Anda di halaman 1dari 20

BAB I

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : tn.Junedi
Jenis kelamin : laki-laki
Umur : 41tahun
Alamat : Pasir kulon - Cikande
Agama : Islam
Status : sudah Menikah
Pekerjaan : karyawan
Tanggal periksa : 26 juli 2017

II. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 26 juli 2017 di


bangsal Melati 1 pasien THT RSUD dr. Dradjat Prawiranegara Serang.

Keluhan utama : Hidung tersumbat

Keluhan tambahan : Tenggorokan terasa panas, seperti menlan lendir, nyeri


pada muka

Riwayat penyakit sekarang:


Pasien datang ke RS. Dr. Dradjat Prawiranegara dengan keluhan
mampet pada hidung sejak 2 bulan SMRS. Pasien merasakan pilek sejak 2
bulan yang lalu dan dirasakan di hidung sebelah kiri. Nyeri pada muka yang
dirasakan juga hilang timbul dan nyeri paling dirasakan di bagian hidung kiri.
Suara menjadi bindeng semenjak hidung tersumbat.

Pasien juga mengeluh sejak 2 bulan yang lalu, seperti menelan lendir
dan tengorokan terasa panas.Pasien tidak ada riwayat sering bersin pada pagi
hari. Riwayat pernah mimisan disangkal.Pasien juga mengalami gangguan
dalam penghidu.Tidak ada keluhan seperti telinga berdenging, Tidak tampak
karies gigi. Pasien menyangkal menggunakan pemakaian antibiotik janka
waktu yang lama, kortikosteroid, dan obat-obat imunosupresan. Pada saat
pemeriksaan fisik tidak ditemukan massa yang lunak seperti balon.

Riwayat penyakit dahulu:


Hidung tersumbat (+) 2 bulan yang lalu

1
Riwayat penyakit keluarga:
Tidak ditemukan

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Sedang


Kesadaran : Composmentis
Tanda vital
Tekanan darah : 110/60 mmHg
Nadi : 80x/menit
Pernapasan : 20x/menit
Suhu : 36,7C
Status generalis
Kepala : Normocephal, rambut hitam
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
THT : Status lokalis
Leher : Pembesaran KGB (-), JVP normal
Thorax
Inspeksi : Simetris bilateral saat statis dan dinamis
Palpasi : NT (-), massa (-)
Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+), wheezing (-/-), Rhonki (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tida tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : BJ 1 & 2 reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Perut simetris
Palpasi : NT (-), batas hepar normal, massa (-)
Perkusi : Timpani (-)
Auskultasi : Bising usus (+)
Ekstremitas : akral hangat, udema kaki (-/-)

2
Status lokalis

Pemeriksaan Telinga

Auric
Bagian Kelainan
Dextra Sinistra
Bentuk telinga Normotia
Aurikula Kelainan kongenital - -
Peradangan - -
Massa - -
Nyeri tarik - -
Nyeri tekan tragus - -
Preaurikuler & Kelainan kongenital - -
retroaurikuler Peradangan - -
Massa - -
Edema - -
Sikatrik - -
Fistula - -
Pembesaran KGB - -
Nyeri tekan - -
Liang telinga Kelainan kongenital - -
luar Peradangan - -
Massa - -
Edema - -
Fistula - -
Kelainan kulit - -
Sekret - -
Serumen - -
Membran Kondisi Intak Intak
timpani Cone of light + +
refleks cahaya refleks cahaya
arah jam 5 arah jam 7

Pemeriksaan Pendengaran

Tes Rinne Tes Weber Tes Schawabach


Aurikula Dextra + Sesuai pemeriksa
Lateralisasi (-)
Aurikula Sinistra + Sesuai pemeriksa
Kesimpulan: Aurikula dextra sinistra normal

3
Pemeriksaan Hidung

Kavum Nasi
Pemeriksaan
Dextra Sinistra
Inspeksi
Bentuk Tampak Simetris kanan dan kiri
Sikatrik - -
Hematom - -
Racoons eye - -
Palpasi
Nyeri tekan sinus paranasal Ethmoidalis -
Krepitasi - -
Massa - -
Rhinoscopy anterior
Cavum nasi Sekret purulen Sekret purulen
Mukosa cavum nasi Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Edema (-) Edema (-)
Sekret + +
Konka inferior Hipermis (-) Hipermis (-)
Hipertrofi (+) Hipertrofi (-)
Konka media Hipermis (-) Hipermis (-)
Hipertrofi (-) Hipertrofi (+)
Meatus inferior Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Meatus media Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Massa (-) Massa (-)
Septum anterior Deviasi (-) Deviasi (+)
Rhinoscopy posterior
Nasofaring
Koana
Konka superior
Tidak dilakukan pemeriksaan
Konka media
Kelenjar adenoid
Massa

4
Pemeriksaan Tenggorok

Pemeriksaan Kondisi
Faring & Rongga Mulut
Bibir Sianosis (-)
Mukosa mulut Hiperemis (-)
Lidah Normal
Gusi Normal
Gigi berlubang Kiri atas
Palatum durum Hipermis (-)
Palatum mole Hipermis (-)
Uvula Hipermis (-), Deviasi (-)
Arkus faring Hipermis (-), Simetris
Tonsil Normal, T3 T3
Hipofaring & Laring
Pita suara Hipermis (-), Deviasi (-), massa (-)
Epiglottis Hipermis (-)
Esophagus Lapang

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Radiologi: Foto polos SPN (posisi Waters, AP, dan lateral)

Pemeriksaan Lab:
Hb : 16,40 g/dL
L : 9.400 /L
Ht : 48,30 %
Tr : 252.000 /L
CT/BT : 6/2 menit
HbSAg : (-)
GDS :110

V. DIAGNOSIS

Dx : Sinusitis , septum deviasi

DD :- Sinusitis Dentogen

- Sinusitis Jamur
- Polip Nasi
-

5
VI. PENATALAKSANAAN
a) Medikamentosa
Cefixime 2x200
Rhinofed 2x1
Na diclofenac 3x1

b) Non-medikamentosa
Mengurangi konsumsi makan & minum yang dingin
Menghindari faktor pencetus
Menjaga daya tahan tubuh
Menggunakan masker saat bekerja

c) Operatif
Sinustektomi + Turbinektomi + septoplasti

VII. PROGNOSIS

Ad Vitam : Ad bonam

Ad Functionam : Ad Bonam

Ad Sanationam : Dubia

6
BAB II

II.1. Anatomi Hidung dan Sinus Paranasal


II.1.1. Anatomi Hidung
Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke
bawah:
pangkal hidung (bridge),
dorsum nasi,
puncak hidung,
ala nasi,
kolumela dan
lubang hidung (nares anterior).

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi
oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan
atau menyempitkan lubang hidung.

7
Kerangka tulang terdiri dari:
tulang hidung (os nasalis),
prosesus frontalis os maksila dan
prosesus nasalis os frontal
Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang
rawan yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu:
sepasang kartilago nasalis lateralis superior,
sepasang kartilago nasalis lateralis inferior (kartilago alar mayor),
beberapa pasang kartilago alar minor dan tepi anterior kartilago septum.
Pada dinding lateral terdapat:1
4 buah konka
- konka inferior
- konka media
- konka superior
- konka suprema (rudimenter)
kartilago nasalis lateralis superior
sepasang kartilago nasalis lateralis inferior (kartilago alar mayor)
beberapa pasang kartilago alar minor
tepi anterior kartilago septum.

8
Di antara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang
disebut meatus.
Tergantung dari letak meatus, ada tiga meatus yaitu meatus inferior, medius dan
superior.
Meatus inferior terletak di antara konka inferior dengan dasar hidung dan
dinding lateral rongga hidung. Terdapat muara (ostium) duktus
nasolakrimalis
Meatus medius terletak di antara konka media dan dinding lateral rongga
hidung. Terdapat muara sinus frontal, sinus maksila dan sinus etmoid
anterior.
Meatus superior yang merupakan ruang di antara konka superior dan
konka media terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid.

9
II.1.2. Anatomi Sinus Paranasal
Ada delapan sinus paranasal, empat buah pada masing-masing sisi hidung.
Anatominya dapat dijelaskan sebagai berikut:

Sinus frontal kanan dan kiri, sinus ethmoid kanan dan kiri (anterior dan
posterior), sinus maksila dan sinus kanan dan kiri (antrium highmore) dan sinus
sfenoid kanan dan kiri.Semua sinus ini dilapisi oleh mukosa yang merupakan
lanjutan mukosa hidung, berisi udara dan semua bermuara di rongga hidung
melalui ostium masing-masing.
Pada meatus medius yang merupakan ruang diantara konka superior dan
konka inferior rongga hidung terdapat suatu celah sempit yaitu hiatus semilunaris
yakni muara dari sinus maksila, sinus frontalis dan ethmoid anterior.
Sinus paranasal terbentuk pada fetus usia bulan III atau menjelang bulan
IV dan tetap berkembang selama masa kanak-kanak, jadi tidak heran jika pada
foto anak-anak belum ada sinus frontalis karena belum terbentuk.
Pada meatus Meatus superior yang merupakan ruang di antara konka
superior dan konka media terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus
sfenoid.

10
Fungsi sinus paranasal
Membentuk pertumbuhan wajah
Sebagai pengatur udara (air conditioning)
Peringan cranium
Resonansi suara
Membantu produksi mukus

II.2. SINUSITIS
II.2.1. Definisi
Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter
sehari-hari, bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan
tersering di seluruh dunia.
Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal.Umumnya
disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut rinosinusitis.Penyakit
utamanya adalah selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang
selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri.Bila mengenai beberapa sinus
disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut
pansinusitis.
Sinus paranasal yang sering terkena ialah sinus ethmoid dan maksila,
sedangkan sinus frontal lebih jarang dan sinus sfenoid lebih jarang lagi. Sinus
maksila disebut juga antrum Highmore, letaknya dekat akar gigi rahang atas,
maka infeksi gigi mudah menyebar ke sinus, disebut sinusitis dentogen.
Sinusitis dapat menjadi berbahaya karena meyebabkan komplikasi ke
orbita dan intrakranial, serta menyebabkan peningkatan serangan asma yang sulit
diobati.

II.2.2. Etiologi dan faktor predisposisi


Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus,
bermacam rhinitis terutama rhinitis alergi, rhinitis hormonal pada wanita hamil,
polip hidung, kelainan anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka,
sumbatan kompleks osteo-meatal, infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik,

11
diskinesia silia seperti pada sindroma Kartegener, dan di luar negeri adalah
penyakit fibrosis kistik.
Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab sinusitis
sehingga perlu dilakukan adenoidektomi untuk menghilangkan sumbatan dan
menyembuhkan rhinosinusitisnya.Hipertrofi adenoid dapat didiagnosis dengan
foto polos leher posisi lateral. Faktor lain yang juga berpengaruh adalah
lingkungan yang berpolusi, udara dingin dan kering, serta kebiasaan merokok.
Keadaan ini lama-lama menyebabkan perubahan mukosa dan merusak silia.

II.2.3. Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan
lancarnya klirens mukosiliar di dalam kompleks osteo-meatal.Mukus juga
mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai
mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama dengan udara
pernapasan.
Organ-organ yang membentuk kompleks osteo-meatal letaknya berdekatan
dan bila terjadi edema, mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga
silia tidak dapat bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif
di dalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula
serous.Kondisi ini bisa dianggap rhinosinusitis non-bakterial dan biasanya
sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan.
Bila kondisi ini menetap, sekret yang terkumpul dalam sinus merupakan
media yang baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri.Sekret menjadi
purulen.Keadaan ini disebut dengan rhinosinusitis akut bakterial dan memerlukan
terapi antibiotik.

12
Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena ada faktor predisposisi),
inflamasi berlanjut, terjadi hipoksia dan bakteri anaerob berkembang.Mukosa
makin membengkak dan ini merupakan rantai siklus yang terus berputar sampai
akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik yaitu hipertrofi, polipoid atau
pembentukan polip dan kista.Pada keadaan ini mungkin diperlukan tindakan
operasi.

II.2.4. Klasifikasi dan mikrobiologi


Konsensus internasional tahun 1995 membagi rhinosinusitis hanya akut
dengan batas sampai 8 minggu dan kronik jika lebih dari 8 minggu. Konsensus
tahun 2004 membagi menjadi akut dengan batas sampai 4 minggu, subakut
dengan batas 4 minggu sampai dengan 3 bulan, dan kronik jika lebih dari 3 bulan.
Sinusitis kronik dengan penyebab rinogenik umumnya merupakan lanjutan
dari sinusitis akut yang tidak terobati secara adekuat.Pada sinusitis kronik adanya
faktor predisposisi harus dicari dan diobati secara tuntas.
Menurut berbagai penelitian, bakteri utama yang ditemukan pada sinusitis
akut adalah Streptococcus pneumonia (30 - 50%), Haemophylus influenzae (20
40%), da Moraxella catarrhalis (4%).Pada anak, M. catarrhalis paling sering
ditemukan (20%).

13
Pada sinusitis kronik, faktor predisposisi lebih berperan, tetapi umumnya bakteri
yang ada lebih condong ke arah bakteri gram negatif dan anaerob.

Sinusitis dentogen
Sinusitis dentogen merupakan salah satu penyebab penting sinusitis
kronis.Dasar sinus maksila adalah prosesus alveolaris tempat akar gigi rahang
atas, sehingga rongga sinus maksila hanya terpisahkan oleh tulang tipis dengan
akar gigi.Bahkan kadang-kadang tanpa tulang pembatas.Infeksi gigi rahang atas
seperti infeksi apikal akar gigi atau inflamasi jaringan periodontal mudah
menyebar secara langsung ke sinus, atau melalui pembuluh darah dan limfe.
Harus curiga adanya sinusitis dentogen pada sinusitis maksila kronik yang
mengenai satu sisi dengan ingus purulen dan napas berbau busuk.Untuk
mengobati sinusitisnya, gigi yang terinfeksi harus dicabut atau dirawat, dan
pemberian antibiotik yang mencakup bakteri anaerob.Seringkali juga perlu
dilakukan irigasi sinus maksila.

Sinusitis jamur
Sinusitis jamur adalah infeksi jamur pada sinus paranasal, suatu keadaan
yang tidak jarang ditemukan.Angka kejadiannya meningkat dengan meningkatnya
pemakaian antibiotik, kortikosteroid, obat-obat imunosupresan dan radioterapi.
Kondisi yang merupakan predisposisi antara lain diabetes melitus, neutropenia,
penyakit AIDS, dan perawatan yang lama di rumah sakit. Jenis jamur yang sering
menyebabkan infeksi sinus paranasal ialah spesies Aspergilus dan Candida.
Perlu diwaspadai adanya sinusitis jamur pada kasus sebagai berikut:
sinusitis unilateral, yang sukar disembuhkan dengan terapi antibiotik. Adanya
gambaran kerusakan tulang dinding sinus, atau bila ada membran berwarna putih
keabu-abuan pada irigasi antrum.
Para ahli membagi sinusitis jamur sebagai bentuk invasif dan non-
invasif.Sinusitis jamur invasif terbagi menjadi invasif akut fulminan dan invasif
kronik indolen.

14
Sinusitis jamur invasif akut, ada invasi jamur ke jaringan dan
vaskular.Sering terjadi pada pasien diabetes yang tidak terkontrol, pasien dengan
imunosupresi seperti leukemia dan neutropenia, pemakaian steroid lama dan
terapi imunosupresan.Imunitas yang rendah dan invasi pembuluh darah
menyebabkan penyebaran jamur sangat cepat dan dapat merusak dinding sinus,
jaringan orbita, dan sinus kavernosus.Di kavum nasi, mukosa berwarna biru
kehitaman dan ada mukosa konka atau septum yang nekrotik.Sering berakhir
dengan kematian.
Sinusitis jamur invasif kronik biasanya terjadi pada pasien dengan
gangguan imunologik atau metabolik seperti diabetes.Bersifat kronik progresif
dan bisa juga menginvasi sampai ke orbita atau intrakranial, tetapi gambaran
kliniknya tidak sehebat yang bersifat fulminan karena perjalanan penyakitnya
lebih lambat.Gejalanya seperti sinusitis bakterial, tetapi sekretnya kental dengan
bercak-bercak kehitaman, yang bila dilihat dengan mikroskop merupakan koloni
jamur.
Sinusitis jamur non-invasif, atau misetoma, merupakan kumpulan jamur di
dalam rongga sinus tanpa invasi ke dalam mukosa dan tidak sampai mendestruksi
tulang.Sering mengenai sinus maksila.Gejala klinis sering menyerupai sinusitis
kronis berupa rinore purulen, post nasal drip, dan napas bau. Kadang-kadang ada
massa jamur juga di kavum nasi. Pada operasi bisa ditemukan materi jamur
berwarna cokelat kehitaman dengan atau tanpa pus di dalam sinus.
Terapi untuk sinusitis jamur invasif ialah pembedahan, debridemen, anti
jamur sistemik, dan pengobatan terhadap penyakit dasarnya.Obat standar ialah
amfoterisin B, bisa ditambah dengan rifampisin atau flusitosin agar lebih efektif.
Pada misetoma hanya perlu terapi bedah untuk membersihkan massa jamur,
menjaga ventilasi dan drainase sinus. Tidak diperlukan anti jamur sistemik.

II.2.5. Manifestasi klinis


Keluhan utama rinosinusitis akut ialah hidung tersumbat disertai nyeri/rasa
tekanan pada muka dan ingus purulen, yang seringkali turun ke tenggorok (post
nasal drip).Dapat disertai gejala sistemik seperti demam dan lesu.

15
Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang terkena merupakan
ciri khas sinusitis akut, serta kadang-kadang nyeri juga terasa di tempat lain
(referred pain).Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila, nyeri di antara atau di
belakang orbita menandakan sinusitis ethmoid, nyeri di dahi atau seluruh kepala
menandakan sinusitis frontal.Pada sinusitis sfenoid, nyeri dirasakan di verteks,
oksipital, belakang orbita, dan daerah mastoid.Pada sinusitis maksila kadang-
kadang ada nyeri alih ke gigi dan telinga.
Gejala lain adalah sakit kepala, hiposmia/anosmia, halitosis, post nasal
drip yang menyebabkan batuk dan sesak napas pada anak.
Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit didiagnosis. Kadang-kadang
hanya 1 atau 2 gejala-gejala di bawah ini yaitu sakit kepala kronik, post nasal drip,
batuk kronik, gangguan tenggorok, gangguan telinga akibat sumbatan kronik
muara tuba eustachius, gangguan ke paru seperti bronkhitis (sino-bronkhitis),
bronkhiektasis dan yang penting adalah serangan asma yang meningkat dan sulit
diobati. Pada anak, mukopus yang tertelan dapat menyebabkan gastroenteritis.

II.2.6. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.Pemeriksaan fisik dengan rhinoskopi anterior, dan
posterior, pemeriksaan naso-endoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang
lebih tepat dan dini.Tanda khas ialah adanya pus di meatus medius (pada sinusitis
maksila dan ethmoid anterior dan frontal) atau di meatus superior (pada sinusitis
ethmoidalis posterior dan sfenoid).Pada rinosinusitis akut, mukosa edema dan
hiperemis.Pada anak sering ada pembengkakan dan kemerahan pada kantus
medius.
Pemeriksaan pembantu yang penting adalah foto polos atau CT-Scan.Foto
polos posisi Waters, PA, lateral, umumnya hanya mampu menilai kondisi sinus-
sinus besar seperti sinus maksila dan frontal. Kelainan akan terlihat
perselubungan, air-fluid level, atau penebalan mukosa.
CT-Scan sinus merupakan gold standard diagnosis sinusitis karena mampu
menilai secara anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus

16
secara keseluruhan dan perluasannya.Namun karena mahal hanya dikerjakan
sebagai penunjang diagnosis sinusitis kronis yang tidak membaik dengan
pengobatan atau pra-operasi sebagai panduan operator saat melakukan operasi
sinus.
Pada pemeriksaan transiluminasi sinus yang sakit akan menjadi suram atau
gelap. Pemeriksaan ini sudah jarang dilakukan karena sangat terbatas
kegunaannya.
Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi dilakukan dengan
mengambil sekret dari meatus medius/superior, untuk mendapatkan antibiotik
yang tepat guna.Lebih baik lagi bila diambil sekret yang keluar dari pungsi sinus
maksila.
Sinuskopi dilakukan dengan pungsi menembus dinding medial sinus
maksila melalui meatus inferior, dengan alat endoskop bisa dilihat kondisi sinus
maksila yang sebenarnya, selanjutnya dapat dilakukan irigasi sinus untuk terapi.

II.2.7. Terapi
Tujuan terapi sinusitis ialah mempercepat penyembuhan, mencegah
komplikasi, dan mencegah perubahan menjadi kronis.Prinsip pengobatan ialah
membuka sumbatan di kompleks osteo-meatal sehingga drainase dan ventilasi
sinus-sinus pulih secara alami.
Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut
bakterial, untuk menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta
membuka sumbatan ostium sinus.Antibiotik yang dipilih adalah golongan
penisilin seperti amoksisilin.Jika diperkirakan kuman telah resisten atau
memproduksi beta-laktamase, maka dapat diberikan amoksisilin-klavulanat atau
jenis sefalosporin generasi ke-2.Pada sinusitis antibiotik diberikan selama 10-14
hari walaupun gejala klinik sudah menghilang.Pada sinusitis kronik diberikan
antibiotik yang sesuai untuk kuman gram negatif dan anaerob.
Selain dekongestan oral dan topikal, terapi lain dapat diberikan jika
diperlukan, seperti analgetik, mukolitik, steroid oral/topikal, pencucian rongga
hidung dengan NaCl atau diatermi. Antihistamin tidak rutin diberikan karena sifat

17
antikolinergiknya dapat menyebabkan sekret jadi lebih kental.Bila ada alergi berat
sebaiknya diberikan antihistamin generasi ke-2.Irigasi sinus maksila atau Proetz
displacement juga merupakan terapi tambahan yang dapat bermanfaat.
Imunoterapi dapat dipertimbangkan jika pasien menderita kelainan alergi yang
berat.

Tindakan operasi
Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF/FESS) merupakan operasi
terkini untuk sinusitis kronik yang memerlukan operasi.Tindakan ini telah
menggantikan hampir semua jenis bedah sinus terdahulu karena memberikan hasil
yang lebih memuaskan dan tindakan lebih ringan dan tidak radikal. Indikasinya
berupa: sinusitis kronik yang tidak membaik setelah terapi adekuat, sinusitis
kronik disertai kista atau kelainan yang ireversibel, polip ekstensif, adanya
komplikasi sinusitis serta sinusitis jamur.

II.2.8. Komplikasi
Komplikasi sinusitis yang berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau
pada sinusitis kronis dengan eksarsebasi akut, berupa komplikasi orbita atau
intrakranial.
Kelainan orbita, disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan
mata, yaitu sinus ethmoid, kemudian frontal dan maksila.Penyebaran infeksi
terjadi melalui tromboflebitis dan perikontinuitatum.Kelainan yang dapat timbul
ialah edema palpebra, selulitis orbita, abses periosteal, abses orbita, dan
selanjutnya dapat terjadi trombosis sinus kavernosus.
Kelainan intrakranial dapat berupa meningitis, abses ekstradural/subdural,
abses otak dan trombosis sinus kavernosus.
Komplikasi juga dapat terjadi pada sinusitis kronis, berupa: Osteomielitis
dan abses periosteal. Paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya
ditemukan pada anak-anak.Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula
oroantral atau fistula pada pipi.

18
Kelainan paru seperti bronkhitis kronik dan bronkiektasis.Adanya kelainan
sinus paranasal disertai dengan kelainan paru ini disebut sino-bronkhitis.Selain
itu, dapat juga menyebabkan kambuhnya asma bronkhial yang sukar dihilangkan
sebelum sinusitisnya disembuhkan.

19
Daftar Pustaka

Soepardi, E. A., Iskandar, N., Bashiruddin, J., Restuti, R. D. 2014. Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher Ed. 7. Jakarta: FKUI.

Adams GL,Boeis LR, Higler PA. Buku Ajar Penyakit THT BOEIS Edisi
keenam:Anatomi dan Fisiologi Telinga.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.1997.p; 30-38.

20

Anda mungkin juga menyukai