Anda di halaman 1dari 3

Pengertian Akalasia

Akalasia adalah kondisi di mana kerongkongan (esofagus) kehilangan kemampuan untuk


mendorong makanan dari mulut ke perut. Penyakit ini tergolong langka, dapat diwariskan,
dan bisa menyerang orang dari berbagai usia. Namun, kebanyakan penderita akalasia berusia
paruh baya atau mengalami gangguan autoimun.

Normalnya, lower esophageal sphincter (LES) akan mengendur agar makanan bisa masuk ke
perut. Namun, pada penderita akalasia, LES tidak mengendur dengan benar. Sehingga
makanan menumpuk pada bagian bawah dari kerongkongan atau lebih sering makanan naik
kembali. LES sendiri adalah lingkaran otot pada bagian bawah dari kerongkongan yang
terbuka secara otomatis saat makanan atau minuman turun ke perut. Dan tertutup dengan
sendirinya untuk mencegah asam dan makanan yang ada di perut tidak naik kembali ke
kerongkongan.

Kerusakan dan juga hilangnya saraf-saraf pada dinding kerongkongan menjadi penyebab
utama terjadinya akalasia. Namun, penyebab dari rusak atau hilangnya saraf-saraf ini masih
belum diketahui. Gangguan autoimun, seperti sindrom Sjogren, lupus, atau uveitis, juga bisa
dihubungkan dengan munculnya akalasia.

Ada beberapa komplikasi yang bisa dialami penderita akalasia yaitu:

Regurgitasi. Naiknya asam lambung atau makanan kembali ke kerongkongan.


Pneumonia, akibat masuknya makanan ke dalam paru-paru.
Perforasi esofagus. Robeknya dinding kerongkongan.
Kanker esofagus. Tersumbatnya kerongkongan oleh makanan dalam jumlah banyak
yang tidak bisa masuk ke perut, maka risiko terkena kanker esofasgus juga meningkat.

Gejala Akalasia

Gejala adalah sesuatu yang dirasakan dan diceritakan oleh penderita. Gejala-gejala utama
yang umumnya dirasakan oleh penderita akalasia adalah:

Disfagia, adalah kondisi di mana penderita akalasia kesulitan, bahkan sampai


kesakitan, ketika menelan makanan atau minuman.
Sakit dada, yang biasanya bertambah parah setelah makan.
Nyeri pada ulu hati.
Muntah yang menetes dari mulut.
Berat bedan turun tanpa sebab yang jelas.

Diagnosis Akalasia

Diagnosis merupakan langkah dokter untuk mengidentifikasi penyakit atau kondisi yang
menjelaskan gejala dan tanda-tanda yang dialami oleh pasien. Beberapa hal yang biasanya
dilakukan dokter untuk mendiagnosis akalasia adalah:

Pencitraan Sinar-X dan Barium. Penderita akan diminta untuk menelan cairan yang
mengandung zat kimia barium, sehingga kerongkongan bisa terlihat saat diambil
gambar dengan sinar-X. Normalnya diameter kerongkongan terlihat cukup lebar dan
barium terlihat lancar memasuki lambung. Tapi tidak demikian pada penderita
akalasia.
Endoskopi. Instrumen fleksibel disertai kamera di ujungnya akan dimasukkan ke
bagian bawah kerongkongan agar dokter bisa memeriksa dinding kerongkongan dan
perut.
Manometri. Tabung plastik kecil akan dimasukkan ke kerongkongan lewat mulut
atau hidung, dan akan merekam aktivitas dan kekuatan kontraksi otot dan memeriksa
fungsi kerongkongan. Pada akalasia akan tampak hilangnya kontraksi dan tekanan
yang lebih tinggi di bagian akhir kerongkongan.

Pengobatan Akalasia

Tujuan dari pengobatan untuk penderita akalasia adalah untuk membuka otot LES, sehingga
makanan dan minuman bisa masuk ke perut. Beberapa jenis penanganan bagi penderita
akalasia adalah:

Pelebaran kerongkongan, terutama di bagian yang mengalami penyempitan dengan


menggunakan bantuan balon. Tindakan ini didahului oleh pembiusan total dan harus
diulang beberapa kali lagi setelah setahun lebih.
Obat-obatan. Otot LES bisa mengendur sementara dengan cara mengonsumsi obat-
obatan. Dokter biasanya akan meresepkan obat seperti nitrate atau nifedipine.
Pembedahan. Kerongkongan akan diakses melalui perut atau dada, kemudian serat-
serat otot LES yang menegang akan dipisahkan. Umumnya keefektifan terapi dengan
cara ini bersifat permanen.
Injeksi Botox (Botulinum toxin). Dokter akan menyuntikkan botox ke otot LES,
sebab botox bisa menyebabkan serat-serat otot mengendur. Biasanya hanya efektif
untuk beberapa bulan.

Untuk mengurangi rasa tidak nyaman pada kerongkongan usai menjalani tindakan pelebaran
atau pembedahan, ada beberapa hal yang bisa dilakukan:

Perbanyak minum cairan saat makan.


Selalu makan dengan posisi duduk tegak.
Jangan terburu-buru dan kunyah makanan dengan baik sebelum ditelan.
Gunakan beberapa bantal untuk menyanggah kepala, untuk mencegah asam lambung
naik ke kerongkongan dan menyebabkan nyeri di ulu hati.

Anda mungkin juga menyukai