Anda di halaman 1dari 2

BAB II

PENDAHULUAN

Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator pelayanan kesehatan di
suatu negara. Angka kematian ibu di Indonesia sendiri masih sangat tinggi. Berdasarkan
data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2005, angka kematian
ibu saat melahirkan adalah sebanyak 262 per 100.000 kelahiran hidup, angka kematian
ibu di Jawa Tengah adalah 252 per 100.000 kelahiran hidup. Angka tersebut masih jauh
dua kali lipat lebih tinggi dari target Millenium Development Goals (MDGs) 2015 yakni 102
per 100.000 kelahiran hidup. Menurut Manuaba, penyebab kematian maternitas
terbanyak adalah perdarahan (40-60%), eklampsia (20-30%) dan infeksi (15-30%).
Insidensi perdarahan post partum secara global sekitar 25% penyebab kematian
maternal. Di negara maju insidensi perdarahan post partum mencapai 18% dan angka ini
dapat lebih tinggi hingga mencapai 60% di negara-negara berkembang. Kehilangan darah
melebihi 1.000 mL secara signifikan dapat menyebabkan ketidakstabilan hemodinamika.
Sekitar 3 persen dari kelahiran vagina akan menyebabkan perdarahan post partum yang
parah meskipun dengan manajemen yang sesuai.
Perdarahan setelah melahirkan atau post partum hemorrhagic (PPH) adalah
konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di traktus
genitalia dan struktur sekitarnya, atau keduanya. Apabila terjadi perdarahan yang
berlebihan pasca persalinan harus dicari etiologi yang spesifik. Atonia uteri, retensio
plasenta (termasuk plasenta akreta dan variannya), sisa plasenta (plasenta restan), dan
laserasi traktus genitalia merupakan penyebab sebagian besar perdarahan post partum.
Dalam 20 tahun terakhir, plasenta akreta mengalahkan atonia uteri sebagai penyebab
tersering perdarahan post partum yang keparahannya mengharuskan dilakukan
tindakan histerektomi. Laserasi traktus genitalia yang dapat terjadi sebagai penyebab
perdarahan post partum antara lain laserasi perineum, laserasi vagina, cedera levator ani
dan cedera pada serviks uteri.
Penyebab dari perdarahan post partum akibat retensio sisa plasenta (plasenta
restan) diketahui setelah dilakukan pemeriksaan sisa plasenta dan didapatkan plasenta
yang tidak utuh dan bentuk tidak beraturan serta pada pemeriksaan dalam diperoleh
adanya sisa plasenta yang masih melekat pada uterus. Sisa plasenta yang masih tertinggal
dalam rongga rahim dapat menimbulkan perdarahan postpartum dini atau perdarahan
pospartum lambat (biasanya terjadi dalam 610 hari pasca persalinan). Pada perdarahan
postpartum dini akibat sisa plasenta ditandai dengan perdarahan dari rongga rahim
setelah plasenta lahir dan kontraksi rahim baik. Pada perdarahan postpartum lambat
gejalanya sama dengan subinvolusi rahim yaitu perdarahan yang berulang atau
berlangsung terus dan berasal dari rongga rahim. Perdarahan akibat sisa plasenta jarang
menimbulkan syok.
Trauma pada jalan lahir dapat pula terjadi pada uterus, serviks, vagina dan vulva.
Trauma pada jalan lahir tersebut dapat berupa robekan atau hematom. Hematoma terjadi
karena kompresi yang kuat disepanjang traktus genitalia, dan tampak sebagai warna
ungu pada mukosa vagina atau perineum yang ekimotik. Hematoma yang kecil diatasi
dengan es, analgetik dan pemantauan yang terus menerus. Biasanya hematoma ini dapat
diserap kembali secara alami. Pada hematoma yang besar dan menimbulkan keluhan
nyeri yang hebat dan atau disertai gangguan miksi harus dilakukan evakuasi hematom.
Faktor resiko trauma traktus genital berhubungan dengan keadaan obsetrik seperti
nulliparitas, bayi besar, partus precipitus, persalinan dengan tindakan, dan episiotomi.
Vascularisasi yang bertambah di daerah perineum pada ibu hamil menjadi tempat yang
beresiko mengalami perdarahan pada saat terjadi trauma. Hematom vulva adalah
manifestasi klinis yang paling sering dijumpai.
Komplikasi dari perdarahan postpartum termasuk hipotensi ortostatik, anemia, dan
kelelahan, yang dapat membuat perawatan ibu yang baru melahirkan menjadi lebih sulit.
Dalam kebanyakan kasus yang parah, syok hemoragik dapat mengakibatkan iskemia
hipofisis anterior dengan keterlambatan atau kegagalan laktasi (postpartum pituitari
nekrosis). Selain itu, dapat pula terjadi iskemik miokard, koagulopati atau kematian.

Anda mungkin juga menyukai