Anda di halaman 1dari 17

FARMAKOLOGI BLOK 17

Reaksi pupil terhadap obat

Disusun oleh

Diaz
Vonny
Jonathan
Branden
Debby
Namira
Nadira
Rahayu

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
BANDUNG 2016
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Nkiwhd;oiehfoe ???????????
1.2 Tujuan

1.2.1. Untuk mengetahui cara evaluasi efek?????


1.2.2. Untuk memahami mekanisme kerja dari ????
ABSTRAK
Siapaaaaaaaaaaaaaaaaaaa????????????
1.3 DASAR TEORI

1.4 ALAT
-Beaker glass 500cc
-Statif

1.5 Obat-Obat dan Hewan coba


- HCL 0,5%/0,25%
- Lidokain 1%
- Strichnin 0,1%
- Ether
- NaCl fisiologis/Aquadest
Hewan Coba : Katak

1.6 CARA KERJA

1. Procain 1%/Xylocain 1%

Rusak otak katak dengan mengguntung tengkorak katak setinggi kelopa mata
dan jepitlah rahang bawahnya pada statif.

Celupkan selama 10 detik salah satu tungkai belakang dalam HCl 0,25%
dan catat waktu timbulnya refleks penarikan (onset of action).
Catat timbulnya refleks ini 5X dan ambil rata-ratanya
Celupkan tungkai belakang dalam larutan procain 1% (1-5menit)
Kemudian tentukan lagi seperti di atas kepekaan refleksnya

2. Strichnin

Pergunakan katak diatas, suntikan 0,5ml larutan strichnin 0,1% ke dalam


saccus lymphaticus dorsalisnya. Dengan interval 1 menit periksalah
kepekaan refleks terhadap pencelupan tungkai yang dipakai tadi dalam HCl
0,25%. Catat hasil yang didapat bbisa dalam bentuk table. Bila katak
mengalami konvulsi, masukkan katak ke dalam bekergelas tertutup yang
dasarnya telah diletakkan kapas dan sudah dibasahi ether.

3. Fisostigmin/Neostigmin

Ambil atak lain yang segar sebagai control, rusaklah otaknya dan
gantungkan rahang bawahnya pada statif. Tentukan waktu timbulnya
refleks (onset of action) penarikan satu tungkai belakang ke dalam larutan
Hcl 0,25%. Kemudian suntikkan 0,25ml fisostigin/neostigmin dengan
pengenceran : 1:10000 dalam saccus lymphaticus dorsalisnya. Dengan cara
yang sama seperti diatas, periksalah kepekaan refleks terhadap Hcl dengan
interval 1 menit. Bila kepekaan refleks tidak meninggi dengan nyata setelah
5-10 menit, ulangi suntikan fisistigmin/Neostigmin. Peninggian reflek
mungkin tampak sebagai peningkatan waktu refleks.

1.7 Hasil Percobaan

1.8 Pembahasan

1.9 Kesimpulan
FARMAKOLOGI BLOK 17

Reaksi pupil terhadap obat

Disusun oleh

Diaz
Vonny
Jonathan
Branden
Debby
Namira
Nadira
Rahayu

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
BANDUNG 2016
BAB I PENDAHULUAN

1.2 Latar Belakang


Nkiwhd;oiehfoe ???????????
1.5 Tujuan

1.2.1. Untuk mengetahui cara evaluasi efek?????


1.2.2. Untuk memahami mekanisme kerja dari ????
ABSTRAK
Siapaaaaaaaaaaaaaaaaaaa????????????
1.3 DASAR TEORI
ATROPIN
Atropin merupakan obat antikolinergik/parasimpatolitik.Antikolinergik adalah ester dari
asam aromatik dikombinasikan dengan basa organik. Ikatan ester adalah esensial dalam
ikatan yang efektif antara antikolinergik dengan reseptor asetilkolin. Obat ini berikatan
secara blokade kompetitif dengan asetilkolin dan mencegah aktivasi reseptor. Efek
selular dari asetilkolin yang diperantarai melalui second messenger seperti cyclic
guanosine monophosphate (cGMP) dicegah. Reseptor jaringan bervariasi sensitivitasnya
terhadap blockade.

- FARMAKODINAMIK
Atropin sebagai prototipe antimuskarinik. Atropin memblok asetilkolin endogen maupun
eksogen, tetapi hambatannya jauh lebih kuat terhadap eksogen. Pada dosis kecil (sekitar
0,5 mg) misalnya, atropin hanya menekan sekresi air liur, mukus bronkus dan keringat,
belum jelas mempengaruhi jantung. Pada dosis besar (0,5-1,0 mg) baru terlihat dilatasi
pupil, gangguan akomodasi, dan penghambatan N. Vagus sehingga terlihat takikardia.

SUSUNAN SARAF PUSAT.


Atropin merangsang medulla oblongata dan pusat lain di otak. Dalam dosis 0,5 mg,
merangsang N. Vagus sehingga frekuensi denyut jantung berkurang.

SISTEM KARDIOVASKULAR.
Dosis 0,25-0,5 mg yang biasa digunakan, frekuensi jantung berkurang, mungkin
disebabkan oleh perangsangan pusat vagus. Pada dosis lebih dari 2 mg, yang biasanya
hanya digunakan pada keracunan insektisida organofosfat, terjadi hambatan N. Vagus
sehingga terjadi takikardia. Atropin tidak mempengaruhi pembuluh darah maupun
tekanan darah secara langsung, tetapi dapat menghambat vasodilatasi oleh asetilkolin
atau ester kolin yang lain.

MATA.
Alkaloid belladona menghambat M. constrictor pupillae dan M. ciliaris lensa mata,
sehingga menyebabkan midriasi dan siklopegia (paralisis mekanisme akomodasi).
Midriasi mengakibatkan fotofobia, sedangkan siklopegia menyebabkan hilangnya
kemampuan melihat jarak.

SALURAN NAPAS.
Tonus bronkus sangat dipengaruhi oleh sistem parasimpatis melalui reseptor M3
demekian juga sekresi kelenjar submukosanya. Alkaloid belladona mengurangi sekret
hidung, faring, dan bronkus.

SALURAN CERNA.
Karena bersifat menghambat peristaltik lambung dan usus, atropin juga disebut
sebagai antispasmodik. Atropin juga menyebabkan berkurangnya sekresi liur dan
sebagian juga sekresi lambung.

OTOT POLOS LAIN.


Saluran kemih dipengaruhi oleh atropin dalam dosis agak besar (kira-kira 5 mg) dapat
mengakibatkan retensi urin yang disebabkan oleh relaksasi otot detrusor dan kontriksi
sfingter uretra; dalam keadaan retensi ringan, pasien harus mengejan sewaktu miksi.

KELENJAR EKSOKRIN.
Kelenjar eksokrin yang paling jelas dipengaruhi oleh atropin ialah kelenjar liur dalam
mulut serta bronkus.

- FARMAKOKINETIK
Alkaloid belladona mudah diserap disemua tempat, kecuali di kulit. Dari sirkulasi
darah, atropin cepat memasuki jaringan dan separuhnya mengalami hidrolisis
enzimatik dihepar. Sebagian dieksresi melalui ginjal dalam bentuk asal. Waktu paruh
atropin sekitar 4 jam. Antikolinergik sintetik yang merupakan amonium kuaterner,
misalnya skopolamin metilbromida, lebih sulit diabsorpsi sehingga perlu diberikan
dalam dosis yang lebih besar (2,5 mg), tetapi efek sentralnya tidak sekuat atropin
karena tidak melewati sawar darah otak. Absorpsi pirenzepin tidak lengkap (20-30%)
dan dipengaruhi oleh adanya makanan dalam lambung. Absorpsinya lebih baik bila
dikombinasi dengn antasida. Sebagian besar pirenzipen dieksresi melalui urin dan
feses dalam bentuk senyawa asalnya.

- INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI

SALURAN CERNA.
Antikolinergik digunakan untuk menghambat motilitas lambung dan usus. Terutama
dipakai pada ulkus peptikum dan sebagai pengobatan simtomatik pada berbagai
keadaan misalnya disentri, kolitis, divertikulitis dan kolik karena obat atau sebab lain.
Alkaloid belladona dan antimuskarinik lainnya tidak boleh diberikan pada pasien
glaukoma.

SALURAN NAPAS.
Antikolinergik berguna untuk mengurangi sekresi lendir hidung dan saluran napas
misalnya pada rinitis akut, koriza dan hay fever, tetapi terapi ini tidak memperpendek
masa sakit. Untuk bronkitis kronis dan emfisema, ipratropium bromida lebih efektif
daripada beta-2 agonis dan dapat dipertimbangkan sebagai obat pilihan utama,
khususnya untuk anak-anak dan pasien lanjut. Obat ini diperkirakan cukup aman
untuk pasien dengan glaukoma atau hipertropi prostat.

OFTALMOLOGI.
Antimuskarinik biasanya dipakai lokal untuk menimbulkan midriasis pada beberapa
keadaan, misalnya untuk melakuakan funduskopi, menghilangkan daya akomodasi
sewaktu pemeriksaan refraksi, dan untuk beberapa keadaan infeksi misalnya iritis,
indosiklitis dan keratitis. Semua pasien yang diberi antimuskarinik sebagai obat tetes
mata harus diperiksa dahulu untuk menyingkirkan adanya glaukoma, karena penyakit
ini merupakan kontraindikasi utama antikolinergik. Peninggian tekanan intraokuler
terus-menerus dapat menyebabkan kebutaan.

SUSUNAN SARAF PUSAT.


Parkinsonisme. Antikolinergik merupakan obat tambahan disamping levodopa.
Indikasi lain ialah mabuk perjalanan (motion sickness) misalnya mabuk laut, untuk ini
0,5-1,0 mg skopolamin dapat digunakan sebagai profilaksis.

INDIKASI LAIN.
Medikasi praanestesia.
Atropin berguna untuk mengurangi sekresi lendir jalan napas pada anestesia, terutama
anestesia inhalasi dengan gas yang merangsang.

Terhadap otot polos.


Efektivitasnya terhadap kolik ginjal atau saluran empedu juga tidak dapat dikatakan
konsisten dan untuk ini perlu dikombinasi dengan petidin atau analgesik lain. Tonus
kandung kemih memang dapat berkurang dan efek ini menjadi dasar penggunaan
tolterodin pada inkontinensia urin.

Toksikologi.
Atropin merupakan antidotum untuk keracunan antikolinesterase dan keracunan
kolinergik yang ditandai dengan gejala muskarinik. Selain itu, atropin berguna untuk
untuk mengatasi gejala parasimptomimetik yang menyertai pengobatan kolinergik
pada miastenia gravis karena obat ini tidak mengganggu efek kolinergik terhadap
obat rangka.

- EFEK SAMPING
Pada orang muda efek samping mulut kering, gangguan miksi, meteorisme sering
terjadi, tetapi tidak membahayakan. Pada orang tua dapat terjadi efek sentral terutama
berupa sindrom demensia. Memburuknya retensi urin pada pasien hipertrofi prostat
dan memburuknya penglihatan pada pasien glaukoma, menyebabkan obat ini kurang
diterima. Muka merah setelah pemberian atropin bukan reaksi alergi melainkan akibat
kompensasi pembuluh darah diwajah. Alergi terhadap atropin jarang ditemukan.

- INTOKSIKASI
Atropi dan skopolamin kadang-kadang menyebabkan keracunan, terutama pada anak,
karena kesalahan dalam menghitung dosis, atau sewaktu meracik obat kombinasi,
karena itu atropin tidak dianjurkan diberikan pada anak dibawah umur 4 tahun.
Pilokarpin
Pilokarpin merupakan obat kolinergik/ Parasimpatikomimetika, yaitu adalah sekelompok zat
yang dapat menimbulkan efek yang sama dengan stimulasi Susunan Parasimpatis (SP)

1.4 Dasar Teori

1.5 Alat-alat
- Penggaris millimeter
- senter
- Pipet Tetes
- Kapas
1.6 Obat-obat dan Hewan coba
- Larutan Pantokain 1%
- Larutan pilocarpin 1%
- Larutan atropine sulfat 1%
- Kelinci
1.7 Cara Kerja
Pilih seekor kelinci putih, letakkan diatas meja, perlakukan binatang
itu secara halus dalam penerangan yang baik.
Perhtikan lebar pupilnya ditempat yang agak gelap dan sewaktu mata
terkena cahaya terang. Refleks konsensuil seperti yang terdapat pada
manusia, tidak terdapat pada kelinci.
Ukur lebar pupil dengan penggaris millimeter pada keadaan cahaya
penerangan yang sama.
Catatlah hal ini pada semua obat yang diberikan.
1. Pantocakain 1%
Pada mata kiri kelici setiap 2 menit teteskan satu tetes larutan
pantokain 1%. Sesudah terjadi midriasis, periksa refleks kedip dari
kornea , bulu mata, dan retina (refleks cahaya kedip oleh cahaya
terang).
2. Pilocarpin
Pada mata kanan teteskan 1 tetes larutan pilocarpin. Periksalah
pupilnya setelah 1 menit. Bila belum terjadi miosis teteskan lagi
larutan pilocarpin, perhatikan apakah ada reaksi tambahan seperti
salvias dan defekasi.
3. Atropin sulfat
Sekarang pada mata anan teteskan larutan atropin sulfat. Setelah 1
menit perhatikan pupilnya dan penetesan obat dapat diulang sampai
didapatkan keadaan midriasis. Lihat reaksi pupil terhadap sinar.

1.8 Hasil Percobaan

1.9 Pembahasan

1.10 Kesimpulan
FARMAKOLOGI BLOK 17

Obat perangsang dan penghambat SSP

Disusun oleh

Diaz
Vonny
Jonathan
Branden
Debby
Namira
Nadira
Rahayu

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
BANDUNG 2016
BAB I PENDAHULUAN

1.11 Latar Belakang


Nkiwhd;oiehfoe ???????????
1.6 Tujuan

1.2.1. Untuk mengetahui cara evaluasi efek?????


1.2.2. Untuk memahami mekanisme kerja dari ????
ABSTRAK
Siapaaaaaaaaaaaaaaaaaaa????????????
1.3 Dasar teori

Anda mungkin juga menyukai