Anda di halaman 1dari 28

BAB IV

HAK, KEWAJIBAN, LARANGAN, DAN PERAN SERTA

4.1 HAK ATAS LINGKUNGAN YANG BAIK DAN SEHAT

4.1.1 Pengertian Hak Asasi Manusia


Hak asasi manusia adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia
sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu
gugat siapa pun. Sebagai warga negara yang baik kita mesti menjunjung
tinggi hak asasi nilai hak asasi manusia tanpa membedabedakan status,
golongan, keturunan, jabatan, dan lain sebagainya.
Pengertian hak asasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Hukum
merupakan peraturan atau yang secara resmi dianggap mengikat dan
dilakukan oleh penguasa atau pemerintah, undang-undang, peraturan,
dan sebagainya untuk mengatur pergaulan hidup di masyarakat.
Dalam pasal 1 Undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia disebutkan bahwa Hak Asasi Manusia adalah seperangkat
hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk
tuhan yang maha esa dan merupakan anugerah-nya yang wajib dihormati,
dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap
orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia1.
4.1.2 Pengertian Lingkungan yang Baik dan Sehat

Lingkungan hidup adalah suatu kesatuan ruang dengan semua


benda, daya keadaan, dan makhluk hidup termasuk di dalamnya manusia
dan perilakuannya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan
kesejahteraan manusia sertamakhluk hidup lainnya.

Lingkungan hidup yang baik dan sehat mengandung makna lingkungan yang
dapat memungkinkan manusia berkembang secara optimal, selaras, serasi,
dan seimbang. Adanya jaminan semacam ini memberi kemungkinan bagi

1
UU RI No.32 Th.2009, Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

1
setiap orang untuk menuntut kepada pemerintah agar kebaikan dan
kesehatan lingkungannya perlu diperhatikan dan ditingkatkan terus dan oleh
karenanya pula adalah merupakan kewajiban bagi negara untuk selalu
menciptakan lingkungan hidup yang baik dan sehat bagi warganya dan
secara terus menerus melakukan usaha-usaha perbaikan dan penyehatan
lingkungan hidup2.

4.1.3 Sejarah Hak Atas Lingkungan yang Baik dan Sehat

Awal hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat telah pula
dituangkan dalam pasal 28 Piagam Hak Asasi Manusia sebagai bagian tak
terpisahkan dari ketetapan MPR RI Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi
Manusia yang menyatakan : setiap orang berhak atas lingkungan hidup
yang baik dan sehat. Selanjutnya pada tanggal 18 agustus 2000 perubahan
kedua UUD 1945 merumuskan hak termaksud dalam pasal 28 h ayat (1)
menyatakan : setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat
serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Pada tahun 1999 keluarlah
Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang
dalam pasal 9 ayat (3) menegaskan : setiap orang berhak atas lingkungan
hidup yang baik dan sehat. Hal ini juga dituangkan dalam pasal 5 ayat 1
Unadang-undang Nomor 23 tahun 1997 dan lebih diperdalam
pemaknaannya pada landasan filosofi hak atas lingkungan hidup yang baik
dan sehat pada Undang-undang nomor 32 tahun 2009.

Pengakuan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat di Negara
Indonesia tidak lepas dari pengaruh internasional sebagai bagian dari negara
didunia. Secara internasional hak asasi lingkungan terdapat dalam prinsip
ke-1 Deklarasi Stockholm yang berbunyi :

Man has the fundamental right to freedom, equality and adequate


conditions of ufe, in an environment of a quality that permits a ufe of digrity

2
Iskandar, 2011, Konsepsi dan Pengaturan Hak Atas Lingkungan Hidup Yang Baik dan Sehat,
Artikel, Bengkulu.

2
and well being any has bears a solemn responsibility to protect and improve
the environment for present and future generations .

Walaupun Deklarasi Stockholm tidak mempunyai kekuatan hukum,


namun Deklarasi Stockholm mempunyai arti penting terhadap lahirnya hak
atas lingkungan. Kemudian juga permasalahan lingkungan, politik dan hukum
lingkungan di tempatkan pada tingkat yang berbeda dari waktu sebelumnya.
Pada bulan juni 1986, Exports group on environmental law of the world
commision on environment and development, yang diketuai oleh R.D. Munto
sepakat untuk menerima environmental protection and sustainable
development, legal principles and recommendations. Yang kemudian
dipublikasikan pada tahun 1987. Prinsip-prinsip hukum lingkungan dan
rekomendasi para pakar hukum lingkungan WCED tersebut sangat penting
dan perlu dituangkan dalam peraturan Perundang-undangan lingkungan
nasional agar mempunyai kekuatan mengikat. Artikel 1 dari kesepakatan
tersebut berbunyi : All human being have the fundamental right to an
environment adequate fortheir health and well-being. Rumusan ini sedikit
berbeda dari pasal 5 ayat (1) UULH UUPLH.

Hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat dalam UULH UUPLH
masih perlu dijabarkan lebih lanjut, terutama masalah tata laksana hukum
yang dikandungnya serta perlindungan hukum yang dijaminnya. Dalam hal
ini berbeda dengan yang ada di Negara Belanda, het recht opeen good en
schoon millen yang diformulasikan dalam bentuk Hak Asasi Sosial, yaitu
sebagai kewajiban pengelolaan perumusan hak atas lingkungan lebih jelas.
Akan tetapi penetapannya setingkat lebih rendah, yaitu dalam Piagam Hak
Asasi Manusia. Undang-undang dan formulasinya berbentuk hak asasi klasik.
Prinsip 3 deklarasi Rio De Jaineiro (1992) mengenai hak terhadap
pembangunan (the right to development) yang terkait dengan prinsip3.

3
https://gagasanhukum.wordpress.com/2010/09/30/hak-atas-lingkungan-hidup-yang-baik-dan-
sehat-di-kaltim/. (Diakses pada 18 Maret 2017 18:20)

3
Dalam hubungannya dengan hak-hak perseorangan Steiger
mengemukakan bahwa the sub sective right aredivided into two groups
according to their legal guarantee, the fondamental rights at the
constitutional level and the ordinary legislation. Dengan demikian,
penuangan hak perseorangan berupa hak atas lingkungan hidup yang baik
dan sehat tidak merupakan hak asasi pada tingkat Undang-undang dasar,
tapi hak biasa pada tingkat undang-undang.

4.1.4 Hak Atas Lingkungan yang Baik dan Sehat di Kalimantan


Timur

Kalimantan Timur dengan kekayaan alam yang berlimpah baik berupa


minyak bumi, hasil tambang, hutan, dan kekayaan dilaut. Usaha
pemanfaatan sumber daya alam untuk melakukan eksploitasi untuk
meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Yang sekarang terjadi di kaltim
adalah eksploitasi tanpa batas akan sumber daya alam, berada pada tahap
yang mengkhawatirkan, dan justru berbahaya bagi lingkungan. Sebagai
contoh hutan yang lebat sudah mulai gundul, semua telah dibabat habis. Era
hutan berhenti kemudian sekarang berganti ke era tambang batu bara atau
emas hitam, perkebunan, dan perumahaan.

Akibatnya tanpa tata kelola lingkungan hidup dan Rencana Tata


Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Kaltim yang tidak ada perubahan sampai
sekarang menyebabkan masyarakat menanggung dampaknya. Sekarang kota
Samarinda hujan sedikit banjir dimana-mana, terjadi longsor, pencemaran
dilingkungan perumahan, karena dibuka kuasa pertambangan di areal
tersebut, pencemaran sungai dan sebagainya. Ini contoh nyata kegagalan
dalam mengelola tata kota di Kaltim. Masyarakat yang secara nyata dijamin
hak untuk memperoleh hak atas lingkungan yang baik dan sehat banyak
terabaikan. Penderitaan akibat banjir, setiap saat tidak ada upaya yang
konkrit. Upaya menuntut hak perseorangan warga, dalam hal ini bentuk
perlindungan yang paling ekstansif, karena UULH dan UUPLH menyediakan
landasan terhadap gugatan hukum bagi individu untuk mewujudkan

4
kepentingannya terhadap lingkungan yang baik dan sehat. Dilaksanakan
melalui prosedur peradilan. Hal yang dilakukan warga kaltim untuk
melakukan gugatan terhadap masalah banjir di kota Samarinda, dengan
melakukan upaya hukum ke pengadilan melalui class action, namun usaha ini
gagal.

Dengan demikian jaminan dalam konteks pengakuan akan hak atas


lingkungan yang baik dan sehat sangat jauh dari kenyataan. Pemerintah
daerah tidak memberi perlindungan yang memadai terhadap kepentingan
warga masyarakat. Kegagalan pembangunan yang begitu cepat dalam
memacu kota agar cepat berkembang di Kaltim tidak diimbangi dengan
RTRW yang jelas, sehingga pada akhirnya tidak sesuai dengan kapasitas
daya dukung dan daya tampung lingkungan.

Yang ada hanyalah mengejar kepentingan sesaat. Mengobrol sumber


daya alam dengan memberi ijin tanpa batas, baik berupa ijin kuasa
pertambangan, perkebunan, industri, dan perumahan tanpa melihat akibat
lingkungan. Disini jelas kepentingan pemerintah daerah yang seyognya
melindungi, menjamin hak warga atas lingkungan yang baik dan sehat malah
membuat sengsara warganya.

Upaya preventif dalam rangka pengendalian dampak lingkungan


hidup perlu dilaksanakan dengan mendayagunakan secara maksimal
instrument pengawasan dan perizinan didaerah. Dalam hal pencemaraan dan
kerusakan lingkungan hidup sudah terjadi dan perlu dilakukan upaya represif
berupa penegakan hukum yang efektif, konsekuen, dan konsisten terhadap
pelaku dan aparatur pemerintah didaerah yang melakukan kebijakaan yang
salah selama ini. Kemudian perlu adanya sosialisasi UU Nomor 32 tahun 2009
di tingkat daerah, khususnya jaminan terhadap warga atas hak lingkungan
yang baik dan sehat bagi pengambil kebijakan didaerah.

5
4.1.5 Hak Atas Lingkungan yang Baik dan Sehat

Dalam UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan


Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 3 poin (b) perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup bertujuan menjamin keselamatan, kesehatan
dan kehidupan manusia dan juga pada pasal 3 poin (g) menjamin
pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian dari
hak asasi manusia

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, menurut UUD 1945 semua


masyarakat berhak atas lingkungan yang baik dan sehat tanpa terkecuali.
Begitu pula bagi kewajiban aparat negara untuk melindungi lingkungan agar
menjadi lingkungan yang baik dan sehat seperti dalam pengelolahan
lingkungan.

Hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagaimana tertera
dalam berbagai konstitusi dikaitkan dengan kewajiban untuk melindungi
lingkungan hidup. Ini memiliki arti bahwa lingkungan hidup dengan sumber-
sumber dayanya adalah kekayaan bersama yang dapat digunakan setiap
orang, yang harus dijaga untuk kepentingan masyarakat dan untuk
kepentingan generasi-generasi selanjutnya.

Secara konstitusonal, hak subyektif sebagaimana tertera dalam pasal


3 UUPPLH tersebut dapat dikaitkan dengan hak umum yang tercantum dalam
alenia keempat pembukaan uud 1995 yang menyatakan membentuk suatu
pemerintah negara indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia,
serta dikaitkan pula dengan hak penguasaan kepada negara atas bumi dan
air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat

Dari lingkungan hidup, manusia, hewan dan tumbuhan bisa


memperoleh daya atau tenaga. Manusia memperoleh kebutuhan pokok atau
primer, kebutuhan sekunder atau bahkan memenuhi lebih dari kebutuhnnya
sendiri berupa hasrat atau keinginan. Untuk itu perlu adanya hak atas
lingkungan hidup yang baik dan sehat. Tanpa adanya lingkungan yang baik
dan sehat manusia tidak bisa memenuhi kebutuhannya dengan baik, karena

6
sumber utama berasal dari alam dan untuk tubuh seperti makanan, minuman
apabila tidak dihasilkan dari lingkungan yang baik dan sehat maka kebutuhan
manusia akan terganggu. Atas dasar lingkungan hidup manusia dapat
berkreasi dan mengembangkan bakat atau seni. Faktor lingkungan hidup
yang baik dan sehat ini sangat berpengaruh bagi kelangsungan komponen-
komponen makhluk hidup yang ada di bumi.

4.1.6 Hak dan Kewajiban Masyarakat Atas Lingkungan Hidup

Masyarakat merupakan sumber daya yang penting bagi tujuan


pengelolaan lingkungan. Bukan saja diharapkan sebagai sumber daya yang
bisa didayagunakan untuk pembinaan lingkungan, tetapi lebih dari pada itu
komponen masyarakat juga bisa memberikan alternatif penting bagi
lingkungan hidup seutuhnya.

Dalam konstitusi negara Indonesia telah diatur hak setiap warga


negara untuk mendapatkan hak atas lingkungan yang baik dan sehat. Hal ini
termuat dalam pasal 28 h ayat (1) Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945, yang menyatakan bahwa "setiap orang berhak hidup
sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan
hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
Dan dalam UUPLH pasal 65 ayat 1 bahwa setiap orang berhak atas
lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagian dari hak asasi manusia.

Mengacu pada isi pasal tersebut bahwa setiap warga negara tanpa
terkecuali bahwa setiap warga negara berhak mendapat haknya sebagaimana
termuat dalam konstitusi Negara Indonesia. Kewajiban negara melindungi
hak setiap warga negara salah satunya adalah dengan sistem perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup4.

Berbagai pengaturan mengenai HAM tidak ada yang secara eksplisit


membahas masalah perlindungan lingkungan hidup. Akan tetapi apabila
diperhatikan ada beberapa hak asasi yang berkaitan erat dengan masalah
lingkungan hidup terutama hak yang terkait dengan generasi ketiga HAM

4
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/administratum/article/view/3023/2568 (diakses tgl 18
Maret 2017 16:3).

7
yaitu solidarity rights. Hak ini termasuk mendapatkan lingkungan hidup yang
bersih, right to a clean environment. Hak ini dapat dibagi lagi menjadi hak
untuk hidup, hak mendapat kehidupan yang baik dan sehat, hak untuk
mendapatkan kesehatan serta hak untuk mendapatkan kebebasan atas harta
benda, dan juga perlindungan.

a) Hak untuk hidup (the right to life)

Hak untuk hidup merupakan hak yang paling dasar, karena itu tidak
dapat diganggu akibat kerusakan atau tercemarnya lingkungan hidup
yang berakibat matinya manusia. Setiap orang berhak untuk hidup
dan sesorang ataupun negara tidak dapat sewenang-wenang
menghentikan kehidupan seseorang. Negara harus melakukan
berbagai tindakan atau paling tidak, tidak boleh lalai untuk melindungi
kehidupan manusia. Jadi, kerusakan atau tercemaranya lingkungan
hidup dapat berakibat matinya orang, sehingga negara tidak boleh
lalai untuk melindungi kehidupan manusia dari kerusakan dan
pencemaran lingkungan seperti yang telah terjadi di berbagai belahan
bumi akibat industri atau polusi dari berbagai sumber maupun radiasi
reaktor nuklir5.

b) Hak atas lingkungan yang sehat

Sebenarnya tidak ada dokumen HAM ataupun konstitusi negara-


negara yang menentukan dengan tegas mengenai hak atas
lingkungan yang sehat. Hal ini, meskipun tidak ada yang secara tegas
mengatakan lingkungan sehat, tetapi setidaknya terdapat hak untuk
mendapat kondisi kerja yang sehat atau untuk mendapatkan
kehidupan yang baik dan sehat pada lingkungan kerja. Jadi, hal ini
menunjukkan bahwa setiap orang berhak untuk mendapatkan
kehidupan yang sehat. Dengan perlindungan terhadap lingkungan
hidup, pada akhirnya manusia juga akan menikmati lingkungan yang

5
http://www.ham.go.id/artikel/menjaga-lingkungan-hidup-untuk-pemenuhan-hak-asasi-
manusia.html (diakses tgl 18 Maret 2017 16:50)

8
bersih, bebas dari polusi, baik pada lingkungan kerja maupun
lingkungan rumah.

c) Hak atas kesehatan

Hak atas kesehatan berarti setiap orang berhak atas kesehatan baik
fisik ataupun mental. Hak atas kesehatan tidak lepas dari lingkungan
yang sehat, sebab tanpa lingkungan yang sehat tidak mungkin
kesehatan terjamin. Hal ini berarti negara harus menjamin
perlindungan kesehatan setiap warganya. Seperti yang tertera dalam
pasal 28 h ayat 1 UUD NRI tahun 1945 yang menyatakan, setiap
orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan.

Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa setiap orang berhak atas


kesehatan baik fisik maun mental, dan negara menjamin kehidupan
lingkungan yang baik dan sehat. Lingkungan hidup harus terhindar
dari polusi dan pencemaran. Hal ini dimaksudkan agar kesehatan
manusia tetap terjaga karena polusi mempunyai dampak negatif
terhadap kesehatan manusia. Sebagai contoh penyakit infeksi saluran
pernapasan atas (ispa) yang banyak terjadi di daerah yang polusi
udaranya sangat tinggi, seperti wilayah yang diselimuti asap karena
kebakaran hutan. Kemudian pencemaran udara akibat asap pabrik
atau kendaraan bermotor atau juga pada masyarakat yang
menggunakan air sungai yang sudah tercemar mengakibatkan gatal-
gatal pada kulit. Disinilah peran negara untuk melindungi lingkungan
dari bahaya pencemaran dan polusi udara yang membahayakan
kesehatan masyarakat.

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945,


Deklarasi Hak Asasi Manusia Internasional serta Undang-undang
Lingkungan Hidup Republik Indonesia telah mengamanahkan hak
setiap warga negara salah satunya adalah hak atas lingkungan yang
baik dan sehat. Oleh karena itu perlu adanya sinergitas dan kerjasama

9
antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam
mengelola dan melindungi kualitas lingkungan hidup agar hak atas
lingkungan hidup yang baik dan sehat dapat terwujud demi
kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Selain
mempunyai hak atas lingkungan yang baik dan sehat manusia juga
mempunyai kewajiban untuk menjaga lingkungan untuk tetap menjadi
lingkungan hidup yang baik dan sehat.

4.1.7 Hubungan Hak dengan Lingkungan yang Baik dan


Sehat

Hak asasi manusia dan lingkungan hidup memiliki ketergantungan


satu dengan lainnya. Negara dapat memberikan pengaturan perlindungan
terhadap lingkungan hidup yang juga sekaligus melindungi hak asasi
manusia, terutama yang berkaitan dengan masalah hak untuk hidup, hak
atas kesehatan, gangguan atas hak milik sampai dengan pemberian
perlindungan bagi masyarakat pedalaman. Dengan demikian, lingkungan
hidup dan hak asasi manusia adalah dua hal yang saling berhubungan dan
dapat saling memperkuat di antara keduanya. Mengakui hak asasi manusia
berarti juga melindungi lingkungan hidup dan sekaligus dapat digunakan
untuk mencapai pembangunan yang berkesinambungan (sustainable
development) sebagai salah satu tujuan pembangunan Indonesia. Hal ini,
karena dengan mengakui dan melindungi hak asasi manusia adalah cara
yang potensial untuk melindungi lingkungan hidup.

Dalam konstitusi negara kita, pada amandemen ke-2 UUD NRI 1945,
pasal 28 h ayat (1) menyatakan: setiap orang berhak hidup sejahtera lahir
dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik
dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatam. Secara tegas
juga tercantum dalam pasal 3 (g) dan 65 ayat 1 UU nomor 32 tahun 2009,
tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup bahwa: setiap
orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagian dari hak
asasi manusia, demikian juga dalam UU Nomor 39 tahun 1999 tentang HAK

10
Asasi Manusia, pasal 3 menyebutkan masyarakart berhak atas lingkungan
hidup yang lebih baik dan sehat.

Secara umum uraian tersebut memperlihatkan betapa penting


komponen lingkungan hidup dalam menunjang dan memenuhi hak hidup
manusia sebagaimana hak atas lingkungan berkaitan dengan pencapaian
kualitas hidup manusia. Masih ada begitu banyak kebijakan yang juga secara
langsung berhubungan dengan lingkungan seperti UU nomor 26 tahun 2007
tentang Penataan Ruang, UU nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan
Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, UU nomor 10 tahun 2009 tentang Pariwisata.
Ternyata, kebijakan tersebut tidak mampu mengendalikan pengrusakan
lingkungan. Salah satu sebabnya adalah pelaksana dari kebijakan tersebut
justru tidak menjadikannya sebagai landasan dalam pelaksanaan
pembangunan6.

Oleh karena itu, ada keterkaitan langsung antara perlindungan hak


asasi manusia terhadap lingkungan hidup. Lingkungan hidup merupakan
bagian yang mutak dari kehidupan manusia. Dengan kata lain lingkungan
hidup tidak terlepas dari kehidupan manusia. Manusia mencari makan dan
minum serta memenuhi kebutuhan lainnya dari ketersediaan atau sumber-
sumber yang diberikan oleh lingkungan dan kekayaan alam sebagai sumber
pertama dan terpenting bagi pemenuhan berbagai kebutuhan. Dan hal ini
perlu adanya kesadaran yang tinggi bagi masyarakat ataupun pemerintah
yang berwenang untuk tetap menjaga lingkungan hidup yang baik dan sehat.

4.2 HAK ATAS INFORMASI LINGKUNGAN

4.2.1 Pengertian Sistem Informasi Lingkungan


Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup Pasal
62

6
http://www.academia.edu/7931028/Pengertian_HAM_atau_Hak_Asasi_Manusia_Human_Right
s_Pengertian_HAM_atau_Hak_Asasi_Manusia_Human_Rights (diakses tgl18 Maret 2017 17:30)

11
(1) Pemerintah pusat dan pemerintah daerah mengembangkan sistem
informasi lingkungan hidup untuk mendukung pelaksanaan dan
pengembangan kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup.

(2) Sistem informasi lingkungan hidup dilakukan secara terpadu dan


terkoordinasi dan wajib dipublikasikan kepada masyarakat.

(3) Sistem informasi lingkungan hidup paling sedikit memuat


informasi mengenai status lingkungan hidup, peta rawan lingkungan
hidup, dan informasi lingkungan hidup lain.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem informasi lingkungan


hidup diatur dengan Peraturan Menteri.7

Informasi merupakan salah satu komponen penting dalam


pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan, terutama
dalam hal mengoptimalkan pengawasan publik dalam penyelenggaraan
negara. Sebagai negara yang memegang teguh prinsip demokrasi,
peranserta masyarakat merupakan hal yang sangat penting dalam
penyelenggaraan negara tersebut.8

4.2.2 Arti Penyajian Informasi Lingkungan

Dalam Peraturan pemerintah mengenai dampak lingkungan pasal


1 ayat (4) disebutkan bahwa Penyajian Informasi Lingkungan (PIL)
adalah suatu telaahan secara garis besar tentang rencana kegiatan yang
akan dilaksanakan. Rona lingkungan tempat kegiatan, kemungkinan
timbulnya dampak lingkungan oleh kegiatan tersebut dan rencana
tindakan pengendalian dampak negatifnya.

7
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2009.
8
http://jejakrekam.com/2017/02/27/hak-informasi-publik-dalam-pengelolaan-lingkungan-
hidup/. Diakses pada Jumat 24/03/17 pada pukul 18:59

12
Kegunaan PIL tercantum dalam pasal 10 ayat (1) berbunyi :
berdasarkan hasil penilaian komisi atas penyajian informasi lingkungan
sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 23 ayat (3) dan pasal 25 ayat (3)
instansi yang bertanggung jawab memutuskan perlu atau tidaknya dibuat
analisis dampak lingkungan untuk rencana kegiatan yang bersangkutan.
Dua pasal tersebut telah menjelaskan bahwa PIL adalah :
a) Telaah secara garis besar
Secara garis besar telaah dilakukan terhadap proyek, rona
lingkungan, dampak yang akan terjadi dan rencana pengendalian
dampak. Hal yang paling penting untuk mengetahui sebelum
melakukan studi PIL aialah batasan yang jelas tentang arti dari
istilah garis besar tersebut. Perlu dipahami sejauh mana detail
yang harus disajikan dalam proyek, rona lingkungan dan
dampaknya.
b) Kegunaan dari Penyajian Informasi Lingkungan
PIL digunakan untuk memutuskan apakah proyek tersebut perlu
ada atau tidak. Tujuan dari pembuatan PIL inilah yang harus
menjadi pegangan bagi tim sejauh mana detail telaah yang perlu
disajikan. Untuk memahami data dan informasi apa saja yang
diperlukan agar dapat dianggap lengkap dapat digunakan dua
pendekatan sebagai berikut:
1. Mengikuti pedoman penyusunan PIL yang dikeluarkan
pemerintah.
2. Berdasarkan kriteria-kriteria apa yang diperlukan untuk
memutuskan ada dampak penting atau tidak, baik
secara ilmiah maupun kriteria pemerintah.

Pengunaan PIL ini bukan di Indonesia saja banyak negara yang juga
menggunakannya dengan nama Initial Environmental Evaluation atau
Initial Environmental Examination yang disepakati sebagai IEE. Beberapa
definisi yang diberikan oleh beberapa negara mengenai IEE adalah
sebagai berikut:

13
a) Philipina
Initial Environmental Examination (IEE) adalah suatu studi
pendahuluan mengenai dampak yang mungkin terjadi dari suatu
aktivitas yang diusulkan dilaksanakan didalam lingkungan
manusia. IEE ini diperlukan sebagai dasar oleh instasi yang
bertanggung jawab untuk memutuskan apakah usulan aktifitas
tersebut perlu Amdal atau tidak (NEPC, 1978).
b) Thailand
Initial Environmental Examination (IEE) adalah suatu studi untuk
melakukan perkiraan dampak lingkungan yang mungkin terjadi
agar dapat dipakai untuk mentetapkan apakah studi Amdal
diperlukan atau tidak.
c) Kanada
Initial Environmental Evaluation (IEE) adalah dokmen pendugaan
konsekuensi lingkungan dari setiap usulan aktifitas yang mungkin
mempunyai potensi dampak lingkungan yag dilakukan atau
dilaksankan sedini mungkin dalam fase pelaksanaan
pembangunan oleh pemrakarsa aktivitas (FEARO, 1979) hasil
studi IEE ini akan dipergunakan untuk menetukan apakah proyek
tersbut perlu Amdal atau tidak atau proyeknya ditolak untuk
dibangun (FEARO,1984).9

4.2.3 Data dan Informasi yang Disajikan

Dalam pasal 3 ayat (2) dari Peraturan Pemerintah Indonesia


tentang Penyusunan Amdal telah ditentukan bahwa dampak penting dari
suatu kegiatan proyek yang berarti dapat menentukan perlu tidaknya
Amdal ialah :

1. Jumlah manusia yang akan terkena dampak.

9
http://gadogado427.blogspot.co.id/2012/08/penyajian-informasi-lingkungan-amdal.html
diakses pada hari Jumat 24 Maret 17 pukul 19:51

14
2. Luas wilayah sebaran dampak.

3. Lamanya dampak berlangsung.

4. Intensitas dampak.

5. Banyaknya komponen lingkungan lainnya yang akan terkena dampak.

6. Sifat kumulatif dampak tersebut.

7. Berbalik atau tidak berbaliknya dampak.

Pedoman yang dikeluarkan oleh beberapa negara sering tidak


jelas menyebutkan kriteria apa yang harus digunakan untuk menentukan
apakah proyek tersebut perlu Amdal atau tidak. Akan tetapi sering tidak
disebutkan tipe dampak bagaimana yang perlu dipakai dalam mengambil
keputusan. Sehingga sering tim studi PIL membuat laporan sama seperti
membuat Laporan Studi Amdal. Hal ini tidak benar karena akan
mempersulit instasi yang bertangung jawab untuk memutuskan perlu
Amdal atau tidak karena data dan informasi tidak lengkap.

Di negara yang sudah maju pun sering kurang jelas bahkan


beberapa negara tidak memberikan pedoman sama sekali, hanya
dimintakan dampak yang akan terjadi. Contoh dapat dilihat dari
penyaringan proyek. Dalam penyaringan proyek disebutkan bahwa yang
perlu dilakukan adalah :

a) Proyek yang tidak menimbulkan dampak negatif yang nyata


(signifikan) tidak perlu di Amdal.

b) Proyek yang menimbulkan dampak yang nyata harus


melaksankan Amdal. Apabila dampaknya tidak diketahui maka
perlu penelitian lebih detail lagi, berarti pelu dilakukan Amdal.

c) Proyek yang dampak negitifnya tidak dapat diterima oleh


pemerintah maka proyek tersebut harus diubah desaignnya dan

15
harus dilakukan study yang lebih mendalam atau ditolak
pembangunannya.

d) Proyek yang dampaknya tidak nyata atau walaupun dampaknya


nyata tetapi jika cara pengendalian dampak sudah diketahui
teknologinya untuk menghilangkan atau mengendaliannya tidak
diperlukan Amdal.

Membandingkan berbagai pedoman dalam penyusunan PIL dan


mendengar pengalaman ahli-ahli dalam cara melakukan evaluasi laporan
PIL dan penyaringan proyek tanpa PIL, maka instansi yang mengambil
keputusan perlu Amdal atau tidak, dapat disajikan ke dalam 3 kelompok
data dan informasi yang penting, yaitu :

a. Dampak negatif pada lingkungan.

b. Teknologi pengendalian dampak.

c. Kebijakan pemerintah dan penilaian masyarakat.10

4.2.3 Penyajian Dalam Laporan PIL

Terdapat 2 hal dalam penyajian yang pertama penyajian adalah


bentuk datar isi yang dapat mencerminkan data dan inforasi yang
diharuskan, dan yang kedua adalah penyajan data dan informasi dalam
evaluasi atau pembahasan mengenai dampak proyek sebaga bahan
pertimbangan dalam memutuskan perlu Andal atau tidak.

A. Penyajian dalam daftar isi laporan


Secara garis besar daftar isi laporan PIL juga sudah tecantum
dalam pedoman resmiyang dikeluarkan oleh pemerintah. Tetapi
sebenarnya pedoman tersebut hanya merupakan saran dan tim
penyusun dapat menyesuaikan daftar isinya sesuai dengan proyek

10
http://gadogado427.blogspot.co.id/2012/08/penyajian-informasi-lingkungan-amdal.html
diakses pada hari Jumat 24 Maret 17 pukul 19:51

16
dan rona lingkungannya. Susunan daftar isi ditiap negara
berbeda-beda bahkan beberapa negara tidak memberikan
pedoman isi yang jelas tetapi hanya memberikan hal-hal penting
yang diperlukan untuk menilai atau mengepaluasinya. Tebal
tipisnya laporan juga sangat bervariasi. Beberapa contoh daftar isi
yang disarankan dari negara tetangga adalah sebagai berikut:
1) Thailand
a. Deskripsi proyek
Berisikan deskripsi proyek secara garis besar, yang cukup
memberikan gambaran aktivitas-aktivitas yang berhubungan
degan kemungkinan timbulnya dampak.
b. Pembahasan mengenai timbulnya dampak
Berdasarkan data yang terbatas (data sekunder dan
lapangan terbatas), tiap komponen lingkungan yang akan
tekena dampak harus dibahas dan dievaluasi.
c. Tabulasi hasil evaluasi awal
Dengan menggunakan suatu tabulasi yang sudah disusun
pedomannya. hasil pembahasan tesebut diringkaskan dalam
tabel tersebut.
d. Kesimpulan
Kesimpulan mengenai penilaian dampak proyek tersebut
apakah perlu Andal atau tidak dan penjelasan-penjelasan atau
alasan-alasannya. Acuan yang jelas dan berisi hal-hal apa saja
yang perlu diteliti lebih mendetail dan besarnya biaya.
2) Pilipina
Bentuk laporan PIL di Pilipina dibuat secara garis besar
saja sebagai berikut :
a. Gambaran lokasi dengan jelasdengan peta
b. Informasi mengenai kemungkinan perkembangan dimasa
depan
c. Diskripsi proyek :
i. Tipe

17
ii. Sasaran, tujuan, kegunaan dan kebutuhan proyek
iii. Ukuran dan skala umum
iv. Perkiraan biaya
v. Gambaran kasar keadaan disekitar
d. Indentifikasi dan evaluasi dampak lingkungan (dengan
menggunakan suatu checklist yang sudah tersedia).
e. Saran-saran dari pemrakarsa proyek (baik yang mengenai
ketentuan yang negatif maupun yang positif).
f. Tindakan penekanan dampak dan alternatif-alternatifnya.
g. Pelaksanaan study PIL.
h. Dikeluarkan oleh pemrakarsa proyek.

3) Indonesia
Dalam pedoman penyusunan PIL Indonesia, laporan PIL
secar garis besar ediri dari 3 bab yaitu : rencana kegiatan
pembangunan, rona lingkungan awal, evaluasi dampak lingkungan
dan penanganannya. Secara garis besar isi laporan Amdal tersebut
sebagai berikut :
a. Identitas pemrakarsa
1) Identifikasi pemrakarsa
2) Identifikasi penyusunan PIL

b. Rencana kegiatan pembagunan


1) Jenis rencana kegiatan
2) Rencana lokasi (lampiran peta)
3) Perkiraan umur kegiatan
4) Rencana kegiatan
5) Tahap konstruksi
6) Tahap pasca produksi
7) Hubungan dengan kegiatan lain

c. Rona lingkungan awal

18
1) Iklim
2) Fisiografi
3) Hidrologi
4) Hidrooseanografi
5) Ruang, tanah dan lahan
6) Biologi
7) Sosial-ekonomi dan sosial budaya
8) Evaluasi dampak lingkungan dan
penanganannya
9) Perkiaan terhadap biogeofisika kimia maupun
sosial-ekonomi dan sosial-budaya masyarakat
10) Evaluasi berat dan ringan atau besar dan
kecilnya dampak lingkungan dan penaganannya

d. Bahan pusaka
e. Biodata penyusunan PIL11

4.3 HAK DAN KEWAJIBAN BERPERAN SERTA

4.3.1 PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN


DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
Kehidupan di bumi selalu mengalami perubahan tatanan alam seperti
terjadinya gempa bumi, meletusnya gunung api, tsunami, dan bencana-
bencana lainnya. Disamping ulah manusia, perilaku makhluk hidup jenis lain
juga mengakibatkan keadaan dan masalah kehidupan yang harus kita alami
bersama. Misalnya beruang menggali lubang, gajah menerjang pohon untuk
dimakan daunnya, harimau menerkam mangsa kijang dan sebagainya.
Berbagai keadaan tersebut yang dapat mengakibatkan perubahan sampai
kerusakan lingkungan di bumi. Perilaku manusia yang tidak ramah dengan
tatanan alam di bumi semakin memperparah keadaan tersebut. Pada era

11
http://gadogado427.blogspot.co.id/2012/08/penyajian-informasi-lingkungan-amdal.html
diakses pada hari Jumat 24 Maret 17 pukul 19:58

19
global seperti sekarang masalah lingkungan hidup telah menjadi masalah
yang sangat serius karena telah mengancam keberadaan manusia itu sendiri
sebagai penghuni planet bumi beserta isinya ini.

Sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, maka manusia dan lingkungan
hidup (binatang, tumbuhtumbuhan, tanah, air, udara, dll) mempunyai hak yang
sama untuk menikmati kehidupan masing-masing. Kerusakan lingkungan hidup
menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem. Dalam rangka menjamin
kelangsungan lingkungan hidup diperlukan peran manusia yang telah secara
langsung ataupun tidak langsung telah menyebabkan permasalahan lingkungan
hidup itu sendiri. Masalah lingkungan hidup merupakan kewajiban asasi manusia
untuk dikelola sebagaimana mestinya menurut amanah Tuhan Yang Maha Esa,
sehingga setiap manusia baik secara langsung maupun tidak langsung
bertanggung jawab terhadap kelangsungan lingkungan hidup. Sebagai bagian
dari sebuah negara maka manusia atau individu merupakan warga negara
tersebut. Permasalahan lingkungan hidup dan pengelolaannya menuntut peran
pemerintah, legislator, penegak hukum, serta masyarakat sebagai warga negara.
Di negara Indonesia lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi
setiap warga negara Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28H
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Untuk
menjalankan apa yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut pemerintah dengan persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat telah beberapa kali mengundangkan undang-undang
mengenai pengelolaan lingkungan hidup diantaranya :

1. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-ketentuan


Pokok Pengelolaan Lingkungan
2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan
3. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Hal-hal yang melatarbelakangi pembuatan Undang-undang tersebut


diantaranya adalah pembangunan ekonomi nasional yang diselenggarakan
berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan,

20
bahwa semangat otonomi daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia telah membawa perubahan hubungan dan
kewenangan antara Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah, termasuk di
bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, bahwa kualitas
lingkungan hidup yang semakin menurun telah mengancam kelangsungan peri
kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya sehingga perlu dilakukan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang sungguh-sungguh dan
konsisten oleh para pihak yang berkepentingan. Pada kenyataannya bahwa
pemanasan global yang semakin meningkat mengakibatkan perubahan iklim
sehingga menjadi penurunan kualitas lingkungan hidup, karena itu perlu
dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup agar lebih menjamin
kepastian hukum dan memberikan perlindungan terhadap hak setiap orang untuk
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari
perlindungan terhadap keseluruhan ekosistem.

Berdasarkan hal demikian, peran serta masyarakat menjadi sesuatu yang


mutlak dalam kerangka menciptakan lingkungan hidup yang sehat. Makna
kesehatan tidak semata-mata secara fisik dengan lingkungan yang baik. Lebih
dari itu kesehatan fisik sebagai akibat lingkungan yang baik merupakan prasyarat
sehatnya jiwa yang tentunya merupakan aset sumber daya manusia yang sangat
mendasar dan penting.

Seperti halnya di negara-negara berkembang lainya, bagi Indonesia masalah


pencemaran lingkungan sebagai ganguan terhadap tata kehidupan manusia
terutama disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk yang pesat,
pemanfaatan sumber daya alam yang berlebihan, pemanfaatan teknologi yang
tidak sesuai dengan kondisi alam yang ada dan pola perilaku manusia terhadap
alam. Dan peran masyarakat dan pemerintah akan sangat penting sekali dalam
penyeimbangan antara pemanfaatan alam dan perbaikan terhadap alam.
Masalah yang sangat berpengaruh adalah perilaku manusia yang tidak lagi
mengahargai alam dimana manusia adalah bagian dari alam dan kondisi riil di
mayarakat dicontohkan dengan penebangan hutan yang tidak disertai dengan
penanaman kembali bibit tanaman penggantinya, pembuangan limbah dan

21
sampah rumah tangga secara bebas tanpa mempedulikan implikasi dari
perbuatan tersebut. Mencari siapa yang bersalah dan siapa yang seharusnya
bertanggung jawab terhadap kerusakan lingkungan hidup bukanlah cara yang
arif dan bijak. Lingkungan hidup merupakan persoalan kolektif yang
membutuhkan partisipasi semua komponen bangsa untuk mengurus dan
mengelolanya. Pemerintah, tokoh-tokoh masyarakat, Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM), semua warga masyarakat, dan komponen bangsa yang lain
harus memiliki kemauan politik untuk bersama-sama menjaga kelestarian
lingkungan hidup dari ulah tangan jahil para preman dan penjahat lingkungan.

Hal di atas itu harus dibarengi dengan tindakan hukum yang tegas terhadap
pelaku kejahatan lingkungan hidup yang nyata-nyata telah terbukti
menyengsarakan banyak umat manusia. Pedang hukum harus benar-benar
mampu memancung dan memenggal kepala para penjahat lingkungan hidup
untuk memberikan efek jera dan sekaligus memberikan pelajaran bagi
masyarakat. Setiap orang adalah bagian dari masyarakat dan masyarakat
memiliki hak, kewajiban, dan peran yang sama dalam pengelolaan lingkungan,
tanpa terkecuali masyarakat desa, pelosok maupun kota karena ruang lingkup
lingkungan hidup bukan hanya ditempat-tempat tertentu saja, namun seluruh
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keberadaan masyarakat akan
efektif jika perannya dalam mengontrol pengelolaan lingkungan yang ada.

4.3.1 Hak Masyarakat atas Lingkungan Hidup

1. Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai
bagian dari hak asasi manusia.
2. Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses
informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas
lingkungan hidup yang baik dan sehat.
3. Setiap orang berhak mengajukan usul dan/atau keberatan terhadap
rencana usaha dan/atau kegiatan yang diperkirakan dapat menimbulkan
dampak terhadap lingkungan hidup.
4. Setiap orang berhak untuk berperan dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

22
5. Setiap orang berhak melakukan pengaduan akibat dugaan pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan hidup

Berdasarkan sifatnya, peran serta masyarakat dalam proses pengambilan


keputusan berkaitan dengan lingkungan dibedakan menjadi dua yaitu konsultatif
dan kemitraan. Pola partisipatif yang bersifat konsultatif ini biasanya
dimanfaatkan oleh pengambilan kebijakan sebagai suatu strategi untuk
mendapatkan dukungan masyarakat (public support). Dalam pendekatan yang
bersifat konsultatif ini meskipun anggota masyarakat yang berkepentingan
mempunyai hak untuk didengar pendapatnya dan hak untuk diberitahu, tetapi
keputusan akhir tetap ada ditangan kelompok pembuat keputusan tersebut
(pemrakarsa). Pendapat masyarakat di sini bukanlah merupakan faktor penentu
dalam pengambilan keputusan, selain sebagai strategi memperoleh dukungan
dan legitimasi publik. Sedangkan pendekatan partisipatif yang bersifat kemitraan
lebih menghargai masyarakat lokal dengan memberikan kedudukan atau posisi
yang sama dengan kelompok pengambil keputusan. Karena diposisikan sebagai
mitra, kedua kelompok yang berbeda kepentingan tersebut membahas masalah,
mencari alternatif pemecahan masalah dan membuat keputusan secara bersama-
sama. Dengan demikian keputusan bukan lagi menjadi monompoli pihak
pemerintah dan pengusaha, tetapi ada bersama dengan masyarakat. dengan
konsep ini ada upaya pendistribusian kewenangan pengambilan keputusan.

4.3.2 Kewajiban Masyarakat Atas Lingkungan Hidup


Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan
kerusakan dan pencemaran serta pemulihan kualitas lingkungan telah menuntut
dikembangkannya berbagai perangkat kebijakan dan program serta kegiatan
yang didukung oleh sistem pendukung pengelolaan lingkungan lainnya. Sistem
tersebut mencakup kemantapan kelembagaan, sumberdaya manusia dan
kemitraan lingkungan, disamping perangkat hukum dan perundangan,
tersedianya informasi serta pendanaan. Sifat keterkaitan (interdependensi) dan
keseluruhan (holistik) dari esensi lingkungan telah membawa konsekuensi bahwa
pengelolaan lingkungan, termasuk sistem pendukungnya tidak dapat berdiri

23
sendiri, akan tetapi terintegrasikan dan menjadi roh dan bersenyawa dengan
seluruh pelaksanaan pembangunan sektor dan daerah. Sesuai dengan Undang
Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup dijabarkan pula bahwa penggunaan sumber daya alam harus
selaras, serasi, dan seimbang dengan fungsi lingkungan hidup. Sebagai
konsekuensinya, kebijakan, rencana, dan / atau program pembangunan harus
dijiwai oleh kewajiban melakukan pelestarian lingkungan hidup dan mewujudkan
tujuan pembangunan berkelanjutan.
Peran serta masyarakat, pada dasarnya adalah suatu proses yang melibatkan
masyarakat umumnya dikenal sebagai peran serta masyarakat, yaitu proses
komunikasi dua arah yang berlangsung terus-menerus untuk meningkatkan
pengertian masyarakat secara penuh atas suatu proses kegiatan, dimana
masalah-masalah dan kebutuhan lingkungan sedang dianalisa. Dalam peran serta
masyarakat dengan pola hubungan konsultatif antara pihak pengambil keputusan
dengan kelompok masyarakat yang berkepentingan beserta anggota masyarakat
lainnya yang mempunyai hak untuk didengar pendapatnya dan untuk diberi tahu,
dimana keputusan terakhir tetap berada di tangan pembuat keputusan tersebut.
Sedang dalam konteks peran serta masyarakat yang bersifat kemitraan, pembuat
keputusan dan anggota masyarakat merupakan mitra yang relatif sejajar
kedudukannya. Mereka bersama-sama membahas masalah, mencari alternatif
pemecahan masalah dan membahas keputusan. Selain hal di atas, penyertaan
masyarakat akan juga memberikan informasi yang berharga kepada para
pengambil keputusan, peran serta masyarakat juga akan mereduksi
kemungkinan penolakan masyarakat untuk menerima keputusan. Pemberian
akses atas informasi tentang pengelolaan lingkungan juga merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari aspek peran serta masyarakat dalam pengelolaan
lingkungan hidup. Menurut Canter (1977), Cormick (1979), Goulet (1989) dan
Wingert (1979) merinci peran serta masyarakat sebagai berikut:

24
1) Peran Serta Masyarakat sebagai suatu Kebijakan
Penganut paham ini berpendapat bahwa peran serta masyarakat
merupakan suatu kebijaksanaan yang tepat dan baik untuk dilaksanakan.
Paham ini dilandasi oleh suatu pemahaman bahwa masyarakat yang
potensial dikorbankan atau terkorbankan oleh suatu proyek
pembangunan memiliki hak untuk dikonsultasikan (right to be consulted).

2) Peran Serta Masyarakat sebagai Strategi


Penganut paham ini mendalilkan bahwa peran serta masyarakat
merupakan strategi untuk mendapatkan dukungan masyarakat (public
support). Pendapat ini didasarkan kepada suatu paham bahwa bila
masyarakat merasa memiliki akses terhadap pengambilan keputusan dan
kepedulian masyarakat kepada pada tiap tingkatan pengambilan
keputusan didokumentasikan dengan baik, maka keputusan tersebut akan
memiliki kredibilitas.

3) Peran Serta Masyarakat sebagai Alat Komunikasi


Peran serta masyarakat didayagunakan sebagai alat untuk mendapatkan
masukan berupa informasi dalam proses pengambilan keputusan.
Persepsi ini dilandasi oleh suatu pemikiran bahwa pemerintah dirancang
untuk melayani masyarakat, sehingga pandangan dan preferensi dari
masyarakat tersebut adalah masukan yang bernilai guna mewujudkan
keputusan yang responsif.

4) Peran Serta Masyarakat sebagai Alat Penyelesaian Sengketa


Dalam konteks ini peran serta masyarakat didayagunakan sebagai suatu
cara untuk mengurangi atau meredakan konflik melalui usaha pencapaian
konsensus dari pendapatpendapat yang ada. Asumsi yang melandasi
persepsi ini adalah bertukar pikiran dan pandangan dapat menigkatkan
pengertian dan toleransi serta mengurangi rasa ketidakpercayaan
(misstrust) dan kerancuan (biasess).

25
5) Peran Serta Masyarakat sebagai Terapi
Menurut persepsi ini, peran serta masyarakat dilakukan sebagai upaya
untuk "mengobati" masalah-masalah psikologis masyarakat seperti halnya
perasaan ketidak berdayaan (sense of powerlessness), tidak percaya diri
dan perasaan bahwa diri mereka bukan komponen penting dalam
masyarakat.

4.3.3 Peran serta Masyarakat dan Penegakan Hukum Lingkungan

Dengan diberlakukannya Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009


tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup diharapkan bahwa
penggunaan sumber daya alam harus selaras, serasi, dan seimbang dengan
fungsi lingkungan hidup. Sebagai konsekuensinya, kebijakan, rencana, dan / atau
program pembangunan harus dijiwai oleh kewajiban melakukan pelestarian
lingkungan hidup dan mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan.
Penegakan hukum pidana dalam Undang-Undang 32 Tahun 2009 ini
memperkenalkan ancaman hukuman minimum di samping maksimum, perluasan
alat bukti, pemidanaan bagi pelanggaran baku mutu, keterpaduan penegakan
hukum pidana, dan pengaturan tindak pidana korporasi. Penegakan hukum
pidana lingkungan tetap memperhatikan azas ultimum remedium yang
mewajibkan penerapan penegakan hukum pidana sebagai upaya terakhir setelah
penerapan penegakan hukum administrasi dianggap tidak berhasil. Penerapan
asas ultimum remedium ini hanya berlaku bagi tindak pidana formil tertentu,
yaitu penindakan terhadap pelanggaran baku mutu air limbah, emisi, dan
gangguan. Dalam pelaksanaan penegakkan hukum yang terdapat dalam Undang-
Undang ini meliputi prinsipprinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup yang didasarkan pada tata kelola pemerintahan yang baik karena dalam
setiap proses perumusan dan penerapan instrumen pencegahan pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta penanggulangan dan penegakan
hukum mewajibkan pengintegrasian aspek transparansi, partisipasi, akuntabilitas,
dan keadilan. Melalui Peraturan Perundangan ini juga, Pemerintah memberi
kewenangan yang sangat luas kepada pemerintah daerah dalam melakukan

26
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di daerah masing-masing yang
tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Pengambil keputusan, peran serta masyarakat juga akan
mereduksi kemungkinan penolakan masyarakat untuk menerima keputusan.
Pemberian akses atas informasi tentang pengelolaan lingkungan juga merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari aspek peran serta masyarakat dalam
pengelolaan lingkungan hidup. Adapun tujuan dari peran serta masyarakat sejak
tahap perencanaan adalah untuk menghasilkan masukan dan persepsi yang
berguna dari warga negara dan masyarakat yang berkepentingan (public
interest) dalam rangka meningkatkan kualitas pengambilan keputusan
lingkungan. Karena dengan melibatkan masyarakat yang potensial terkena
dampak kegiatan dan kelompok kepentingan (interest groups), para pengambil
keputusan dapat menangkap pandangan, kebutuhan dan pengharapan dari
masyarakat dan kelompok tersebut dan menuangkannya ke dalam konsep.
Pandangan dan reaksi masyarakat itu, sebaliknya akan menolong pengambil
keputusan untuk menentukan prioritas, kepentingan dan arah yang positif dari
berbagai faktor. Proses peran serta masyarakat haruslah terbuka untuk umum,
peran serta masyarakat akan mempengaruhi kredibilitas (accountability) badan
yang bersangkutan. Dengan cara mendokumentasikan perbuatan keputusan
badan negara ini, sehingga mampu menyediakan sarana yang memuaskan jika
masyarakat dan bahkan pengadilan merasa perlu melakukan pemeriksaan atas
pertimbangan yang telah diambil ketika membuat keputusan tersebut. Yang pada
akhirnya akan dapat memaksa adanya tanggung jawab dari badan negara
tersebut atas kegiatan yang dilakukannya. Perlunya peran serta masyarakat telah
pula diungkapkan oleh Prof.Koesnadi Hardjasoemantri, bahwa selain itu
memberikan informasi yang berharga kepada para pengambil keputusan, peran
serta masyarakat akan mereduksi kemungkinan kesediaan masyarakat untuk
menerima keputusan. Selanjutnya, peran serta masyarakat akan membantu
perlindungan hukum. Bila suatu keputusan akhir diambil dengan memperhatikan
keberatan-keberatan yang diajukan, maka akan memperkecil kemungkinan
pengajuan perkara ke pengadilan. Karena masih ada alternatif pemecahan yang
dapat diambil sebelum sampai pada keputusan akhir.

27
Terhadap hal di atas, Hardjasoemantri melihat perlu dipenuhinya syarat-syarat
berikut agar peran serta masyarakat menjadi efektif dan berdaya guna, yaitu:

1. Pemastian penerimaan informasi dengan mewajibkan pemrakarsa


kegiatan mengumumkan rencana kegiatannya.

2. Informasi Lintas-batas (transfortier information)


Mengingat masalah lingkungan tidak mengenal batas wilayah yang
dibuat manusia, maka ada kemungkinan kerusakan lingkungan di satu
daerah akan pula mempengaruhi propinsi atau negara tetangga.
Dengan demikian pertukaran informasi dan pengawasan yang
melibatkan daerahdaerah terkait menjadi penting.

3. Informasi tepat waktu (timely information)


Suatu proses peran serta masyarakat yang efektif memerlukan
informasi yang sedini dan seteliti mungkin, sebelum keputusan
terakhir diambil. Sehingga, masih ada kesempatan untuk
mempertimbangkan dan mengusulkan altenatif-alternatif pilihan.

4. Informasi yang lengkap dan menyeluruh (comprehensive information)


Walau isi dari suatu informasi akan berbeda tergantumg keperluan
bentuk kegiatan yang direncanakan, tetapi pada intinya informasi itu
haruslah menjabarkan rencana kegitana secara rinci termasuk
alternatif-alternatif lain yang dapat diambil; Informasi yang dapat
dipahami (comprehensive information); seringkali pengambilan
keputusan di bidang lingkungan meliputi masalah yang rumit,
kompleks dan bersifat teknis ilmiah, sehingga haruslah diusahakan
informasi tersebut mudah dipahami oleh masyarakat awam. Metode
yang sering digunakan adalah kewajiban untuk membuat uraian
singkat atas kegiatan yang dilakukan.12

12
Jurnal Ilmu Hukum, Jilid 11, No 1, April 2016.

28

Anda mungkin juga menyukai