Anda di halaman 1dari 9

IDENTIFIKASI LAPISAN BAWAH PERMUKAAN MENGGUNAKAN SEISMIK

REFRAKSI METODE T X PADA DAERAH KAMPUS SATU UNIVERSITAS


PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN YOGYAKARTA

Diyanaka
Kelompok 7
Program Studi Teknik Geofisika
Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta
Jalan SWK 104 Condongcatur Yogyakarta
dhiyanakapratama@gmail.com

INTISARI
Metode seismik memiliki banyak potensi dalam peranan selain bidang minyak dan gas bumi. Salah satu
bagian peranan tersebut adalah penggunaan metode seismik yang memodelkan bawah permukaan dengan
kedalaman dangkal. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 12 Maret 2016 yang berada di daerah lapangan
softball kampus 1 Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta. Pada akuisisi penelitian
menggunakan metode seismik refraksi. Metode seismik refraksi merupakan metode geofisika yang
mempergunakan gelombang terbiaskan. Cepat rambat gelombag merupakan parameter dari metode seismik,
namun disamping itu sifat penjalaran gelombang tergantung pada sifat fisis batuan yang dilewatinya. Metode T
X merupakan salah satu metode dalam seismik refraksi yang mengkorelasi antara waktu penjalaran gelombang
dengan jarak / offset dari geophone yang dipergunakan. Metode T X berasumsi bahwa lapisan bawah
permukaan adalah homogeny dan bidang batas lapisan tidak memiliki dip yang curam. Pengambilan data pada
penelitian ini menggunakan sistem forward dan reverse pada satu lintasan. Pengolahan data yang digunakan yaitu
metode ITM (Intercept Time Method) dan CDM (Critical Distance Method). Hasil yang didapatkan pada
penelitian ini dalam metode ITM (intercept time) pada offset titik pertama berada pada kedalaman 0,5m dibawah
permukaan dan lapisan tersebut terbaca pada offset sejauh 16 meter dengan kedalaman 1,15m dibawah
permukaan. Diindikasikan sebagai soil/ alluvial yang berupa pasir lepas dengan kecepatan rambat gelombang
sebesar 402,18 m/s (Kohnen, 1973). Dalam metode CDM (critical distance method) pada offset titik pertama
berada pada kedalaman 1,7 m dibawah permukaan dan lapisan tersebut terbaca pada offset sejauh 16 meter dengan
kedalaman 3,7m dibawah permukaan. Diindikasikan sebagai soil/ alluvial yang berupa pasir lepas (Kohnen,
1973). Dipandang dari peta kedalaman pada metode CDM range nilai dari 3,6 hingga 0,2 meter dibawah
permukaan, pada metode ITM range nilai dari 8,5 hingga 0 meter. Perbedaan tersebut terjadi akibat konsep yang
berbeda dari kedua metodenya. Metode CDM menggunakan prinsip jarak kritis namun ITM menggunakan prinsip
intercept time.

Kata Kunci : Metode T X, Metode ITM & CDM, Seismik Refraksi

1. PENDAHULUAN perlapisan batuan yang kembali ke permukaan. Pada


dasarnya dalam metode ini merupakan metode
Penggunaan metode geofisika pada dunia geofisika aktif, yang menggunakan sumber yang
kebumian seringkali hanya dipergunakan dalam hal diberikan terhadap bumi. Sumber tersebut
sempit yaitu dalam eksplorasi minyak dan gas bumi. memberikan usikan yang mengganggu bagian
Kasus ini metode seismik dipergunakan sebagai cara dangkal permukaan bumi kemudian gejala fisis yang
mengetahui struktur perlapisan pada bawah terjadi dicatat melalui geophone dan dipantau
permukaan. Metode seismik merupakan metode melalui alat MsSeis. Hal tersebut memberikan
geofisika yang mempergunakan gelombang yang gambaran bawah permukaan berdasarkan kecepatan
terekam pertama kali datang pada geophone. Metode rambat gelombang seismik yang merambat pada
yang digunakan adalah metode seismik refraksi, lapisan batuan. Gelombang yang menjalar melalui
yang menggunakan gelombang bias yang timbul sifat kekerasan / kepadatan batuan mempengaruhi
karena penjalaran gelombang melalui bidang batas tingkat kecepatannya. Dari nilai kecepatan suatu

1
perlapisan mengidentifikasi bawah permukaannya.
Secara matematis dapat mengetahui pula kedalaman
litologi dari perlapisan tersebut. Secara umum
batuan yang memiliki tingkat kepadatan yang tinggi
dapat menjalarkan gelombang seismik lebih cepat
dibandingkan dengan batuan yang bersifat brittle,
porous. Namun tingkat kepadatan batuan sangat
dipengaruhi oleh posisi dari perlapisan tersebut,
semakin dalam perlapisan maka tekanan dari lapisan
yang berada pada bagian atasnya / burial semakin
besar, sehingga tingkat kecepatan merambatkan
gelombang lebih cepat dibanding batuan yang
Gambar 1. Perambatan gelombang refraksi
berada pada posisi lebih dekat dengan permukaan
bumi.
Perhitungan yang dilakukan adalah ketika
gelombang seismic datang yang dicatat oleh
2. DASAR TEORI
geophone. Dari selang waktu dan jarak dari sumber
gelombang ke geophone maka dibuat grafik korelasi
Metode seismik secara umum terbagi atas 2
antara waktu (T) dan jarak (X). Penentuan
golongan besar, yaitu seismic refleksi dan seismic
kedalaman lapisan dapat mempergunakan grafik
refraksi. Konsep dari kedua metode tersebut sama,
tersebut. Dalam prosesnya terbagi atas dua metode
yaitu mempergunakan penjalaran gelombang
yaitu metode ITM (Intercept Time / Ti) dan metode
seismik untuk memodelkan bawah permukaan.
CDM (Critical Distance Method / Xc). Secara
Hukum yang mendasari metode seismic yaitu dasar
khusus 2 metode tersebut terbagi atas 3 golongan,
pemantulan dan pembiasan diantaranya: hukum
yaitu pengukuran satu perlapisan, pengukuran
Snellius, azas Fermat, dan hukum Huygens. Menurut
banyak lapisan & pengukuran lapisan miring. Setiap
hukum Snellius menjelaskan hubungan antara sinus
golongan tersebut memiliki perbedaan dalam
sudut datang dan sudut bias terhadap kecepatan
perhitungan matematisnya dan cara pengambilan
gelombang dalam medium. Azas Fermat yang
datanya.
menyatakan dalam penjalaran gelombang dari satu
titik ke titik selanjutnya yang melewati suatu
medium tertentu akan mencari suatu lintasan dengan
waktu tempuh yang paling sedikit. Sedangkan untuk
hukum Huygens menyatakan bahwa suatu
gelombang yang melewati suatu titik akan membuat
titik tersebut menjadi sumber gelombang baru dan
akan begitu seterusnya. Seismic juga memiliki
asumsi asumsi dasar agar memudahkan penalaran
pada data yang dihasilkan, asumsi tersebut adalah:
1. Medium bumi dianggap berlapis lapis dan Gambar 2. Kurva T-X
tiap lapisan menjalarkan gelombang seismic
dengan kecepatan yang berbeda beda. Metode ITM (Intercept Time) merupakan metode
2. Makin bertambah kedalaman, batuan akan yang menganggap bahwa titik refraksi berada tepat
semakin kompak. dibawah sumber getaran. Metode ITM
3. Panjang gelombang seismic lebih kecil dari mempergunakan perbedaan waktu dan kecepatan
ketebalan lapisan bumi. Hal ini yang terukur oleh alat. Perbedaan waktu tersebut
memungkinkan setiap lapisan yang memenuhi disebabkan oleh kecepatan rambat gelombang yang
syarat tersebut akan terdeteksi. menjalar dalam lapisan yang berbeda. Disamping itu
4. Pada bidang batas antar lapisan, gelombang kedalaman akan mempengaruhi tingkat kecepatan
seismic merambat dengan kecepatan pada rambatnya, dan diperoleh persamaan sebagai
lapisan yang dibawahnya. berikut:
5. Kecepatan gelombang bertambah dengan h hu x cos (h d hu ) tan ic
bertambahnya kedalaman. Td d
V1 cos ic V2
dengan prinsip geometri akan didapatkan persamaan
sebagai berikut :

2
2h cos ic 1
Td
x
sin( ic ) d = 2 [1 (1 ) 1 (1 )]
2
V1 V1 atau (3.20)
1 1 1
x
Tu sin( ic ) u
2h cos i c c=2 [ ( ) + 1 (1 )]
2
V1 V1
Vd dan Vu merupakan kecepatan semu, didapat
dengan:
Dan gelombang pantul pada bidang miring 1 1
Vd = sin( +) dan Vu = sin( )

V1
Karena Sin( c ) dan
Vd Dimana, V1>Vd dan V1<Vu
Sedangkan persamaan Intercept Time pada lapisan
V
Sin ( c ) 1 , maka dari persamaan akan miring (X=0) antara lain:
Vu 2 cos 2 cos
Td=ttd= 1 dan Tu=ttu= 1
diperoleh :
1 1 V1 V Sehingga, kedalaman di bawah sumber A (Za) dan
sin sin 1 1 sumber B (Zb) dapat dicari menggunakan
2 Vd Vu
persamaan:
1 1 V1 V 2 1 2 1
c sin sin 1 1 Za= 2 cos
dan Zb= 2 cos
2 Vd Vu
Kecepatan V1 dihitung langsung dari slope Berbeda dengan cara-cara sebelumnya, dengan
gelombang langsung, Vd dan Vu dihitung dari slope mempertimbangkan adanya kecepatan semu (Vapp),
gelombang bias pada masing-masing arah maka kecepatan V1 dan V2 dapat dicari dengan
penembakan. Dari harga Vd dan Vu tersebut dapat persamaan,
+ +
kita peroleh harga V2 dengan persamaan berikut : V1= 1 2 1 V2= 2 2 2
2V2 uV2 d
V2 cos dimana,
V2 u V 2 d
V1up= 10 dan V1down= 1 0
1 0 1 0
sedang untuk memperoleh ketebalan down-dip dan
Serta,
up-dip dapat kita selesaikan dengan persamaan
sebagai berikut : V2up= 11 dan V2down= 1 1
1 1 1 1
t V
hd id 1 Persamaan berlaku untuk semua metode yang
2 cos c untuk down-dip surveynya menggunakan kombinasi penembakan
maju dan mundur (forward dan reverse shooting).
hu
t iuV1
untuk up-dip Kondisi geologi pada bawah permukaan tidak
2 cos c
dapat dipastikan bahwa lapisannya selalu datar
seperti hukum horisontallity, maka pada penelitian
Metode CDM (Critical Distance Method) ini menggunakan pengukuran perlapisan miring.
merupakan metode dengan memepergunakan jarak Dalam pengukurannya menggunakan 2 kali
kritis untuk mengetahui kedalaman suatu lapisan. pengukuran yaitu pengukuran forward & reverse.
Secara mudahnya metode ini menarik titik crossover Pengukuran forward merupakan pengambilan
ke arah distance / offset, dengan begitu dapat pertama yang berarah maju, namun pengukuran
mengetahui jarak dimana lapisan tersebut reverse merupakan pengambilan data setelah
membiaskan gelombang seismic. Waktu rambat pengukuran forward yang berarah terbalik dari arah
ABCD (Tt) pada lapisan miring sebagai berikut: forward. 2 kali pengukuran tersebut dilakukan
cos ( + )
Tt= 2
+ 1
khusus pada golongan lapisan miring. Dimaksudkan
agar mendapatkan bidang reflektor yang terkoreksi
Sedangkan waktu rambat Down-Dip dan Up-Dip: secara matematis sehingga memvalidkan data yang
sin( +) 2 cos telah didapatkan
Td= 1
+ 1 = +

sin( ) 2 cos
Tu= 1
+ 1
= +

Besar sudut kemiringan lapisan () dan sudut


kemiringan (c), dapat dicari dengan:
3
Gambar 3. Pengukuran perlapisan miring nilai kedudukan maka digunakanlah
kompas geologi sebagai pengukur strike
dan dip.

3. METODOLOGI
5. GPS
Penelitian penentuan kedalaman lapisan ini Alat elektronik yang dipergunakan sebagai
dilakukan di lapangan softball kampus satu alat ukur titik pengukuran pertama dengan
Universitas Pembangunan Nasional Veteran radius kesalahan jarak +/- 3 meter.
Yogyakarta pada tanggal 12 Maret 2016 pukul
13.00-14.00 WIB. Tepatnya pada pengukuran ini 6. Meteran
berada pada koordinat X=434815 ; Y=914242026 Alat konvensional yang dipergunakan
dengan azimuth lintasan N1160E. Penelitian ini sebagai pengukur jarak dari sumber getaran
menggunakan 15 lintasan yang tersebar pada
lapangan softball. Kelompok 7 memulai pengukuran
& geophone (offset).
dari pukul 14.00 hingga pukul 15.00 WIB. Kondisi 7. Palu
pada pengambilan data mendung dan pada
Alat yang digunakan sebagai sumber usikan
pertengahan pengambilan data mengalami hujan
lebat sehingga tidak memungkinkan kondisi tersebut yang diberikan ke bawah permukaan yang
melanjutkan pengambilan data. Sehingga menunggu menciptakan gelombang seismik.
beberapa menit dan melanjutkan data yang telah
diperoleh sebelumnya. 8. Bantalan besi
Peralatan yang dipergunakan pada peaktikum ini Alat pasangan dari palu yang menjadi alas
menggunakan beberapa alat sebagai berikut: dari pemukulan palu pada permukaan bumi.
1. Seismograf Oyo Mc.Seis Diberikan pada lapisan yang terdapat pada
Perangkat elektronik utama yang digunakan lapisan teratas dengan memasukan bantalan
sebagai pencatat nilai kecepatan gelombang besi terlebih dahulu sehingga sumber yang
seismik mulai terlihat pada geophone. Pada diberikan semakin bernilai maksimal.
akhirnya dilakukan pengambilan data dari
Diagram Alir Pengambilan Data
alat ini secara manual.
2. Geophone
Alat yang digunakan sebagai receiver /
penerima sinyal gelombang seismik yang
menjalar melalui media tanah. Alat ini
menyambung langsung dengan Seismograf
Oyo Mc Seis, sehingga dalam pengambilan
datanya harus selalu menyambung.
3. Kabel
Kabel yang dipergunakan sebagai alat yang
menyalurkan data dari geophone ke
Seismograf. Panjang kabel yang
dibentangkan sesuai dengan model
Seismograf yang dipergunakan.
4. Kompas Geologi
Pada kondisi praktikum seismik refraksi
yang hanya di lapangan yang tidak
memiliki singkapan batuan sehingga alat ini
hanya dipergunakan sebagai pengarah
azimuth lintasan yang akan dibentangkan.
Namun pada kondisi lapangan yang Gambar 4. Diagram Alir Pengambilan Data
memiliki singkapan batuan yang memiliki

4
Pengambilan data pada lapangan menggunakan 2. Pengolahan secara matematis menggunakan
beberapa tahap yaitu: Microsoft Excel yang menghasilkan grafik
1. Pertama yang dilakukan adalah persiapan T-X dan hasil akhir mengetahui kedalaman
alat, dari peralatan elektronik hingga nilai titik refraktornya.
konvensional. 3. Pengolahan secara CDM diolah
2. Dilanjutkan dengan membuat arah lintasan menggunakan Surfer dan menghassilkan
seperti desain survey yang telah dibuat peta V1, V2, dan kedalaman.
sebelum pembentangan / proses 4. Pengolahan secara ITM sama halnya seperti
pengambilan data berlangsung. pengolahan CDM.
3. Lalu dilanjutkan dengan pembentangan 5. Hasil peta tersebut dipergunakan sebagai
meteran dengan menggunakan kompas agar intepretasi akhir yang dikorelasikan dengan
arah azimuth dari source tepat pada titik data geologi pada daerah telitian.
terakhir pengukuran. 6. Selesai.
4. Pukul palu, dari proses ini dialami sebagai
gangguan pada bawah permukaan dan alat Grafik T-X
geophone menerima gelombang tersebut
hingga alat Ms Seis mencatat hasil
perekaman dari geophone.
5. Jika data tidak baik akan diulangi dengan
pemukulan palu.
6. Jika data baik dilanjutkan dengan
pengambilan nilai kecepatan gelombang dan
waktu penjalaran dari gelombang tersebut.,
penggunaan metode minimum phase untuk
pengambilan datanya.
7. Data yang didapatkan sebagai forward dari
lintasan 7, dan reverse dilakukan oleh
kelompok 8.
8. Selesai.
Gambar 6. Grafik T-X
Diagram Alir Pengolahan Data
Grafik T-X berikut adalah grafik ITM yang
menggabungankan antara grafik lapisan miring
forward (garis biru muda dan merah) dengan grafik
lapisan miring reverse (garis ungu dan hijau). Garis
biru merupakan gelombang langsung pada posisi
forward dengan titik offset berada pada 3 meter dan
dilanjutkan oleh gelombang refraksi dengan warna
merah. Garis hijau merupakan gelombang langsung
pada posisi reverse dengan titik offset berada pada
jarak 15 meter dan dilanjutkan oleh gelombang
refraksi dengan warna ungu. Pada lintasan 7 & 8
membentangkan lintasan dengan azimuth N 1160 E
dengan jarak antar geophone 2 meter.
Lapisan posisi forward memiliki nilai kecepatan
rata-rata merambatkan gelombang seismik pada
lapisan pertama sebesar 402,188m/s. Lapisan ini
memiliki sudut kritis sebesar 0,90 dan diindikasikan
sebagai material lepas pasir lepas dengan jenuh air
sehingga menjalarkan gelombang dengan kecepatan
Gambar 5. Diagram Alir Pengolahan Data
rendah (Kohnen, 1973).
Langkah - langkah pengolahan data dalam
praktikum T-X sebagai berikut:
1. Pertama yang dilakukan adalah
pengumpulan data lapangan yang telah
diakusisi sebelumnya.
5
lebih cepat dibandingkan dengan kecepatan
disekitarnya.

Peta Kecepatan V1 ITM

Peta Kecepatan V2 ITM

Gambar 6. Peta Kecepatan V1 ITM

Gambar berikut merupakan peta kecepatan V1 Gambar 7. Peta Kecepatan V2 ITM


yang tergambarkan dengan kecepatan yang
menyebar relatif secara timur dan barat. Kecepatan Gambar berikut merupakan peta kecepatan V2
tinggi pada bagian tengah yang ditandai dengan yang tergambarkan dengan kecepatan kontras secara
warna orange hingga merah dengan nilai kecepatan arah selatan - utara. Kecepatan tinggi pada bagian
sekitar 500 m/s, kecepatan rendah pada bagian tengah yang ditandai dengan warna orange hingga
selatan yang ditandai dengan warna biru hingga merah dengan nilai kecepatan sekitar 860 m/s,
ungu dengan nilai kecepatan sekitar 270 m/s, dan kecepatan rendah pada bagian selatan yang ditandai
kecepatan sedang dibagian utara yang ditandai dengan warna biru hingga ungu dengan nilai
dengan warna hijau dengan nilai kecepatan sekitar kecepatan sekitar 420 m/s, dan kecepatan sedang
370 m/s. dibagian utara yang ditandai dengan warna hijau
Secara umum kondisi ini tidak memiliki dengan nilai kecepatan sekitar 620 m/s.
perbedaan kontras batuan yang terlihat pada bawah Secara umum kondisi ini tidak memiliki
permukaannya, diindikasikan sebagai soil yang perbedaan kontras batuan yang terlihat pada bawah
berukuran butir pasir (Kohnen, 1973). Namun pada permukaannya, diindikasikan sebagai soil yang
bagian tengah pengambilan data terjadi hujan berukuran butir pasir yang mengalami pemadatan
dimungkinkan hal tersebut air meresap ke bawah sehingga kecepatannya bertambah (Kohnen, 1973).
permukaan sehingga kecepatan gelombang seismik

6
Peta Kedalaman ITM Peta Kecepatan V1 CDM

Gambar 8. Peta Kedalaman ITM Gambar 9. Peta Kecepatan V1 CDM

Gambar berikut merupakan peta kedalaman yang Gambar berikut merupakan peta kecepatan V1
tergambarkan dengan kecepatan kontras dengan yang tergambarkan dengan kecepatan yang
warna merah yang mengindikasikan kedalaman 0,5 menyebar relatif secara timur dan barat. Kecepatan
meter dibawah permukaan yang memusat pada tinggi pada bagian tengah yang ditandai dengan
daerah tengah pengukuran. Pada bagian utara dan warna orange hingga merah dengan nilai kecepatan
selatan memiliki kedalaman yang lebih. Bagian utara sekitar 500 m/s, kecepatan rendah pada bagian
memiliki kedalaman sekitar 4,5 meter dibawah selatan yang ditandai dengan warna biru hingga
permukaan dan bagian selatan memiliki kedalaman ungu dengan nilai kecepatan sekitar 270 m/s, dan
sekitar -7 meter dibawah permukaan. kecepatan sedang dibagian utara yang ditandai
Lintasan 1 & 2 memiliki kedalaman yang sedang dengan warna hijau dengan nilai kecepatan sekitar
dengan kedalaman sekitar 3,5 meter dibawah 380 m/s.
permukaan. Lintasan 14 memiliki kedalaman Diindikasikan sebagai soil yang berukuran butir
bervariasi mulai dari kedalaman 0,5 hingga 8,5 pasir (Kohnen, 1973) karena lapisan tersebut
meter dibawah permukaan. Lapisan ini secara umum menjalarkan gelombang seismik secara pelan. Pada
seperti dome yang mengarah ke selatan utara. lintasan 5 & 6 mengalami peningkatan kecepatan
gelombang yang diindikasikan sebagai batuan yang
memiliki kepadatan yang lebih dibandingkan dengan
batuan yang berada pada lapisan disekitarnya.

7
nilai variasi kecepatan gelombang seismik
meningkat.

Peta Kecepatan V2 CDM Peta Kedalaman CDM

Gambar 11. Peta Kecepatan V1 CDM

Gambar berikut merupakan peta kedalaman


Gambar 10. Peta Kecepatan V1 CDM metode CDM yang tergambarkan dengan kedalaman
bervariasi dari range 3,6 meter hingga 0,2 meter
Gambar berikut merupakan peta kecepatan V2 dibawah permukaan. Kontras dengan warna merah
yang tergambarkan dengan kecepatan lebih cepat yang mengindikasikan kedalaman 0,2 meter diatas
dibandingkan dengan V1. Secara asumsi seismik permukaan yang memusat pada daerah baratdaya
maka kecepatan lapisan yang dibawahnya akan lebih pengukuran. Pada bagian timur memiliki kedalaman
cepat, kecepatan tinggi pada bagian tengah yang hingga 3,6 meter yang membentuk closure tunggal
ditandai dengan warna orange hingga merah dengan yang memusat hanya berada pada daerah lintasan 7
nilai kecepatan sekitar 860 m/s, kecepatan rendah & 8.
pada bagian selatan yang ditandai dengan warna biru Lintasan 1 & 2 memiliki kedalaman yang sedang
hingga ungu dengan nilai kecepatan sekitar 400 m/s, dengan kedalaman sekitar 1,2 meter dibawah
dan kecepatan sedang dibagian utara yang ditandai permukaan. Lintasan 14 memiliki kedalaman
dengan warna hijau dengan nilai kecepatan sekitar bervariasi mulai dari kedalaman 0,2 meter dibawah
620 m/s. permukaan. Daerah ini memiliki anomali kedalaman
Diindikasikan sebagai soil yang berukuran butir pada lintasan 7 & 8 yang hanya mengalami
pasir (Kohnen, 1973) karena dalam penjalarannya penurunan lapisan pada daerah tersebut saja,
tidak jauh berbeda dengan lapisan pertama, namun dilintasan yang lain tidak memperlihatkan nilai yang
mengalami peningkatan kecepatan dikarenakan seperti lintasan tersebut.
burial / tekanan batuan karena lapisan yang berada
pada atasnya menyebabkan pemampatan. Sehingga
8
Pembentangan jarak geophone yang
semakin jauh akan mempengaruhi
kedalaman lapisan yang dapat digambarkan.
Metode ITM pada offset titik pertama berada
pada kedalaman 0,5m dibawah permukaan
dan lapisan tersebut terbaca pada offset
sejauh 16 meter dengan kedalaman 1,15m
Perbandingan Peta Kedalaman ITM dan dibawah permukaan. Diindikasikan sebagai
Peta Kedalaman CDM soil/ alluvial yang berupa pasir lepas dengan
kecepatan rambat gelombang sebesar 402,18
m/s (Kohnen, 1973).
Metode CDM pada offset titik pertama
berada pada kedalaman 1,7 m dibawah
permukaan dan lapisan tersebut terbaca pada
offset sejauh 16 meter dengan kedalaman
3,7m dibawah permukaan. Diindikasikan
sebagai soil/ alluvial yang berupa pasir
lepas.
Secara kedalaman pada metode CDM range
nilai dari 3,6 hingga 0,2 meter dibawah
permukaan, pada metode ITM range nilai
dari 8,5 hingga 0 meter. Perbedaan tersebut
terjadi akibat konsep yang berbeda dari
kedua metodenya. Metode CDM
Gambar 12. Peta Perbandingan Peta Kedalaman ITM dan menggunakan prinsip jarak kritis namun
Peta Kedalaman CDM ITM menggunakan prinsip intercept time.

Gambar berikut merupakan peta kedalaman


ITM & CDM yang dikorelasikan. Secara umum DAFTAR PUSTAKA
terlihat bahwa memiliki kenampakan kedalaman
yang berbeda. Persebaran kedalaman sangat Susilawati. 2004. Seismik refraksi (dasar teori dan
mencolok terlihat pada metode CDM. Metode ITM akuisisi data), USU Digital Library.
hanya memiliki kedalaman rendah sekitar 0,5 yang
mendominasi daerah tengah. Kohnen, H., & Bentley, C.R. 1973. Seismic
Secara kedalaman pada metode CDM range refraction and reflection measurement at
nilai dari 3,6 hingga 0,2 meter dibawah permukaan, Byrd station, Antartica. Journal of
pada metode ITM range nilai dari 8,5 hingga 0 Glaciology, Vol. 12, No. 64, p. 101-II.
meter. Pada bagian tengah metode CDM memiliki
nilai anomali yang berbeda yaitu pada kedalaman Seno Giamboro, W., & Staff Asisten Metode
3,6 meter yang ditandai pada warna biru yang Seismik Refraksi, 2016. Modul Praktikum
tepatnya pada lintasan 7 & 8. Seismik Refraksi. UPN Veteran Yogyakarta.
Secara proses perhitungan memang berbeda, Yogyakarta.
pada metode ITM menggunakan konsep intercept .
time, namun pada metode CDM menggunakan
konsep jarak kritis. Sehingga peta yang dihasilkan
pun berbeda, secara dalam penentuan perhitungan
kedalaman ada perbedaan.

4. KESIMPULAN

Setelah pengolahan data melalui perhitungan


matematis dan analisa menggunakan metode T-X
didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
Nilai kecepatan batuan merambatkan suatu
gelombang seismik semakin meningkat jika
bertambahnya kedalaman.

Anda mungkin juga menyukai