Anda di halaman 1dari 5

PERTEMUAN KE 5

KONSEP MORAL
DOSEN : FRENGKI RIXEN, S. KEP, NERS

1. Definisi Moral
Moral berasal dari kata bahasa Latin mores yang berarti adat kebiasaan. Kata mores ini
mempunyai sinonim; mos, moris, manner mores atau manners, morals (Poespoprodjo, 1986).
Dalam bahasa Indonesia kata moral berarti akhlak atau kesusilaan yang mengandung makna
tata tertib batin atau tata tertib hati nurani yang menjadi pembimbing tingkah laku batin
dalam hidup
2. Tahapan pembentukan/ moral perkembangan
Perkembangan lebih dapat mencerminkan sifat yang khas mengenai gejala psikologis yang
muncul (Monks, Knoers, Haditono, 1982).
Di sisi lain, perkembangan juga dipandang secara menyeluruh, yang mencakup tiga aspek,
yaitu:
a. Perkembangan fisik, seperti perubahan tinggi dan berat.
b. Perkembangan kognitif, seperti perubahan pada proses berpikir, daya ingat, bahasa.
c. Perkembangan kepribadian dan sosial, seperti perubahan pada konsep diri, konsep
gender, hubungan interpersonal.
Lawrence Kohlberg menyatakan bahwa Tahapan perkembangan moral adalah ukuran dari
tinggi rendahnya moral seseorang berdasarkan perkembangan penalaran moralnya. Tahap-
tahap perkembangan moral menurut Kohlberg adalah sebagai berikut :
a. Pra-Konvensional (tdpt 2 tahap perkembangan)
Umumnya pada anak-anak
1) Tahap Pertama
Individu-individu memfokuskan diri pada konsekuensi langsung dari tindakan mereka
yang dirasakan sendiri. Suatu tindakan dianggap salah secara moral bila orang yang
melakukannya dihukum.
Contoh : Tidak mengerjakan PR, di hukum berdiri di depan kelas
2) Tahap kedua
Apa untungnya buat saya??
Perilaku yang benar didefinisikan dengan apa yang paling diminatinya. Tindakan
dilakukan untuk melayani kebutuhan diri sendiri saja. Kurang menunjukkan perhatian
pada kebutuhan orang lain, hanya sampai tahap bila kebutuhan itu juga berpengaruh
terhadap kebutuhannya sendiri.
Contoh : Buatkan teh panas, setelah itu baru belajar.
b. Konvensional
Umumnya ada pada seorang remaja atau orang dewasa (mulai memiliki peran sosial).
Menilai moralitas dari suatu tindakan dengan membandingkannya dengan pandangan dan
harapan masyarakat
1) Tahap Ketiga
Individu mau menerima persetujuan atau ketidaksetujuan dari orang-orang lain
karena hal tersebut merefleksikan persetujuan masyarakat terhadap peran yang
dimilikinya.
2) Tahap ke-empat
Penting untuk mematuhi hukum dan keputusan, sosial karena berguna dalam
memelihara fungsi dari masyarakat (kebutuhan masyarakat harus melebihi kebutuhan
pribadi)
Contoh : perkelahian antar pelajar tidak di benarkan oleh masyarakat (Tahap 3). Jika
dipatuhi maka tidak akan terdapat sanksi apapun, namun jika ditolak maka aka nada
sanksi di tangkap dan di hukum di Lembaga pemasyarakatan (Tahap 4)
c. Pasca Konvensional
Dikenal sebagai tingkat berprinsip
1) Tahap Lima
Individu-individu dipandang memiliki pendapat-pendapat dan nilai-nilai yang
berbeda, dan adalah penting bahwa mereka dihormati dan dihargai tanpa memihak.
Aturan-aturan yang tidak mengakibatkan kesejahteraan sosial harus diubah bila perlu
demi terpenuhinya kebaikan terbanyak untuk sebanyak-banyaknya orang. Hal
tersebut diperoleh melalui keputusan mayoritas dan kompromi.
2) Tahap ke enam
Penalaran moral berdasar pada penalaran abstrak menggunakan prinsip etika
universal. Hukum hanya valid bila berdasar pada keadilan, dan komitmen terhadap
keadilan juga menyertakan keharusan untuk tidak mematuhi hukum yang tidak adil.
Keputusan dihasilkan secara kategoris dalam cara yang absolut dan bukannya secara
hipotetis secara kondisional

3. Tipe-tipe moral
Menurut Immanuel Kant (Magnis Suseno, 1992), moralitas adalah hal keyakinan dan sikap
batin dan bukan hanya sekedar penyesuaian dengan aturan dari luar (aturan hukum negara,
agama atau adat-istiadat). kriteria mutu moral seseorang adalah hal kesetiaanya pada hatinya
sendiri.
Jenis-jenis moral menurut Tarumingkeng, 2001
a. Moral Realism (moral berdasarkan kondisi yang nyata/realitas);
b. Moral Luck (moral yang dipengaruhi oleh faktor keberuntungan),
c. Moral Relativitism (moral yang bersifat relatif),
d. Moral Rational (moral berdasarkan penggunaan akal sehat atau prosedur rasional),
e. Moral Scepticism (moral yang menunjukkan sikap ragu-ragu karena tidak memberikan
penilaian berdasarkan pengetahun), dan
f. Moral Personhood (moral yang ditentukan berdasarkan kesadaran, perasaan dan tindakan
pribadi atau merupakan bagian dari moral masyarakat. Moral masyarakat menyangkut
semua yang memerlukan pertimbangan moral dalam hal-hak dan kewajiban).

4. Moral dan kesadaran moral


Kesadaran moral menjadikan manusia menjadi manusia yang bermoral. Kesadaran moral
menggugah timbulnya rasa wajib yaitu:
a. Wajib berbuat baik
b. Menggugah rasa kemanusiaan
c. Membangkitkan rasa introspeksi
5. Konsep moral dalam praktek keperawatan
Konsep moral dalam praktik keperawatan menurut Fry (1991)
a. advokasi
Advokasi menurut American Nurses Association/ ANA (1985) adalah
melindungi klien atau masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan keselamatan
praktik tidak sah yang tidak kompeten dan melanggar etika yang dilakukan oleh
siapapun.
Bantuan Advokad (Kohke, 1982)
1) Peran Aksi
Perawat memberi keyakinan kepada klien bahwa mereka mempunyai hak dan
tanggung jawab dalam menentukan pilihan atau keputusan sendiri dan tidak tertekan
dengan pengaruh orang lain
2) Peran Non-Aksi
Pihak advokat seharusnya menahan diri untuk tidak memengaruhi keputusan klien
b. Responsibilitas dan akuntabilitas
Responsibilitas (tanggung jawab) adalah eksekusi terhadap tugas yang berhubungan
dengan peran tertentu dari perawat.
Akuntabilitas (tanggung gugat) dapat mempertanggungjawabkan suatu tindakan yang
dilakukan dan dapat menerima konsekuensi dari tindakan tersebut.
c. Loyalitas
Loyalitas merupakan suatu konsep yang meliputi simpati, peduli dan hubungan timbal
balik terhadap pihak yang secara profesional berhubungan dengan perawat.
a. Masalah klien tidak boleh didiskusikan oleh klien lain dan perawat.
b. Perawat harus menghindari pembicaraan yang tidak bermanfaat dan berbagai
persoalan yang berkaitan dengan klien, rumah sakit atau pekerja rumah sakit.
c. Perawat harus menghargai dan memberi bantuan kepada teman sejawat.
d. Perawat harus menunjukkan loyalitasnya kepada profesi dengan berperilaku secara
tepat pada saat bertugas.
REFERENSI
1. Suhaemi, Mimin Emi. 2004. Etika Keperawatan, aplikasi dan praktik. Jakarta : EGC
2. Putri, Triloka. H dan Achmad Fanani. 2011. Etika profesi keperawatan. Yogyakarta:
Citra Pustaka
3. Bishop, Anne & John Scudder. 2012. Etika Keperawatan: Praktik Asuhan Holistik, Edisi
2. Jakarta: EGC

4.

Anda mungkin juga menyukai