidural hematom adalah salah satu jenis perdarahan intracranial yang


paling sering terjadi karena fraktur tulang tengkorak. Otak di tutupi oleh tulang
tengkorak yang kaku dan keras. Otak juga di kelilingi oleh sesuatu yang berguna
sebagai pembungkus yang disebut dura. Fungsinya untuk melindungi otak,
menutupi sinus-sinus vena, dan membentuk periosteum tabula interna.. Ketika
seorang mendapat benturan yang hebat di kepala kemungkinan akan terbentuk
suatu lubang, pergerakan dari otak mungkin akan menyebabkan pengikisan atau
robekan dari pembuluh darah yang mengelilingi otak dan dura, ketika pembuluh
darah mengalami robekan maka darah akan terakumulasi dalam ruang antara dura
dan tulang tengkorak, keadaan inlah yang di kenal dengan sebutan epidural
hematom.(1,2,3 )
Epidural hematom sebagai keadaan neurologist yang bersifat emergency
dan biasanya berhubungan dengan linear fraktur yang memutuskan arteri yang
lebih besar, sehingga menimbulkan perdarahan. Venous epidural hematom
berhubungan dengan robekan pembuluh vena dan berlangsung perlahan-lahan.
Arterial hematom terjadi pada middle meningeal artery yang terletak di bawah
tulang temporal. Perdarahan masuk ke dalam ruang epidural, bila terjadi
perdarahan arteri maka hematom akan cepat terjadi.(1,5)
Cedera kepala adalah kondisi yang umum secara neurologi dan bedah
saraf dan merupakan salah satu penyebab kematian utama di kalangan usia
produktif khususnya di negara berkembang. Hal ini diakibatkan karena mobilitas
yang tinggi di kalangan usia produktif sedangkan kesadaran untuk menjaga
keselamatan di jalan masih rendah disamping penanganan pertama yang belum
benar, rujukan yang terlambat.

Kasus terbanyak cedera kepala adalah kecelakaan mobil dan motor. Di


Amerika Serikat pada tahun 1990 dilaporkan kejadian cedera kepala 200/100.000
penduduk pertahun. Pada penderita dengan cedera kepala ringan dan sedang
hanya 3% - 5% yang memerlukan tindakan operasi kurang lebih 40% dan sisanya
dirawat secara konservatif.1,2
2

1.2 TUJUAN

Makalah yang berjudul Epidural Hematoma ini dibuat untuk membahas


etiologi, gejala klinis, diagnosis, serta prognosis dari penyakit ini. Dengan itu
dapat lebih baik untuk menangani penyakit ini dengan tepat.

1.3 MANFAAT

1. Teoritis

Diharapkan laporan kasus ini dapat memberikan tambahan ilmu


pengetahuan tentang epidural hematom antara lain definisi, epidemiologi,
etiologi, klasifikasi, patofisiologi, tanda dan gejala, alur diagnosis,
penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis.

2. Praktis

Diharapkan dapat memberi tambahan literatur dalam menangani penyakit


dengan gejala kejang khususnya epidural hematom.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Trauma Kapitis


3

Cidera kepala atau trauma kapitis adalah cidera mekanik yang secara langsung
atau tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit kepala,
fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak dan kerusakan jaringan otak itu
sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis.6

2.2 Anatomi
1. Kulit Kepala (Scalp)
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisanyang disebut SCALP yaitu:7
a. Skin atau kulit
b. Connective Tissue atau jaringan penyambung
c. Aponeurosis atau galea aponeurotika yaitu jaringan ikat yang berhubungan
langsung dengan tengkorak
d. Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar
e. Perikarnium

Gambar 1. SCALP7
Kulit kepala memiliki banyak pembuluh darah sehingga bila terjadi
perdarahan akibat laserasi kulit kepala akan menyebabkan banyak kehilangan
darah terutama pada anak-anak atau penderita dewasa yang cukup lama
terperangkap sehingga membutuhkan waktu lama untuk mengeluarkannya.7

2. Tulang Tengkorak
4

Tulang tengkorak atau kranium terdiri dari kalvarium dan basis kranii, di
regio temporal tulang tipis, namun disini dilapisi oleh otot temporalis. Basis kranii
berbentuk tidak rata dan tidak teratur sehingga cedera pada kepala dapat
menyebabkan kerusakan pada bagian dasar otak yang bergerak akibat cedera
akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas tiga fosa yaitu
anterior, media dan posterior. Fosa anterior adalah tempat lobus frontalis, fosa
media tempat lobus temporalis dan fosa posterior adalah ruang bagi batang otak
bawah dan serebelum.6,7

Gambar 2. Tulang tengkorak1

3. Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak, terdiri dari tiga
lapisan yaitu: duramater, araknoid dan piamater. Duramater adalah selaput yang
keras, terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang melekat erat dengan tabula interna
atau bagian dalam kranium. Duramater tidak melekat dengan lapisan dibawahnya
(araknoid), terdapat ruang subdural.7,8
Pada cedera kepala, pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak
menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging veins, dapat
mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Arteri-arteri
meningea terletak antara duramater dan tabula interna tengkorak, jadi terletak di
ruang epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri meningea
media yang terletak pada fosa temporalis (fosa media). Dibawah duramater
terdapat araknoid yang merupakan lapisan kedua dan tembus pandang. Lapisan
5

yang ketiga adalah piamater yang melekat erat pada permukaan korteks serebri.
Cairan serebrospinal bersirkulasi diantara selaput araknoid dan piameter dalam
ruang sub araknoid.7,8

Gambar 3 Arteri meninges9

Gambar 4. Bridging vein10

4. Otak
Otak manusia terdiri dari serebrum,serebelum dan batang otak. Serebrum
terdiri atas hemisfer kanan dan kiri yang dipisahkan oleh falks serebri (lipatan
duramater yang berada di inferior sinus sagitalis superior). Hemisfer otak yang
mengandung pusat bicara sering disebut sebagai hemisfer dominan. Lobus
frontalis berkaitan dengan fungsi emosi, fungsi motorik.
6

Gambar 5. Anatomi Otak8

Lobus parietalis berhubungan dengan orientasi ruang dan fungsi sensorik.


Lobus temporalis mengatur fungsi memori tertentu. Lobus occipitalis berukuran
lebih kecil dan berfungsi dalam penglihatan. Batang otak terdiri dari
mesensefalon, pons dan medula oblongata. Mesensefalon dan pons bagian atas
berisi sistem aktivasi retikulasi yang berfungsi dalam kesadaran dan kewaspadaan.
Pada medula oblongata berada pusat vital kardiorespiratorik yang terus
memanjang sampai medula spinalis di bawahnya. Serebellum bertanggung jawab
dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan terletak dalam fosa posterior,
berhubungan dengan medula spinalis batang otak dan kedua hemisfer serebri.7

5. Cairan serebrospinal
Cairan serebrospinal dihasilkan oleh pleksus khoroideus dengan kecepatan
produksi sebanyak 30 ml/jam. Pleksus khorideus terletak di ventrikel lateralis baik
kanan maupun kiri, mengalir melalui foramen monro ke dalam ventrikel tiga.
Selanjutnya melalui akuaduktus dari sylvius menuju ventrikel ke empat,
selanjutnya keluar dari sistem ventrikel dan masuk ke ruang subaraknoid yang
berada diseluruh permukaan otak dan medula spinalis. CSS akan diserap ke dalam
7

sirkulasi vena melalui granulasio araknoid yang terdapat pada sinus sagitalis
superior. Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio araknoid
sehingga mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan tekanan intra
kranial (hidrosefalus komunikans)7,11

Gambar 6. Cairan serebrospinal pada otak 8

6. Tentorium
Tentorium serebelli membagi ruang tengkorak menjadi supratentorial dan
infratentorial. Mesensefalon menghubungkan hemisfer serebri dengan batang otak
berjalan melalui celah lebar tentorium serebeli yang disebut insisura tentorial.
Nervus oculomotorius(N.III) berjalan di sepanjang tentorium, dan saraf ini dapat
tertekan pada keadan herniasi otak yang umumnya dikibatkan oleh adanya massa
supratentorial atau edema otak. Bagian otak yang sering terjadi herniasi melalui
insisura tentorial adalah sisi medial lobus temporalis yang disebut girus unkus.
Herniasi Unkus menyebabkan juga penekanan traktus piramidalis yang berjalan
pada otak tengah. Dilatasi pupil ipsilateral disertai hemiplegia kontralateral
dikenal sebagai sindrom klasik herniasi tentorial. Jadi, umumnya perdarahan
intrakranial tedapat pada sisi yang sama dengan sisi pupil yang berdilatasi,
walaupun tidak selalu.7

2.3 Fisiologi
1. Tekanan Intrakranial
8

Berbagai proses patologis yang mengenai otak dapat mengakibatkan


kenaikan tekanan intrakranial yang selanjutnya akan mengganggu fungsi otak
yang akhirnya berdampak buruk terhadap kesudahan penderita. Dan tekanan
intrakranial yang tinggi dapat menimbulkan konsekuensi yang mengganggu
fungsi otak dan tentunya mempengaruhi pula kesembuhan penderita. Jadi,
kenaikan tekanan intrakranial (TIK) tidak hanya merupakan indikasi adanya
masalah serius dalam otak tetapi justru sering merupakan masalah utamanya. TIK
normal pada saat istirahat kira-kira 10 mmHg (136 mmH2O), TIK lebih tinggi
dari 20 mmHg dianggap tidak normal dan TIK lebih dari 40 mmHg termasuk
dalam kenaikan TIK berat. Semakin tinggi TIK setelah cedera kepala, semakin
buruk prognosisnya.7

2. Doktrin Monro-Kellie
Adalah suatu konsep sederhana yang dapat menerangkan pengertian
dinamika TIK. Konsep utamanya adalah bahwa volume intrakranial selalu
konstan, karena rongga kranium pada dasarnya merupakan rongga yang tidak
mungkin mekar. TIK yang normal tidak berarti tidak adanya lesi masa
intrakranial, karena TIK umumnya tetap dalam batas normal sampai kondisi
penderita mencapai titik dekompensasi dan memasuki fase ekspansional kurva
tekanan-volume. Nilai TIK sendiri tidak dapat menunjukkan kedudukan pada
garis datar kurva berapa banyak volume lesi masanya.7,12
9

Gambar 7. Doktrin Monro-Kellie, kompensasi Intrakranial terhadap masa


yang ekspansi. 12

3. Aliran Darah Otak (ADO)


ADO normal ke dalam otak kira-kira 50 ml/100 gr jaringan otak per menit.
Bila ADO menurun sampai 20-25 ml/100 gr/menit maka aktivitas EEG akan
hilang dan pada ADO 5 ml/100 gr/menit sel-sel otak mengalami kematian dan
terjadi kerusakan menetap. Pada penderita non-trauma, fenomena autoregulasi
mempertahankan ADO pada tingkat yang konstan apabila tekanan arteri rata-rata
50-160 mmHg. Bila tekanan arteri rata-rata dibawah 50 mmHg, ADO menurun
curam dan bila tekanan arteri rata-rata di atas 160 mmHg terjadi dilatasi pasif
pembuluh darah otak dan ADO meningkat. Mekanisme autoregulasi sering
mengalami gangguan pada penderita cedera kepala. Akibatnya, penderita-
penderita tersebut sangat rentan terhadap cedera otak sekunder karena iskemia
sebagai akibat hipotensi yang tiba-tiba. Sekali mekanisme kompensasi tidak
bekerja dan terjadi kenaikan eksponensial TIK, perfusi otak sangat berkurang,
terutama pada penderita yang mengalami hipotensi. Karenanya bila terdapat
hematoma intra cranial, haruslah dikeluarkan sedini mungkin dan tekanan darah
yang adekuat tetap harus dipertahankan.7,11
10

2.4 Mekanisme dan Patofisiologi


Cidera kepala dapat terjadi akibat benturan langsung ataupun tidak
langsung pada kepala. Kelainan dapat berupa cidera otak fokal atau difus dengan
atau tanpa fraktur tulang tengkorak. Cidera fokal dapat menyebabkan memar otak,
hematome epidural, subdural dan intraserebral. Cidera difus dapat mengakibatkan
gangguan fungsi saja, yaitu gegar otak atau cedera struktural yang difus.6
Dari tempat benturan, gelombang kejut disebar ke seluruh arah.
Gelombang ini mengubah tekanan jaringan dan bila tekanan cukup besar, akan
terjadi kerusakan jaringan otak di tempat benturan yang disebut coup atau
ditempat yang berseberangan dengan benturan (countre coup).6
Gangguan metabolisme jaringan otak akan mengakibatkan oedem yang
dapat menyebabkan herniasi jaringan otak melalui foramen magnum, sehingga
jaringan otak tersebut dapat mengalami iskhemi, nekrosis, atau perdarahan dan
kemudian meninggal.6
Fungsi otak sangat bergantung pada tersedianya oksigen dan glukosa.
Cedera kepala dapat menyebabkan gangguan suplai oksigen dan glukosa, yang
terjadi karena berkurangnya oksigenisasi darah akibat kegagalan fungsi paru atau
karena aliran darah ke otak yang menurun, misalnya akibat syok. Karena itu, pada
cedera kepala harus dijamin bebasnya jalan nafas, gerakan nafas yang adekuat dan
hemodinamik tidak terganggu sehingga oksigenisasi cukup.6

2.5 Glasgow Coma Scale (GCS)7,8


Respon Mata 1 tahun 0-1 tahun

4 Membuka mata Membuka mata


spontan spontan
3 Membuka mata oleh Membuka mata oleh
perintah teriakan
2 Membuka mata oleh Membuka mata oleh
nyeri nyeri
1 Tidak membuka mata Tidak membuka mata
11

Respon Motorik 1 tahun 0-1 tahun

6 Mengikut perintah Belum dapat dinilai

5 Melokalisasi nyeri Melokalisasi nyeri

4 Menghindari nyeri Menghindari nyeri

3 Fleksi abnormal Fleksi abnormal


(decortisasi) (decortisasi)
2 Ektensi abnormal Ektensi abnormal
(deserebrasi) (deserebrasi
1 Tidak ada respon Tidak ada respon

Respon Verbal >5tahun 2-5 tahun 0-2 tahun


5 Orientasi baik Menyebutkan Menangis kuat
dan mampu kata-kata yang
berkomunikasi sesuai
4 Disorientasi tapi Menyebutkan Menangis lemah
mampu kata-kata yang
berkomunikasi tidak sesuai
3 Menyebutkan Menangis dan Kadang-kadang
kata-kata yang menjerit menangis/
tidak sesuai menjerit lemah
(kasar, jorok)
2 Mengeluarkan Mengeluarkan Mengeluarkan
suara suara lemah suara lemah
1 Tidak ada respon Tidak ada respon Tidak ada respon

Nilai tertinggi dari pemeriksaan GCS adalah 15 dan terendah adalah 3. Berdasarkan
nilai GCS trauma kapitis dapat dibagi atas :
Kategori GCS Gambaran klinik Skening Otak
Trauma kapitis 13-15 Pingsan 10 Normal
ringan menit, defisit
neurologis (-)
Trauma kapitis 9-12 Pingsan > 10 Abnormal
sedang menit s/d 6
jam, defisit
neurologis (+)
Trauma kapitis 3-8 Pingsan > 6 jam, Abnormal
12

berat defisit neurologis


(+)

2.6 Klasifikasi Trauma Kapitis13


Klasifikasi trauma kepala dibagi menurut
1. Mekanisme cedera kepala
a. Cedera tumpul
b. Cedera tembus
2. Beratnya Cedera Kepala
a. Ringan
b. Sedang
c. Berat
3. Morfologi
a. Fraktur kranium
b. Lesi Intrakranial
i. Cedera otak difus
ii. Epidural hemorrhage
iii. Subdural hemorrhage
iv. Subarachnoid hemorrhage
v. Intracranial hemorrhage
2.7 Epidural Hematome
2.7.1 Definisi Epidural Hematoma (EDH)
Epidural hematom adalah salah satu jenis perdarahan intracranial yang paling
sering terjadi karena fraktur tulang tengkorak. Otak di tutupi olek tulang
tengkorak yang kaku dan keras. Otak juga di kelilingi oleh sesuatu yang berguna
sebagai pembungkus yang di sebut dura. Fungsinya untuk melindungi otak,
menutupi sinus-sinus vena, dan membentuk periosteum tabula interna. Ketika
seorang mendapat benturan yang hebat di kepala kemungkinan akan terbentuk
suatu lubang, pergerakan dari otak mungkin akan menyebabkan pengikisan atau
robekan dari pembuluh darah yang mengelilingi otak dan dura, ketika pembuluh
darah mengalami robekan maka darah akan terakumulasi dalam ruang antara dura
dan tulang tengkorak, keadaan inlah yang di kenal dengan sebutan epidural
hematom.14
13

Epidural hematom sebagai keadaan neurologist yang bersifat emergency dan


biasanya berhubungan dengan linear fraktur yang memutuskan arteri yang lebih
besar, sehingga menimbulkan perdarahan. Venous epidural hematom berhubungan
dengan robekan pembuluh vena dan berlangsung perlahan-lahan. Arterial
hematom terjadi pada middle meningeal artery yang terletak di bawah tulang
temporal. Perdarahan masuk ke dalam ruang epidural, bila terjadi perdarahan
arteri maka hematom akan cepat terjadi.

2.7.2 Insiden dan Epidemiologi


Di Amerika Serikat, 2% dari kasus trauma kepala mengakibatkan hematoma
epidural dan sekitar 10% mengakibatkan koma. Secara Internasional frekuensi
kejadian hematoma epidural hampir sama dengan angka kejadian di Amerika
Serikat.
14

Orang yang beresiko mengalami EDH adalah orang tua yang memiliki
masalah berjalan dan sering jatuh. Sekitar 60 % penderita hematoma epidural
adalah berusia dibawah 20 tahun, dan jarang terjadi pada umur kurang dari 2
tahun dan di atas 60 tahun. Angka kematian meningkat pada pasien yang berusia
kurang dari 5 tahun dan lebih dari 55 tahun. Lebih banyak terjadi pada laki-laki
dibanding perempuan dengan perbandingan 4:1.
Tipe- tipe :
1. Epidural hematoma akut (58%) perdarahan dari arteri
2. Subacute hematoma (31%)
3. Chronic hematoma (11%) perdarahan dari vena

2.7.3 Etiologi Hematoma Epidural (EDH)


Kebanyakan hematoma epidural ini disebabkan oleh adanya fraktur tulang
kepala yang dapat merobek pembuluh darah, terutama arteri meningea media yang
masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan antara duramater
dan tulang di permukaan dalam os temporal.

2.7.4 Patofisiologi EDH


Pada hematom epidural, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan
dura meter. Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah satu
cabang arteria meningea media robek. Robekan ini sering terjadi bila fraktur
tulang tengkorak di daerah bersangkutan. Hematom dapat pula terjadi di daerah
frontal atau oksipital.
Arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen
spinosum dan jalan antara durameter dan tulang di permukaan dan os temporale.
Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematom epidural, desakan oleh hematoma
akan melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala sehingga hematom
bertambah besar.15
Hematoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan tekanan pada
lobus temporalis otak kearah bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian
medial lobus mengalami herniasi di bawah pinggiran tentorium. Keadaan ini
menyebabkan timbulnya tanda-tanda neurologik yang dapat dikenal oleh tim
medis.16
Tekanan dari herniasi unkus pda sirkulasi arteria yang mengurus formation
retikularis di medulla oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Di tempat ini
15

terdapat nuclei saraf cranial ketiga (okulomotorius). Tekanan pada saraf ini
mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan pada lintasan
kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan kelemahan
respons motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan tanda
babinski positif.16
Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak akan
terdorong kearah yang berlawanan, menyebabkan tekanan intracranial yang besar.
Timbul tanda-tanda lanjut peningkatan tekanan intracranial antara lain kekakuan
deserebrasi dan gangguan tanda-tanda vital dan fungsi pernafasan.16
Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus
keluar hingga makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau terbentur
mungkin penderita pingsan sebentar dan segera sadar kembali.
Dalam waktu beberapa jam, penderita akan merasakan nyeri kepala yang
progersif memberat, kemudian kesadaran berangsur menurun. Masa antara dua
penurunan kesadaran ini selama penderita sadar setelah terjadi kecelakaan di sebut
interval lucid.
Fenomena lucid interval terjadi karena cedera primer yang ringan pada
Epidural hematom. Kalau pada subdural hematoma cedera primernya hamper
selalu berat atau epidural hematoma dengan trauma primer berat tidak terjadi lucid
interval karena pasien langsung tidak sadarkan diri dan tidak pernah mengalami
fase sadar.15
Sumber perdarahan :15
Arteri meningea ( lucid interval : 2 3 jam )
Sinus duramatis
Diploe (lubang yang mengisis kalvaria kranii) yang berisi a. diploica dan
vena diploica
16

Gambar 8. Hematom epidural akibat perdarahan arteri meningea media. 13


Os Temporale (1), Hematom Epidural (2), Duramater (3), Otak terdorong kesisi lain (4)

Epidural hematoma merupakan kasus yang paling emergensi di bedah saraf


karena progresifitasnya yang cepat karena durameter melekat erat pada sutura
sehingga langsung mendesak ke parenkim otak menyebabkan mudah herniasi
trans dan infra tentorial. Karena itu setiap penderita dengan trauma kepala yang
mengeluh nyeri kepala yang berlangsung lama, apalagi progresif memberat, harus
segera di rawat dan diperiksa dengan teliti.15,17
2.7.5 Gambaran Klinis
Gejala yang sangat menonjol ialah kesadaran menurun secara progresif.
Pasien dengan kondisi seperti ini seringkali tampak memar di sekitar mata dan di
belakang telinga. Sering juga tampak cairan yang keluar pada saluran hidung atau
telinga. Pasien seperti ini harus di observasi dengan teliti.18
Setiap orang memiliki kumpulan gejala yang bermacam-macam akibat dari
cedera kepala. Banyak gejala yang muncul bersaman pada saat terjadi cedera
kepala. Gejala yang sering tampak : 15,18
Penurunan kesadaran, bisa sampai koma
Bingung
Penglihatan kabur
Susah bicara
Nyeri kepala yang hebat
Keluar cairan darah dari hidung atau telinga
Nampak luka yang adalam atau goresan pada kulit kepala.
Mual
17

Pusing
Berkeringat
Pucat
Pupil anisokor, yaitu pupil ipsilateral menjadi melebar.

Pada tahap kesadaran sebelum stupor atau koma, bisa dijumpai hemiparese
atau serangan epilepsi fokal. Pada perjalannya, pelebaran pupil akan mencapai
maksimal dan reaksi cahaya pada permulaan masih positif menjadi negatif. Inilah
tanda sudah terjadi herniasi tentorial. Terjadi pula kenaikan tekanan darah dan
bradikardi. Pada tahap akhir, kesadaran menurun sampai koma dalam, pupil
kontralateral juga mengalami pelebaran sampai akhirnya kedua pupil tidak
menunjukkan reaksi cahaya lagi yang merupakan tanda kematian.15,19
Gejala-gejala respirasi yang bisa timbul berikutnya, mencerminkan adanya
disfungsi rostrocaudal batang otak. Jika Epidural hematom di sertai dengan cedera
otak seperti memar otak, interval bebas tidak akan terlihat, sedangkan gejala dan
tanda lainnya menjadi kabur.15,19
2.7.6 Pemeriksaan Penunjang
a. Foto polos
Pada foto polos kepala, kita tidak dapat mendiagnosa pasti sebagai
epidural hematoma. Dengan proyeksi Antero-Posterior (A-P), lateral
dengan sisi yang mengalami trauma pada film untuk mencari adanya
fraktur tulang yang memotong sulcus arteria meningea media.17

Gambar 9. Fraktur impresi dan linier pada tulang parietal, frontal dan
temporal.20
b. CT Scan
Pemeriksaan CT-Scan dapat menunjukkan lokasi, volume, efek, dan
potensi cedara intracranial lainnya. Pada epidural biasanya pada satu
18

bagian saja (single) tetapi dapat pula terjadi pada kedua sisi (bilateral),
berbentuk bikonfeks, paling sering di daerah temporoparietal. Densitas
darah yang homogen (hiperdens), berbatas tegas, midline terdorong ke
sisi kontralateral.
Terdapat pula garis fraktur pada area epidural hematoma, Densitas yang
tinggi pada stage yang akut (60 90 HU), ditandai dengan adanya
peregangan dari pembuluh darah.15,21,22

Gambar 10. Gambaran CT-Scan Hematoma Epidural di Lobus Fronal kanan. 23

Gambar 11. Gambaran CT-Scan fraktur tulang frontal kanan di anterior sutura
coronalis.23
c. MRI
MRI akan menggambarkan massa hiperintens bikonveks yang
menggeser posisi duramater, berada diantara tulang tengkorak dan
duramater. MRI juga dapat menggambarkan batas fraktur yang terjadi.
MRI merupakan salah satu jenis pemeriksaan yang dipilih untuk
menegakkan diagnosis.17,22,23
19

Gambar 12. Gambaran MRI Hematoma Epidural.24


2.7.7 Diagnosa Banding
a. Hematoma subdural
Hematoma subdural terjadi akibat pengumpulan darah diantara dura
mater dan arachnoid. Secara klinis hematoma subdural akut sukar
dibedakan dengan hematoma epidural yang berkembang lambat. Bisa di
sebabkan oleh trauma hebat pada kepala yang menyebabkan bergesernya
seluruh parenkim otak mengenai tulang sehingga merusak a. kortikalis.
Biasanya di sertai dengan perdarahan jaringan otak. Gambaran CT-Scan
hematoma subdural, tampak penumpukan cairan ekstraaksial yang
hiperdens berbentuk bulan sabit.15

Gambar 13. Hematoma Subdural Akut 24


b. Hematoma Subarachnoid
Perdarahan subarakhnoid terjadi karena robeknya pembuluh-pembuluh
darah di dalamnya.15
20

Gambar 14. Kepala panah menunjukkan hematoma subarachnoid, panah hitam


menunjukkan hematoma subdural dan panah putih menunjukkan pergeseran garis tengah
ke kanan. 24
2.7.8 Penatalaksanaan EDH
a. Penanganan darurat :
Dekompresi dengan trepanasi sederhana
Kraniotomi untuk mengevakuasi hematom
b. Terapi medikamentosa
Elevasi kepala 300 dari tempat tidur setelah memastikan tidak ada cedera
spinal atau gunakan posisi trendelenburg terbalik untuk mengurang tekanan
intracranial dan meningkakan drainase vena.23
Pengobatan yang lazim diberikan pada cedera kepala adalah mannitol
20% (dosis 1-3 mg/kgBB/hari) yang bertujuan untuk mengatasi edema cerebri
yang terjadi akan tetapi hal ini masih kontroversi dalam memilih mana yang
terbaik. Dianjurkan untuk memberikan terapi profilaksis dengan fenitoin sedini
mungkin (24 jam pertama) untuk mencegah timbulnya focus epileptogenic dan
untuk penggunaan jangka panjang dapat dilanjutkan dengan karbamazepin. Tri-
hidroksimetil-amino-metana (THAM) merupakan suatu buffer yang dapat masuk
ke susunan saraf pusat dan secara teoritis lebih superior dari natrium bikarbonat,
dalam hal ini untuk mengurangi tekanan intracranial. Barbiturat dapat dipakai
unuk mengatasi tekanan inrakranial yang meninggi dan mempunyai efek protektif
terhadap otak dari anoksia dan iskemik dosis yang biasa diterapkan adalah diawali
dengan 10 mg/kgBB dalam 30 menit dan kemudian dilanjutkan dengan 5 mg/
kgBB setiap 3 jam serta drip 1 mg/kgBB/jam unuk mencapai kadar serum 3-4mg
%.15
c. Terapi Operatif
Operasi di lakukan bila terdapat :14
Volume hamatom > 30 ml ( kepustakaan lain > 44 ml)
Keadaan pasien memburuk
Pendorongan garis tengah > 3 mm
21

Indikasi operasi di bidang bedah saraf adalah untuk life saving dan untuk
fungsional saving. Jika untuk keduanya tujuan tersebut maka operasinya menjadi
operasi emergenci. Biasanya keadaan emergenci ini di sebabkan oleh lesi desak
ruang.15
Indikasi untuk life saving adalah jika lesi desak ruang bervolume :
> 25 cc desak ruang supra tentorial
> 10 cc desak ruang infratentorial
> 5 cc desak ruang thalamus
Sedangakan indikasi evakuasi life saving adalah efek masa yang
signifikan :
Penurunan klinis
Efek massa dengan volume > 20 cc dengan midline shift > 5 mm
dengan penurunan klinis yang progresif.
Tebal epidural hematoma > 1 cm dengan midline shift > 5 mm dengan
penurunan klinis yang progresif.

2.7.9 Prognosis EDH


Prognosis tergantung pada :15
Lokasinya (infratentorial lebih jelek)
Besarnya
Kesadaran saat masuk kamar operasi.
Jika ditangani dengan cepat, prognosis hematoma epidural biasanya baik,
karena kerusakan otak secara menyeluruh dapat dibatasi. Angka kematian berkisar
antara 7-15% dan kecacatan pada 5-10% kasus. Prognosis sangat buruk pada
pasien yang mengalami koma sebelum operasi.
22

BAB III
KESIMPULAN

Cedera kepala bisa menyebabkan kematian tetapi penderita juga bisa


mengalami penyembuhan total. Jenis dan beratnya kelainan tergantung kepada
lokasi dan beratnya kerusakan otak yang terjadi. Terjadinya cedera kepala,
kerusakan dapat terjadi dalam dua tahap, yaitu cedera primer yang merupakan
akibat yang langsung dari suatu ruda paksa. Dan cedera sekunder yang terjadi
akibat berbagai proses patologis yang timbul sebagai tahap lanjutan dari
kerusakan otak primer.
Aspek-aspek terjadinya cedera kepala dikelompokan menjadi beberapa
klasifikasi yaitu berdasarkan mekanisme cedera kepala, beratnya cedera kepala,
dan morfologinya. Tetapi dari beberapa referensi, trauma maxillofacial juga
termasuk dalam bahasan cedeera kepala, yang walaupun bukan merupakan
penyebab kematian namun merupakan penyebab kecacatan yang akan menetap
seumur hidup yang perlu dipertimbangkan. Kerusakan otak sering kali
menyebabkan kelainan fungsi yang menetap, yang bervariasi tergantung kepada
kerusakan yang terjadi, apakah terbatas (terlokalisir) atau lebih menyebar (difus).
Kelainan fungsi yang terjadi juga tergantung kepada bagian otak mana yang
23

terkena.
Epidural hematoma adalah perdarahan akut pada lokasi epidural. Fraktur
tulang kepala dapat merobek pembuluh darah, terutama arteri meningea media
yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan antara
duramater dan tulang di permukaan dalam os temporale.
Tanda Diagnostik Klinik Epidural Hematoma :7
1. Lucid interval (+)
2. Kesadaran makin menurun
3. Late hemiparese kontralateral lesi
4. Pupil anisokor
5. Babinsky (+) kontralateral lesi
6. Fraktur daerah temporal
Diagnosis epidural hematoma didasarkan gejala klinis serta pemeriksaan
penunjang seperti foto Rontgen kepala dan CT scan kepala. Prognosis epidural
hematoma biasanya baik. Mortalitas pasien dengan epidural hematoma yang telah
dievakuasi mulai dari 16% - 32%.
24

DAFTAR PUSTAKA

1. Gilroy J. Basic Neurology. USA: McGraw-Hill,2000.


p.553-5
2. Japardi I. Penatalaksanaan Cedera Kepala Secara
Operatif. Bagian Bedah Fakultas Kedokteran USU. [serial online] 2004. [cited
20 Mei 2008]. Didapat dari : http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-
iskandar%20japardi61.pdf
3. Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah
Edisi 2. Jakarta: EGC, 2003. p. 818-9
4. Waxman SG. Correlative Neuroanatomy. USA: Lange
Medical Books, 2000. p. 183-5
5. Duus P. Diagnosis Topik Neurologi Anatomi,
Fisiologi, Tanda, Gejala. Jakarta: EGC, 1994. p. 329-30
6. Brunicardi C.F., dkk. Schwartzs Principles of Surgery
Edisi 8. McGraw-Hills, 2004.
7. Drake Richard, Wayne Vogl, Mitchell Adam WM. 2010. Grays Anatomy for
Students 2nd edition. Philadephia: Churchill Livingstone.
8. Bridging Veins Located Along Sagittal Sinus
http://www.medicalexhibits.com. Diakses tanggal 4-7-2017.
25

9. American Collage of Surgeons, Advance Trauma Life Suport For Doctors, 7th
Edition. United States of America, 2004.
10. Netter FH, Machado CA. Atlas of Human Anatomy. Version 3. Icon Learning
System LLC, 2003.
11. Chusid, Neuroanatomi Korelatif dan Neurology Fungsional, bagian dua. Gajah
Mada University Press, 2004.
12. Narayan RK, Wilberger JE, Povlishock JT (eds): Neurotrauma. New York,
McGraw-Hill, 2004.
13. Gunawan, Billy Indra, Trauma Kepala dalam Neurologi II. Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya, Palembang.
14. Soertidewi L. Penatalaksanaan Kedaruratan Cedera
Kranio Serebral, Updates In Neuroemergencies, Tjokronegoro A., Balai
Penerbit FKUI, Jakarta, 2002, 80
15. Hafid A, Epidural Hematoma, Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi kedua, Jong W.D.
EGC, Jakarta, 2004, 818-819 Sidharta P, Mardjono M, Neurologi Klinis Dasar,
Dian Rakyat, Jakarta, 2005.
16. Anderson S. McCarty L., Cedera Susunan Saraf Pusat, Patofisiologi, edisi 4,
Anugrah P. EGC, Jakarta,1995, 1014-1016
17. Markam S, Trauma Kapitis, Kapita Selekta
Neurologi, Edisi kedua, Harsono, Gajah Mada University Press, Yogyakarta,
2005, 314
18. Anonym,Epidural hematoma, www.nyp.org
19. Mardjono M. Sidharta P., Mekanisme Trauma Susunan
Saraf, Neurologi Kilinis Dasar, Dian Rakyat, Jakarta, 2003, 254-259
20. Ekayuda I., Angiografi, Radiologi Diagnostik, edisi
kedua, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2006, 359-366
21. Dahnert W, MD, Brain Disorders, Radioogy Review
Manual, second edition, Williams & Wilkins, Arizona, 1993, 117 178
22. Sutton D, Neuroradiologi of The Spine, Textbook of
Radiology and Imaging, fifth edition, Churchill Living Stone, London,1993,
1423
26

23. Mc.Donald D., Epidural Hematoma,


www.emedicine.com
24. Anonym Intracranial Hemorrhage,
http://www.meddean.luc.edu/

Anda mungkin juga menyukai