Kota Wangi-Wangi sebelumnya hanya merupakan sebuah ibukota kecamatan
dengan tingkat perkembangan kota relatif lamban, hanya mempunyai beberapa
fasilitas dengan tingkat pelayanan lokal begitupun dengan prasarana yang dimiliki masih sangat terbatas, namun setelah terjadi pemekaran kabupaten, yakni Kabupaten Wakatobi dimana Kota Wangi-Wangi ditetapkan sebagai Ibukota Kabupaten, maka mulailah terjadi permasalahan perkembangan kota. Salah satu penyebabnya adalah semakin berkembangnya berbagai kegiatan dan tingkat migrasi penduduk ke Kota Wangi-Wangi semakin banyak, yang tentunya membutuhkan ruang sebagai wadah dari aktivitas dan tempat tinggalnya. Kota Wangi-Wangi dahulu sewaktu masih berupa kecamatan dikenal dengan sebutan Kota Wanci, namun setelah menjadi Ibukota Kabupaten dimana kota ini sudah berkembang diluar batas administrasi Kelurahan Wanci, seperti Kelurahan Pongo, Wandoka, Mandati I dan II, Desa Mola Utara dan Selatan, dan daerah- daerah lainnya, maka kota ini tidak disebut lagi sebagai Kota Wanci tapi disebut sebagai Kota Wangi-Wangi. Kota Wangi-Wangi termasuk kota pesisir, dimana berkembang linier sepanjang pesisir dari Utara ke Selatan dengan karakteristik pantai yang relatif landai sehingga pada saat terjadi pasang surut terjadi meti. Disamping itu kelihatan lokasi-lokasi permukiman membelakangi pantai, sehingga secara langsung pantai menjadi/merupakan tempat pembuangan limbah hasil buangan masyarakat. Aktivitas lain yang cukup berkembang didaerah pesisir pantai adalah dermaga-dermaga rakyat, dimana terdapat beberapa bangkai kapal yang dibiarkan lapuk oleh pemilik. Kondisi seperti tergambarkan diatas, merupakan suatu pencemaran lingkungan di pesisir pantai, yang kemungkinannya tidak terlalu dipahami dan dimengerti oleh masyarakat. Berdasarkan pengamatan dilapangan diprediksi Kota Wangi-Wangi akan mengalami perkembangan dan perluasan kota yang sangat pesat, terutama berkaitan dengan pembangunan fasilitas perkantoran dan perdagangan. Disisi lain kondisi fisik dasar Kota Wangi-Wangi mempunyai keterbatasan untuk dikembangkan, seperti; terbatasnya lahan pengembangan, struktur batuan yang berongga dan merupakan tempat air bawah tanah. Namun disisi lain Kota Ini mempunyai berbagai potensi untuk dapat memacu laju pertumbuhannya. Untuk mengantisipasi terjadi pembangunan yang tidak terarah dan terencana, maka harus dibuatkan aturan tentang pengembangannya. Pengembangan kota merupakan usaha pembangunan yang diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat kota maupun daerah belakangnya (hinterland) dengan memanfaatkan ketersediaaan sumberdaya yang jumlahnya terbatas. Mengingat bahwa usaha-usaha pembangunan dilakukan oleh beberapa pihak yaitu; pemerintah, swasta, dan masyarakat, maka mudah dimengerti bahwa proses pemanfaatan sumberdaya dimaksud, potensial menimbulkan benturan (complict) kepentingan antara pihak-pihak tersebut diatas. Disisi lain pemanfaatan sumberdaya sering berbenturan pula dengan usaha-usaha yang berkaitan dengan pemeliharaan kualitas lingkungan hidup. Menyadari pentingnya pengembangan kota kecil termasuk kota kabupaten, maka prasarana dan sarana perkotaan dalam menunjang kegiatan perekonomian kota kecil harus dibangun seperti; jalan, jembatan, tenaga listrik, telekomunikasi, permukiman, dan penyediaan berbagai sarana dan prasarana penunjang. Salah satu upaya yang telah ditempuh untuk mengantisipasi maksud tersebut adalah Mengembangkan atau Menyusun Tata Ruang Ibukota Kabupaten dalam bentuk kegiatan Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan. Rencana Tata Ruang Kota Wangi-Wangi Ibukota Kabupaten Wakatobi diharapkan berfungsi sebagai pedoman untuk memberikan arahan dan pengendalian bagi perkembangan dan pertumbuhan kota tersebut, yang selanjutnya merupakan dasar/acuan dalam berbagai pelaksanaan pembangunan Kota Wangi-Wangi. Disamping itu, juga merupakan pedoman dalam menindaklanjuti penyusunan rencana detail dan rencana teknis ruang kota yang lebih terperinci.