Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN

Stroke termasuk penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak) yang


ditandai dengan kematian jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena
berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak. Berkurangnya aliran darah dan
oksigen ini bisa dikarenakan adanya sumbatan, penyempitan atau pecahnya
pembuluh darah.1
Stroke didefinisikan adalah suatu gangguan fungsi saraf akut yang
disebabkan oleh karena gangguan peredaran darah otak, dimana secara mendadak
(dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) timbul gejala dan
tanda yang sesuai dengan daerah fokal otak yang terganggu.2
Stroke dibagi menjadi dua jenis berdasarkan etiologinya yaitu: stroke
infarkatau stroke non hemoragik maupun stroke perdarahan ataustroke hemoragik.2
Berdasarkan perjalanan klinisnya, stroke non hemoragik masih dapat lagi
dikelompokkan menjadi TIA, RIND, Stroke in evolution dan completed stroke.
Sedangkan pembagian stroke hemoragik menurut WHO ICD-NA 1987 adalah
perdarahan subaraknoid, perdarahan intraserebral dan perdarahan intrakranial non
spesifik dan yang lain misalnya, perdarahan ekstradural atau epidural non traumatik
dan perdarahan intrakranial non spesifik.2
Tanda dan gejala stroke Berdasarkan lokasinya di tubuh, gejala-gejala stroke
terbagi menjadi Bagian sistem saraf pusat: Kelemahan otot (hemiplegia), kaku,
menurunnya fungsi sensorik, Batangotak, dimana terdapat 12 sarafkranial: menurun
kemampuan membau, mengecap, mendengar, dan melihat parsial atau keseluruhan,
refleks menurun, ekspresi wajah terganggu, pernafasan dan detak jantung terganggu,
lidah lemah, Cerebral cortex: aphasia, apraxia, daya ingat menurun dan
kebingungan.3
Stroke merupakan penyebab utama kematian ketiga yang paling sering oleh
karena itu merupakan indikasi penting untuk perawatan di rumah sakit serta
merupakan penyebab ketidakmampuan pada kebanyakan negara industri. Morbiditas

1
yang lebih parah dan mortalitas yang lebih tinggi terdapat pada stroke hemoragik
dibandingkan stroke iskemik. Hanya 20% pasien yang mendapatkan kembali
kemandirian fungsionalnya.2
Resiko terjadinya stroke meningkat seiring dengan usia dan lebih tinggi
pada pria dibandingkan dengan wanita pada usia berapapun. Faktor resiko mayor
meliputi hipertensi arterial, penyakit diabetes mellitus, penyakit jantung. Faktor
resiko minor meliputi usia, jenis kelamin, genetik,perilaku merokok, hiperlipidemia
dan obesitas.3
Diagnosis dari lesi vaskular pada stroke bergantung secara esensial
pada pengenalan dari sindrom stroke, dimana tanpa adanya bukti yang
mendukungnya, diagnosis tidak akan pernah pasti. Riwayat yang tidak adekuat
adalah penyebab kesalahan diagnosis paling banyak. Bila data tersebut tidak dapat
dipenuhi, maka profil stroke masih harus ditentukan dengan memperpanjang periode
observasi selama beberapa hari atau minggu.4
Tujuan dari penatalaksanaan stroke secara umum adalah menurunkan
morbiditas dan menurunkan tingkat kematian serta menurunnya angka kecacatan.
Salah satu upaya yang berperan penting untuk mencapai tujuan tersebut adalah
pengenalan gejala-gejala stroke dan penanganan stroke secara dini dimulai dari
penanganan pra rumah sakit yang cepat dan tepat.Dengan penanganan yang benar-
benar pada jam-jam pertama paling tidak akan mengurangi kecacatan sebesar 30%
pada penderita stroke.1

2
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. SM
Umur : 51 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Palembang
Pekerjaan : Petani
MRS : 18 November 2016

DAFTAR MASALAH
No. Masalah Aktif Tanggal Masalah Tanggal
Pasif
1. Hemiparese sinistra 18
november
2016

2 Hipertensi Grade I 18
november
2016

II. DATA SUBJEKTIF


1. Keluhan utama : kelemahan anggota gerak kiri secara perlahan sejak 2 bulan
yang lalu
2. Riwayat Penyakit sekarang
Lokasi : Lengan kiri dan tungkai kiri
Kualitas : Perlahan-lahan melemah pada anggota gerak sebelah kiri
Kuantitas : Pasien tidak bisa beraktifitas

3
Kronologis :
Keluhan timbul pertama kali di awali dengan kelemahan jari ke empat dan ke
lima lengan kiri yang sifatnya menetap sejak 2 bulan yang lalu namun pasien
masih bisa beraktivitas dan pasien tidak pergi untuk berobat. Sebelumnya pasien
mempunyai riwayat sakit kepala 6 bulan yang lalu namun tidak pernah minum
obat hanya dipijat saja untuk meredakan sakit kepalanya. Selanjutnya keluhan
bertambah berat dengan lemahnya lengan kiri namun pasien masih bisa berjalan
sejak 1 bulan yang lalu dan pasien di rawat di RS bayangkara selama 4 hari,
selama perawatan keadaan pasien semakin memburuk disertai dengan kelemahan
tungkai kiri dan gangguan berbicara mual (-) muntah (-) demam (+) kejang (-).
Sepuluh hari setelah pulang dari RS pasien mengalami kejang selama 5 menit,
demam (+), pasien tidak sadar setelah kejang. Pasien sempat berobat ke alternatif
setelah mengalami kejang pertama selama dua minggu namun tidak ada
perbaikan, setelah itu pasien mengalami kejang kembali selama satu jam demam
(+) pasien tidak sadar setelah kejang dan di rujuk ke RS Raden Mattaher.
Gejala penyerta : kejang
Faktor memperberat : tekanan darah tinggi, usia lanjut
Faktor memperingan : tidur beristirahat

3. Riwayat penyakit dahulu :


- Riwayat hipertensi (+)
- Riwayat diabetes mellitus (-)
- Riwayat penyakit jantung (-)
- Riwayat trauma (-)
- Riwayat sakit kepala (+)

4. Riwayat penyakit keluarga :


- Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama
- Riwayat keluarga dengan darah tinggi (+) ayah pasien

4
5. Riwayat sosial ekonomi :
- Pasien adalah seorang petani bersama suami dan mempunyai 5 orang anak

III. DATA OBJEKTIF


1. Status Presens
Kesadaran : Stupor GCS : E3V3M5
Tekanan darah :150/90 mmHg
Nadi : 82 x/menit
Suhu : 37,8C
Respirasi : 24 x/menit
Kepala : mata : CA -/-, SI -/-, reflek cahaya +/+ isokhor
Leher : kaku kuduk (-) pembesaran KGB (-),
Dada : simetris, sikatrik (-), tidak ada retraksi
Jantung : Inspeksi : Ictus kordis tidak tampak
Palpasi : Ictus kordis teraba pada ICS V
Perkusi : Batas jantung DBN
Auskultasi : BJ I dan II regular, murmur (-/-), gallop (-/-)
Paru :Inspeksi :Pergerakan dinding dada simetris, retraksi (-), ketinggalan
gerak (-)
Palpasi : tactil fremitus (-)
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+) Ronchi (-/-), Wheezing (-/-)
Perut : Inspeksi : Datar, sikatrik (-)
Auskultasi : BU (+) normal
Palpasi : Soepel, hepar/lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani, asites (-)
Alat kelamin : tidak diperiksa
Ekstremitas : akral hangat, edema (-), kelemahan anggota gerak kiri
2. Status Psikiatri
Cara berpikir : sulit dinilai

5
Perasaan hati : normal
Tingkah laku : hipoaktif
Ingatan : sulit dinilai
Kecerdasan : sulit dinilai
3. Status Neurologikus
A. Kepala
Bentuk : normocephale
Nyeri tekan : (-)
Simetris : (+)
Pulsasi : (+)
B. Leher
Sikap : lurus
Pergerakan : baik
Kaku kuduk : (-)

6
C. Nervus Kranialis
Nervus Kranialis Kanan Kiri
N I (Olfaktorius)
Subjektif Sulit dinilai Sulit dinilai
Objektif (dengan bahan) Sulit dinilai Sulit dinilai
N II (Optikus)
Tajam penglihatan Sulit dinilai Sulit dinilai
Lapangan pandang Sulit dinilai Sulit dinilai
Melihat warna Sulit dinilai Sulit dinilai
Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N III (Okulomotorius)
Sela mata Simetris Simetris
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Pergerakan bola mata minimal Minimal
Nistagmus - -
Ekso/endotalmus - -
Pupil
bentuk Bulat, isokor, 3 mm Bulat, isokor, 3 mm
reflex cahaya (+) (+)
Melihat kembar Sulit dinilai Sulit dinilai
N IV (Trochlearis)
Pergerakan bola mata ke - -
bawah-dalam
Sikap bulbus - -
Melihat Kembar Sulit dinilai Sulit dinilai
N V (Trigeminus)
Motorik
Membuka mulut Bisa Bisa
Mengunyah Bisa Bisa
Menggigit Bisa Bisa
Reflek kornea + +
Sensibilitas muka Sulit dinilai Sulit dinilai
N VI (Abdusen)
Pergerakan bola mata - -
(lateral)
Sikap bulbus - -
Melihat Kembar Sulit dinilai Sulit dinilai
N VII (Fasialis)
Mengerutkan dahi - -
Menutup mata Normal Normal
Memperlihatkan gigi - -
Bersiul - -
Sensasi lidah 2/3 depan Sulit dinilai Sulit dinilai

7
N VIII (Vestibularis)
Suara berbisik - -
Detik arloji - -
Rinne test - -
Weber test - -
N IX (Glossofaringeus)
Perasaan lidah Sulit dinilai Sulit dinilai
Sensibilitas faring Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N X (Vagus)
Arkus faring Sulit dinilai
Berbicara Bisa
Menelan Bisa
Refleks muntah -
Nadi Normal, reguler
N XI (Assesorius)
Menoleh ke kanan + +
Menoleh ke kiri + +
Mengangkat bahu kanan - -
Mengangkat bahu kiri - -
N XII (Hipoglosus)
Pergerakan lidah Simetris
Tremor lidah -
Artikulasi -

D. Badan dan Anggota Gerak


a. Badan
Motorik Kanan Kiri
Respirasi Simetris Simetris
Duduk - -
Bentuk kolumna Normal Normal
vertebralis
Pergerakan kolumna Normal Normal
vertebralis

Sensibilitas
Raba Normal Normal
Nyeri Normal Normal

8
Thermi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Reflek
Reflek kulit perut atas tidak dilakukan tidak dilakukan
Reflek kulit perut tengah tidak dilakukan tidak dilakukan
Reflek kulit perut bawah tidak dilakukan tidak dilakukan
Reflek kremaster tidak dilakukan tidak dilakukan

b. Anggota Gerak atas

Motorik Kanan Kiri


Pergerakan Normal hipoaktif
Kekuatan 4 0
Tonus eutoni hipertonus
Trofi Eutrofi Eutrofi
Sensibilitas
Raba Normal Normal
Nyeri Normal Normal
Thermi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Refleks
Biseps + +
Triseps + +
Radius + +
Ulna + +
Hoffman-Tromner - -

c. Anggota gerak bawah


Motorik Kanan Kiri
Pergerakan Normal hipoaktif
Kekuatan 4 0
Tonus eutoni hipertonus

9
Trofi Eutrofi Eutrofi
Sensibilitas
Raba Normal Normal
Nyeri Normal Normal
Thermi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Refleks
Patella + +
Achilles + +
Babinsky - +
Oppenheim - -
Chaddock - -
Schaefer - -
Rosolimo - -
Mendel-Bechtrew - -
Klonus paha - -
Klonus kaki - -
Test Laseque - -
Test Kernig - -

E. Koordinasi, Gait, Keseimbangan


Cara berjalan : Tidak dilakukan
Test Romberg : Tidak dilakukan
Disdiadokinesis : Tidak dilakukan
Ataksia : Tidak dilakukan
Rebound phenomen : Tidak dilakukan
Dismetria : Tidak dilakukan
F. Gerakan Abnormal
Tremor : (-)
Miokloni : (-)

10
Khorea : (-)
Rigiditas : (-)

G. Alat Vegetatif
Miksi : tidak ada kelainan
Defekasi : tidak ada kelainan
Ereksi : tidak dilakukan

H. Test Tambahan
Test Nafziger : tidak dilakukan
Test Valsava : tidak dilakukan

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah rutin :
WBC : 6,2 103/mm3 (3.5-10.0)
RBC : 4,33 106/mm3 (3.80-5.80)
HGB : 13,9 g/dl (11.0-16.5)
HCT : 35,8 % (35.0-50.0)
PLT : 200 103/mm3 (150-390)
GDS : 108 mg/dl

Kimia darah Faal ginjal :


Ureum : 19,0 mg/dl
Kreatinin: 0,6 mg/dl
Asam urat : 2,9 mg/dl

Faal lemak :
Kolesterol : 167 mg/dl
Trigliserida : 53 mg/dl
HDL : 32 mg/dl

11
LDL : 124 mg/dl

Elektrolit
Natrium (Na) : 140,0 mmol/L
Kalium (K) : 3,74 mmol/L
Chlorida (Cl) : 101,05 mmol/L
Calcium (Ca) : 1,46 mmol/L

IV. RINGKASAN
S : Dari anamnesis didapatkan sejak 2 bulan yang lalu pasien mengalami kelemahan
anggota gerak kiri secara perlahan lahan dengan diawali pada jari ke empat dan
ke lima, lalu semakin bertambah berat dengan kelemahan pada lengan kiri.
Pasien di rawat di RS bayangkara selama 4 hari dengn kondisi semakin
memburuk dengan kelamahan tungkai kiri dan gangguan berbicara. Setelah dari
RS pasien sempat kejang dua kali lima menit dan satu jam, pasien tidak sadar
setelah kejang dan dirujuk ke RS Raden Mattaher.
O:
Kesadaran : Stupor, GCS = 11: TD : 150/90 mmHg, N : 82x/mnt, S : 37,8C, RR : 24
x/mnt
Pada anggota gerak sebelah kiri didapatkan : hipoaktif, kekuatan motorik (0),
babinski (+). Pada anggota gerak sebelah kanan dalam batas normal. Defisit
sensoris (-)
A:
Diagnosis klinik : Completed stroke + hemiparese sinistra

Diagnosis topis : Hemisfer cerebri dextra

Diagnosis etiologis : Suspect Stroke non hemoragik


Suspect tumor otak
Suspect infeksi otak

12
P:
Anjuran pemeriksaan :
CT Scan kepala tanpa kontras

Terapi :
Non Farmakologi : O2 nasal kanul 2 L/mnt
Bed Rest, kepala dan dada pada satu bidang, ubah posisi tidur
setiap 2 jam, mobilisasi jika hemodinamik stabil
Fisioterapi
Farmakologi :
- IVFD RL 20 gtt
- inj. Ranitidin 3x50 gr IV
- inj. Ceftriaxon 2 x 2 gr IV
- Amlodipin 1x10 mg peroral (0-0-1)
- Paracetamol 500 mg jika demam
- Penitoin 3 x 100 gr

Monitoring : pantau vital sign, fungsi motoric, nervus cranialis

Edukasi :
- Menjelaskan pada pasien dan keluarga tentang penyakit yang diderita
- Mengedukasi pasien untuk mengubah pola hidup sehat seperti : mengatur pola
makan yang sehat, mengurangi makan makanan yang bersantan dan berlemak,
olahraga seperti jalan pagi, istirahat yang cukup, hindari stress dan rutin minum
obat hipertensi dan kontrol ulang ke dokter setiap bulan.

13
V. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad malam
Quo ad sanam : dubia ad bonam

VI. FOLLOW UP
Tanggal 19 november 2016
Rawatan Hari ke-2
S :Anggota gerak kiri tidak bisa digerakkan, tidak bisa bicara, kejang (-)

O: Kes : stupor GCS (11)

TD : 150/90 mmHg N: 82 x/m S : 378C RR : 24 x/m

A: Diagnosis klinik : Hemiparese sinistra


Diagnosis topis : Hemisferium cerebri dextra
Diagnosis etiologis : Susp Stroke non hemoragik
P:
- IVFD Nacl 20 gtt/I
- Inj. Ranitidin 3x50 gr Intravena
- Amlodipin 1x10 mg peroral (0-0-1)
- Inj. Ceftriaxon 2x2gr IV
Tanggal 20 november 2016
Rawatan Hari ke-3
S :Anggota gerak kiri tidak bisa digerakkan, tidak bisa bicara, kejang (-)

O: Kes : stupor GCS (11)

TD : 150/90 mmHg N: 82 x/m S : 378C RR : 24 x/m

A: Diagnosis klinik : Hemiparese sinistra


Diagnosis topis : Hemisferium cerebri dextra
Diagnosis etiologis : Susp Stroke non hemoragik

14
P:
- IVFD Nacl 20 gtt/I
- Inj. Ranitidin 3x50 gr Intravena
- Inj. Ceftriaxon 2x2gr IV
- Amlodipin 1x10 mg peroral (0-0-1)

Tanggal 21 november 2016


Rawatan Hari ke-4
S :Anggota gerak kiri tidak bisa digerakkan, bicara minimal, kejang (-)

O: Kes : stupor GCS (11)

TD : 150/90 mmHg N: 82 x/m S : 378C RR : 24 x/m

A: Diagnosis klinik : Hemiparese sinistra


Diagnosis topis : Hemisferium cerebri dextra
Diagnosis etiologis : Susp Stroke non hemoragik
P:
- IVFD Nacl 20 gtt/I
- Inj. Ranitidin 3x50 gr Intravena
- Inj. Ceftriaxon 2x2gr IV
- Amlodipin 1x10 mg peroral (0-0-1)

Tanggal 22 november 2016


Rawatan Hari ke-5
S :Anggota gerak kiri tidak bisa digerakkan, bicara minimal, kejang (-)

O: Kes : stupor GCS (12)

TD : 150/90 mmHg N: 82 x/m S : 378C RR : 24 x/m

A: Diagnosis klinik : Hemiparese sinistra

15
Diagnosis topis : Hemisferium cerebri dextra
Diagnosis etiologis : Susp Stroke non hemoragik
P:
- IVFD Nacl 20 gtt/I
- Inj. Ranitidin 3x50 gr Intravena
- Inj. Ceftriaxon 2x2gr IV
- Amlodipin 1x10 mg peroral (0-0-1)

Tanggal 23 november 2016


Rawatan Hari ke-6
S :Anggota gerak kiri tidak bisa digerakkan, bicara minimal, kejang (-)

O: Kes : stupor GCS (12)

TD : 150/90 mmHg N: 82 x/m S : 378C RR : 24 x/m

A: Diagnosis klinik : Hemiparese sinistra


Diagnosis topis : Hemisferium cerebri dextra
Diagnosis etiologis : Susp Stroke non hemoragik
P:
- IVFD Nacl 20 gtt/I
- Inj. Ranitidin 3x50 gr Intravena
- Inj. Ceftriaxon 2x2gr IV
- Amlodipin 1x10 mg peroral (0-0-1)

Tanggal 24 november 2016


Rawatan Hari ke-7
S :Anggota gerak kiri tidak bisa digerakkan, bicara minimal, kejang (-)
O: Kes : stupor GCS (12)

TD : 150/90 mmHg N: 82 x/m S : 378C RR : 24 x/m

A: Diagnosis klinik : Hemiparese sinistra

16
Diagnosis topis : Hemisferium cerebri dextra
Diagnosis etiologis : Susp Stroke non hemoragik
P:
- IVFD Nacl 0,9 % 20 gtt/I
- Inj. Ranitidin 3x50 gr Intravena
- Inj. Dexametason 3 x 2 gr IV
- Inj. Ceftriaxon 2x2gr IV
- Metronidazol 3x50gr
- Inj diazepam 1 amp jika kejang
- Panitoiin 2x 100mg cap PO

17
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stroke Non Hemoragik


Definisi
Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif cepat,
berupa defisit neurologis fokal dan/atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih
atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan gangguan
peredaran darah otak non traumatik.

2.2 Insiden
Stroke mengenai semua usia, termasuk anak-anak. Namun, sebagian besar
kasus dijumpai pada orang-orang yang berusia di atas 40 tahun. Makin tua umur,
resiko terjangkit stroke makin besar. Penyakit ini juga tidak mengenal jenis kelamin.
Tetapi, stroke lebih banyak menjangkiti laki-laki daripada perempuan. Lalu dari segi
warna kulit, orang berkulit berwarna berpeluang terkena stroke lebih besar daripada
orang berkulit putih.2

2.3 Epidemiologi
Stroke adalah penyebab cacat nomor satu dan penyebab kematian nomor dua
di dunia. Penyakit ini telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia dan semakin
penting, dengan dua pertiga stroke sekarang terjadi di negara-negara yang sedang
berkembang.3
Menurut taksiran Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sebanyak 20,5 juta
jiwa di dunia sudah terjangkit stroke pada tahun 2001. Dari jumlah itu 5,5 juta telah
meninggal dunia. Penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi menyumbangkan
17,5 juta kasus stroke di dunia.2
Di Amerika Serikat, stroke menempati posisi ketiga sebagai penyakit utama
yang menyebabkan kematian. Posisi di atasnya dipegang penyakit jantung dan
kanker. Di negeri Paman Sam ini, setiap tahun terdapat laporan 700.000 kasus stroke.

18
Sebanyak 500.000 diantaranya kasus serangan pertama, sedangkan 200.000 kasus
lainnya berupa stroke berulang. Sebanyak 75 persen penderita stroke menderita
lumpuh dan kehilangan pekerjaan.2
Di Indonesia penyakit ini menduduki posisi ketiga setelah jantung dan
kanker. Sebanyak 28,5 persen penderita stroke meninggal dunia. Sisanya menderita
kelumpuhan sebagian maupun total. Hanya 15 persen saja yang dapat sembuh total
dari serangan stroke dan kecacatan.2

2.4 Faktor Resiko4,6

2.5 Klasifikasi
Stroke iskemik dapat dijumpai dalam 4 bentuk klinis:1
1. Serangan Iskemia Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)
Pada bentuk ini gejalah neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran
darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
2. Defisit Neurologik Iskemia Sepintas/Reversible Ischemic Neurological
Deficit (RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih dari 24
jam, tapi tidak lebih dari seminggu.
3. Stroke progresif (Progressive Stroke/Stroke in evolution)
Gejala neurologik makin lama makin berat.

19
4. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Gejala klinis sudah menetap.

2.6 Etiologi
Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering disebabkan
oleh emboli ektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke non
hemoragik juga dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada tingkatan
seluler, setiap proses yang mengganggu aliran darah menuju otak menyebabkan
timbulnya kaskade iskemik yang berujung pada terjadinya kematian neuron dan
infark serebri.4
1. Emboli
Sumber embolisasi dapat terletak di arteria karotis atau vertebralis akan tetapi dapat
juga di jantung dan sistem vaskuler sistemik.5
a. Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau vertebralis, dapat berasal
dari plaque athersclerotique yang berulserasi atau dari trombus yang melekat
pada intima arteri akibat trauma tumpul pada daerah leher.
b. Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:
Penyakit jantung dengan shunt yang menghubungkan bagian kanan dengan
bagian kiri atrium atau ventrikel.
Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan
gangguan pada katup mitralis.
Fibralisi atrium
Infark kordis akut
Embolus yang berasal dari vena pulmonalis.
Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung
miksomatosus sistemik.
c. Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:
Emboli septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis.
Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru.
Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit caisson).

20
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari right-sided
circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli kardiogenik adalah
trombus valvular (seperti pada mitral stenosis, endokarditis, katup buatan), trombus
mural (seperti infark miokard, atrial fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung
kongestif). Sebanyak 2-3 % stroke emboli diakibatkan oleh infark miokard dan 85 %
di antaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya infark miokard.4

2. Trombosis

Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar
(termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus Willisi
dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling sering adalah titik
percabangan arteri serebral utamanya pada daerah distribusi dari arteri karotis
interna. Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah
(sehingga meningkatkan resiko pembentukan trombus aterosklerosis (ulserasi plak),
dan perlengketan platelet.4

Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisetemia, anemia sickle sel,


defisiensi protein C, displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan vasokonstriksi
yang berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap proses yang menyebabkan
diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan terjadinya stroke trombotik
(contohnya trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis).4

2.7 Patofisiologi

Infark iskemik serebri, sangat erat hubungannya aterosklerosis (terbentuknya


ateroma) dan arteriolosklerosis.1,6

Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinik dengan


cara:1

21
a. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran
darah.
b. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus atau peredaran
darah aterom.
c. Merupakan terbentuknya trombus yang kemudian terlepas sebagai emboli.
d. Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma yang
kemudian dapat robek.

Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak:1


a. Keadaan pembuluh darah, bila menyempit akibat stenosis atau ateroma atau
tersumbat oleh trombus/embolus.
b. Keadaan darah: viskositas darah yang meningkat, hematokrit yang meningkat
(polisetemial) yang menyebabkan aliran darah ke otak lebih lambat: anemia yang
berat menyebabkan oksigenasi otak menurun.
c. Tekanan darah sistematik memegang peranan tekanan perfusi otak. Perlu diingat
apa yang disebut otoregulasi otak yakni kemampuan intrinsik dari pembuluh
darah otak agar aliran darah otak tetap konstan walaupun ada perubahan dari
tekanan perfusi otak.Batas normal otoregulasi antara 50-150 mmHg. Pada
penderita hipertensi otoregulasi otak bergeser ke kanan.
d. Kelainan jantung
Menyebabkan menurunnya curah jantung a.l. fibrilasi, blok jantung.
Lepasnya embolus menimbulkan iskemia di otak.

2.8 Diagnosis
1. Gambaran Klinis

A. Anamnesis
Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami defisit
neurologi akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat kesadaran. Tidak
terdapat tanda atau gejala yang dapat membedakan stroke hemoragik dan non

22
hemoragik meskipun gejalah seperti mual muntah, sakit kepala dan perubahan
tingkat kesadaran lebih sering terjadi pada stroke hemoragik.
Beberapa gejala umum yang terjadi pada stroke meliputi hemiparese,
monoparese, atau qudriparese, hilangnya penglihatan monokuler atau binokuler,
diplopia, disartria, ataksia, vertigo, afasia, atau penurunan kesadaran tiba-tiba.
Meskipun gejala-gejala tersebut dapat muncul sendiri namun umumnya muncul
secara bersamaan. Penentuan waktu terjadinya gejala-gejala tersebut juga penting
untuk menentukan perlu tidaknya pemberian terapi trombolitik.
B. Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke
ekstrakranial, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai stroke, dan
menentukan beratnya defisit neurologi yang dialami. Pemeriksaan fisik harus
mencakup pemeriksaaan kepala dan leher untuk mencari tanda trauma, infeksi, dan
iritasi meningen. Pemeriksaan terhadap faktor kardiovaskuler penyebab stroke
membutuhkan pemeriksaan fundus okuler (retinopati, emboli, perdarahan), jantung
(ritmik ireguler, bising), dan vaskuler perifer (palpasi arteri karotis, radial, dan
femoralis). Pasien dengan gangguan kesadaran harus dipastikan mampu untuk
menjaga jalan napasnya sendiri.4

C. Pemeriksaan Neurologi7

Manifestasi klinis bergantung pada neuroanatomi dan vaskularisasinya.


Gejala klinis dan defisit neurologis yang ditemukan berguna untuk menilai lokasi
iskemi

a. Gangguan peredaran darah arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis


hemihipestesis kontralateral yang terutama melibatkan tungkai
b. Ganguan peredaran darah arteri serebri media menyebabkan hemiparesis dan
hemihipestesi kontralateral yang terutama mengenai lengan disertai gangguan
luhur berupa afasia (bila mengenai area otak dominan) atau hemispatial neglect
(bila mengenai area otak non dominan)

23
c. Gangguan peredaran darah arteri serebri posterior menimbulkan hemianopsis
homonim atau kuadrantanopsi kontralateral tanpa disertai gangguan motorik
maupun sensorik. Gangguan daya ingat terjadi bila terjadi infark pada lobus
temporalis medial. Aleksia tanpa agrafia timbul bila infark terjadi pada korteks
visual dominan dan splenium korpus kalosum. Agnosia dan prosopagnosia
(ketidakmampuan mengenali wajah). Timbul akibat infark pada kortek
temporooksipital inferior.
d. Gangguan peredaran darah batang otak menyebabkan gangguan sraf kranial
seperti disarti,diplopi, vertigo, gangguan serebral, seperti ataksia atau hilang
keseimbangan atau penurunan kesadaran.
e. Infark lakunar merupakan infark kecil dengan klinis gangguan murni motorik
atau sensorik tanpa disertai gangguan fungsi luhur.

D. Gajah mada skor7

penurunan
nyeri kepala babinski jenis stroke
kesadaran
+ + + perdarahan
+ - - Perdarahan
- + + Perdarahan
- + - Perdarahan
- - + Iskemik

E. Skor SIRIRAJ

S : Kesadaran 0 = Kompos Mentis


1 = Somnolen
2 = Stupor/Koma
M : Muntah 0 = Tidak Ada

24
1 = Ada
D : Tekanan Diastolik
N : Nyeri Kepala 0 = Tidak Ada
1 = Ada
A : Ateroma 0 = Tidak Ada
1 = salah satu atau lebih (DM, Angina, PenyakitPembuluh
Darah )

Rumus : ( 2.5 x S ) + ( 2 x M ) + ( 2 x N ) + ( 0.1 D ) ( 3 x A ) 12

Keterangan : Skor SSS > 1 : Perdarahan Supratentorial


Skor SSS < -1 : Infark Serebri
Skor SSS -1 s/d 1 : Meragukan ( Perlu CT scan )

F. Gambaran Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran dan mungkin
pula menunjukkan faktor resiko stroke seperti polisitemia, trombositosis,
trombositopenia, dan leukemia). Pemeriksaan ini pun dapat menunjukkan
kemungkinan penyakit yang sedang diderita saat ini seperti anemia.9
Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan yang
memiliki gejala seperti stoke (hipoglikemia, hiponatremia) atau dapat pula
menunjukkan penyakit yang diderita pasien saat ini (diabetes, gangguan ginjal).9
Pemeriksaan koagulasi dapat menunjukkan kemungkinan koagulopati pada
pasien. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna jika digunakan terapi trombolitik
dan antikoagulan.9
Biomarker jantung juga penting karena eratnya hubungan antara stroke
dengan penyakit jantung koroner. Penelitian lain juga mengindikasikan adanya
hubungan anatara peningkatan enzim jantung dengan hasih yang buruk dari stroke.9

G. Gambaran Radiologi

25
CT scan kepala non kontras
Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dan
stroke non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke non hemoragik memerlukan
pemberian trombolitik sesegera mungkin. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna
untuk menentukan distribusi anatomi dari stroke dan mengeliminasi kemungkinan
adanya kelainan lain yang gejalahnya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma,
abses).4
Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus dipahami.
Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah hipodense regional yang
menandakan terjadinya edema di otak. Jika setelah 3 jam terdapat daerah hipodense
yang luas di otak maka diperlukan pertimbangan ulang mengenai waktu terjadinya
stroke. Tanda lain terjadinya stroke non hemoragik adalah adanya insular ribbon
sign, hiperdense MCA (oklusi MCA), asimetris sulkus, dan hilangnya perberdaan
gray-white matter.4,8

CT perfussion
Modalitas ini merupakan modalitas baru yang berguna untuk
mengidentifikasi daerah awal terjadinya iskemik. Dengan melanjutkan pemeriksaan
scan setelah kontras, perfusi dari region otak dapat diukur. Adanya hipoatenuasi
menunjukkan terjadinya iskemik di daerah tersebut.4,9

CT angiografi (CTA)
Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan CT angiografi
(CTA). Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi defek pengisian arteri serebral yang
menunjukkan lesi spesifik dari pembuluh darah penyebab stroke. Selain itu, CTA
juga dapat memperkirakan jumlah perfusi karena daerah yang mengalami
hipoperfusi memberikan gambaran hipodense.(4)

MR angiografi (MRA)

26
MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan oklusi lebih awal
pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan pemeriksaan MRI lainnya
memerlukan biaya yang tidak sedikit serta waktu pemeriksaan yang agak panjang.4,10
Protokol MRI memiliki banyak kegunaan untuk pada stroke akut. MR T1 dan
T2 standar dapat dikombinasikan dengan protokol lain seperti diffusion-weighted
imaging (DWI) dan perfussion-weighted imaging (PWI) untuk meningkatkan
sensitivitas agar dapat mendeteksi stroke non hemoragik akut. DWI dapat
mendeteksi iskemik lebih cepat daripada CT scan dan MRI. Selain itu, DWI juga
dapat mendeteksi iskemik pada daerah kecil. PWI dapat mengukur langsung perfusi
daerah di otak dengan cara yang serupa dengan CT perfusion. Kontras dimasukkan
dan beberapa gambar dinilai dari waktu ke waktu serta dibandingkan.4

USG, ECG, EKG, Chest X-Ray


Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG.Jika dicurigai stenosis atau
oklusi arteri karotis maka dapat dilakukan pemeriksaan dupleks karotis.USG
transkranial dopler berguna untuk mengevaluasi anatomi vaskuler proksimal lebih
lanjut termasuk di antaranya MCA, arteri karotis intrakranial, dan arteri
vertebrobasiler.Pemeriksaan ECG (ekhokardiografi) dilakukan pada semua pasien
dengan stroke non hemoragik yang dicurigai mengalami emboli
kardiogenik.Transesofageal ECG diperlukan untuk mendeteksi diseksi aorta
thorasik.Selain itu, modalitas ini juga lebih akurat untuk mengidentifikasi trombi
pada atrium kiri. Modalitas lain yang juga berguna untuk mendeteksi kelainan
jantung adalah EKG dan foto thoraks.(4)

27
2.9 Penatalaksanaan

Target managemen stroke non hemoragik akut adalah untuk menstabilkan


pasien dan menyelesaikan evaluasi dan pemeriksaan termasuk diantaranya pencitraan
dan pemeriksaan laboratorium dalam jangka waktu 60 menit setelah pasien tiba.
Keputusan penting pada manajemen akut ini mencakup perlu tidaknya intubasi,
pengontrolan tekanan darah, dan menentukan resiko atau keuntungan dari pemberian
terapi trombolitik.6,12

1. Penatalaksanaan Umum
a. Airway and breathing
Pasien dengan GCS 8 atau memiliki jalan napas yang tidak adekuat atau paten
memerlukan intubasi.Jika terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial
(TIK) maka pemberian induksi dilakukan untuk mencegah efek samping dari
intubasi. Pada kasus dimana kemungkinan terjadinya herniasi otak besar maka
target pCO2 arteri adalah 32-36 mmHg. Dapat pula diberikan manitol intravena
untuk mengurangi edema serebri.Pasien harus mendapatkan bantuan oksigen jika
pulse oxymetri atau pemeriksaan analisa gas darah menunjukkan terjadinya
hipoksia. Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan hipoksia pada stroke non
hemoragik adalah adanya obstruksi jalan napas parsial, hipoventilasi, atelektasis
ataupun GERD.11,12
b. Circulation
Pasien dengan stroke non hemoragik akut membutuhkan terapi intravena dan
pengawasan jantung.Pasien dengan stroke akut berisiko tinggi mengalami aritmia
jantung dan peningkatan biomarker jantung. Sebaliknya, atrial fibrilasi juga dapat
menyebabkan terjadinya stroke.11,12
c. Pengontrolan gula darah
Beberapa data menunjukkan bahwa hiperglikemia berat terkait dengan prognosis
yang kurang baik dan menghambat reperfusi pada trombolisis.Pasien dengan
normoglokemik tidak boleh diberikan cairan intravena yang mengandung
glukosa dalam jumlah besar karena dapat menyebabkan hiperglikemia dan

28
memicu iskemik serebral eksaserbasi.Pengontrolan gula darah harus dilakukan
secara ketat dengan pemberian insulin.Target gula darah yang harus dicapai
adalah 90-140 mg/dl. Pengawasan terhadap gula darah ini harus dilanjutkan
hingga pasien pulang untuk mengantisipasi terjadinya hipoglikemi akibat
pemberian insulin.11,12

d. Posisi kepala pasien


Penelitian telah membuktikan bahwa tekanan perfusi serebral lebih maksimal
jika pasien dalam pasien supinasi.Sayangnya, berbaring telentang dapat
menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial padahal hal tersebut tidak
dianjurkan pada kasus stroke. Oleh karena itu, pasien stroke diposisikan telentang
dengan kepala ditinggikan sekitar 30-45 derajat.(11,12)

e. Pengontrolan tekanan darah

Pada keadaan dimana aliran darah kurang seperti pada stroke atau peningkatan
TIK, pembuluh darah otak tidak memiliki kemampuan vasoregulator sehingga
hanya bergantung pada maen arterial pressure (MAP) dan cardiac output (CO)
untuk mempertahankan aliran darah otak. Oleh karena itu, usaha agresif untuk
menurunkan tekanan darah dapat berakibat turunnya tekanan perfusi yang
nantinya akan semakin memperberat iskemik. Di sisi lain didapatkan bahwa
pemberian terapi anti hipertensi diperlukan jika pasien memiliki tekanan darah
yang ekstrim (sistole lebih dari 220 mmHg dan diastole lebih dari 120 mmHg)
atau pasien direncanakan untuk mendapatkan terapi trombolitik.11,12

Untuk pasien dengan TD sistolik di atas 220 mmHg atau diastolik antara 120-140
mmHg maka pasien dapat diberikan labetolol (10-20 mmHg IV selama 1-2 menit
jika tidak ada kontraindikasi. Dosis dapat ditingkatkan atau diulang setiap 10
menit hingga mencapai dosis maksiamal 300 mg. Sebagai alternatif dapat
diberikan nicardipine (5 mg/jam IV infus awal) yang dititrasi hingga mencapai
efek yang diinginkan dengan menambahkan 2,5 mg/jam setiap 5 menit hingga

29
mencapai dosis maksimal 15 mg/jam. Pilihan terakhir dapat diberikan
nitroprusside 0,5 mcg/kgBB/menit/IV via syringe pump. Target pencapaian terapi
ini adalah nilai tekanan darah berkurang 10-15 persen.11,12

Pada pasien yang akan mendapatkan terapi trombolitik, TD sistolik lebih 185
mmHg, dan diastolik lebih dari 110 mmHg maka dibutuhkan antihipertensi.
Pengawasan dan pengontrolan tekanan darah selama dan setelah pemberian
trombolitik agar tidak terjadi komplikasi perdarahan. Preparat antihipertensi yang
dapat diberikan adalah labetolol (10-20 mmHg/IV selama 1-2 menit dapat
diulang satu kali). Alternatif obat yang dapat digunakan adalah nicardipine infuse
5 mg/jam yang dititrasi hingga dosis maksimal 15 mg/jam.11,12

Pengawasan terhadap tekanan darah adalah penting. Tekanan darah harus


diperiksa setiap 15 menit selama 2 jam pertama, setiap 30 menit selama 6 jam
berikutnya, dan setiap jam selama 16 jam terakhir. Target terapi adalah tekanan
darah berkurang 10-15 persen dari nilai awal. Untuk mengontrol tekanan darah
selama opname maka agen berikut dapat diberikan.11,12

TD sistolik 180-230 mmHg dan diastolik 105-120 mmHg maka dapat diberikan
labetolol 10 mg IV selama 1-2 menit yang dapat diulang selama 10-20 menit
hingga maksimal 300 mg atau jika diberikan lewat infuse hingga 2-8 mg/menit.

TD sistolik lebih dari 230 mmHg atau diastolik 121-140 mmHg dapat diberikan
labetolol dengan dosis diatas atau nicardipine infuse 5 mg/jam hingga dosis
maksimal 15mg/jam.

Penggunaan nifedipin sublingual untuk mengurangi TD dihindari karena dapat


menyebabkan hipotensi ekstrim.

f. Pengontrolan demam

30
Antipiretik diindikasikan pada pasien stroke yang mengalami demam karena
hipertermia (utamanya pada 12-24 jam setelah onset) dapat menyebabkan trauma
neuronal iskemik. Sebuah penelitian eksprimen menunjukkan bahwa hipotermia
otak ringan dapat berfungsi sebagai neuroprotektor.11,12

g. Pengontrolan edema serebri

Edema serebri terjadi pada 15 persen pasien dengan stroke non hemoragik dan
mencapai puncak keparahan 72-96 jam setelah onset stroke. Hiperventilasi dan
pemberian manitol rutin digunakan untuk mengurangi tekanan intrakranial
dengan cepat.11,12,13,14

h. Pengontrolan kejang

Kejang terjadi pada 2-23 persen pasien dalam 24 jam pertama setelah onset.
Meskipun profilaksis kejang tidak diindikasikan, pencegahan terhadap sekuel
kejang dengan menggunakan preparat antiepileptik tetap direkomendasikan.11,12

i. Penatalaksanaan Khusus
Terapi Trombolitik
Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan secara intravena
akan mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu enzim proteolitik yang
mampu menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan protein pembekuan lainnya.12
Pada penelitian NINDS (National Institute of Neurological Disorders and Stroke)
di Amerika Serikat, rt-PA diberikan dalam waktu tidak lebih dari 3 jam setelah
onset stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg) dan 10% dari dosis
tersebut diberikan secara bolus IV sedang sisanya diberikan dalam tempo 1 jam.
Tiga bulan setelah pemberian rt-PA didapati pasien tidak mengalami cacat atau
hanya minimal. Efek samping dari rt-PA ini adalah perdarahan intraserebral,
yang diperkirakan sekitar 6%. Penggunaan rt-PA di Amerika Serikat telah
mendapat pengakuan FDA pada tahun 1996.12

31
Tetapi pada penelitian random dari European Coorperative Acute Stroke
Study (ECASS) pada 620 pasien dengan dosis t-PA 1,1 mg/kg (maksimal 100
mg) diberikan secara IV dalam waktu tidak lebih dari 6 jam setelah onset.
Memperlihatkan adanya perbaikan fungsi neurologik tapi secara keseluruhan
hasil dari penelitian ini dinyatakan kurang menguntungkan. Tetapi pada
penelitian kedua (ECASS II) pada 800 pasien menggunakan dosis 0,9 mg/kg
diberikan dalam waktu tidak lebih dari 6 jam sesudah onset. Hasilnya lebih
sedikit pasien yang meninggal atau cacat dengan pemberian rt-PA dan
perdarahan intraserebral dijumpai sebesar 8,8%. Tetapi rt-PA belum mendapat
ijin untuk digunakan di Eropa.12
Kontroversi mengenai manfaat rt-PA masih berlanjut, JM Mardlaw dkk
mengatakan bahwa terapi trombolisis perlu penelitian random dalam skala besar
sebab resikonya sangat besar sedang manfaatnya kurang jelas. Lagi pula jendela
waktu untuk terapi tersebut masih kurang jelas dan secara objektif belum terbukti
rt-PA lebih aman dari streptokinase. Sedang penelitian dari The Multicenter
Acute Stroke Trial-Europe Study Group(MAST-E) dengan menggunakan
streptokinase 1,5 juta unit dalam waktu satu jam. Jendela waktu 6 jam setelah
onset, ternyata meningkatkan mortalitas. Sehingga penggunaan streptokinase
untuk stroke iskemik akut tidak dianjurkan.12

Antikoagulan

Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang mengancam.
Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak artinya bilamana stroke
telah terjadi, baik apakah stroke itu berupa infark lakuner atau infark massif
dengan hemiplegia. Keadaan yang memerlukan penggunaan heparin adalah
trombosis arteri basilaris, trombosis arteri karotisdan infark serebral akibat
kardioemboli. Pada keadaan yang terakhir ini perlu diwaspadai terjadinya
perdarahan intraserebral karena pemberian heparin tersebut.12

a. Warfarin

32
Segera diabsorpsi dari gastrointestinal. Terkait dengan protein plasma. Waktu
paro plasma: 44 jam. Dimetabolisir di hati, ekskresi: lewat urin. Dosis: 40 mg
(loading dose), diikuti setelah 48 jam dengan 3-10 mg/hari, tergantung PT.
Reaksi yang merugikan: hemoragi, terutama ren dan gastrointestinal.12

b. Heparin

Merupakan acidic mucopolysaccharide, sangat terionisir. Normal terdapat


pada mast cells. Cepat bereaksi dengan protein plasma yang terlibat dalam
proses pembekuan darah. Heparin mempunyai efek vasodilatasi ringan.
Heparin melepas lipoprotein lipase. Dimetabolisir di hati, ekskresi lewat urin.
Wakto paro plasma: 50-150 menit. Diberikan tiap 4-6 jam atau infus kontinu.
Dosis biasa: 500 mg (50.000 unit) per hari. Bolus initial 50 mg diikuti infus
250 mg dalam 1 liter garam fisiologis atau glukose. Dosis disesuaikan
dengan Whole Blood Clotting Time. Nilai normal: 5-7 menit, dan level
terapetik heparin: memanjang sampai 15 menit. Reaksi yang merugikan:
hemoragi, alopesia, osteoporosis dan diare. Kontraindikasi: sesuai dengan
antikoagulan oral. Apabila pemberian obat dihentikan segala sesuatunya
dapat kembali normal. Akan tetapi kemungkinan perlu diberi protamine
sulphute dengan intravenous lambat untuk menetralisir.

Dalam setengah jam pertama, 1 mg protamin diperlukan untuk tiap 1 mg


heparin (100 unit).12

Hemoreologi

Pada stroke iskemik terjadi perubahan hemoreologi yaitu peningkatan


hematokrit, berkurangnya fleksibilitas eritrosit, aktivitas trombosit, peningkatan
kadar fibrinogen dan aggregasi abnormal eritrosit, keadaan ini menimbulkan
gangguan pada aliran darah. Pentoxyfilline merupakan obat yang mempengaruhi
hemoreologi yaitu memperbaiki mikrosirkulasi dan oksigenasi jaringan dengan
cara: meningkatkan fleksibilitas eritrosit, menghambat aggregasi trombosit dan

33
menurunkan kadar fibrinogen plasma. Dengan demikian eritrosit akan
mengurangi viskositas darah. Pentoxyfilline diberikan dalam dosis 16/kg/hari,
maksimum 1200 mg/hari dalam jendela waktu 12 jam sesudah onset.(12)

Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)

a. Aspirin

Obat ini menghambat siklooksigenase, dengan cara menurunkan sintesis atau


mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong adhesi seperti thromboxane
A2. Aspirin merupakan obat pilihan untuk pencegahan stroke. Dosis yang
dipakai bermacam-macam, mulai dari 50 mg/hari, 80 mg/hari samapi 1.300
mg/hari. Obat ini sering dikombinasikan dengan dipiridamol. Suatu penelitian
di Eropa (ESPE) memakai dosis aspirin 975 mg/hari dikombinasi dengan
dipiridamol 225 mg/hari dengan hasil yang efikasius.12

Dosis lain yang diakui efektif ialah: 625 mg 2 kali sehari. Aspirin harus
diminum terus, kecuali bila terjadi reaksi yang merugikan. Konsentrasi
puncak tercapai 2 jam sesudah diminum. Cepat diabsorpsi, konsentrasi di
otak rendah. Hidrolise ke asam salisilat terjadi cepat, tetapi tetap aktif. Ikatan
protein plasma: 50-80 persen. Waktu paro (half time) plasma: 4 jam.
Metabolisme secara konjugasi (dengan glucuronic acid dan glycine). Ekskresi
lewat urine, tergantung pH. Sekitar 85 persen dari obat yang diberikan
dibuang lewat urin pada suasana alkalis. Reaksi yang merugikan: nyeri
epigastrik, muntah, perdarahan, hipoprotrombinemia dan diduga: sindrom
Reye.11

Alasan mereka yang tidak menggunakan dosis rendah aspirin antara lain
adalah kemungkinan terjadi resistensi aspirin pada dosis rendah. Hal ini
memungkinkan platelet untuk menghasilkan 12-hydroxy-eicosatetraenoic
acid, hasil samping kreasi asam arakhidonat intraplatelet (lipid oksigenase).

34
Sintesis senyawa ini tidak dipengaruhi oleh dosis rendah aspirin, walaupun
penghambatan pada tromboksan A2 terjadi dengan dosis rendah aspirin.11

Aspirin mengurangi agregasi platelet dosis aspirin 300-600 mg (belakangan


ada yang memakai 150 mg) mampu secara permanen merusak pembentukan
agregasi platelet. Sayang ada yang mendapatkan bukti bahwa aspirin tidak
efektif untuk wanita.11

2. Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)

Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin, dapat
menggunakan tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini bereaksi dengan
mencegah aktivasi platelet, agregasi, dan melepaskan granul platelet,
mengganggu fungsi membran platelet dengan penghambatan ikatan
fibrinogen-platelet yang diperantarai oleh ADP dan antraksi platelet-platelet.
Menurut suatu studi, angka fatalitas dan nonfatalitas stroke dalam 3 tahun dan
dalam 10 persen untuk grup tiklopidin dan 13 persen untuk grup aspirin.
Resiko relatif berkurang 21 persen dengan penggunaan tiklopidin.

Efek samping tiklopidin adalah diare (12,5 persen) dan netropenia (2,4
persen). Bila obat dihentikan akan reversibel. Pantau jumlah sel darah putih
tiap 15 hari selama 3 bulan. Komplikas yang lebih serius, teyapi jarang,
adalah pur-pura trombositopenia trombotik dan anemia aplastik.11

3. Cilostazol

Sebuah inhibitor phosphodiesterase tipe 3, bekerja dengan cara memperlebar


arteri yang menyuplai darah ke kaki. Obat ini juga mengurangi kemampuan
platelet untuk melekat.

4. Dipiridamol

35
Dipiridamol adalah suatu inhibitor phospodiesterase dan meningkatkan kadar
adenosin monofosfat siklik (cAMP) dalam platelet. Biasanya digunakan
dalam kombinasi dengan aspirin atau warfarin.

Terapi Neuroprotektif

Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan neuron yang iskemik


dan sel-sel glia di sekitar inti iskemik dengan memperbaiki fungsi sel yang
terganggu akibat oklusi dan reperfusi. Berdasarkan pada kaskade iskemik dan
jendela waktu yang potensial untuk reversibilitas daerah penumbra maka
berbagai terapi neuroprotektif telah dievaluasi pada binatang percobaan maupun
pada manusia.12

Pembedahan

Indikasi pembedahan pada completed stroke sangat dibatasi. Jika kondisi pasien
semakin buruk akibat penekanan batang otak yang diikuti infark serebral maka
pemindahan dari jaringan yang mengalami infark harus dilakukan.12

1. Karotis Endarterektomi

Prosedur ini mencakup pemindahan trombus dari arteri karotis interna yang
mengalami stenosis. Pada pasien yang mengalami stroke di daerah sirkulasi
anterior atau yang mengalami stenosis arteri karotis interna yang sedang
hingga berat maka kombinasiendarterektomi dan aspirin lebih baik daripada
penggunaan aspirin saja untuk mencegah stroke. Endarterektomi tidak dapat
digunakan untuk stroke di daerah vertebrobasiler atau oklusi karotis lengkap.
Angka mortalitas akibat prosedur karotis endarterektomi berkisar 1-
5%.Endarterektomi adalah prosedur pembedahan yang menghilangkan plak
dari lapisan arteri.

2. Angioplasti dan Sten Intraluminal

36
Pemasangan angioplasti transluminal pada arteri karotis dan vertebral serta
pemasangan sten metal tubuler untuk menjaga patensi lumen pada stenosis
arteri serebri masih dalam penelitian. Suatu penelitian menyebutkan bahwa
angioplasti lebih aman dilaksanakan dibandingkan endarterektomi namun
juga memiliki resiko untuk terjadi restenosis lebih besar.11

2.10 Komplikasi

Komplikasi yang paling umum dan penting dari stroke iskemik meliputi edema
serebral, transformasi hemoragik, dan kejang.10

1. Edema serebral yang signifikan setelah stroke iskemik bisa terjadi meskipun agak
jarang (10-20%)

2. Indikator awal iskemik yang tampak pada CT scan tanpa kontras adalah indikator
independen untuk potensi pembengkakan dan kerusakan. Manitol dan terapi lain
untuk mengurangi tekanan intrakranial dapat dimanfaatkan dalam situasi darurat,
meskipun kegunaannya dalam pembengkakan sekunder stroke iskemik lebih
lanjut belum diketahui. Beberapa pasien mengalami transformasi hemoragik pada
infark mereka. Hal ini diperkirakan terjadi pada 5% dari stroke iskemik yang
tidak rumit, tanpa adanya trombolitik. Transformasi hemoragik tidak selalu
dikaitkan dengan penurunan neurologis dan berkisar dari peteki kecil sampai
perdarahan hematoma yang memerlukan evakuasi.

3. Insiden kejang berkisar 2-23% pada pasca-stroke periode pemulihan. Post-stroke


iskemik biasanya bersifat fokal tetapi menyebar. Beberapa pasien yang
mengalami serangan stroke berkembang menjadi chronic seizure disorders.
Kejang sekunder dari stroke iskemik harus dikelola dengan cara yang sama
seperti gangguan kejang lain yang timbul sebagai akibat neurologis injury.

2.11 Prognosis

37
Stroke berikutnya dipengaruhi oleh sejumlah faktor, yang paling penting
adalah sifat dan tingkat keparahan defisit neurologis yang dihasilkan. Usia pasien,
penyebab stroke, gangguan medis yang terjadi bersamaan juga mempengaruhi
prognosis. Secara keseluruhan, agak kurang dari 80% pasien dengan stroke bertahan
selama paling sedikit 1 bulan, dan didapatkan tingkat kelangsungan hidup dalam 10
tahun sekitar 35%. Angka yang terakhir ini tidak mengejutkan, mengingat usia lanjut
di mana biasanya terjadi stroke. Dari pasien yang selamat dari periode akut, sekitar
satu setengah sampai dua pertiga kembali fungsi independen, sementara sekitar 15%
memerlukan perawatan institusional.11

BAB IV

ANALISIS KASUS

Anamnesis :

Pasien datang dengan keluhan lemah anggota gerak sebelah kiri, Keluhan
timbul pertama kali 2 bulan yll setelah pasien bekerja di kebun sendirian, gejala
di awali dengan kelemahan jari ke empat dan lima lengan kiri. Lalu pasien pergi
dari palembang ke jambi untuk berobat bersama keluarganya dan pasien pun
sudah mengalami kelemahan pada tungkai kiri mual (-) muntah (-) demam (-)
nyeri kepala (-). Pasien dirawat selama 4 hari di RS Bayangkara, semiggu setelah
pulang dari rumah sakit pasien kejang selama 5 menit mual (-) muntah (-) demam
(+) dan tidak sadar setelah kejang, pasien pun sudah mengalami gangguan
berbicara. Seminggu setelah itu pasien mengalami kejang kembali selama kurang
lebih 1 jam mual (-) muntah (-) demam (+) dan tidak sadar setelah kejang, lalu
pasien dibawa ke UGD RS Raden Mattaher.

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan kesadaran didapatkan GCS senilai 11 E3M5V3, tekanan


darah saat awal masuk tinggi yaitu 150/90, suhu, RR, nadi dalam batas

38
normal.. Dari hasil pemeriksaan kekuatan motorik, kekuatan pada anggota
gerak sebelah kiri melemah, yaitu senilai 0 pada lengan kiri dan tungkai kiri.
Pasien juga sangat sulit untuk berkomunikasi. Pemeriksaan nervi kranialis,
sulit dilakukan. Pemeriksaan refleks menunjukkan positif pada anggota gerak
kiri dan kanan. Pada tungkai kanan didapat kan refleks babinski positif (+)
dan pada tungkai kiri negatif (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah rutin :
WBC : 6,2 103/mm3 (3.5-10.0)
6 3
RBC : 4,33 10 /mm (3.80-5.80)
HGB : 13,9 g/dl (11.0-16.5)
HCT : 35,8 % (35.0-50.0)
3 3
PLT : 200 10 /mm (150-390)
GDS : 108 mg/dl

Kimia darah Faal ginjal :


Ureum : 19,0 mg/dl
Kreatinin: 0,6 mg/dl
Asam urat : 2,9 mg/dl

Faal lemak :
Kolesterol : 167 mg/dl
Trigliserida : 53 mg/dl
HDL : 32 mg/dl
LDL : 124 mg/dl

Elektrolit
Natrium (Na) : 140,0 mmol/L
Kalium (K) : 3,74 mmol/L
Chlorida (Cl) : 101,05 mmol/L
Calcium (Ca) : 1,46 mmol/L

39
Pemeriksaan Penunjang Anjuran :

CT Scan

Diagnosis Kerja: Diagnosis Neurologi

Diagnosis Klinis : Hemiparesis sinistra


Diagnosis Topis : Hemisferium Cerebrum Dextra
Diagnosis Etiologi : Susp. Stroke Non Hemoragik

Siriraj Stroke Score (SSS)

(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x vomitus) + (2 x nyeri kepala) + (0,1 x tekanan


diastolic) (3 x petanda ateroma) -12

Keterangan :
Derajat kesadaran : 0=kompos mentis ; 1=somnolen ;
2=sopor/koma
Vomitus : 0=tidak ada ; 1=ada
Nyeri kepala : 0=tidak ada ; 1=ada
Ateroma : 0=tidak ada ; 1=salah satu atau lebih : diabetes, angina,
penyakit pembuluh darah
Skor > 1 : perdarahan
Skor -1 s.d 1 : perlu CT Scan
Skor < -1 : infark cerebri
SSS pada pasien ini :

2,5(1) + 2(0) + 2(0) + 0,1(90) + -3(0) 12 = -0,5 ( Stroke Non


Hemoragik )

40
Penatalaksanaan :

Non Farmakologi : O2 nasal kanul 2 L/mnt

Bed Rest, kepala dan dada pada satu bidang, ubah posisi tidur
setiap 2 jam, mobilisasi jika hemodinamik stabil

Fisioterapi

Medikamentosa :

- IVFD Nacl 20 gtt


- inj. Ranitidin 3x50 gr IV
- inj. Ceftriaxon 2 x 2 gr IV
- Amlodipin 1x10 mg peroral (0-0-1)
- Pct 1x 500 mg jika demam
- Penitoin 3 x 100 gr
1.

41
DAFTAR PUSTAKA

1. Aliah A, Kuswara F F, Limoa A, Wuysang G. Gambaran umum tentang


gangguan peredaran darah otak dalam Kapita selekta neurology cetakan
keenam editor Harsono. GadjahMada university press, Yogyakarta. 2007. Hal:
81-115.
2. Hadinoto S, Setiawan, Soetedjo. STROKE Pengelolaan Mutakhir. Badan
Penerbit Universitas Dipenogoro. Semarang. 1992.
3. Sutrisno, Alfred. Stroke? You Must Know Before you Get It!. Jakarta: PT.
GramediaPustakaUtama. 2007. Hal: 1-13
4. Feigin, Valery. Stroke PanduanBergambarTentangPencegahandanPemulihan
Stroke. Jakarta: PT. BhuanaIlmuPopuler. 2006.
5. Hassmann KA. Stroke, Ischemic. [Online]. Cited 2010 May 1st available
from:http://emedicine.medscape.com/article/793904-overview
6. Mardjono, Mahar.
MekanismegangguanvaskulersusunansarafdalamNeurologiklinisdasaredisiKeseb
elas. Dian Rakyat. 2006. Hal: 270-93.
7. DewantoG,dkk. Panduanpraktis diagnosis dantatalaksanapenyakitsaraf. Jakarta :
EGC. 2009
8. D. Adams. Victors. Cerebrovasculer diseases in Principles of Neurology
8th Edition. McGraw-Hill Proffesional. 2005. Hal: 660-67

42
9. Chung, Chin-Sang. Neurovascular Disorder in Textbook of Clinical Neurology
editor Christopher G. Goetz. W.B Saunders Company: 1999. Hal: 10-3
10. Hassmann KA. Stroke, Ischemic. [Online]. Cited 2010 May 1st available
from:http://emedicine.medscape.com/article/793904-diagnosis
11. Price, A. Sylvia. PatofisiologiKonsepKlinis Proses-proses Penyakitedisi 4.
PenerbitBukuKedokteran EGC. Hal: 966-71.

CASE REPORT SESSION (CRS)

* PendidikanProfesiDokter / G1A215070 / November 2016

**Pembimbing

STROKE NON HEMORAGIK


*Erlanda Bahana Wijaya, S.Ked, **dr. NurAmaliahVerbty, Sp.S

43
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

BAGIAN ILMU PENYAKIT NEUROLOGI

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RADEN MATTAHER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

2016

44
LEMBAR PENGESAHAN

CASE REPORT SESSION (CRS)

STROKE NON HEMORAGIK

Oleh:

Erlanda Bahana Wijaya, S.Ked

G1A215070

Program PendidikanProfesiDokter

BagianIlmuPenyakitNeurologi

Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher

Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan

Universitas Jambi

2016

Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan

Pada: Jambi, November 2016

Pembimbing

dr. NurAmaliahVerbty, Sp.S

45
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Case
Report Session (CRS) ini sebagai kelengkapan persyaratan dalam mengikuti
Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Penyakit Neurologi di Rumah Sakit Umum
Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr.Nur AmaliahVerbty, Sp.S yang


telah meluangkan waktu dan pikirannya sebagai pembimbing sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan ini.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan.
Selanjutnya, penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat dan menambah
ilmu bagi para pembaca.

Jambi, November 2016

Erlanda Bahana Wijaya, S. Ked

46
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................... ii


KATA PENGANTAR ........................................................................... iii
DAFTAR ISI ....................................................................................... iv
BAB IPENDAHULUAN ........................................................................ 1
BAB II LAPORAN KASUS ................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 26
BAB III ANALISA KASUS ................................................................... 46
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 49

47

Anda mungkin juga menyukai