Anda di halaman 1dari 3

Peneliti The Veterans Affairs menganalisis catatan pasien dan prevalensi DED berdasarkan

indikator diagnosis dan terapi mata kering dan prevalensi mata kering sekitar 18,8% pada
populasi yang berusia 21-100 tahun.

Setelah menyesuaikan data dengan NHWS yang berkaitan usia dan jenis kelamin, tidak
ditemukan perbedaan prevalensi diagnosis DED antara orang Asia dan kulit putih. Pengamatan
ini berbeda dengan perkiraan yang tinggi untuk prevalensi gejala DED pada populasi Asia
berdasarkan survei. Dalam penelitian Shihpai Taiwan, 33,7% orang berusia> 65 tahun dilaporkan
mengalami 1 atau lebih gejala mata kering yang sering terjadi ataupun yang terjadi sepanjang
waktu. Di antara individu berusia> 40 tahun dalam studi Koumi Jepang, prevalensi DED yang
didiagnosis secara klinis diperkirakan 2% pada pria dan 7,9% pada wanita, namun 11,5% pria
dan 18,7% wanita dilaporkan memilki gejala DED yang parah. Kejadian serupa dicatat oleh
WHS yang menemukan bahwa wanita Asia lebih sering melaporkan gejala DED yang parah, tapi
tidak termasuk diagnosis klinis dari DED. Penelitian di Selandia Baru yang baru-baru ini, Craig
dan kawan-kawan mengamati bahwa populasi Asia memiliki kelenjar meibomian yang lebih
tinggi dan lebih jarang berkedip dibandingkan dengan populasi kulit putih, hal ini menunjukkan
kemungkinan kecenderungan morfologis terhadap terjadinya DED pada orang Asia. Pengamatan
ini juga menunjukkan bahwa DED kurang terdiagnosis pada pasien Asia di AS sehingga perlu
penelitian lebih lanjut. Kemungkinan lain adalah bahwa distribusi populasi dengan faktor risiko
DED lainnya mungkin berbeda di antara orang-orang keturunan Asia yang ada di AS vs negara-
negara di Asia.

Diagnosis DED lebih tinggi di antara orang Hispanik dibandingkan dengan orang kulit
putih non-Hispanik pada NHWS. Sebuah pengamatan serupa dicatat dalam penelitian US
Veterans Affairs. Penelitian sebelumnya juga mencatat risiko gejala DED yang lebih tinggi di
kalangan wanita Hispanik dan prevalensi gejala DED yang lebih tinggi pada pasien Hispanik.
Ditemukan juga bahwa peserta NHWS yang tinggal di AS bagian selatan berisiko tinggi secara
signifikan memiliki DED dibandingkan dengan mereka yang tinggal di wilayah lain di AS.
Temuan ini sejalan dengan temuan data WHS yang menunjukkan bahwa wanita di AS selatan
memiliki risiko DED yang sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan yang ada di Midwest dan
Northeast.

Menariknya, status pendidikan dan perkawinan peserta NHWS memiliki dampak kecil
namun signifikan terhadap kemungkinan memiliki DED. Peserta NHWS dengan pendidikan
tinggi cenderung memiliki DED. Dalam WHS,pendidikan tinggi dikaitkan dengan risiko DED
yang lebih rendah. Hubungan pendidikan dengan DED kemungkinan besar disebabkan oleh
sejumlah faktor yaitu pengetahuan kesehatan, akses terhadap perawatan, dan lingkungan kerja,
yang mungkin telah menyebabkan perbedaan antara WHS dan NHWS. Risiko yang lebih tinggi
untuk diagnosis DED di antara peserta NHWS yang bercerai, janda, atau berpisah dibandingkan
dengan mereka yang menikah, tinggal dengan pasangan, atau orang tunggal menunjukkan
kemungkinan bahwa kesejahteraan emosional mungkin merupakan faktor signifikan dalam
diagnosis DED, meski kemungkinan besar melalui mekanisme tidak langsung.
Asuransi kesehatan merupakan faktor lain yang ditemukan sebagai indikator diagnostik
DED yang signifikan dalam penelitian ini, dengan peserta yang diasuransikan cenderung
memiliki diagnosis DED. Hal ini meningkatkan kemungkinan bahwa di antara populasi orang-
orang dengan gejala DED di AS (didiagnosis dan tidak terdiagnosis), hanya mereka yang
memiliki akses terhadap perawatan kesehatan yang lebih baik yang dapat memperoleh bantuan
diagnosis penyakit kronis ini. Mengingat pentingnya kesehatan masyarakat, berdasarkan
prevalensi dan dampaknya yang tinggi terhadap kualitas hidup, temuan ini memerlukan
pertimbangan, dengan tujuan untuk memaksimalkan diagnosis dan pengelolaan DED yang tepat
di semua segmen populasi.

Satu setengah dari semua orang yang didiagnosis DED pada NHWS melaporkan
setidaknya memiliki DED ringan. Mengingat sifat umum kasus DED,tidak diketahui apakah ini
mencerminkan tingkat keparahan penyakit yang mendasarinya, atau mungkin juga menunjukkan
efek menguntungkan dari terapi DED. Pada WHS, 4,7% wanita yang disurvei melaporkan
diagnosis klinis DED, namun lebih dari 30% melaporkan gejala ringan (kekeringan dan iritasi
mata setidaknya beberapa saat). Dengan meningkatnya kesadaran tentang DED, orang dengan
gejala ringan akan lebih cenderung mencari bantuan medis dan / atau menerima diagnosis DED.
Seperti yang diharapkan, mayoritas peserta didiagnosis-DED dari dokter mata.

Meskipun penelitian ini berdasarkan dari sampel populasi nasional yang besar, namun
terdapat beberapa keterbatasan. Secara umum, karakteristik demografi responden NHWS
mendekati Survei Populasi Saat Ini dari Biro Sensus Amerika Serikat. Namun, kelompok etnis
minoritas masih kurang terwakili di NHWS, seperti pada orang yang tidak memiliki gelar
sarjana. Sejauh faktor-faktor ini terkait dengan prevalensi DED, hal tersebut mungkin masih
berdampak pada angka ekstrapolasi, meskipun besarnya dampak semacam itu cenderung
sederhana. Studi berkaitan dengan pelaporan sendiri pasien diagnosis DED: kehadiran DED
tidak dikonfirmasi di luar NHWS untuk penelitian ini. Namun, penelitian sebelumnya selama 2
dekade terakhir telah menunjukkan nilai temuan yang dilaporkan pasien pada penyakit yang
sangat simtomatik ini. Data yang diperoleh dari panel berbasis web juga menunjukkan
keterbatasan lain, seperti bias sampling yang mungkin karena akses atau ketersediaan akses
internet, serta uang insentif yang diberikan kepada responden.

Perumusan pertanyaan untuk NHWS dilakukan oleh penyidik NHWS pada saat survei,
dan penulis analisis ini tidak terlibat dalam aspek penelitian tersebut. Meskipun NHWS tidak
menggunakan kuesioner DED yang telah divalidasi sebelumnya atau kuesioner standar untuk
menilai gejala (seperti yang dikembangkan untuk WHS dan PHS), pertanyaan tersebut mencakup
pertanyaan yang relevan untuk memperkirakan prevalensi DED di AS. Kuesioner NHWS
memiliki kelebihan lain (misalnya, kerangka waktu yang diperbarui sehingga perkiraan saat ini
dapat diperoleh, ukuran sampel sangat besar, dan sampel yang lebih banyak secara geografis dan
demografis daripada perkiraan prevalensi DED lainnya). Sedangkan data lain yang
dipublikasikan menginformasikan prevalensi DED di AS, sebagian besar perkiraan sekarang
sudah diberi tanggal dan memiliki keterbatasan lain, seperti yang paling umum mencakup subjek
di bawah usia 50 tahun dan, dalam banyak kasus, dilakukan pada populasi yang relatif kecil dari
wilayah geografis yang sempit (misalnya, Beaver Dam Eye Study hanya memasuk subjek dari
sebuah kota kecil tunggal di Wisconsin yang tidak mungkin mewakili Amerika Serikat secara
keseluruhan). Perkiraan yang diberikan oleh analisis ini memiliki nilai tambahan sepanjang
didasarkan pada laporan sendiri karena telah menerima diagnosis DED.

Kesimpulannya, penelitian besar ini sudah mewakili secara nasional, berdasarkan data
dari tahun 2013, memperkirakan bahwa lebih dari 16 juta orang dewasa AS berusia> 18 tahun
memiliki diagnosis DED. Sesuai dengan penelitian sebelumnya, prevalensi diagnosis DED di AS
lebih tinggi di kalangan wanita dan meningkat seiring bertambahnya usia. Namun, dengan
menambahkan data DED yang terbatas pada populasi orang dewasa yang lebih muda, penelitian
ini menunjukkan prevalensi diagnosis DED 2,7% diketahui terjadi pada orang dewasa muda
berusia 18-34 tahun. Dikombinasikan dengan penelitian sebelumnya mengenai prevalensi DED
di AS, data ini memperkuat kesan klinis perluasan populasi pasien DED baik secara keseluruhan
maupun di kalangan orang dewasa muda, dan pentingnya kesehatan masyarakat lanjutan dari
kondisi umum ini. Studi ini juga menunjukkan hal-hal yang penting untuk dilakukan penelitian
lebih lanjut, termasuk kemungkinan perbedaan diagnosis DED berdasarkan faktor-faktor seperti
geografi, ras / etnis, dan cakupan asuransi.

Anda mungkin juga menyukai