Anda di halaman 1dari 125

Laporan Hasil ABL

Analisis Derajat Kesehatan Masyarakat Terhadap Lingkungan,


Perilaku, dan Pelayanan Kesehatan di UPT Puskesmas
Kecamatan Cipayung Kota Depok
Tahun 2017

Disusun oleh :

Desya Salsa Bela 01150000008

Gusti Ayu P 01150000012

Mohamad Teguh 01150000031

Rika Liana 01150000032

Rista Anjar Sari 01150000050

Syafifi Nurbaiti 01150000003

Yulia Angraeni 01150000001

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAJU


PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
JAKARTA
2017
HALAMAN PERSETUJUAN

Laporan Aplikasi Belajar Lapangan I ini telah disetujui oleh pembimbing Akademik dan
Pembimbing Lapangan Program Studi Kesehatan Masyarakat Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Indonesia Maju

Jakarta,Agustus 2017

Menyetujui,

Pembimbing Materi/Akademik

Pembimbing

1
Ajeng Setianingsih, SKM, M.Kes

Pembimbing Lapangan
Puskesmas Kecamatan Cipayung

Rahmawati, SKM

2
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Aplikasi Belajar Lapangan I ini telah berhasil dipertahankan dihadapan Penguji
dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat pada Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju

Jakarta, Agustus2017

Penguji

A Agustina Sari, SST, M.Kes

Mengetahui,

Ketua Prodi Kesehatan Masyarakat

3
Rindu, SKM, M.Kes

4
ABSTRAK

Analisis Derajat Kesehatan Masyarakat terhadap Lingkungan, Perilaku, dan


Pelayanan kesehatan di UPT Puskesmas Kecamatan Cipayung Kota Depok
Tahun 2017

Oleh

Kelompok 6

Kegiatan ABL 1, dapat dianalisis situasi yang terjadi di kalangan masyarakat


Puskesmas Kecamatan Cipayung Depok tahun 2016 dengan mengetahui masalah 10
penyakit tertinggi dan pencapaian program yang dilakukan.Tujuan dari kegiatan ini
untuk mengetahui analisis derajat kesehatan masyarakat di wilayah kerja UPT
puskesmas Kecamatan Cipayung depok tahun 2016. Desain penelitian
inimenggunakan Cross Sectional dengan studi deskriptif. Berdasarkan data laporan
tahunan Puskesmas Kecamatan Cipayung Tahun 2016 tentang derajat kesehatan
didapatkan hasil 10 penyakit terbesar dan salah satu nya adalah penyakit ISPA
penderitanya mencapai 12.674 jiwa. Dari jumlah 15.542 rumah terdapat 14.627
rumah sehat. Yang mendapatkan akses air minum layak ada 52.314 jiwa dari total
89.500 jiwa dan yang memiliki akses jamban sehat hanya 54.310 jiwa. Total TPM
ada 65 TPM sedangkan yang tidak memenuhi syarat hygiene sebanyak 36 TPM. dari
total 21.1750 rumah tangga, yang melakukan PHBS ada 13.615 rumah tangga.
Kunjungan K1 ibu hamil 1.847, dan kunjungan K4 ada 1.818 ibu hamil dari total
1.893 ibu hamil. Dari 1.807 ibu bersalin yang persalinan nya ditolong oleh tenaga
kesehatan berjumlah 1.782 ibu. Sedangkan yang mendapatkan pelayanan nifas
berjumlah 1.732 ibu. Dari 264 bayi yang diperkirakan mengalami komplikasi dan
yang mendapatkan penanganan ada 142 bayi.Hasil data rumah sehat, akses air
minum layak, PHBS dan penanganan komplikasi neonatal belum mencapai 80 %
dari target persentase sehat di Kecamatan Cipayung. Diharapkan dari hasil penelitian
ini, puskesmas dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat dan tindakan yang lebih
baik melalui penyuluhan dengan metode yang lebih efektif.

Kata Kunci : Derajat Kesehatan, Lingkungan, Perilaku, Pelayanan Kesehatan

Referensi : 29 (2009-2016)

5
6
ABSTRACT

Analysis of Public Health Degrees on Environment, Behavior and Health Services


at UPT Puskesmas Kecamatan Cipayung Depok

Year 2017

By

Group 6

Activity ABL 1, can be analyzed the situation that occurred in the community
Community Health Center Cipayung Depok in 2016 by knowing the 10 problems of
the highest disease and the achievement of the program undertaken.The purpose of
this activity to know the analysis of public health status in the working area of UPT
puskesmas Cipayung District depok year 2016. This research design uses Cross
Sectional with descriptive study Based on data of annual report of Puskesmas
Kecamatan Cipayung Year 2016 about health status got result of 10 biggest disease
and one of its is disease of ARI sufferer reach 12.674 soul.From the number of
15,542 houses as many as 14,627 healthy homes. The access to clean water is 52,314
people out of a total of 89,500 people and who have access to health latrines only
54,310 people. Total TPM there are 65 TPM whereas that does not meet the hygiene
requirement of 36 TPM. Of a total of 21,1750 households, which conducted PHBS
13,615 households. Visit K1 of pregnant woman 1,847, and visit K4 there are 1818
pregnant women from total 1,893 pregnant women. Of the 1,807 maternity women
whose the labor was helped by health workers amounted to 1782 mothers. While
who get post partum service amounted to 1732 mothers. Of the 264 babies who were
estimated to have complications and who received treatment there were 142 babies.
Results of healthy home data, access to improved drinking water, PHBS and
handling of neonatal complications have not reached 80% of healthy percentage
target in Kecamatan Cipayung. It is expected that from this research, puskesmas can

7
improve community knowledge and better action through counseling with more
effective method.

Keywords : Health Degrees on Environment, Behavior and Health Services

References: 29 (2009-2016)

8
DAFTAR GAMBAR

3.1 Gambar Kerangka Teori ................................................................... 46


3.2 Gambar Kerangka Konsep ................................................................47
5.4 Gambar Alur Pelayanan .......................................................... 63

9
DAFTAR TABEL

No Judul Tabel Halaman


5.2.1 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok 53
Umur
5.2.2 Luas wilayah, Jumlah Penduduk, Jumlah Rumah Tangga, 53
dan Kepadatan Penduduk Menurut Kelurahan
5.2.3 Kepadatan Penduduk 54
6.1.1 Pola 10 Besar Penyakit Semua Umur Di Puskesmas 64
Cipayung
6.1.2.1 Pola Penyakit Penderita Rawat Jalan di Puskesmas Cipayung 6.5
Tahun 0 - <1 Tahun
6.1.2.2 Pola Penyakit Penderita Rawat Jalan di Puskesmas Cipayung 66
Tahun 1 - 4 Tahun
6.1.2.3 Pola Penyakit Penderita Rawat Jalan di Puskesmas Cipayung 67
Tahun 5 - 14 Tahun
6.1.2.4 Pola Penyakit Penderita Rawat Jalan di Puskesmas Cipayung 67
Tahun 15 44 Tahun
6.1.2.5 Pola Penyakit Penderita Rawat Jalan di Puskesmas Cipayung 68
Tahun 45 - 75 Tahun
6.1.3 Kematian Bayi/Bumi/Balita 71
6.2.1.1 Persentase Rurmah Sehat Menurut Kecamatan dan 72
Puskesmas
6.2.1.2 Penduduk dengan Akses Berkelanjutan Terhadap Air Minum 73
Berkualitas (Layak)
6.2.1.3 Penduduk dengan Akses Berkelanjutan Sanitasi yang Layak 74
(Jamban Sehat)
6.2.1.4 Tempat Pengelolaan Makan (TPM) Menurut Status Hygiene 76
Sanitasi
6.2.2.1 Persentase Rumah Tangga Berprilaku Hidup Besdih dan 77

10
Sehat (Ber-PHBS) Menurut Kecamatan dan Puskesmas
6.2.3.1 Cangkupan Kunjungan Ibu Hamil, Persalinan Ditolong 78
Tenaga Kesehatan, dan Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas
6.2.3.2 Jumlah dan Persentase Penanganan Komplikasi Neonatal 79

11
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberi rahmat
dan hidayahnya. Sehingga kita dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Praktek
Aplikasi Belajar Lapangan 1 (ABL) yang dilaksanakan di Puskesmas Cipayung
Kecamatan Cipayung Depok, Jawa Barat.

Selesainya penyusunan laporan ABL 1 ini tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak yang senantiasa memberikan bimbingan dan dorongan serta bantuannya. Oleh
karena itu kami mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Dr. dr. Hafizurrachman, MPH selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Indonesia Maju (STIKIM).

2. Ibu Rindu, SKM.M.Kes, selaku Kepala Program Studi S-1 Kesehatan


Masyarakat Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju (STIKIM).

3. Ibu Ajeng Setianingsih, SKM, M.Kes, selaku dosen pembimbing Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Indonesia Maju (STIKIM) dalam mata kuliah Aplikasi Belajar
Lapangan1.

4. dr. Nur Afiyah selaku kepala Puskesmas Kecamatan Cipayung.

5. Ibu Rahmawati, SKM selaku pembimbing lapangan

6. Seluruh Ibu/Bapak Staff Puskesmas Cipayung yang telah membantu


mengarahkan dan membimbing dalam penelitian.

12
7. Orang tua kami yang telah memberikan dorongan moril dan materil.

8. Teman-teman mahasiswa yang telah membantu kami dalam terselesainya


laporan ini.

Kami sangat bersyukur telat dapat menyelesaikan laporan ini.

Kami tidak lupa mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan
maupun gelar. Besar harapan semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Jakarta, 13Agustus 2017

Kelompok 6

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN...........................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN...........................................................................................ii
ABSTRAK.......................................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR.........................................................................................................v
DAFTAR TABEL.............................................................................................................vi
KATA PENGANTAR.....................................................................................................viii
DAFTAR ISI....................................................................................................................ix
BAB I : PENDAHULUAN...............................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................1
1.2 Perumusan Masalah.................................................................................9

13
1.3 Pertanyaan Penelitian............................................................................10
1.4 Tujuan Penelitian...................................................................................11
1.5 Manfaat Penelitian.................................................................................11
1.6 Ruang Lingkup......................................................................................13
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................14
2.1 Derajat Kesehatan..................................................................................14
2.2 Lingkungan............................................................................................17
2.3 Perilaku........................................................................................19
2.4 Pelayanan Kesehatan....................................................................28
2.5 Puskesmas..............................................................................................40
2.5.1 Fungsi Puskesmas........................................................................40
2.5.2 Sub Unit Puskesmas.....................................................................42
2.5.3 Program Kerja Puskesmas...........................................................44
BAB III : KERANGKA TEORI......................................................................................48
3.1 Kerangka Teori......................................................................................48
3.2 Kerangka Konsep..................................................................................49
3.3 Definisi Operasional..............................................................................49
BAB IV : METODE PENELITIAN................................................................................52
4.1 Desain Penelitian...................................................................................52
4.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian................................................................52
4.3 Pengumpulan Data.................................................................................53
4.4 Pengolahan Data....................................................................................53
4.5 Penyajian Data.......................................................................................53
BAB V : ANALISIS GAMBARAN UMUM.................................................................54
5.1 Gambaran Geografis..............................................................................54
5.2 Gambaran Demografis...........................................................................54
5.3 Visi dan Misi UPT Puskesmas Kecamatan Cipayung...........................57
5.4 Alur Pelayanan Pasien...........................................................................65
BAB VI : HASIL PENELITIAN.....................................................................................66

14
6.1 Gambaran derajat kesehatan diwilayah UPT Puskesmas tahun 2016.. .66
6.1.1 10 (Sepuluh) Penyakit Tertinggi..................................................66
6.1.2 Morbiditas....................................................................................67
6.1.3 Mortalitas.....................................................................................72
6.2 Derajat Kesehatan Masyarakat Berdasarkan Beberapa Indikator.........74
6.2.1 Lingkungan..................................................................................74
6.2.2 Perilaku........................................................................................79
6.2.3 Pelayanan Kesehatan....................................................................80
BAB VII : PEMBAHASAN............................................................................................83
7.1 10 penyakit Tertinggi Di UPT Puskesmas Kecamatan Cipayung Tahun
2016.......................................................................................................83
7.1.1 ISPA.............................................................................................83
7.2 Derajat Kesehatan Masyarakat Ditinjau Dari Indikator Lingkungan....86
7.2.1 Rumah Sehat................................................................................86
7.2.2 Kualitas Air Minum Layak..........................................................88
7.2.3 Akses Sanitasi Yang Layak (Jamban Sehat)................................92
7.2.4 Higiene Tempat Pengelolahaan Makanan....................................95
7.3 Derajat Kesehatan Masyarakat Ditinjau Dari Indikator Perilaku..........98
7.3.1 Rumah Tangga Berperilaku Sehat Dan Bersih (PHBS)...............98
7.4 Derajat Kesehatan Ditinjau Dari Indikator Pelayanan Kesehatan.......101
7.4.1 Cangkupan Kunjungan Ibu Hamil, Persalinan Ditolong Tenaga
Kesehatan...................................................................................101
7.4.2 Penanganan Komplikasi Neonatal.............................................103
BAB VIII : PENUTUP..................................................................................................106
8.1 Kesimpulan..........................................................................................106
8.2 Saran....................................................................................................108
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................xii

15
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut WHO (2013), sehat adalah keadaan sejahtera secara fisik, mental

dan sosial yang merupakan satu kesatuan, bukan hanya terbebas dari penyakit

maupun cacat.

Menurut Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 sehat adalah

keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial sehingga memungkinkan setiap

orang dapat hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Hal ini berarti kesehatan

seseorang berperan penting untuk menunjang produktifitas orang tersebut dalam

hidupnya.

Derajat Kesehatan merupakan gambaran profil kesehatan individu atau

kelompok individu (masyarakat) disuatu daerah. Derajat kesehatan dapat di ukur

dengan menggunakan indkator seperti jumlah kematian akibat suatu penyakit dan

angka morbiditas beberapa penyakit, derajat kesehatan dipengaruhi oleh banyak

faktor. Faktor-faktor tersebut berasal dari sektor kesehatan maupun sektor dari

luar kesehatan. Sektor kesehatan seperti pelayanan kesehatan serta ketersediaan

sarana dan prasarana kesehatan sedangkan sektor dari luar kesehatan seperti faktor

1
ekonomi, pendidikan, lingkungan sosial, keturunan dan perilaku ( Kementrian

kesehatan RI, 2014).

2
2

Sedangkan menurut Hendrik L. Blumdalam Notoatmodjo (2013) derajat

kesehatan merupakan sebuah konsep yang dipengaruhi oleh empat faktor yaitu :

perilaku, lingkungan, genetik, dan pelayanan kesehatan. Faktor lingkungan

mempengaruhi sebanyak 45%, faktor perilaku sebanyak 30%, faktor pelayanan

kesehatan 20%, dan faktor genetik hanya berpengaruh 5% terhadap status

kesehatan. Faktor lingkungan dan perilaku, serta pelyanan kesehatan merupakan

faktor terbesar yang berpengaruh terhadap tinggi rendahnya derajat kesehatan.

Oleh karena itu, lingkungan sehat, perilaku sehat dan Pelayanan Kesehatan

perludiupayakan dengan sungguh-sungguh, Untuk meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat, perlu dilakukan analisis pada faktor-faktor tersebut

sehingga bisa dilakukan tindakan pengelolaan yang baik dan sesuai.

Lingkungan merupakan salah satu peran penting dan berpengaruh positif

terhadap terwujudnya status kesehatan masyarakat.Lingkungan juga merupakan

determinan dalam menularkan dan munculnya suatu penyakit, baik menular

maupun tidak menular.Usaha memperbaiki atau meningkatkan kondisi lingkungan

ini dari masa ke masa, dan dari masyarakat satu kemasyarakat lain, bervariasi dan

bertingkat-tingkat, dari yang sederhana sampai kepada yang modern

(Notoatmodjo,2011)

Masih tingginya penyakit berbasis lingkungan antara lain penyakit

disebabkan oleh faktor lingkungan dan perilaku hidup bersih dan sehat serta

pelayanan kesehatan yang masih rendah. Berdasarkan aspek sanitasi tingginya


3

angka penyakit berbasislingkungan banyak disebabkan tidak terpenuhinya

kebutuhan air bersih masyarakat, pemanfaatan jamban yang masih rendah,

tercemarnya tanah, air, dan udara karena limbah rumah tangga, limbah industri,

limbah pertanian, sampah, sarana transportasi, serta kondisi lingkungan fisik yang

memungkinkan dan program-program pelayanan kesehatan.

Saat ini derajat kesehatan di pengaruhi beberapa faktor yang dapat dilihat

dari data morbiditas penyakit yang dipengaruhi baik dari faktor Lingkungan,

Perilaku, Serta Pelayanan kesehatan, Salah satunya dapat dilihat dari data WHO

tahun 2015 menunjukan bahwa sekitar 57 juta kematian didunia dalam setahun

maka 5 penyebabnya adalah, (1) Penyakit Jantung Iskemik (7,25 juta

orang/12,8%), (2) Stroke dan penyakit Serebrovasikuler dan penyakit lainnya

(6,15 juta orang/10,8%), (3) Infeksi Saluran Napas Bawah (3,46 juta orang/6,1%),

(4) Penyakit Paru Obstruktif Kronik (3,28 juta orang/5,8%), (5) Diare (2,46 juta

orang/4,3%).

Selain itu berdasarkan data Kemenkes tahun 2015, terdapat pola 10 besar

penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan di Rumah Sakit seluruh Indonesia

tahun 2014 adalah (1) Infeksi saluran nafas bagian atas akut lainnya (488.796), (2)

Demam yg penyebabnya tidak diketahui (275.256), (3) Penyakit kulit dan jaringan

subkutan lainnya (247.256), (4) Diare & gastroentritis oleh penyebab infeksi

tertentu (kolitis) (172.013), (5) Gangguan refraksi dan akomodasi (156.660), (6)

Dispepsia (133.162), (7) Hipertensi essensial (123.269), (8) Penyakit pulpa dan
4

periapikal (122.467), (9) Penyakit telinga dan prosesus mastoid (105.605), (10)

Konjungtivitis dan gangguan lain konjungtiva (99.195).

Ada juga data yang didapat menurut laporan Dinas Kesehatan Jawa Barat

Tahun 2014 terdapat 10 pola penyakit dipuskesmas semua golongan umur antara

lain, (1) penyakit Infeksi saluran pernapasan akut (4.538.125 / 27,40%), (2)

penyakit system pencernaan (2.457.883 / 14,84%), (3) penyakit system

muskuloaskeletal dan jaringan ikat (1.760.258 / 10,63%), (4) penyakit kulit dan

jaringan subkutan (1.320.889 / 7,98%), (5) gejala dan tanda umum lainnya

(1.028.513 / 6,21%), (6) hipertensi (981.261 / 5,93%), (7) Diare dan

gastroenteritis (708.369 / 4,28%), (8) Influenza dan Pneumonia (509.940 /

3,08%), (9) penyakit saluran pernapasan lainnya (500.940 / 3,08%), (10)

Dispepsia (459.872 / 2,78%).

Dan Juga Menurut Data Dari Dinas Kesehatan Kota Depok Tahun 2015

Terdapat Pola 10 Besar Penyakit Terbanyak Pada Pasien Rawat Jalan Di

Puskesmas Kota Depok Antara Lain , (1) Hipertensi Primer (697.222 / 65,7%),

(2) Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Atas Akut Tidak Spesifik (73.152 / 6,9%),

(3) Cough (69.763 / 6,6% ), (4) Nasofaringitis Akuta (Common Cold) (65.226 /

6,1%), (5) Faringitis Akuta (36.414 / 3,4%), (6) Dispepsia (33.478 / 3,2%), (7)

Penyakit Pulpa dan jaringan Periapikal (26.883 / 2,5%), (8) Myalgia (21.285 /

2,0%), (9) Diare dan gastroenteritis (20.195 / 1,9%), (10) Dermatitis lain, tidak

spesifik (eksema) (18.402 / 1,7% ). (Profil Kesehatan Kota Depok Tahun 2015)
5

Jelas dari data diatas dapat kita amati dan ketahui bahwa pola penyakit

yang timbul dimasyarakat adalah disebabkan karna penyakit infeksi baik yang

dipengaruhi faktor lingkungan ataupun perilaku. Oleh sebab itu seduh sepatutnya

pelayanan kesehatan menjadi rujukan untuk peningkatan derajat kesehatan

pertama

Oleh Sebab itu Salah satu cita-cita bangsa Indonesia dalam Undang-

Undang Dasar (UUD) 1945 adalah mewujudkan kesejahteraan termasuk

kesejahteraan dalam kesehatan. Demi tercapainya cita-cita tersebut, pemerintah

melakukan usaha berupa pembangunan kesehatan. Pembangunan kesehatan di

Indonesia dilakukan dengan berbagai upaya kesehatan yang bersifat komprehensif

dan holistik. Tujuannya adalah agar tercapai kemampuan hidup sehat bagi setiap

penduduk di Indonesia. Untuk itu maka diperlukan pelayanan kesehatan yang

meratadengan kualitas pelayanan yang baik

Faktor lingkungan inilah yang paling besar menentukan status kesehatan.

Yang kedua adalah faktor perilaku dalam hal ini faktor yang paling berpengaruh

adalah faktor pemahaman dan tingkat pengetahuan masyarakat terhadap

kesehatan. Faktor ketiga adalah pelayanan kesehatan diantaranya adalah sumber

daya manusia yang kompoten dan siap siaga dalam melayani masyarakat.

Ketersediaan tenaga dan tempat pelayanan yang memadai. Faktor terakhir adalah

keturunan. Semua faktor saling berkaitan satu sama lain. (Notoatmodjo, 2012).

Sampah erat kaitannya dengan kesehatan masyarakat, karena dari sampah-

sampah tersebut akan hidup berbagai mikroorganisme penyebab penyakit (bacteri


6

pathogen), dan juga binatang serangga pemindah/penyebar penyakit (vektor).

Oleh sebab itu sampah harus dikelola masyarakat.Salah satu ruang lingkup

kesehatan lingkungan tersebut adalah sampah.Sampah berasal dari lingkungan,

maka penyakit yang ditimbulkan oleh sampah yaitu penyakit yang berbasis

lingkungan. Untuk mencegah atau timbulnya penyakit di masyarakat maka

dilakukan pengurangan atau pengendalian faktor lingkungan yang diduga

berhubungan dikenal dengan faktor risiko lingkungan, salah satunya adalah

sampah. Jika sampah tidak dikelola dengan baik akan menyebabkan lingkungan

tidak sehat maupun sebaliknya. Penyakit bawaan sampah diantaranya Dysentrie

basilaris, Dysentrie amoebica, Cholera, Thypus, Ascariasis, DBD, sakit mata,

penyakit kulit yang disebabkan oleh vektor tikus dan lalat.

Partisipasi masyarakat menjadi salah satu faktor dalam menyukseskan

program kesehatan lingkungan. Sebaik apa pun program yang dilakukan

pemerintah tanpa peran aktif masyarakat, program tersebut tidak akan mencapai

hasil yang diharapkan. Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah

merupakan salah satu isu penting dalam kesehatan lingkungan. Keharusan

berpartisipasi bertolak dari arah bahwa lingkungan hidup adalah milik bersama

yang pemeliharaan dan pemanfaatannya harus dilaksanakan bersama-sama oleh

pemerintah, dunia usaha maupun masyarakat. Semua pihak harus terlibat, karena

masing-masing tanpa kecuali menggantungkan diri pada sumber alam dan

lingkungan sebagai sumber kehidupan


7

Peningkatan kesehatan dari sektor lingkungan, perilaku dapat kita lakukan

dengan kesadaran diri sendiri serta pelayanan kesehatan adalah sarana

penyelenggara upaya kesehatan primer, yaitu upaya kesehatan dimana terjadi

kontak pertama masyarakat dengan pelayanan kesehatan. Oleh karena itu

puskesmas merupakan unit pelaksana fungsional sebagai pusat pembangunan

kesehatan tingkat pertama yang memiliki sasaran masyarakat dalam suatu wilayah

tertentu.

Sebagai salah satu penyelenggara pelayanan kesehatan, pusat kesehatan

masyarakat menjadi ujung tombak pembangunan kesehatandi Indonesia.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 75 Tahun2014, puskesmas adalah

fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan

masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama untuk mencapai

derajat kesehatan setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.

Dan juga terwujudnya masyarakat yang sehat tidak terlepas dari perilaku

hidupbersih, sehat, dan higinis di lingkungan rumah tangga. Rumah tangga

merupakanlingkungan terkecil dalam masyarakat. Dengan terciptanya kehidupan

masyarakat yang sehat, tentu merupkan modal utama dan aset yang sangat

berharga untuk melaksanakan peningkatan derajat kesehatan.

Perilaku hidup bersih dan sehat oleh pemerintah difokuskan 10 Indikator.

Berdasarkan Keputusan Menteri kesehatan yang tercantum dalam

No.2269/MENKES/PER/XI/2011 yang terdiri atas :

1. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan


8

2. Memberi bayi ASI

3. Menimbang balita setiap bulan

4. Menggunakan air bersih

5. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun

6. Menggunakan jamban sehat

7. Memberantas jentik di rumah

8. Makan sayur dan buah setiap hari

9. Melakukan aktifitas fisik setiap hari

10.Tidak merokok di dalam rumah

Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa puskesmas merupakan

sarana kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan dan berperan penting

untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, penyedia jasa

layanan kesehatan seperti puskesmas dituntut untuk memberikan kualitas

pelayanan yang baik. Puskesmas harus memiliki pelayanan kesehatan yang

berkualitas sehingga masyarakat mampu hidup sehat dan tujuan pembangunan

kesehatan akan tercapai. Terdapat dua pihak yang terlibat dalam pelayanan

kesehatan di puskesmas, yaitu pihak pemberi pelayanan (puskesmas) dan pihak

penerima pelayanan (pasien). Oleh karena itu, baik atau tidaknya kualitas

pelayanan kesehatan tidak hanya ditentukan berdasarkan sudut pandang pihak

puskesmas, tetapi juga harus melibatkan sudut pandang pasien.

Salah satunya dapat kita lihat dari data profil tahunan UPT Puskesmas

Kecamatan Cipayung tahun 2016 terdapat 10 Penyakit tertinggi Yang disebabkan


9

oleh faktor lingkungan atau perilaku, yaitu :(1) Common Cold (16.597), (2) ISPA

tidak Spesifik (12.647), (3) Dispepsia (11.291), (4) Hipertensi (10.446), (5)

Arthitis (4.521), (6) Dermatitis (3.353), (7) Dermatitis tidak spesifik (3.295), (8)

Gejala dan tanda umum lainnya (3.035), (9) Faringitis Akut (2.947), (10) Penyakit

pulpa dan jaringan periapikal (2.250).

STIKIM sebagai pengembang ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang

kesehatan mempunyai misi untuk menghasilkan tenaga ahli dan terampil untuk

dapat mengabdikan diri sebagai pemimpin dibidang kesehatan. Untuk

mewujudkan tujuan tersebut maka mahasiswa STIKIM selain diberikan konsep-

konsep dan teori-teori kesehatan masyarakat juga diperkenalkan dengan masalah-

masalah kesehatan masyarakat secara nyata melalui mata kuliah Aplikasi Belajar

Lapangan 1 (ABL 1).

Melalui ABL ini diharapkan mahasiswa dapat memperoleh pengalaman

mengenai kesehatan masyarakat secara langsung dilapangan sehingga akhirnya

dapat melakukan intervensi dan pemecahan masalah kesehatan tersebut. Sebagai

langkah awal untuk melaksanakan intervensi, pada ABL 1 dititikberatkan pada

pengetahuan tentang gambaran umum derajat kesehatan masyarakat dan

pelayanan pokok puskesmas.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 75 Tahun 2014, puskesmas

adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan

masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama untuk mencapai


10

derajat kesehatan setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Analisis yang lebih

akurat tentang situasi masyarakat akan didapat dari data 10 penyakit tertinggi

diatas, gambaran derajat kesehatan yang berasal dari faktor lingkungan, perilaku,

dan pelayanan kesehatan yang mempengaruhi timbulnya kejadian penyakit di

UPT Puskesmas Kecamatan Cipayung Depok.

Dalam melakukan upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat,

terlebih dahulu kita harus mengetahui permasalahan kesehatan yang terjadi di

masyarakat.Salah satu tujuan tercapainya derajat kesehatan, agar terciptanya

peningkatan kesehatan dan kualitas yang bermanfaat bagi semua masyarakat,

sehingga apabila derajat kesehatan belum terpenuhi baik dari sektor lingkungan,

perilaku, dan pelayanan kesehatanya maka bukan tidak mungkin angka kejadian

morbiditas dan mortalitas akan meningkat.

Melalui kegiatan ABL 1 sehingga dapat di analisis situasi yang terjadi di

kalangan masyarakat Puskesmas Kecamatan Cipayung Depok tahun 2016 dengan

mengetahui masalah 10 penyakit tertinggi dan pencapaian program yang

dilakukan sehingga dapat melihat gambaran umum derajat kesehatan masyarakat

di wilayah Puskesmas Kecamatan Cipayung Depok tahun 2016.

Analisis situasi dalam kegiatan Aplikasi Belajar Lapangan 1 tahun 2017

oleh Mahasiswa Kesehatan Masyarakat di Puskesmas Kecamatan Cipayung

Depok diarahkan untuk mengetahui gambaran umum derajat kesehatan di wilayah

kerja Puskesmas Kecamatan Cipayung Depok tahun 2015.

1.3 Pertanyaan Penelitian


11

Bagaimana Analisis derajat kesehatan terhadap lingkungan, perilaku, dan

pelayanan kesehatan yang mempengaruhi timbulnya kejadian penyakit di UPT

Puskesmas Kecamatan Cipayung Depok Tahun 2016 ?

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan umum

Mengetahui Analisis Derajat Kesehatan Masyarakat Di Wilayah Kerja UPT

Puskesmas Kecamatan Cipayung Depok Tahun 2016

1.4.2. Tujuan khusus

1 Mengetahui Analisis derajat kesehatan masyarakat terhadap lingkungan di

UPT Puskesmas Kecamatan Cipayung Depok tahun 2016

2 Mengetahui Analisis derajat kesehatan masyarakat terhadap Perilaku di UPT

Puskesmas Kecamatan Cipayung Depok tahun 2016

3 Mengetahui Analisis derajat kesehatan masyarakat terhadap Pelayanan

Kesehatan di UPT Puskesmas Kecamatan Cipayung Depok tahun 2016

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teoritis

Dalam penelitian ini peneliti tidak menghasilkan teori baru.

1.5.2 Manfaat Metodelogis

Dalam penelitian ini peneliti tidak menghasilkan metode baru.

1.5.3 Manfaat Peraktisi

1.5.3.1 Untuk Mahasiswa


12

1. Mendapatkan pengalaman dan keterampilan dibidang teknis dan

manajemen pada instansi pelayan;

2. Melaksanakan observasi terhadap keadaan lingkungan dan derajat

kesehatan masyarakat;

3. Mendapatkan pengalaman metode analisa masalah yang tepat terhadap

permasalahan kesehatan dan manajemen pelayanan di instansi

pelayanan kesehatan;

4. Mendapatkan bahan untuk penulisan laporan ABL 1 di instansi

pelayanan kesehatan;

1.5.3.2 Untuk STIKIM

1. Menjalin kerja sama dengan unit pelayanan kesehatan;

2. Memperkenalkan program studi pada instansi kesehatan dan instansi

terkait lainnya;

3. Memperoleh masukan bagi pengembangan program studi;

4. Terbinanya jaringan kerjasama dengan instansi kesehatan dalam upaya

meningkatkan keterkaitan dan kesepadanan antara subtansi akademik

dengan pengetahuan dan keterampilan sumber daya manusia yang

dibutuhkan dalam pembangunan kesehatan;

1.5.3.3 Untuk Puskesmas

1. Memperoleh analisis gambaran derajat kesehatan di wilayah kerja;

2. Memperoleh alternative rekomendasi terkait peningkatan pelayanan

dan kualitas derajat kesehatan masyarakat di wilayah kerja;


13

3. Menciptakan kerja sama saling menguntungkan dan bermanfaat antara

instansi pelayanan kesehatan dengan STIKIM.

1.6 Ruang Lingkup

Indikator derajat kesehatan adalah lingkungan, perilaku, dan pelayanan

kesehatan, karena dari indikator-indikator tersebutlah yang mempengaruhi

timbulnya 10 pola penyakit di UPT Puskesmas Cipayung. Penelitian ini dilakukan

di wilayah kerja UPT Puskesmas Kecamatan Cipayung Kota Depok mulai dari

tanggal 15 Mei-22 Mei 2017. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh faktor

lingkungan, perilaku dan pelayanan kesehatan terhadap derajat kesehatan pertama

kita perlu mengetahui gambaran umum kesehatan masyarakat yang ada di

Kecamatan Cipayung yang bisa kita lihat dari laporan tahunan, apabila data-data

sudah kita dapatkan maka yang perlu dilakukan adalah menganalisis faktor-faktor

tersebut seberapa besarkah pengaruhnya terhap Derajat kesehatan di Kecamatan

Cipayung.
14
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Derajat Kesehatan

Derajat Kesehatan Masyarakat merupakan gambaran kemampuan atau

kinerja petugas kesehatan untuk mencapai indicator kesehatan,kemampuan

SKPD (Satuan KerjaPerangkat Daerah) dalam merencanakan, melaksanakan,

mengendalikan program atau kegiatan sehingga mampu meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat.

Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang sangat kompleks, yang saling

berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan sendiri. Demikian pula

pemecahan masalah kesehatan masyarakat, tidak hanya dilihat dari segi

kesehatannya, tapi harus dilihat dari segi-segi yang ada pengaruhya terhadap

sehat-sakit atau kesehatan tersebut (Notoatmodjo, 2013).

1.Kesehatan jasmaniadalahdimensi yang paling nyata dan mempunyai perhatian

dan fungsi mekanistik tubuh.

2.Kesehatan mentalyaitu kemampuan berfikir dengan jernih dankoheren.

15
3.Kesehatan emosionaladalahkemampuan mengenal emosiseperti takut,

kenikmatan, kedudukan, kesehatan emosional juga berarti kemampuan dalam

penanganan stres,ketegangan jiwa,depresi dan kecemasan.

16
15

4.Kesehatan societa,pada tingkat ini lebih mempertimbangkan pada kesehatan

individu dimana kesehatan seseorang tidak dapat lepas dari segala sesuatu yang

melingkupi orang tersebut.

Menurut Hendrik L Blum ada 4 faktor yang dapat mempengaruhi status derajat

kesehatan masyarakat atau perorangan. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai

berikut :
1. Lingkungan
Lingkungan memiliki peranan dan peranan terbesar diikuti

perilaku,fasilitas kesehatan dan keturunan.Lingkungan sangat

bervariasiumumnyadigolongkan menjadi 3 kategori yaitu yang berhubungan

dengan aspek fisik dan sosial. Lingkungan yang berhubungan dengan aspek

fisik contohnya sampah, air, udara, tanah, iklim, perumahan dan sebagainya.

Sedangkan lingkungan sosial merupakan hasil interaksi antar manusia seperti

kebudayaan, pendidikan, ekonomi dan sebagainya. Sedangkan lingkungan

sosiokukultural merupakan hasil interaksi antar manusia seperti kebudayaan,

pendidikan, ekonomi, dan sebagainya.


2. Perilaku
Menurut Skiner perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap

stimulus atau rangsangan dari luar. Berdasarkan batasan perilaku dari Skiner,

maka perilaku kesehatan adalah suatu respons seorang (organisme) terhadap

stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem

pelayanan kesehatan, makanan dan minuman serta lingkungan. Perilaku

merupakan faktor kedua yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat


16

karena sehatnya lingkungan kesehatan individu. Keluarga dan masyarakat

sangat tergantung pada prilaku manusia itu sendiri. Di samping itu, juga

dipengaruhi oleh kebiasaan. Adat istiadat, kebiasaan, kepercayaan, pendidikan

sosial ekonomi dan prilaku-prilaku lain yang melekat pada dirinya.


3. Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan merupakan faktor ketiga yang mempengaruhi derajat

kesehatan masyarakat karena keberadaan fasilitas kesehatan sangat

menentukan dalam pelayanan pemulihan kesehatan. Pencegahan terhadap

penyakit, pengobatan dan keperawatan serta kelompok dan masyarakat yang

memerlukan pelayanan kesehatan. Ketersediaan fasilitas dipengaruhi oleh

lokasi, apakah dapat diangkau atau tidak. Yang kedua adalah tenaga kesehatan

pemberi pelayanan. Informasi dan motivasi masyarakat untuk mendatangi

fasilitas dalam memperoleh pelayanan serta program pelayanan kesehatan itu

sendiri apakah sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang memerlukan.


4. Keturunan/Genetik
Keturunan (genetik) merupakan faktor yang telah ada dalam diri manusia

yang dibawa sejak lahir. Misalnya dari golongan penyakit keturunan seperti

diabetes melitus dan asma bronehial.

2.2 Lingkungan

Menurut Notoatmojo (2012), lingkungan dapat diartikan sebagai segala

benda, keadaan dan pengaruh yang terdapat dalam ruang yang kita tempati dan

mempengaruhi segala hal-hal yang hidup, termasuk manusia. Kesejahteraan


17

manusia sangat dipengaruhi oleh lingkungannya, lingkungan yang kurang baik,

atau sama sekali tidak menguntungkan akan memberikan dampak negatif,

sedangkan lingkungan yang baik akan meningkatkan kesehatan. Oleh sebab itu

diperlukan upaya antisipatif agar hal-hal yang bersifat negatif dapat

dikendalikan, sedangkan hal-hal yang positif dapat dikembangkan.


Komponen lingkungan yang selalu berinteraksi dengan manusia dan

seringkali mengalami perubahan akibat adanya kegiatan manusia seperti: air,

udara, makanan, vektor/binatang dan manusia itu sendiri. Perubahan yang

harus diwaspadai, pada dasarnya karena berbagai komponen lingkungan seperti

air, udara, makanan dan vektor tersebut yang mengandung agen penyakit

(Notoatmodjo, 2012)
Faktor lingkungan terdiri dari lingkungan sosial-budaya yaitu pendidikan,

pekerjaan, pendapatan, kebudayaan, dan agama. Lingkungan fisik dan biologi

baik yang merupakan sumber daya alam maupun rekayasa manusia. Termasuk

didalamnya sumber air, sanitasi lingkungan, pencemaran, sumber vektor dan

lainnya. Faktor perilaku dan sikap meliputi gaya hidup. Faktor genetik meliputi

sistem immunitas individu dan penyakit yang diturunkan, sedangkan faktor

pelayanan kesehatan meliputi pencegahan, pengobatan, perawatan dan

rehabilitasi.
Lingkungan merupakan salah satu peran penting dan berpengaruh positif

terhadap terwujudnya status kesehatan masyarakat. Lingkungan juga

merupakan determinan dalam menularkan dan munculnya suatu penyakit, baik

menular maupun tidak menular.Usaha memperbaiki atau meningkatkan kondisi

lingkungan ini dari masa ke masa, dan dari masyarakat satu kemasyarakat lain,
18

bervariasi dan bertingkat-tingkat, dari yang sederhana sampai kepada yang

modern (Notoatmodjo,2012).
Masih tingginya penyakit berbasis lingkungan antara lain penyakit

disebabkan oleh faktor lingkungan serta perilaku hidup bersih dan sehat yang

masih rendah. Berdasarkan aspek sanitasi tingginya angka penyakit

berbasislingkungan banyak disebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan air bersih

masyarakat, pemanfaatan jamban yang masih rendah, tercemarnya tanah, air,

dan udara karena limbah rumah tangga, limbah industri, limbah pertanian,

sampah, sarana transportasi, serta kondisi lingkungan fisik yang

memungkinkan (Achmadi, 2013).


Saat ini penyakit berbasis lingkungan merupakan faktor yang paling

dominan di Indonesia dan masih menjadi permasalahan kesehatan masyarakat

di Indonesia. ISPA dan diare yang merupakan penyakit berbasis lingkungan

selalu masuk dalam 10 besar penyakit di hampir seluruh puskesmas di

Indonesia, selain Filariasis, Malaria, HIV AIDS, TBC, Kusta, Diare dan

Penyakit Infeksi Pencernaan, Penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi,

Penyakit berpotensi wabah (Demam Berdarah Dengue, Penyakit infeksi baru),

eradikasi polio (Depkes RI, 2011). Hal ini antara lain karena sanitasi

lingkungan yang buruk.

2.3 Perilaku

Perilaku manusia adalah seluruh kegiatan atau aktivitas yang dilakukan

oleh manusia yang terdiri dari aktivitas yang dapat diamatin langsung oleh

orang laian (berjalan, bernyanyi, tertawa), maupun aktivitas yang tidak dapat
19

diamati oleh orang lain meliputi perhatian, persepsi, pengetahuan dan sikap

(Notoatmodjo, 2012).
Perilaku terjadi karena adanya respon/reaksi seseorang karena proses

adanya stimulus yang biasa disebut dengan teori S-O-R atau Stimulus

Organisme Respon yang diungkapkan Skiner (1938) dalam Notoatmodjo

(2012). Berdasarkan teori tersebut maka respon individu dapat dibedakan

menjadi dua yaitu:


1. Respondent respons atau reflexive yaitu respon yang ditimbulkan oleh

rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu yang disebut eliciting stimuli,

karena menimbulkan respons-respons yang relatif tetap. Contohnya

makanan yang lezat menimbulkan keinginan untuk makan, cahaya terang

menyebabkan mata tertutup, mendengar berita musibah menjadi sedih dan

lain sebagainya
2. Operant respon atau instrumental respons yaitu respon yang timbul dan

berkembang yang kemudian diikuti oleh rangsangan tertentu yang

memperkuatnya (reinforcing stimulus). Contohnya apabila seorang petugas

kesehatan melaksanakan tugasnya dengan baik (respon terhadap uraian

tugasnya) kemudian memperoleh penghargaan dari atasannya (stimulus

baru), maka petugas tersebut akan lebih baik lagi dalam melaksanakan

tugasnya.

2.3.1 Bentuk Perilaku

Menurut Notoatmodjo (2007) dilihat dari bentuk respon stimulus

ini maka perilaku dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:


20

1. Perilaku tertutup (covert behavior) Respon atau reaksi terhadap

stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi,

pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang

menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas

oleh orang lain.


2. Perilaku terbuka (overt behavior) Respon terhadap stimulus tersebut

sudah jelas dalam atau praktik (practice) yang dengan mudah

diamati atau dilihat orang lain.

2.3.2 Domain Perilaku

Perilaku terbentuk melalui suatu proses interaksi manusia dengan

lingkungannya. Proses pembentukan perilaku seseorang di pengaruhi

oleh beberapa faktor baik yang berasal dari dalam maupun dari luar

individu. Menurut Notoatmodjo (2012), dua faktor yang mempengaruhi

terbentuknya perilaku adalah:


1. Faktor Internal yaitu faktor yang meliputi pengetahuan, kecerdasan,

persepsi, emosi, motivasi, sikap dan sebagainya yang berfung untuk

mengolah rangsangan dari luar.


2. Faktor eksternal yaitu meliputi lingkungan sekitar baik fisik maupun

non fisik seperti iklim, manusia, sosial ekonomi, kebudayaan dan

sebagainya.

2.3.3 Pengukuran Perilaku

Pengukuran atau cara mengamati perilaku dapat dilakukan

melalui dua cara, secara langsung, yakni dengan pengamatan


21

(observasi), yaitu mengamati tindakan dari subyek dalam rangka

memelihara kesehatannya. Sedangkan secara tidak langsung

menggunakan metode mengingat kembali (recall). Metode ini

dilakukan melalui pertanyaan-pertanyaan terhadap subyek tentang apa

dilakukan berhubungan dengan obyek tertentu (Notoatmodjo, 2011)

2.3.4 Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku


Menurut Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2012),

perilaku diperilaku oleh 3 faktor utama, yaitu:

1. Faktor predisposisi (predisposing factors) Faktor-faktor ini

mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan,

tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan

dengan kesehatan,sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat

pendidikan, tingkat sosial ekonomi, pekerjaan, dan sebagainya.


2. Faktor pendukung (enabling factors) Faktor-faktor ini mencakup

ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi

masyarakat, misalnya: air bersih, tempat pembuangan sampah,

tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan bergizi, dsb.

Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas,

rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter

atau bidan praktek swasta, dsb. Termasuk juga dukungan sosial, baik

dukungan suami maupun keluarga.


3. Faktor penguat (reinforcing factors) Faktor-faktor ini meliputi faktor

sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toma),


22

sikap dan perilaku pada petugas kesehatan. Termasuk juga disini

undang-undang peraturanperaturan baik dari pusat maupun dari

pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan.

2.3.5 Indikator Perilaku

Perilaku Seperti telah diuraikan sebelumnya , bahwa perilaku

mencakup 3 dominan, yakni: pengetahuan (knowledge), sikap

(attitude), dan tindakan atau praktik (practice). Oleh sebab itu,

mengukur perilaku dan perubahannya, khususnya perilaku kesehatan

juga mengacu kepada 3 domain tersebut, secara rinci dapat dijelaskan

sebagai berikut :
1. Pengetahuan Kesehatan (health knowledge)
Pengetahuan tentang kesehatan adalah mencakup apa yang

diketahui oleh seseorang terhadap cara-cara memelihara

kesehatan. Pengetahuan tentang cara-cara memeliharanya

kesehatan ini meliputi:


a. Pengetahuan tentang penyakit menular dan tidak menular

(jenis penyakitdan tanda-tandanya atau gejala peyebabnya,

cara penularannya, cara pencegahannya cara mengatasi atau

menangani sementara).
b. Pengetahuan tentang faktor-faktor yang terkait dan/atau

mempengaruhikesehatan antara lain: gizi makanan, sarana

air bersih, pembuanga air limbah, pembuangan kotoran

manusia, pembuangan sampah, perumahan sehat, polusi

udara, dan sebagainya.


23

c. Pengetahuan tentang fasilitas pelayanan kesehatan yang

profesional maupun yang tradisional.


d. Pengetahuan untuk menghindari kecelakaan baik

kecelakaan rumah tangga, maupun kecelakaan lalu lintas

dan tempat-tempat umum. Oleh sebab itu, untuk mengukur

pengetahuan kesehatan seperti tersebut diatas, adalah

dengan mengajukkan pertanyaan - pertanyaan secara

langsung (wawancara) atau melalui pertanyaan - pertanyaan

tertulis atau angket. Indikator pengetahuan kesehatan adalah

tingginya pengetahuan responden tentang kesehatan, atau

besarnya presentase kelompok responden atau masyarakat

tentang variable - variabel atau komponen - komponen

kesehatan. Misalnya, berapa % responden atau masyarakat

yang tahu tentang cara - cara mencegah penyakit demam

berdarah, atau berapa % masyarakat atau responden yang

mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang penyakit

tifoid, dan sebagainya.


2. Sikap terhadap kesehatan (health attitude )
Sikap terhadap kesehatan adalah pendapat atau penilaian orang

terhadap hal - hal yang berkualitas dengan pemeliharaan

kesehatan, yang mencakup sekurang - kurangnya 4 variabel,

yaitu:
a. Sikap terhadap penyakit menular dan tidak menular (jenis

penyakit dan tanda - tanda atau gejalanya, penyebabnya


24

cara penularannya, cara pencegahannya, cara mengatasi

atau menanganinya sementara).


b. Sikap terhadap faktor - faktor yang terkait dan/atau

mempengaruhi kesehatan, antara lain: gizi makanan, sarana

air bersih, pembuangan air limbah, pembuangan kotoran

manusia, pembuangan sampah, perumahan sehat, polusi

udara dan sebagainya.


c. Sikap tentang fasilitas pelayanan kesehatan yang

profesional maupun tradisional.


d. Sikap untuk menghindari kecelakaan, baik kecelakaan

rumah tangga, maupun kecelakaan lalu lintas, dan

kecelakaan di tempat-tempat umum. Pengukuran sikap

dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung.

Pengukuran sikap secara langsung dapat dilakukan dengan

mengajukan pertanyaan- pertanyaan tentang stimulus atau

objek yang bersangkutan. Misalnya, bagaimana pendapat

responden tentang hygiene perorangan, bagaimana pendapat

responden tentang sanitasi lingkungan, dan sebagainya.


3. Praktik Kesehatan (health practice)
Praktik kesehatan atau tindakan untuk hidup sehat adalah

semua kegiatan atau aktivitas orang dalam rangaka memelihara

kesehatan. Tindakan atau praktik kesehatan ini juga meliputi 4

faktor seperti pengetauan dan sikap kesehatan tersebut di atas,

yaitu:
25

a. Tindakan atau praktik sehubungan dengan pencegahan

penyakit menular dan tidak menular dan praktik tentang

mengatasi atau menangani sementara penyakit yang

diderita.
b. Tindakan atau praktik sehubungan dengan gizi makanan,

sarana air bersih, pembuangan air limbah, pembuangan

kotoran manusia, pembuangan sampah, perumahan sehat,

polusi udara, dan sebagainya.


c. Tindakan atau praktik sehubungan dengan penggunaan

(utilisasi) fasilitas pelayanan kesehatan.


d. Tindakan atau praktik untuk menghindari kecelakaan baik

kecelakaan rumah tangga, maupun kecelakaan lalu lintas,

dan kecelakaan di tempat - tempat umum.


Pengukuran atau cara mengamati perilaku dapat dilakukan

melalui dua cara, secara langsung, maupun secara tidak

langsung. Pengukuran perilaku yang paling baik adalah secara

langsung, yakni dengan pengamatan (observasi), yaitu

mengamati tindakan subjek dalam rangka memelihara

kesehatannya, misalnya: kebiasaan responden sebelum makan,

apa mencuci tangan dengan sabun atau tidak, makanan yang di

konsumsi masih hangat atau tidak, dan sebagainya. Sedangkan

secara tidak langsung menggunakan metode mengingat

kembali (recall). Metode ini dilakukan melalui pertanyaan-


26

pertanyaan terhadap subjek tentang apa yang telah dilakukan

berhubungan dengan kesehatan. (Notoatmodjo, 2010)

2.3.6 Sintesis Peilaku

Pengukuran Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan

untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam

suatu keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu

kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-

formulasi yang ada.

2.3.7 Perilaku Kesehatan

Menurut Notoatmodjo (2005) perilaku kesehatan adalah respon

individu terhadap stimulus yang berhubungan dengan sakit dan

penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman serta

lingkungan. Perilaku kesehatan juga berarti semua aktivitas atau

kegiatan seseorang, baik yang dapat diamati (observable) maupun

yang tidak dapat diamati (unobservable), yang berkaitan dengan

pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Batasan dalam perilaku

kesehatan ada 3 macam, yaitu:


1. Pemeliharaan kesehatan meliputi pencegahan dan perlindungan

diri dari penyakit dan masalah kesehatan lain, meningkatkan

kesehatan, serta perilaku gizi dalam arti makanan dan minuman.


2. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas

pelayanan kesehatan, atau lebih sering disebut perilaku

pencarian pengobatan (heath seeking behavior). Perilaku ini


27

menyangkut upaya atau tindakan seseorang ketika menderita

penyakit dan atau kecelakaan mulai dari perilaku mengobati diri

sendiri maupun mencari pengobatan lainnya.


3. Perilaku kesehatan lingkungan dimana seseorang akan merespon

keadaan lingkungan baik fisik, sosial budaya maupun yang lain

dengan harapan lingkungan tersebut tidak mempengaruhi

kesehatannya.

2.4 Pelayanan Kesehatan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dinyatakan pengertian pelayanan

bahwa pelayanan adalah suatu usaha untuk membantu menyiapkan

(mengurus) apa yang diperlukan orang lain. Sedangkan pengertian service

dalam Oxford (2011) didefinisikan sebagai a system that provides something

that the public needs, organized by the government or a private company.

Oleh karenanya, pelayanan berfungsi sebagai sebuah sistem yang menyediakan

apa yang dibutuhkan oleh masyarakat.


Pelayanan kesehatan masyarakat pada prinsipnya mengutamakan

pelayanan kesehatan promotif dan preventif. Pelayanan promotif adalah upaya

meningkatkan kesehatan masyarakat ke arah yang lebih baik lagi dan yang

preventif mencegah agar masyarakat tidak jatuh sakit agar terhindar dari

penyakit.
Sebab itu pelayanan kesehatan masyarakat itu tidak hanya tertuju pada

pengobatan individu yang sedang sakit saja, tetapi yang lebih penting adalah

upayaupaya pencegahan (preventif) dan peningkatan kesehatan (promotif).


28

Sehingga, bentuk pelayanan kesehatan bukan hanya puskesmas atau balkesma

saja, tetapi juga bentuk-bentuk kegiatan lain, baik yang langsung kepada

peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit, maupun yang secara tidak

langsung berpengaruh kepada peningkatan kesehatan.


Bentuk-bentuk pelayanan kesehatan tersebut antara lain berupa Posyandu

dana sehat, polindes (poliklinik desa), pos obat desa (POD), pengembangan

masyarakat atau community development, perbaikan sanitasi lingkungan, upaya

peningkatan pendapatan (income generating) dan sebagainya.


Menurut Dubois & Miley (2012) Sistem pelayanan kesehatan merupakan

jaringan pelayanan interdisipliner, komprehensif, dan kompleks, terdiri dari

aktivitas diagnosis, treatmen, rehabilitasi, pemeliharaan kesehatan dan

pencegahan untuk masyarakat pada seluruh kelompok umur dan dalam

berbagai keadaan.Berbagai sistem pelayanan kesehatan meliputi : pelayanan

kesehatan masyarakat, rumah sakit-rumah sakit, klinik-klinik medikal,

organisasi-organisasi pemeliharaan kesehatan, lembaga kesehatan rumah,

perawatan dalam rumah, klinik-klinik kesehatan mental, dan pelayanan-

pelayanan rehabilitasi. Pekerja sosial bekerja dalam berbagai sistem pelayanan

kesehatan.
Definisi Pelayanan kesehatan menurut Departemen Kesehatan Republik

Indonesia Tahun 2009 (Depkes RI) yang tertuang dalam Undang-Undang

Kesehatan tentang kesehatan ialah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri

atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan

meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta

memulihkan kesehatan, perorangan, keluarga, kelompok ataupun masyarakat.


29

Berdasarkan Pasal 52 ayat (1) UU Kesehatan, pelayanan kesehatan secara

umum terdiri dari dua bentuk pelayanan kesehatan yaitu:


1. Pelayanan kesehatan perseorangan (medical service) Pelayanan kesehatan

ini banyak diselenggarakan oleh perorangan secara mandiri (self care), dan

keluarga (family care) atau kelompok anggota masyarakat yang bertujuan

untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan

dan keluarga. Upaya pelayanan perseorangan tersebut dilaksanakan pada

institusi pelayanan kesehatan yang disebut rumah sakit, klinik bersalin,

praktik mandiri.
2. Pelayanan kesehatan masyarakat (public health service)
Pelayanan kesehatan masyarakat diselenggarakan oleh kelompok dan

masyarakat yang bertujuan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan

yang mengacu pada tindakan promotif dan preventif. Upaya pelayanan

masyarakat tersebut dilaksanakan pada pusat-pusat kesehatan masyarakat

tertentu seperti puskesmas.

2.4.1 Jenis-Jenis Pelayanan Kesehatan


1. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama(Primary health care)
Pelayanan yang lebih mengutamakan pelayanan yang bersifat dasar

dan dilakukan bersama masyarakat dan dimotori oleh:


a. Dokter Umum (Tenaga Medis)
b. Perawat Mantri (Tenaga Paramedis)
Pelayanan kesehatan primer (primary health care), atau pelayanan
kesehatan masyarakat adalah pelayanan kesehatan yang paling depan,

yang pertama kali diperlukan masyarakat pada saat mereka mengalami

ganggunan kesehatan atau kecelakaan. Primary health care pada

pokoknya ditunjukan kepada masyarakat yang sebagian besarnya

bermukim di pedesaan, serta masyarakat yang berpenghasilan rendah


30

di perkotaan. Pelayanan kesehatan sifatnya berobat jalan (Ambulatory

Services)
2. Pelayanan Kesehatan Tingkat Kedua (Secondary health care)
Pelayanan yang lebih bersifat spesialis dan bahkan kadang kala

pelayanan subspesialis, tetapi masih terbatas. Pelayanan kesehatan

sekunder dan tersier (secondary and tertiary health care), adalah

rumah sakit, tempat masyarakat memerlukan perawatan lebih lanjut

(rujukan). Di Indonesia terdapat berbagai tingkat rumah sakit, mulai

dari rumah sakit tipe D sampai dengan rumah sakit kelas A.

Pelayanan kesehatan dilakukan oleh:


a. Dokter Spesialis
b. Dokter Subspesialis terbatas
Pelayanan kesehatan sifatnya pelayanan jalan atau

pelayanan rawat (inpantient services)


3. Pelayanan Kesehatan Tingkat Ketiga (Tertiary health care)
Pelayanan Kesehatan yang lebih mengutamakan

pelayanan subspesialis serta subspesialis luas.


Pelayanan kesehatan dilakukan oleh:
a. Dokter Subspesialis
b. Dokter Subspesialis Luas
2.4.2 Perilaku Masyarakat dalam Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Sebelum mulai membahas model utama dan

kecendurungan dalam menggunakan pelayanan kesehatan, kita

akan memperhatikan konsep kerangka kerja utama dari pelayanan

kesehatan tersebut. Pada prinsipnya ada dua kategori pelayanan

kesehatan: (1) kategori yang berorientasi kepada publik

(masyarakat) dan (2) kategori yang berorientasi pada perorangan

(pribadi). Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kategori


31

publik terdiri dari sanitasi, imunisasi, kebersihan air, dan

perlindungan kualitas udara. Pelayanan kesehatan masyarakat lebih

diarahkan langsung kearah publik dari pada kearah individu-

individu yang khusus. Di lain pihak pelayanan kesehatan pribadi

adalah langsung kearah individu.


Seperti kebanyakan pengobatan, pelayanan kesehatan

ditujukan langsung kepada pemakai pribadi (individual costumer).

Studi tentang penggunaan pelayanan kesehatan dikaitkan dengan

penggunaan pelayanan kesehatan pribadi. Karena itu, kita akan

mengatasi bahasan kita mengenai penggukuran pelayanan

kesehatan ke kategori pelayanan kesehatan pribadi.


Anderson dan Newman (2012) menyamakan 3 dimensi

dari kepentingan utama dalam pengukuran dan penentuan

pelayanan kesehatan, yaitu tipe, tujuan atau maksud, dan unit

analisis.
1. Tipe
Tipe digunakan untuk memisahkan berbagai pelayanan

kesehatan antara satu dengan yang lainnya. Anderson dan

Newman menunjukkan bahwa ada perbedaan

kecendurungan-kecendurungan jangka panjang dan jangka

pendek untuk berbagi tipe dari pelayanan (seperti rumah

sakit, dokter gigi, perawatan di rumah, dan lain-lain). Mereka

juga menunjukkan penemuan-penemuan riset bahwa faktor-

faktor penentu (determinan) individual bervariasi agak besar


32

untuk penggunaan tipe-tipe yang berbeda pelayanan

kesehatan. Karena kedua faktor ini (cenderung dan faktor

penentunya berbeda) maka masuk akal bahwa satu komponen

utama dalam pengaturan pelayanan kesehatan menjadi tipe

dari pelayanan kesehatan yang digunakan.


2. Tujuan
Disini mereka menyerahkan 4 perbedaan dari perawatan: I

primary, II secondary, III tertiary, dan IV custodial.

Perawatan I dikaitkan dengan perawatan pencegahan

(preventive care). Perawatan II dikaitkan dengan perawatan

perbaikan (pengembalian individu ke tingkat semula dari

fungsionalnya). Perawatan III dikaitkan dengan stabilitasdari

kondisi yang memperhatikan penyakit jangka panjang.

Perawatan IV dikaitkan semata-mata dengan kebutuhan

pribadi dari pasien dan tidak dihubungkan dengan perawatan

penyakit.
3. Unit Analisis
Unit analisis merupakan dimensi ke-3 dalam rangka kerja

Anderson dan Newman yangmendukung 3 perbedaan

diantara unit-unit analisis, yaitu: kontak, volume, episode.


Alasan utama bagi perbedaan ini adalah bahwa ciri-ciri khas

individu mungkin menjadi tanggung jawab bagi sejumlah

episode, sedangkan ciri-ciri khas dari sistem pembebasan

(khususnya pada dokter) mungkin menjadi tanggung jawab

utama bagi sejumlah akibat dari kontak kunjungan sebagai


33

akibat dari setiap episode penyakit. Jadi karena jumlah

kontak, episode, dan volume pelayanan yang digunakan

ditentukan oleh faktor-faktor yang berbeda, maka pengukuran

penggunaan pelayanan kesehatan akan membuat suatu

perbedaan di antara unit-unit pelayanan kesehatan yang

berbeda.
2.4.3 Upaya Promosi Kesehatan Dalam Pelayanan Kesehatan
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan

kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang

agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya

dapar terwujud. Di Indonesia hal ini sejalan dengan arah Rencana

Pembangunan Kesehatan Jangka Panjang / RPKJMN (2005-2024)

yang menekankah arah pembangunan kesehatan lebih kearah

promotif dan preventif yang seimbang dengan upaya kuratif dan

rehabilitatif, dengan visi masyarakat yang mandiri untuk hidup

sehat.
Peningkatan kualitas derajat kesehatan masyarakat

menurut Hendrik L Blum dipengaruhi oleh lingkungan, perilaku,

pelayanan kesehatan dan keturunan. Lingkungan dan perilaku

memegang peranan paling besar dalam meningkatkan kualitas

derajat kesehatan masyarakat. Pengaruh lingkungan tidak sekedar

hanya lingkungan fisik saja tetapi juga non fisik seperti sosial,

budaya, ekonomi, dan politik.


34

Lingkup promosi kesehatan berdasarkan tingkat pelayanan

kesehatan mencakup semua aspek dalam pelayanan kesehatan

mulai dari promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Artinya

upaya promosi kesehatan ada pada aspek promotif, preventif,

kuratif dan rehabilitatif. Kadangkala ranah promosi kesehatan

terkesan hanya pada upaya promotif dan preventif saja. Secara

sasaran memang upaya promotif dan preventif sebagian besar

(hampir sekitar 85%) sasarannya adalah orang sehat, sementara

sasaran upaya kuratif dan rehabilitatif adalah orang sakit (sekitar

15%). Pendekatan upaya pembangunan kesehatan seharusnya

dilakukan secara holistik atau secara makro, tidak menyelesaikan

masalah kesehatan pada waktu seseorang sakit saja atau secara

mikro.
Kegiatan pelayanan kesehatan secara paripurna diatur

dalam Pasal 52 ayat (2) UU Kesehatan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), yaitu:

1. Pelayanan kesehatan promotif, suatu kegiatan dan/atau

serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang lebih

mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi kesehatan.

Contoh upaya promotif adalah penyuluhan kesehatan gigi dan

mulut.
2. Pelayanan kesehatan preventif, suatu kegiatan pencegahan

terhadap suatu masalah kesehatan/penyakit. Sedangkan


35

menurut (Oktavia, 2013) upaya preventif adalah sebuah

usaha yang dilakukan individu dalam mencegah terjadinya

sesuatu yang tidak diinginkan. Contohnya adalah pengolesan

flour pada gigi.


Pelayanan preventif terdiri dari:
a. Preventif primer: terdiri dari program pendidikan,

seperti imunisasi, penyediaan nutrisi yang baik, dan

kesegaran fisik
b. Preventif sekunder: terdiri dari pengobatan penyakit

pada tahap dini untuk membatasi kecacatan dengan

cara menghindari akibat yang timbul dari

perkembangan penyakit tersebut.


c. Preventif tersier: pembuatan diagnose ditunjukan untuk

melaksanakan tindakan rehabilitasi, pembuatan

diagnose, dan pengobatan.

Prinsip pelayanan kesehatan preventif:

a. Sasarannya masyarakat, masalah yang ditangani pun

masalah masyarakat bukan individu, hubungan antara

petugas kesehatan dengan masyarakat bersifat

kemitraan
b. Bersifat proaktif yaitu mencari masalah kemudian

mengidentifikasi masalah dan melakukan tindakan


c. Penanganan melalui pendekatan holistic atau

menyeluruh
3. Pelayanan kesehatan kuratif, suatu kegiatan dan/atau

serangkaian kegiatan pengobatan yang ditujukan untuk


36

penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat

penyakit, pengendalian penyakit, pengendalian kecacatan

agar kualitas penderita dapat terjaga seoptimal mungkin.

Contohnya adalah penambalan gigi.

Prinsip pelayanan kesehatan kuratif yaitu:

a. Sasaran individual, jarak antara petugas kesehatan

dengan pasien cenderung jauh


b. Bersifat reaktif atau menunggu masalah datang
c. Penanganan lebih kepada system biologis manusia
4. Pelayanan kesehatan rehabilitatif, kegiatan dan/atau

serangkaian kegiatan untuk mengembalikan bekas penderita

ke dalam masyarakat sehingga dapat berfungsi lagi sebagai

anggota masyarakat yang berguna untuk dirinya dan

masyarakat, semaksimal mungkin sesuai dengan

kemampuannya. Contohnya pembuatan atau pemasangan gigi

palsu.
Berdasarkan uraian di atas pelayanan kesehatan yang

diselenggarakan di puskesmas, klinik, dan rumah sakit diatur secara

umum dalam UU Kesehatan, dalam Pasal 54 ayat (1) UU

Kesehatan berbunyi bahwa penyelenggaraan pelayanan kesehatan

dilaksanakan secara bertanggung jawab, aman, bermutu, serta

merata dan nondiskriminatif. Dalam hal ini setiap orang atau pasien

dapat memperoleh kegiatan pelayanan kesehatan secara

professional, aman, bermutu, anti diskriminasi dan efektif serta


37

lebih mendahulukan pertolongan keselamatan nyawa pasien

dibanding kepentingan lainnya.

2.5 Puskesmas

Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah salah satu sarana

pelayanan kesehatan masyarakat yang amat penting di Indonesia. Puskesmas

adalah unit pelaksana teknis dinas kabupaten/kota yang bertanggungjawab

menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja (Depkes,

2011).

2.51 Fungsi Puskesmas

1. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan


Puskesmas selalu berupaya menggerakan dan memantau

penyelenggaraan pembangunan lintas sektoral termasuk masyarakat

dan dunia usaha di wilayah kerjanya, sehingga berwawasan serta

mendukung pembangunan kesehatan. Di samping itu puskesmas aktif

memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari penyelenggaraan

setiap program pembangunan di wilayah kerjanya. Khusus untuk

pembangunan kesehatan, upaya yang dilakukan puskesmas adalah

mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit

tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.


2. Pusat pemberdayaan masyarakat
Puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka

masyarakat, keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha memiliki

kesadaran, kemauan dan kemampuan melayani diri sendiri dan


38

masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif dalam memperjuangkan

kepentingan kesehatan termasuk pembiayaannya, serta ikut

menetapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program

kesehatan. Pemberdayaan perorangan, keluarga dan masyarakat ini

diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi dan situasi, khususnya

sosial budaya masyarakat setempat.


3. Pusat pelayanan kesehatan strata pertama
Puskesmas bertanggungjawab menyelenggarakan pelayanan

kesehatan tingkat kesehatan pertama secara menyeluruh, terpadu dan

berkesinambungan. Pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menjadi

tanggungjawab puskesmas meliputi :


a. Pelayanan kesehatan perorangan
Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan yang bersifat

pribadi (private goods) dengan tujuan utama menyembuhkan

penyakit dan pemulihan kesehatan perorangan, tanpa mengabaikan

pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit. Pelayanan

perorangan tersebut adalah rawat jalan dan untuk puskesmas tertentu

ditambah dengan rawat inap.


b. Pelayanan kesehatan masyarakat
Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang bersifat

public (public goods) dengan tujuan utama memelihara dan

meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit tanpa

mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.

Pelayanan kesehatan masyarakat tersebut antara lain promosi

kesehatan, pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan,


39

perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga, keluarga berencana,

kesehatan jiwa serta berbagai program kesehatan masyarakat

lainnya.

2.5.2 Sub Unit Puskesmas

1. Puskesmas pembantu (pustu)


a. Biasanya ada satu buah disetiap desa atau kelurahan
b. Pelayanan medis sederhana oleh perawat atau bidan, disertai

jadwal kunjungan dokter


2. Puskesmas keliling (pusling)
a. Kegiatan pelayanan khusus keluar gedung, diwilayah kerja

puskesmas
b. Pelayanan medis terpadu oleh dokter, perawat, bidan, ahli gizi
3. Pondok bersalin desa (polindes)
a. Pos pelayanan ini sebaiknya ada disetiap desa atau kelurahan,

sebagai penunjang pelaksanaan desa atau kelurahan SIAGA


b. Beberapa pos yang fungsinya sejenis :
1) Pos kesehatan desa (poskesdes)
2) Pos kesehatan kelurahan (poskeskel)
3) Balai kesehatan masyarakat (bakersa)
4. Pos pelayanan terpadu (posyandu)
a. Biasanya selalu ada satu atau lebih disetiap rw atau desa atau

kelurahan
b. Sangat tergantung kepada peran serta aktif para rt, rw, lurah, tokoh

masyarakatsetempat, bersama para kader kesehatan yang telah

dibentuk atau ditunjuk


c. Program Pelayanan Posyandu ini terdiri dari:
1) Kesehatan Ibu dan Anak
2) Keluarga Berencana
3) Gizi
4) Penanggulangan Diare
5) Imunisasi
40

Dalam pelayanan Poyandu terdiri dari 5 kegiatan, yang disebut

pelayanan 5 meja, yakni:


Meja 1: Pendaftaran, oleh kader kesehatan.
Meja 2: Penimbangan anak balita, oleh kader kesehatan.
Meja 3: Pencatatan hasil penimbangan, oleh kader kesehatan
Meja4: Penyuluhan, oleh kader kesehatan
Meja5: Imunisasi dan pemeriksaanibu hamil, oleh petugas

kesehatan.
d. Dari segi sasaran, pelayanan posyandu dibagi :
1) Posyandu bayi-balita
2) Posyandu lansia
e. Dari aspek pencapaian jenis pelayanan, dikelompokkan:
1) Posyandu pratama
2) Posyandu madya
3) Posyandu purnama
4) Posyandu mandiri

2.5.3 Program Kerja Puskesmas

Kegiatan yang dilakukan oleh puskesmas kelurahan merupakan

kegiatan pelayanan yang kebijakannya sesuai dengan Puskesmas

Kecamatan, namun ada program yang tidak dilaksanakan di Puskesmas

Kelurahan seperti perawatan khusus dan pelaksanaan fogging fokus,

karena kegiatan tersebut diambil oleh Puskesmas Kecamatan. Sedangkan

untuk pelayanan kesehatan pada masyarakat, baik pelayanan didalam

gedung maupun pelayanan kesehatan yang langsung pada masyarakat

diluar gedung puskesmas sama dengan Puskesmas Kecamatan. Untuk

kegiatan tersebut dirinci sebagai berikut :


1. Program pelayanan kesehatan
1) Rawat Jalan Kesehatan Dasar
a.Pelayanan poli umum

b. Pelayanan poli gigi


41

c.Pelayanan poli KIA


d. Pelayanan poli KB
e. Pelayanan poli IVA Test dan IMS
f. Pelayanan poli MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit) dan

Poli Anak
g. Pelayanan Poli Konseling dan PKPN (Pelayanan Kesehatan

Peduli Remaja)
h. Poli TB Paru dan Poli Kusta
i. Pelayanan Spesialis Mata
j. Pelayanan Farmasi
k. Pelayanan Laboratorium
l. Pelayanan Radiologi
m. Pelayanan fisiotherapi
n. Pelayanan Gizi
o. Pelayanan Rawat Inap Non RB
p. Pelayanan Layanan 24 Jam
q. Pelayanan poli Hipertensi, Diabetes, Jiwa
r. Pelayanan Poli THT
s.Pelayanan Poli Akupuntur
2) Perawatan Tindakan Khusus
2. Program Kesehatan Masyarakat
a. Peningkatan Gizi
b. Penyehatan Lingkungan dan Kesehatan Kerja
c. Promosi Kesehatan
d. Peranserta Masyarakat (PSM)
e. Pemberantasan Penyakit Menular
f. Pemberantasan Penyakit Tidak Menular
g. Surveilans Terpadu berbasis Puskesmas
h. Program KIA atau KB
i.Kesehatan Lansia
j.Unit Kesehatan Sekolah (UKS)
k. Perawatan Kesehatan Masyarakat
l.Gerakan Jumat Sehat
3. Program Siaga Kesehatan
4. Perbaikan Kebijakan Kesehatan dan Manajemen
a. Penyelenggaraan KJS (Kartu Jakarta Sehat)
b. Kegiatan Manajemen Mutu
5. Rekapitulasi Anggaran Subsidi 2014
6. Strategi Pencegahan dan Penanggulangan gizi buruk
1) Mengembalikan fungsi posyandu dan meningkatkan kembali

partisipasi masyarakat dan keluarga dalam memantau tumbuh


42

kembang balita, mengenali dan menanggulangi secara dini balita

yang mengalami gangguan pertumbuhan melalui revitalisasi

Posyandu
2) Meningkatkan kemampuan petugas, dalam manajemen dan

melakukan tatalaksana gizi buruk untuk mendukung fungsi

Posyandu yang dikelola oleh masyarakat melalui

revitalisasi Puskesmas
3) Menanggulangi secara langsung masalah gizi yang terjadi pada

kelompok rawan melalui pemberian intervensi gizi

(suplementasi), seperti kapsul Vitamin A, MP-ASI dan

makanan tambahan
4) Mewujudkan keluarga sadar gizi melalui promosi gizi, advokasi

dan sosialisasi tentang makanan sehat dan bergizi seimbang dan

pola hidup bersih dan sehat


5) Menggalang kerjasama lintas sektor dan kemitraan dengan

swasta/dunia usaha dan masyarakat untuk mobilisasi sumber daya

dalam rangka meningkatkan daya beli keluarga untuk menyediakan

makanan sehat dan bergizi seimbang.


6) Mengaktifkan kembali Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi

(SKPG) melalui revitalisasi SKPG dan Sistem Kewaspadaan Dini

(SKD) Gizi Buruk, yang dievaluasi dengan kajian data SKDN.


BAB III

KERANGKA TEORI

3.1 Kerangka Teori

Adapun kerangka teori yang digunakan dalam ABL 1 ini adalah kerangka

berdasarkan teori yang telah dikemukakan oleh H.L. Bloom dimana teori tersebut

diaplikasikan dalam pembuatan kerangka konsep untuk ABL 1 ini.

(Notoatmodjo,2011).

Gambar 3.1

Model Derajat Kesehatan Masyarakat Menurut H.I. Bloom

Genetik atau
Keturunan

Pelayanan Derajat Lingkungan


Kesehatan Kesehatan

Perilaku

43
SumberTeori H.L.Bloom (2011) dalam Notoatmodjo (2011)

44
45

3.2 Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan formulasi atau simplifikasi dari kerangka teori atau

teori-teori yang mendukung penelitian tersebut. Kerangka konsep ini terdiri dari

variabel-variabel serta hubungan variabel satu dengan yang lain. Dengan adanya

kerangka konsep akan mengarahkan kita untuk menganalisis hasil penelitian

(Notoatmodjo,2011).

Gambar 3.2

Kerangka Konsep

Variabel Independent

Variabel Dependent
Lingkungan

Derajat Kesehatan Masyarakat di


Perilaku UPT Puskesmas Kecamatan
Cipayung Kota Depok Thn.2016

5.1 Pelayanan Kesehatan

3.3 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Definisi Cara Ukur Alat Skala Hasil


ukur ukur ukur
46

Konseptional Operasional

Dependen

1 Derajat Gambaranke Gambaranke Deskriptif Data Nominal Data


mampuan mampuan sekunder
atau kinerja atau kinerja
Kesehatan petugas petugas
kesehatan. kesehatan
untuk
mencapai
indicator
kesehatan,ke
mampuan
SKPD
(Satuan Kerja
Perangkat
Daerah)
dalammerenc
anakan,
melaksanaka
n,
mengendalik
an program
atau kegiatan
sehingga
mampu
meningkatka
n derajat
kesehatan
masyarakat.

Independent

1 Lingkunga Segala benda, Lingkungan Deskriptif Data Nominal Data


n keadaan dan sangat sekunder
47

pengaruh yang berpengaruh


terdapat dalam pada
ruang yang kesejahteraan
kita tempati manusia,
dan lingkungan
mempengaruhi yang kurang
segala hal-hal baik, atau
yang hidup, sama sekali
termasuk tidak
manusia. menguntungk
an akan
berdampak
negatif,
sedangkan
lingkungan
yang baik
akan
meningkatka
n kesehatan

2 Perilaku Respons atau Aktifitas atau Deskriptif Data Nominal Data


reaksi kegiatan sekunder
seseorang seseorang
terhadap baik yang
stimulus atau diamati
rangsangan maupun tidak
dari luar. dapat
diamati, yang
berkaitan
dengan
pemeliharaan
dan
peningkatan
kesehatan

4 Pelayanan Setiap upaya Kegiatan Deskriptif Data Nominal Data


Kesehatan yang Pelayanan sekunder
diselenggaraka kesehatan
n sendiri atau berupa,
secara promotif,
bersama-sama preventif,
48

dalam suatu kuratif,


organisasi rehabilitatif
untuk sehingga
memelihara bentuk
dan pelayanan
meningkatkan kesehatan
kesehatan, dilakukan
mencegah dan langsung
menyembuhka kepada
n penyakit individu
serta
memulihkan
kesehatan,
perorangan,
keluarga,
kelompok
ataupun
masyarakat.
52

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah desain

penelitian Cross Sectional(potong lintang), dimana semua variabel diteliti dalam

satu waktu yang bersamaan sehingga tidak menggambarkann hubungan sebab

akibat. Penelitian ini juga menggunakan studi deskriptif, Penelitian

Deskriptifadalahsuatu penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk

mendeskripsikan mengenai suatu fenomena. yang ditemukandengan metode

kuantitatif yaitu data yang disajikan dalam bentuk angka. Dengan metode ini

diharapkan dapat mengtahuinya derajat kesehatan di UPT Puskesmas Kecamatan

Cipayung Depok 2016.

4.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian

Pelaksanaan ABL 1 tahun 2017 dilaksanakan di UPT Puskesmas Kecamatan

Cipayung Kota Depok. Adapun pelaksanaannya pada tanggal 15 23 Mei 2017.

4.3 Populasi dan Sample


Populasi adalah sekumpulan objek yang menjadi pusat perhatian, yang

padanya terkandung informasi yang ingin diketahui. Objek ini disebut dengan

satuan analisis. Satuan analisis ini memiliki kesamaan perilaku atau karakteristik

yang ingin diteliti, Dalam penelitian ini kami mengambil populasinya adalah

52
53

seluruh warga yang ada di Kecamatan Cipayung Tahun 2016 yang berjumlah

89.500 Jiwa.
Sampel merupakan contoh atau himpunan bagian (subset) dari suatu

populasi yang dianggap mewakili populasi tersebut sehingga informasi apa pun

yang dihasilkan oleh sampel ini bisa dianggap mewakili keseluruhan populasi.

Sampel dalam penelitian ini adalah setiap warga yang ada dalam indikator yang

pempengaruhi derajat kesehatan di UPT Puskesmas Kecamatan Cipayung Tahun

2016.

4.3 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan data Sekunder

dimana data yang mengacu pada informasi yang dikumpulkan dari sumber yang

telah ada. Data sekunder didapatkan dari puskesmas melalui Laporan Profil

Kesehatan Puskesmas Kecamatan Cipayung tahun 2016.

4.4 Pengolahan Data

Dalam menentukan analisis, data terlebih dahulu harus diolah dengan tujuan

mengubah data menjadi informasi. Data-data yang diperoleh dari data sekunder,

dikumpulkan dan diolah secara manual dengan bantuan Microsoft Office.

4.5 Penyajian Data

Data-data yang telah diperoleh akan disajikan dalam bentuk tulisan, narasi,

table dan grafik.


BAB V

ANALISIS GAMBARAN UMUM

5.1 Gambaran Geografis

UPT Puskesmas Kecamatan Cipayung berlokasi di wilayah Kelurahan

Cipayung tepatnya Jln. Blok Rambutan No 108 Rt. 01 Rw. 04. Luas Wilayah

Binaan UPT Puskesmas Kecamatan Cipayung adalah 8 Km2 dengan batas-

batas wilayah sebagai berikut :


1. Batas Utara : Rangkapan Jaya, Rawa Denok, Pitara (Kecamatan

Pancoran Mas)
2. Batas Selatan : Kecamatan Bojong Gede dan Pabuaran Kabupaten Bogor.
3. Batas Timur : Kelurahan Pancoran Mas dan Rawa Panjang.
4. Batas Barat : Kelurahan Pasir Putih dan Raga Jaya.
Bentang alam wilayah Kecamatan Cipayung adalah dataran rendah,

kondisi geografis dialiri sungai sungai kecil, dan terdapat setu Citayam.
Wilayah kerja UPT Puskesmas Kecamatan Cipayung meliputi 3

wilayah binaan yaitu : Kelurahan Cipayung (2,9 Km2), Kelurahan Cipayung

Jaya (2,2 Km2), Kelurahan Bojong Pondok Terong (2,9 Km2). Jadi total

wilayah binaan UPT Puskesmas Kecamatan Cipayung 8 Km2.

5.2 Gambaran Demografis

Jumlah penduduk mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya: tahun

2015 sebanyak 86,472 jiwa, sedangkan tahun 2016 sebanyak 89.500 jiwa.

54
55

Tabel 5.2.1
Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin Dan Kelompok Umur
UPT Puskesmas Kecamatan Cipayung Kota Depok Tahun 2016

Kelompok Umur Jumlah Penduduk Rasio Jenis


No
(Tahun) L P L+ P Kelamin

1 0 19 16.976 16.664 33.640

2 20 44 19.148 18.881 38.029

3 45 64 7.646 7.121 14.767

4 < 65 1.357 1.709 3.066

Jumlah 45.125 44.375 89.500 101,69

Angka Beban Tanggungan 47


(Dependency Ratio)

Sumber : BPS Kota Depok tahun 2016

Tabel 5.2.2
Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, Jumlah Rumah Tangga, Dan Kepadatan
Penduduk Menurut Kelurahan
UPT Puskesmas Kecamatan Cipayung Kota Depok Tahun 2016

Kepadata
Luas Jumlah Rata-rata
Nama Jumlah n
No Wilayah Rumah jiwa/Rumah
Kelurahan Penduduk Penduduk
(km2) Tangga Tangga
per km2

1 Cipayung 2,9 28.8882 7.805 3,70 10134,04

2 Cipayung Jaya 2,2 20.496 6.138 3,34 9232,43

Bojong Pondok 14028,67


3 2,9 40.122 7.325 5,48
Terong

Total 8 89.500 21.268 4,21 11.286

Sumber : BPS Kota Depok tahun 2016

Tabel 5.2.3
Kepadatan Penduduk

No Nama Kelurahan Jumlah Penduduk

1 Cipayung 28.882
56

2 Cipayung Jaya 20.496

3 Bojong Pondok Terong 40.122

Total 89.500

Sumber : BPS Kota Depok tahun 2016

Dari tabel diatas bisa terlihat bahwa penduduk terbanyak ada di wilayah

kelurahan Bojong Pondok Terong, sedangkan penduduk terendah ada di wilayah

kelurahan Cipayung Jaya.


57

5.3 Visi dan Misi UPT Puskesmas Kecamatan Cipayung

UPT Puskesmas Kecamatan Cipayung dalam menjalankan pembangunan

kesehatan di wilayahnya mempunyai Visi Misi untuk tahun 2016-2021 :


A. Visi
Terwujudnya UPT Puskesmas Kecamatan Cipayung yang unggul, nyaman

dan religius menuju masyarakat mandiri dan hidup sehat.


1. Unggul mengandung arti terdepan dalam memberikan pelayanan

kesehatan yang berkualitas. Menjadi Puskesmas terbaik se Kota

Depok.
2. Nyaman mengandung arti Puskesmas Cipayung memberikan

kenyamanan bagi pengunjung Puskesmas baik dari kebersihan,

sarana dan prasarana maupun dari pelayanan yang diberikan.


3. Religius mengandung arti menerapkan nilai-nilai agama dalam

bekerja seperti jujur, amanah, saling menghormati, bertanggung

jawab, sopan, santun, senyum dan mengucapkan salam.


B. Misi
1. Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan
2. Meningkatkan kualitas SDM yang profesional dan religius
3. Meningkatkan pembangunan berwawasan kesehatan melalui upaya

promosi kesehatan
4. Meningkatkan kerjasama Lintas Sektoral dan kemitraan dengan

masyarakat dalam membangun kemandirian masyarakat untuk hidup

sehat
C. Strategi
Untuk mencapai visi misi terssebut diatas digunakan stategi sebagai

berikut :
1. Pertanggung jawaban wilayah
2. Pemberdayaan masyarakat
3. Keterpaduan lintas program
4. Keterpaduan lintas sektor
5. Sistem rujukan:
a. Rujukan upaya kesehatan perseorangan
b. Rujukan upaya kesehatan masyarakat
58

D. Program dan Kegiatan


1 Upaya Kesehatan Perseorangan, Kefarmasian, Laboratorium terdiri

dari :
a. Layanan umum (MTBS, Lansia , VCT , IMS) jenis kegiatan :
1) Pemeriksaan fisik dewasa,anak,lansia
2) Menentukan diagnosa
3) Mengisi rekam medis pasien
4) Pemberian resep obat
5) Pemberian tindakan
6) Konseling interpersonal
7) Upaya rujukan keluar dan internal
8) Input kedalam aplikasi SIMPUS dan P.care
9) Pemberian aikon kepada kelompok HIV/AIDS
10) Konseling kelompok HIV/AIDS
11) Mobile VCT
12) Asuhan keperawatan
13) Membuat laporan kegiatan
b. Layanan Gigi dan Mulut
1) Pelayanan medik dokter gigi
2) Pengobatan gigi pada penderita
3) Pemberian tindakan gigi
4) Membuat diagnose
5) Mengisi rekam medik penderita
6) Memberi resep obat
7) Merujuk pasien keluar/internal, apabila diperlukan
8) Konseling inter personal
9) Mengisi SIMPUS, PCAre
10) Membuat laporan kegiatan
c. Layanan KIA/KB
1) Pemeriksaan ANC
2) Konseling Bumil, peserta KB
3) Mengisi rekam medik
4) Mengisi kohor bayi, bumil
5) Imunisasi
6) Membuat dignose
7) Merujuk pasien keluar/internal, apabila diperlukan
8) Memberi resep obat
9) Memberikan pelayanan KB berupa: IUD, Implant,

suntik, kondom
10) Mengisi SIMPUS dan Pcare
11) Mengisi kantong persalinan
12) Pembinaaan BPS
13) AMP
14) Membuat laporan kegiatan
59

15) Mengajukan BMHP


d. Layanan Gawat Darurat 24 jam
1) Pemeriksaan fisik pemberian tindakan
2) Menentukan diagnosa
3) Mengisi rekam medik
4) Mengisi register tindakan
5) Memberikan resep obat
6) Merujuk pasien keluar/internal, apabila diperlukan
7) Mengisi aplikasi SIMPUS, Pcare
e. Layanan Laboratorium
1) Mengambil sampel sesuai permintaan dari

dokter/drg/bidan
2) Melakukan pemeriksaan sampel
3) Memberikan hasil pemeriksaan sampel
4) Mencatat kedalam register
5) Mengajukan kebutuhan reagen dan BMHP lainnya
6) Membuat laporan kegiatan
f. Layanan kefarmasiaan
1) Memberikan obat sesuai resep dokter/drg/bidan
2) Mengisi aplikasi SIPO
3) Menyimpan obat kedalam gudang obat sesuai standar
4) Mencatat stok obat
5) Membuat pengajuan obat dan BMHP lainnya
6) Membuat laporan kegiatan
g. Layanan klinik gizi
1) Memberikan konseling gizi sesuai kebutuhan
2) Memberikan MP-ASI kepada penderita gizi buruk,

Bumil KEK
3) Mencatat kedalam register
4) Mengajukan kebutuhan MP ASI, makanan bumil KEK
5) Melakukan penyuluhan kelompok dalam gedung
h. Layanan klinik sanitasi
1) Memberikan konseling interpersonal kepada penderita

penyakit berbasis lingkungan


2) Mengisi buku register
3) Melakukan penyuluhan kelompo dalam gedung
4) Menindaklanjuti hasil konseling interpersonal apabila

diperlukan
2 Upaya kesehatan masyarakat esensial dan keperawatan kesehatan

masyarakat, terdiri dari :


a. Promosi kesehatan dan UKS
60

1) Penyuluhan kepada masyarakat


2) Penjaringan siswa
3) Pelatihan Dokcil
4) Demo sikat gigi
5) Membuat laporan program
b. Kesehatan lingkungan
1) Pemeriksaan I.S
2) Pendataan sarsandas
3) Pemeriksaan TTU
4) Pemeriksaan TPM
5) Melaksanakan P.E
6) PJB
7) PSN di masyarakat
c. KIA/KB komunitas
1) Pelayanan Posyandu
2) Penyuluhan kelompok
d. Gizi Komunitas
1) Penimbangan di posyandu
2) Penyuluhan kelompok
e. Pencegahan pengendalian penyakit
1) P2 Kusta
2) P2 TB Paru
3) P2 ISPA
4) VCT
5) IMS
f. Perkesmas
1) Kunjungan rumah
2) Pembinaan keluarga
3 Upaya kesehatan pengembangan, terdiri dari :
a. Kesehatan Jiwa
1) Deteksi dini gangguan jiwa
2) Konseling interpersonal/kelompok
3) Kunjungan rumah
4) Rujukan pasien ke RS
b. Kesehatan gigi masyarakat
1) UKGMD
2) Penyuluhan
c. Kesehatan tradisional
1) Pendataan
d. Kesehatan olahraga
1) Pendataan kelompok olahraga
2) Pembinaan kelompok olah raga
3) Tes kebugaran PNS
4) Tes kebugaran calon haji
5) Senam bersama
e. Kesehatan indera
61

1) Screening di Puskesmas
2) Screening di sekolah
3) Membuat laporan program
f. Kesehatan kerja
1) Pembinaan pos UKK
2) Penanganan penyakit akibat kerja
3) Rujukan ke RS apabila diperlukan
4) Pembinaan pekerja ditempat kerja (Home Industri)
5) Konseling
6) Membuat laporan program
g. Kesehatan lansia
1) Pembinaan posbindu
2) Penyuluhan kelompok
3) Melaksanakan pronalis
4) Konseling
5) Membuat laporan kegiatan
62

5.4 Alur Pelayanan Pasien

Gambar 5.4
Alur Pelayanan Pasien

MULAI

LOKET
PENDAFTARAN

LABORATORIUM KASIR RUANG TINDAKAN

PELAYANAN UMUM
PELAYANAN GIGI
PELAYANAN KIA/KB/IMUNISASI
PELAYANAN MTBS
KLINIK TB
KLINIK IMS/VCT

RUJUK KE RS
KONSUL INTERNAL
ANTAR PELAYANAN
TERMASUK
KONSULTASI GIZI,
KLINIK SANITASI LOKET OBAT

SELESAI

Sumber : Profil Kesehatan Puskesmas Cipayung tahun 2016


BAB VI

HASIL PENELITIAN

6.1 Gambaran derajat kesehatan diwilayah UPT Puskesmas tahun 2016.

6.1.1 10 (Sepuluh) Penyakit Tertinggi

TABEL 6.1.1
Pola 10 Besar Penyakit Semua Umur Dipuskesmas Cipayung
Tahun 2016

NO Nama Penyakit Jumlah

1 Common cold 16.597

2 ISPA tidak spesifik 12.674

3 Dispepsia 11.291

4 Hpertensi 10.446

5 Arthitis 4521

6 Dermatitis 3353

7 Demam Tidak Spesifik 3295

8 Gejala dan Tanda umum lainya 3035

9 Pharingitis akut 2974

10 Penyakit Pulpa& jaringan peripikal 2250

Sumber : SIMPUS LB 1 puskesmas cipayung tahun 2016


Berdasarkan laporan yang ada dalam SIMPUS LB 1 UPT

puskesmas Kecamatan cipayung Tahun 2016 Pola 10 besar penyakit

semua umur urutan pertama penyakit Common cold Sebesar 16.597

kasus, Urutan kedua Penyakit ISPA Sebesar 12.674 kasus, urutan

ketiga penyakit Dispepsia11.291 kasus.

63
64

6.1.2 Morbiditas

Morbiditas adalah angka kesakitan, baik insiden maupun prevalen

dari suatu penyakit. Morbiditas menggambarkan kejadian penyakit

dalam suatu populasi pada kurun waktu tertentu, morbiditas juga

berperan dalam penilaian terhadap derajat kesehatan masyarakat,

angka kesakitan diperoleh : laporan penyakit, yang di input kedalam

sistem setiap hari, dan data surveilans yang diperoleh dari Puskesmas

Cipayung dan Pustu Bojong Pondok Terong.

1. Pola Penyakit di Puskesmas Cipayung


a) Pola penyakit penderita rawat jalan berdasarkan kelompok umur
TABEL 6.1.2.1
Pola Penyakit Penderita Rawat Jalan Di Puskesmas Cipayung
Umur 0- <1 Tahun Tahun 2016

No Nama Penyakit Jumlah

1 Commond cold 1659

2 Ispa, Unspecified 1267

3 Dermatitis 335

4 Demam tanpa sebab 329

5 Pharingitis acut 294

6 Gangguan lain pada kulit 256

7 Diare 236

8 Pneumonia 125

9 Conjunctivitis 54

10 Scabie 20

Sumber : SIMPLUS LB 1 tahun 2016


Dari data diatas pada kelompok umur 0 - < 1 tahun urutan

pertama penyakit Common Cold sebesar 1659 kasus, urutan ke


65

dua penyakit ISPA sebesar 1267 kasus, dan urutan ke tiga

penyakit Dermatitis sebesar 335 kasus.


TABEL 6.1.2.2
Pola Penyakit Penderita Rawat Jalan Di Puskesmas
Cipayung Umur 1-4 TahunTahun 2016
NO Nama Penyakit Jumlah

1 Common cold 2489

2 Ispa, tidak spesifik 1901

3 Dermatitis 502

4 Demam, tanpa sebab 502

5 Pharingitis acut 494

6 Diare 443

7 Peny.Pulpa dan Jaringan 337


periapikal

8 Pneumonia 189

9 Tonsilitis 165

10 Asthma 116

Sumber : SIMPUS LB1 tahun 2016


Dari data diatas Pola penyakit pada kelompok umur 1-4 tahun

posisi urutan pertama penyakit Common Cold sebesar 2489

kasus, urutan ke dua penyakit ISPA sebesar 1901, urutan ke tiga

penyakit Dermatitis sebesar 502 kasus.

TABEL 6.1.2.3
Pola Penyakit Penderita Rawat Jalan Di Puskesmas Cipayung
Umur 5-14 Tahun Tahun 2016

No Nama Penyakit Jumlah

1 Common Cold 2490

2 ISPA tidak spesifik 1900


66

3 Dispepsia 1695

4 Dermatitis Kontak 504

5 Demam 502

6 Pharigitis acut 445

7 Gangguan lain pada Kulit 390

8 Diare 354

9 Peny.Pula&jaringan periapikal 340

10 Tonsilitis 168

Sumber : SIMPUS LB1 tahun 2016


Dari data di atas Pola penyakit pada kelompok umur 5-4

tahun urutan pertama penyakit Common Cold sebesar 2490, urutan

kedua penyakit ISPA sebesar 1900 kasus, urutan ketiga penyakit

Dispepsia sebesar 1695 kasus.


Tabel 6.1.2.4
Pola Penyakit Penderita Rawat Jalan Di Puskesmas Cipayung Umur
15-44 TahunTahun 2016

No Nama Penyakit Jumlah

1 Common Cold 6638

2 Conjunctivitis 5069

3 Dispepsia 4526

4 Hipertensi 1883

5 Arthritis 1582

6 Dermatitis 1341

7 Demam, Tidak Spesifik 1320

8 ISPA tidak spesifik 1178

9 Pharingitis acut 1178

10 Diare 943
67

SUMBER : SIMPUS LB1 tahun 2016


Dari data diatas pada pola penyakit kelompok umur 15-44

tahun urutan pertama penyakit Common Cold sebesar 6638 kasus,

urutan kedua penyakit Conjunctivitis sebesar 5069 kasus, urutan

ketiga penyakit Dispepsia sebesar 4516 kasus.


Tabel 6.1.2.5
Pola Penyakit Penderita Rawat Jalan Di Puskesmas Cipayung Umur
45-75 TahunTahun 2016

No Nama Penyakit Jumlah

1 Commond Cold 3321

2 ISPA 2537

3 Dispepsia 2258

4 Hipertensi 1256

5 Arthritis 1129

6 Demam 650

7 Pharingitis acut 588

8 Gangguan lain pada kulit 509

9 Diare 471

10 Migrain 377

SUMBER : SIMPUS LB1 tahun 2016


Pada data diatas Pola penyakit pada kelompok umur 45-75

tahun urutan pertama penyakit Common Cold sebesar 3321 kasus,

Urutan kedua penyakit ISPA sebesar 2537 kasus, urutan ketiga

penyakit Dispepsia sebesar 2258 kasus.


2. Gambaran Penyakit Menular
a) Demam Berdarah Dengue (DBD)
Jumlah Penderita Demam Berdarah Dengue tahun 2016 sebanyak

139 penderita, dan tidak ada kematian diakibatkan oleh kematian.


68

b) TBC (Tuberculosis)
Jumlah Kasus TB paru BTA (+) tahun 2016 sebanyak 67 kasus,

Cangkupan angka kesembuhan sebanyak 76,42% jika

dibandingkan dengan target nasional sebesar 85% maka angka

kesembuhan masih ada kesenjangan sebesar 8,58%.


c) Pneumonia
Perkiraan penemuan penderita pneumonia balita tahun 2016

sebesar 881 kasus sedangkan cangkupan tahun 2016 sebanyak 314

kasus (35,66%), faktor penyebabnya masih kurangnya pencatatan

penderita oleh petugas.

d) HIV, AIDS, IMS


Penderita kasus HIV tahun 2016 sebanyak 14 orang, penderita

AIDS 2 orang, penderita Sypilis 4 orang, terdapat kasus kematian

penderita HIV/AIDS sebanyak 1 orang.


e) Diare
Jumlah Diare yang ditangani selama tahun 2016 sebanyak 2357

kasus.
f) Kusta
Jumlah kasus Kusta di tahun 2016 sebanyak 9 kasus
g) Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
Tidak ditemukan kausus Difter, Pertusis, Tetanus, Polio, dan

Hepatitis B, ditahun 2016 hanya terdapat kasus campak sebanyak

45 kasus.
h) Malaria
Tidak ditemukan kasus malaria
i) Filariasis
Tidak ditemukan kasus Filariasis
j) Kejadian Luar Biasa (KLB)
Tidak terjadi KLB
69

6.1.3 Mortalitas

Angka kematian merupakan indicator pembangunan kesahatn,

angka kematian dapat menggambarkan seberapa tinggi derajat

kesehatan masyarakat disuatu wilayah. Selain itu dapat digunakan

sebagai indikator dalam penilaian keberhasilan pelayanan kesehatan

dan program pembangunan kesehatan lainnya.


Indikator kematian yang paling sering digunakan adalah Angka

Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB), dan Angka

Kematian Balita (Akaba).


Angka kematian yang terjadi di suatu wilayah dapat

menggambarkan derajat kesehatan wilayah tersebut. Penyebab

kematian ada yang langsung dan tidak langsung. Faktor yang

menyebabkan kesakitan maupun kematian antara lain: tingkat social

ekonomi, tingkat pendidikan, kualitas hidup, upaya pelayanan

kesehatan.

TABEL 6.1.3
Kematian Bayi / Bumil / Balita

No Jenis Kematian Tahun 2015 Tahun 2016

1 Kematian Ibu Bersalin 2 orang 1 orang

2 Kematian Ibu Nifas 1 orang -

3 Kematian Neonatal 1 orang 1 orang

Total 4 orang 2 orang

SUMBER : Laporan KIA tahun 2016

Pada tabel diatas diperoleh data kematian ibu bersalin tahun

2016 sebanyak 1 orang, adanya penurunan kasus dibanding tahun


70

2015 sebanyak 2 orang. Kematian ibu nifas tahun 2016 tidak ada,

adanya penurunan kasus dibanding tahun 2015 sebanyak 1 orang.

Kematian neonatal tahun 2016 1 orang.

6.2 Derajat Kesehatan Masyarakat Berdasarkan Beberapa Indikator

6.2.1 Lingkungan

Tabel 6.2.1.1
Persentase Rumah Sehat Menurut Kecamatan Dan Puskesmas
UPT Puskesmas Kecamatan Cipayung Kota Depok
Tahun 2016

Kelurahan

Cipayung Cipayung Bojong


Laporan Jumlah
No Jaya Pondok
tahun 2016 (KAB/KOTA)
Terong

Jumlah/% Jumlah/% Jumlah/%

1 Jumlah 507 308 418 1233


yang belum
memenuhi
syarat

2 Rumah 120 / 120 / 120 / 360 / 29,20%


dibina 23,67% 38,96% 28,71%

3 Rumah 102 / 85% 108 / 90% 109 / 90% 318 / 88,33%


dibina
memenuhi
syarat

4 Rumah 5.813 / 3.925 / 4.889 / 14.627 /


memenuhi 93,49% 95,15% 94,04% 94,11%
syarat
(Rumah
Sehat)

5 Jumlah 6218 4125 5199 15.542


seluruh
rumah
71

Sumber : Laporan Kesling UPT Puskesmas Cipayung Tahun 2016


Menurut data diatas didapatkan data persentase Rumah Sehat

menurut Kecamatan dan Puskesmas tahun 2016 dari 15.542 rumah,

rumah yang memenuhi syarat (rumah sehat) terdapat 14.627/94,11%.

Rumah sehat yang terbanyak berada di Kelurahan Cipayung Jaya

dengan jumlah 3.925 rumah/95,15%.


72

Tabel 6.2.1.2
Penduduk Dengan Akses Berkelanjutan Terhadap Air Minum Berkualitas (Layak) Menurut Kecamatan Dan Puskesmas
UPT Puskesmas Kecamatan Cipayung Kota Depok Tahun 2016
Penduduk
dengan akses
Sumur gali terlindungi Sumur Gali dengan pompa Sumur Bor dengan Pompa berkelanjutan
terhadap air
minum layak
Jumlah Penduduk
KELURAHAN

penggunaJumlah pendududk

penggunaJumlah pendududk

penggunaJumlah pendududk
Memenuhi Memenuhi
Memenuhi syarat
syarat syarat
NO
Jumlah sarana

Jumlah sarana

Jumlah sarana
penggunaJumlah penduduk

penggunaJumlah penduduk
sarana Jumlah

Jumlah
Jumlah sarana

%
penduduk
Jumlah sarana

Jumlah
pengguna
1 Cipayung 28.882 57 228 51 204 2.879 11516 2738 10952,00 3456 10.368 3286 9558 21014 72,758

Cipayung
2 20.496 86 430 66 330 2.140 8560 1741 6964,00 1982 7.928 1705 6820 14114 68,892
jaya

Bojong
3 pondok 40.122 31 124 19 114 3.555 14220 2955 11820,00 1684 6736 1313 5252 17186 42,834
terong

Jumlah 89.500 174 782 136 648 8574 34296 7434 29736 7122 25032 6304 21930 52314 58,451

Sumber : Laporan Kesling UPT puskesmas Kecamatan Cipayung Kota Depok Tahun 2016
73

Dari data diatas terdapat 52.314 pendudukdengan akses berkelanjutan terhadap air minum berkualitas (layak) dari jumlah penduduk

89.500 penduduk dengan persentase 58,415%. Persentase terbanyak terdapat di Kelurahan Cipayung dengan persentase 72,758% dengan

21.014 penduduk yang mempunyai akses air minum berkualitas (layak) dari jumlah penduduk di Kelurahan Cipayung sebesar 28.882

Penduduk.

Tabel 6.2.1.3
Penduduk dengan akses berkelanjutan sanitasi yang layak (jamban sehat) menurut jenis jamban
UPT Puskesmas Kecamatan Cipayung Kota Depok Tahun 2016
Jenis sarana jamban Penduduk
dengan akses
Sanitasi Layak
Komunal Leher angsa Plesengan Cemplung
(jamban sehat)

Jumlah pendududk pengguna

Jumlah pendududk pengguna


Jumlah Penduduk
KELURAHAN

Jumlah pendududk pengguna


Jumlah pendududk pengguna

Jumlah sarana

Jumlah sarana
N
Jumlah sarana

Jumlah sarana

Jumlah
O Memenuhi Memenuhi Memenuhi
Memenuhi syarat

%
syarat syarat syarat
74

Jumlah

pengguna/ % Jumlah penduduk

Jumlah

pengguna/ % Jumlah penduduk


pengguna/ % Jumlah penduduk

pengguna/ % Jumlah penduduk


Jumlah sarana

Jumlah sarana

sarana

sarana
908/ 18.982/ 91/
1 Cipayung 28.882 242 1.210 182 6.084 30.420 4.746 26 130 18 18 90 13 63/ 70% 20.044 69,4
75,04% 62,4% 70%

Cipayung 536/ 12.267/ 15/


2 20.496 143 715 107 4.089 20.445 3.067 5 25 3 - - - - 12.818 62,5
jaya 74,97% 60% 60%

Bojong
976/ 20.355/ 15/ 102/
3 pondok 40.122 244 1.220 195 5.026 25.130 4.072 8 40 3 29 145 20 21.448 53,5
80% 81% 37% 70,34%
terong

121/
2.420/ 51.604/ 165/
Jumlah 89.500 629 3145 484 15.199 75.995 11.884 39 195 24 62,05 47 235 33 54.310 60,7
76,95% 67,9% 70,22%
%

Sumber : Laporan Kesling UPT puskesmas Kecamatan Cipayung Kota Depok Tahun 2016

Menurut data diatas,penduduk dengan akses berkelanjutan sanitasi yang layak (jamban sehat) menurut jenis jamban di Kecamatan

Cipayung dari jumlah penduduk 89.500, di Kelurahan Cipayung dari jumlah penduduk 28.882 yang mempunyai sarana jamban sehat

berjumlah 20.044/69%. Sedangkan di Kelurahan Cipayung Jaya dari total penduduk 20.494 yang mempunyai sarana jamban sehat

berjumlah 12.828/62,55. Di Kelurahan Bojong Pondok Terong dari berjumlah 40.122 yang mempunyai sarana jamban sehat berjumlah

21.448/53,5%.
75

Tabel 6.2.1.4
Tempat Pengelolaan Makan(TPM) Menurut Status Higiene Sanitasi
UPT Puskesmas Kecamatan Cipayung Kota DepokTahun 2016

TPM tidak memenuhi syarat


TPM Memenuhi Syarat Higiene
Higiene

N Jumlah Rumah
Kelurahan Rumah
O TPM Depot Depot
makan/
Air total % makan/ Air total %
Lestora Minum Minum
Restoran
n

60,
1 Cipayung 20 10 6 16 80,0 10 2 12
0

Cipayung 65,
2 20 8 4 12 60,0 12 1 13
jaya 0

Bojong
44,
3 Pondok 25 12 6 18 72,0 8 3 11
0
Terong

Jumlah 65 30 16 46 70,7 30 6 36 56

Sumber : Laporan Kesling UPT Puskesmas Cipayung Tahun 2016

Hasil laporan tentang pengolahan makanan menurut higiene sanitasi

adalah dari jumlahh TPM yang ada di Kecamatan Cipayung berjumlah

65 TPM, sedangkan jumlah TPM yang tidak memenuhi syarat higiene

berjumlah 46 TPM yang terdiri atas rumah makan/lestoran 30 dan depot

air minum 16 TPM.


76

6.2.2 Perilaku

Tabel 6.2.2.1
Persentase Rumah Tangga Berperilaku Hidup Bersih Dan Sehat (BER-
PHBS) Menurut Kecamatan Dan Puskesmas
UPT Puskesmas Kecamatan Cipayung Kota Depok
Tahun 2016

Rumah Tangga

NO Kecamatan Jumlah %
Jumlah %
Jumlah BER- BER-
dipantau dipantau
PHBS PHBS

1 Cipayung 7.955 7.256 91,2 4.213 58,1

2 Cipayung Jaya 6.258 5.150 82,3 3.102 60,2

Bojong Pondok
3 7.537 7.115 94,4 6.300 88,5
Terong

Jumlah 21.750 19.521 89,9 13.615 69,7

Sumber : Laporan Promkes UPT puskesmas Cipayung Tahun 2016

Menurut data Persentase Rumah Tangga Ber-PHBS di Kecamatan Cipayung

dari total 21.1750 rumah tangga yang melakukan PHBS ada 69,7 % atau 13.615 rumah

tangga. Kelurahan terbanyak yang melakukan PHBS ada di Kelurahan Bojong Pondok

Terong dengan jumlah 63.000 rumah tangga dari total jumah 7.537 dengan persentase

PHBS nya 88,5%.


77

6.2.3 Pelayanan Kesehatan

Tabel 6.2.3.1
Cangkupan Kunjungan Ibu Hamil, Persalinan Ditolong Tenaga Kesehatan, Dan Pelayanan Kesehatan Ibu
Nifas
UPT Puskesmas Kecamatan Cipayung Kota Depok Tahun 2016

Ibu Hamil Ibu Bersalin/Nifas

Persaliana Mendapat Ibu Nifas


No Kelurahan K1 K4 ditolong
Jumlah Jumlah YANKES Nifas Mendapat Vit A
NAKES

Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %

1 Cipayung 612 596 97,4 587 95,9 583 572 98,1 562 96,4 562 96,4

Cipayung
2 433 418 96,5 408 94,2 414 395 95,4 384 92,8 384 92,8
Jaya

Bojong
3 Pondok 848 833 98,2 823 97,1 810 815 100,6 786 97,0 799 98,7
Terong

Jumlah 1.893 1.847 97,6 1.818 96,0 1.807 1.782 98,6 1.732 95,8 1.745 96,6

Sumber : Buku Profil tahunan UPT puskesmas Cipayung Tahun 2016


78

Menurut data Cangkupan Kunjungan ibu Hamil, persalinan ditolong tenaga kesehatan, dan pelayanan kesehatan

ibu nifas di Kecamatan Cipayung dari total 1.807 ibu bersalin/nifas terdapat 1.782/98,6% ibu yang persalinannya

ditolong oleh tenaga Kesehatan dan terdapat 1.732 yang mendapatkan pelayanan Kesehatan nifas.

Tabel 6.2.3.2
Jumlah Dan Persentase Penanganan Komplikasi Neonatal
UPT Puskesmas Kecamatan Cipayung Kota DepokTahun 2016

Perkiraan Perkiraan Neonatal


Jumlah Bayi Penanganan komplikasi Neonatal
Bumil Komplikasi
Jumlah Ibu
No Kelurahan Dengan L P L+P
Hamil
Komplikasi L p L+P L P L+P
Kebidanan % % %

1 Cipayung 612 122 291 276 567 44 41 85 18 41,2 17 41,1 35 41,2

Cipayung
2 433 87 207 196 403 31 29 60 16 51,5 5 17,0 21 34,7
Jaya

Bojong
3 Pondok 848 170 404 384 788 61 58 118 34 56,1 52 90,3 86 72,8
Terong

Jumlah 1893 379 902 856 1.758 135 128 264 68 50,3 74 57,6 142 53,8

Sumber : Buku Profil tahunan UPT puskesmas Cipayung Tahun 2016


79

Menurut data jumlah penanganan komolikasi neonatal di Puskesmas Kecamatan Cipayung darijumlah bayi 1.758

bayi diperkirakan yang mengalamai komplikasi nenonatal sebanyak 264 bayi dan yang mendapatkan penanganan

komplikasi neonatal ada 142 bayi atau sekitar 53,8%.


BAB VII

PEMBAHASAN

7.1 10 penyakit Tertinggi Di UPT Puskesmas Kecamatan Cipayung Tahun

2016

Berdasarkan data Puskesmas terdapat 10 pola penyakit tertinggi di UPT

Puskesmas Cipayung, dari data tersebut jelas bahwa penyakit tersebut adalah

salah satu faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan dimana derajat

kesehatan itu sendiri dipengaruhi oleh angka kejadian morbilitas, salah satu

dari 10 penyakit yang sangat berpengaruh pada angka kejadian morbilitas di

UPT Puskesmas Kecamatan Cipayung adalah penyakit ISPA karena jumlah

penderitanya yang cukup tinggi di UPT Puskesmas Kecamatan Cipayung.

7.1.1 ISPA

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut

yangmelibatkan organsaluran pernafasanbagian atas dan saluran

pernafasanbagian bawah. Inveksi ini disebabkanoleh virus, jamur, dan

bakteri. ISPAakan menyerang host, apabila ketahanantubuh

(immunologi) menurun. PenyakitISPA ini paling banyak di temukan

padaanak-anak dan paling sering menjadisatu-satunya alasan untuk

datang kerumah sakit atau puskesmasuntukmenjalani perawatan inap

maupun rawatjalan. Anak di bawah lima tahun adalahkelompok yang

memiliki sistemkekebalan tubuh yang masih rentanterhadap berbagai

penyakit (Danusantoso, 2012).

80
81

Menurut program pengendaliannya, ISPA dibedakan menjadi 2

golongan, yaitu golongan pneumonia dan bukan pneumonia. Penyakit

batuk pilek, seperti rinitis, faringitis tonsilitis dan penyakit jalan napas

bagian atas lainnya digolongkan sebagai ISPA bukan pneumonia

(Kemenkes RI, 2013).

Begitu juga dengan data yang di peroleh di UPT Puskesmas

Kecamatan Cipayung tahun 2016 bahwa penyakit ISPA masuk

kedalam pola 10 besar penyakit semua umur dan berada pada posisi

kedua dengan jumlah kasus 12.674 kejadian disemua umur. Selain itu

menurut laporan program ISPA UPT Puskesmas Cipayung bulan Mei

2017, dari jumlah penduduk seluruh kelurahn yang berada di

Kecamatan Cipayung yang berjumlah 92.567 jiwa diantaranya balita

yang berjumlah 7.166 baik laki-laki maupun perempuan. Dan yang

menderita ISPA dikalangan balita berjumlah 362 laki-laki, dan 356

perempuan. Secara tidak langsung jumlah kasus ISPA yang cukup

tinggi sangat mempengaruhi derajat kesehatan yang ada di lingkungan

Puskesmas Kecamatan Cipayung karena meonambah angka kejadian

morbilitas itu sendiri di puskesmas.


Data tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan Domili

(2013), bahwa anak usia batita lebih banyak mengalami ISPA

dikarenakan sistem imunitas anak yang masih lemah dan organ

pernapasan anak balita belum mencapai kematangan yang sempurna,

sehingga apabila terpajan kuman akan lebih beresiko terkena penyakit.

Sedangkan penelitian Menurut Widarini (2010), Laki-laki dan


82

perempuan mempunyai resiko yang sama untuk mengalami ISPA,

namun menurut hasil yang didapatkan dalam penelitian ini, anak laki-

laki yang lebih banyak sehingga dapat disimpulkan anak laki-laki

lebih beresiko terkena ISPA dibandingkan dengan anak perempuan.

Anak laki-laki yang lebih sering bermain dan berinteraksi dengan

ligkungan luar apalagi dengan lingkungan yang kotor sangant rentan

terpajan kuman yang dapat menyebabkan penyakit. Sehingga dapat

kita simpulkan bahwa kejadian ISPA dapat dipengaruhi oleh

Lingkungan yang sehat, perilaku hidup sehat dan bersih, pelayanan

kesehatan seperti pemberian imunisasi. Menurut Nandang Sutrisna

(2016) kejadian ISPA pada balita masih cukup tinggi sehingga

memerlukan penanganan dan pencegahan dari petugas kesehatan

untuk mengurangi angka kejadian ISPA karena penyakit ISPA

merupakan salah satu penyakit yang dapat menyebabkan kematian

pada balita. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wulandari,

tentang perilaku hidup bersih dan sehat dengan kejadian ISPA pada

balita menunjukkan bahwa perilaku hidup bersih dan sehat merupakan

salah satu upaya menurunkan penyakit ISPA. Hal tersebut sesuai

dengan pernyataan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi

derajat kesehatan antara lain faktor perilaku.


Menurut asumsi peneliti dalam penanganan penyakit ISPA peran

orang tua sangatlah penting karena penyakit ISPA sangat rentan

terhadap balita, selain itu kesadaran masyarakat itu sendiri dan peran

puskesmas sebagai sarana kesehatan masyarakat yang berperan


83

penting dalam pengendalian penyakit ISPA sehingga derajat kesehatan

dapat ditingkatkan menjadi lebih baik, salah satunya bisa kita mulai

dari indikator lingkungan dengan meningkatkan sanitasi seperti rumah

sehat, lingkungan bersih, serta menyadarkan masyarakat untuk

berperilaku hidup sehat dan bersih agar terciptanya kesehatan

dimasyarakat, bisa melalui promosi kesehatan, atau bisa juga dengan

meningkatkan sistem imun masyarakat dengan meningkatkat

kunjungan imunisasi masyarakat, serta perbaikan gizi masyarak guna

terciptanya masyarakat yang sehat.

7.2 Derajat Kesehatan Masyarakat Ditinjau Dari IndikatorLingkungan

7.2.1 Rumah Sehat

Rumah sehat adalah tempat berlindung/bernaung dan tempat

untuk beristirahat sehingga menumbuhkan kehidupan yang

sempurna baik fisik rohani maupun sosial (Kasjono, 2011).


Penilaian kesehatan rumah dilihat dari 3 aspek, yaitu komponen

rumah, sarana sanitasi, dan perilaku penghuni berdasarkan kepada

pedoman teknis penilaian rumah sehat Depkes RI tahun 2009.


Kondisi rumah yang sehat merupakan hal penting, karena

rumah yang tidak sehat dapat berdampak terhadap kesehatan

penghuninya. Secara tidak langsung rumah yang tidak sehat dapat

meningkatkan resiko penghuninya mengalami berbagai macam

penyakit. Pada sebuah penelitian ditemukan bahwa balita yang

tinggal di rumah yang tidak sehat mempunyai resiko 6,8 kali lebih

besar untuk menderita pneumonia.


84

Hasil analisis di peroleh hasil rumah sehat di Kecamatan

Cipayung cukup baik karena dari jumlah rumah yang ada diseluruh

kelurahan yang ada di Kecamatan Cipayung terdapat 1.233 rumah

yang tidak memenuhi syarat rumah sehat atau dapat kita tahu

bahwa persentase rumah yang memenuhi syarat rumah sehat yang

ada di Kecamatan Cipayung adalah 94,11% dari jumlah 15.542

rumah.Namun tetap saja jumlah rumah yang belum memenuhi

syarat dengan jumlah 1.233 rumah itu tentu saja masih dapat

berpengaruh pada derajat kesehatan, karena dapat meningkatkan

resiko penyakit berbasis lingkungan seperti, ISPA, TB paru, Diare,

dll. Oleh sebab itu meningkatkan jumlah rumah sehat itu sendiri

sangatlah penting. Persentase rumah sehat yang bervariasi tersebut

dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial ekonomi seperti pendidikan

dan pendapatan.
Rumah yang sehat cenderung dimiliki oleh responden dengan

tingkat pendidikan tinggi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan

Citra (2015) di Puskesmas Karangasem memiliki rumah sehat

hanya sebesar 38,3%. Pernyataan ini didukung dengan tingkat

pendidikan yang berpengaruh terhadap usaha peningkatan kondisi

lingkungan rumah. Tingkat pendidikan yang tinggi menyebabkan

pengetahuan seseorang akan semakin baik dan lingkungan

rumahnya akan diatur sedemikian rupa sehingga memiliki kualitas

rumah yang baik.


85

Menurut asumsi peneliti untuk meningkatkan kepemilikan

rumah sehat di Kecamatan Cipayung yang 1.233 rumah itu kita

harus berkolaborasi atau berkerja sama antar masyarakat sangat

diperlukan agar bisa meningkatkan kepemilikan rumah sehat.

Untuk itu sebaiknya dilakukan penyuluhan mengenai rumah sehat

kepada masyarakat sehingga masyarakat lebih paham mengenai

komponen rumah, sarana sanitasi dan perilaku yang memenuhi

syarat kesehatan seperti penyediaan tempat sampah, mengadakan

kerja bakti lingkungan, menambah jadwal pengambilan sampah

keliling, merupakan upaya jangka pendek. Program jangka

penjangnya bisa dilakukan dengan membuat peraturan dalam

pembuatan bangunan rumah yang berwawasan memenuhi syarat

kesehatan di masyarakat dan meningkatkan sarana pendidikan di

lingkungan masyarakat serta membangun ekonomi di Kecamatan

Cipayung salah satunya membuat bank sampah.

7.2.2 Kualitas Air Minum Layak

Air merupakan salah satu kebutuhan untuk mempertahankan

hidup. Air bersih dapat berasal dari air sumur, air pipa, air telaga,

air sungai dan mata air. Penduduk di negara kita masih banyak

yang menggunakan air sumur untuk keperluan sehari-hari antara

lain untuk mandi, cuci dan memasak (S. Puspitasari, 2014).


Di tinjau dari aspek kesehatan lingkungan sumur gali sebagai

penyediaan air bersih sangat perlu dilakukan pemantauan serta


86

pengawasan terhadap penyediaan air bersih. Penyediaan air bersih

yang sebagai upaya preventif, yakni dapat menurunkan angka

morbiditas akibat water borne mechanism. Dalam hal ini tentunya

akan membentuk masyarakat yang peduli dengan kesehatan

lingkungan sehingga upaya kesehatan lingkungan terwujud dengan

meningkat.
Menurut data hasil penelitian penduduk dengan akses air

minum berkelanjutan terhadap air minum berkualitas, di dapatkan

data bahwa dari ketiga kelurahan yang berada di Kecamatan

Cipayung yang bisa mendapatkat akses berkelanjutan terhadap air

minum layak dari jumlah seluruh penduduk yang ada di Kecamatan

Cipayung sebanyak 89.500 jiwa hanya 52.314 jiwa atau hanya

58,451% penduduk saja yang bisa mengakses air minum layak.


WHO (2013) menyebutkan adanya sebanyak 1,1 milyar orang

yang tidak bisa mengakses sumber air minum improved. Fakta

tersebut artinya secara langsung mengakibatkan 1,6 juta orang

meninggal setiap tahun karena penyakit diare (termasuk kolera)

yang diakibatkan karena kekurangan askes air minum yang aman

dan 90% di antaranya adalah anak-anak dibawah umur 5 tahun,

sebagian besar berada di Negara berkembang.


Begitu juga penelitian menurut Taluke (2016) kondisi fisik

sumur gali sangat berpengaruh terhadap air sumur gali.

Berdasarkan hasil penelitian kondisi fisik sumur diantaranya, dari

aspek dinding sumur ada 2 (20%) tidak terbuat dari batu yang

disemen, sedangkan ada 8(80%) yang terbuat dari batu yang


87

disemen. Dari aspek lantai sumur ada 2(20%) tidak diplester, lebar

lantai 80 cm. Dari aspek atap sumur ada 7 (70%) tidak memiliki

atap sumur, sedangkan ada 3 (30%) memiliki atap sumur. Dari

aspek jarak jamban dengan sumur gali ada 2 (20%) yang memiliki

jarak 11 meter dari jamban, sedangkan ada 8 (80%) yang

memiliki jarak < 11 meter dari jamban.Dari aspek jarak sumber

pencemar lain dari sumur gali diantaranya genangan air ada 2

(20%) yang memiliki jarak 11 meter dari genangan air,

sedangkan ada 8 (80%) yang memiliki jarak > 11 meter dari

genangan air. Berdasarkan data di atas, didapatkan sebanyak 3

(30%) sumur gali yang memenuhi syarat, sedangkan sebanyak 7

(70%) yang tidak memenuhi syarat. Dari hasil persentase diatas,

penyebab sumur gali tidak memenuhi syarat karena minimnya

pengetahuan tentang sumber air yang bersih, seperti yang diketahui

bahwa air sumur yang baik itu berasal dari air yang berada di dalam

tanah, tetapi sebagian besar pemilik sumur tidak menggunakan atap

penutup sumur untuk menutup sumur agar tidak tercampur dengan

air hujan dan menghindari ada yang jatuh kedalam sumur dan

mencemari air sumur.


Menurut asumsi peneliti sudah sepatutnya masyarakat lebih

peduli akan kondisi lingkunganya terutama kondisi sumber air yang

mereka miliki karena air sudah menjadi kebutuhan pokok bagi

masyarakat salah satunya untuk minum, oleh karena itu kualitas air

yang baik sangat berpengaruh terhadap kesehatan setiap individu,


88

sudah sepatutnya puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan

masyarakat dapat mengayomi masyarakat untuk meningkatkan

kesehatan masyarakat itu sendiri, dengan memperhatikan aspek

sumur yang layak salah satunya yaitu dengan memperhatikan

dinding sumur, lantai sumur, bibir sumur dan atap sumur, jarak

jamban dengan sumur gali dan jarak sumber pencemar lain dari

sumur gali. Jarak sumber pencemar lainnya meliputi : genangan air,

peningkatan status kesehatan masyarakat bukan hanya sekedar

meningkatkan sarana kesehatan lingkungan, tetapi harus di imbangi

juga dengan upaya intervensi perilaku masyarakat. Perilaku sehat

dipengaruhi pengetahuan, sikap, dan tindakan proaktif untuk

memelihara dan mencegah resiko terjadinya penyakit serta

berperan aktif dalam gerakan kesehatan. Seperti promosi kesehatan

dan kerja bakti merawat sumur dan sumber air lainya, memantau

sumber air apa kah tercemar atau tidak.

7.2.3 Akses Sanitasi Yang Layak (Jamban Sehat)

Masalah pembuangan kotoran manusia merupakan masalah

yang pokok karena kotoran manusia (feces) adalah sumber

penyebaran penyakit multikompleks. Beberapa penyakit yang dapat

disebarkan oleh tinja manusia antara lain tifus, disentri, kolera,

bermacam-macam cacing (gelang, kremi, tambang, pita),

schistosomiasis (Notoatmodjo, 2012)


89

Pembuangan kotoran dalam hal ini pembuangan tinja atau

ekskreta manusia merupakan bagian yang penting dari sanitasi

lingkungan. Pembuangan tinja manusia yang terinfeksi yang

dilaksanakan secara tidak layak tanpa memenuhi syarat sanitasi

dapat menyebabkan terjadinya pencemaran tanah dan sumber

penyediaan air bersih. Di samping itu juga akan memberi

kesempatan bagi lalat dari spesies tertentu untuk bertelur,

bersarang, makan bagian tersebut serta membawa infeksi, menarik

hewan ternak, tikus serta serangga lain yang dapat menyebabkan

tinja dan kadang-kadang menimbulkan bau yang tidak enak.


Tujuan dilakukan penanganan pembuangan tinja yang

memenuhi persyaratan sanitasi adalah untuk merangsang serta

mengisolir tinja sedemikian rupa sehingga dapat mencegah

terjadinya hubungan langsung maupun tidak langsung antara tinja

dengan manusia dan dapat dicegah terjadinya penularan Faecal

Borne Diseases dari penderita kepada orang sehat maupun

pencemaran lingkungan pada umumnya. Prosedur pembuangan

tinja yang dapat dilakukan sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh

beberapa faktor yang ada di masyarakat, baik faktor nonteknis yang

berupa sosial ekonomi dan budaya serta sosial masyarakat maupun

faktor teknis yang berupa tersedianya bahan dan tenaga terampil

yang tersedia di masyarakat. Menjangkitnya muntaber bukan saja

karena Vibrio cholera tetapi juga karena kebiasaan masyarakat

yang menggunakan sungai, laut, tanah, lahan kosong sebagai


90

tempat segala aktivitas pembuangan akhir bahan pencemar (Waste

disposal) baik feces dan urine (Excreta), air limbah (Sewage)

maupun sampah (Refuse). Oleh karena itu program

penanggulangan masalah kesehatan harus mencakup aspek edukatif

yang menangani perilaku dan aspek medis teknis yang memerlukan

penanganan epidemiolog (Dya Chandara, 2013)


Hasil laporan penduduk dengan akses sanitasi (jamban sehat) di

UPT Puskesmas Kecamatan Cipayung didapatkan data bahwa dari

jumlah penduduk Kecamatan Cipayung berjumlah 89.500 jiwa

hanya 54.310 jiwa atau 60,7% saja yang memiliki akses sanitasi

jamban sehat layak, dengan pengguna jamban komunal sebanyak

2.420, jamban leher sebanyak angsa 51.504, jamban plesengan

sebanyak 121, janmban cemplung sebanyak 165.


Adapun penelitian yang dilakukan Misra (2011) di Kecamatan

IX Koto Kabupaten Dharmasraya menyatakan ada hubungan yang

bermakna antara pengetahuan dengan pemanfaatan jamban oleh

masyarakat di Jorong Silago. Begitupun juga penelitian yang

dilakukan Jumawal (2011) di Puskesmas kampung Teleng terdapat

hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan kepala

keluarga dengan jamban yang sehat sebanyak 44,4%.


Asumsi penelitian jamban sehat sangatlah berpengaruh pada

tingginya derajat kesehatan dimana apabila masyarakat memiliki

jamban sehat angka kejadian penyakit akibat faktor lingkungan

dapat berkurang karena dimana salah satu faktor penyebaran

penyakit bisa ditulakan dari feses yang pembuangannya tidak benar


91

seperti feses yang dibuang sembarangan di sungai, dikebun dan lain

sebagainya, karena kita juga ketahui bakteri dapat berkembang di

dalam feses sehingga manusia dapat terpapar penyakit dari feses

yang didalamnya ada microba, oleh karena itu kepemilikan jamban

sehat sangat penting dan wajib salah satu caranya adalah dengan

meningkatkan pengetahuan masyarakat akan pentingnya jamban

sehat contohnya penyuluhan kepada masyarakat, melalui

puskesmas dilakukan pemantauan ke lapangan apabila ditemukan

ada jamban yang tidak memenuhi syarat jamban sehat kemudian

puskesmas yang melakukan investigasi dan melakukan

perencanaan untuk pembangunan jambannya sehingga kedepanya

jamban-jamban yang tidak memenuhi syarat sehat dapat ditangani

satu per satu, selain itu peran masyarakat itu sendiri sangat penting

salah satunya menjaga jamban agar tetap bersih dan sehat, selalu

memantau jamban apabila ditemukan segala sesuatu yang sekira

dapat menimbulkan penyakit segera laporkan ke puskesmas

contohnya jentik-jentik nyamuk di air, agar dapat penanganan yang

tepat dari pihak puskesmas.

7.2.4 Higiene Tempat Pengelolahaan Makanan

Keadaan higiene sanitasi yang buruk dapat mempengaruhi

kualitas makanan yang disajikan kepada konsumen. Hal ini jelas

akan berpengaruh juga terhadap tingkat kesehatan konsumen yang

mengkonsumsi makanan tersebut. Jika higiene sanitasi


92

makanannya buruk maka dapat mengakibatkan timbulnya masalah-

masalah kesehatan seperti food borne disease dan kasus keracunan

makanan. Salah satu penyakit yang diakibatkan oleh makanan dan

minuman yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah penyakit

diare. Makanan jajanan merupakan produk pengolahan makanan

yang banyak dijumpai di sekitar sekolah dan dikonsumsi secara

rutin oleh banyak anak usia sekolah. Selain bermanfaat, makanan

jajanan juga berisiko menimbulkan masalah kesehatan (Yulia,

2016).
Kondisi penerapan higiene sanitasi makanan yang baik. Enam

Prinsip Higiene Sanitasi tersebut adalah (DepKes, 2009); Pertama,

Pemilihan bahan makanan yaitu bahan makanan yang dipilih harus

mempertimbangkan beberapa hal, seperti batas kadaluarsa,

terdaftar pada Kemenkes, dan bahan tersebut diizinkan

pemakaiannya untuk makanan. Kedua, Penyimpanan bahan

makanan yaitu penyimpanan bahan makanan untuk mencegah

bahan makanan agar tidak cepat rusak. Ketiga, Pengolahan

makanan yang makanan meliputi 3 hal, yaitu peralatan, penjamah

makanan,dan tempat pengolahan, Keempat, Penyimpanan makanan

matang yang disimpan sebaiknya pada suhu rendah, agar

pertumbuhan mikroorganisme yang dapat merusak makanan dapat

ditahan, Kelima, Pengangkutan makanan yaitu pengangkutan

makanan yang diinginkan adalah dengan wadah tertutup. Keenam,

Penyajian makanan disajikan dengan segera, jika makanan dihias


93

maka bahan yang digunakan merupakan bahan yang dapat

dimakan.
Hasil laporan tentang pengolahan makanan menurut higiene

sanitasi adalah dari jumlahh TPM yang ada di Kecamatan

Cipayung berjumlah 65 TPM, sedangkan jumlah TPM yang tidak

memenuhi syarat higiene berjumlah 46 TPM yang terdiri atas

rumah makan/lestoran 30 dan depot air minum 16 TPM.


Menurut penelitian yang dilakukan Yulia (2016) menyatakan

bahwa usia produktif mempengaruhi kinerja seseorang, bagi

pengelola kantin yang merangkap menjadi penjamah makanan

perlu kinerja yang bagus dalam penerapan atau pelaksanaan

hygiene sanitasi makanan dan minuman dalam hal ini enam prinsip

yang meliputi pengamanan bahan makanan, pemilihan bahan

makanan, pengangkutan makanan, pengolahan makanan,

penyimpanan makanan dan penyajian makanan. Pelaksanaan enam

prinsip higiene sanitasi makanan dan minuman mempengaruhi

mutu atau keamanan pangan. Jenis kelamin berhubungan dengan

ketelitian kerja penjamah makanan dalam melaksanakan prinsip

higiene sanitasi makanan (HSM). Perempuan cenderung lebih rapih

dan lebih teliti dalam pelaksanaan prinsip HSM. Sebagian besar

pengelola/penjamah makanan kantin di sekitar Poltekkes

Kemenkes Pontianak adalah perempuan sehingga ada

kecenderungan nilai pelaksanaan HSM cukup yaitu rata-rata 71,5

dengan nilai minimal 60 dan nilai maksimal 80.


94

Pelaksanaan HSM setelah dikategorikan berdasarkan data yang

di peroleh di kecamatan cipayung terdapat 36 TPM yang tidak

memenuhi syarat atau 56%, menurut Menurut Sutanto, nilai lebih

dari 70 merupakan nilai cukup untuk mengetahui keberhasilan

seseorang, dalam penelitian ini nilai rata-rata lebih dari 70 sehingga

dapat diartikan responden dalam penelitian ini cukup baik dalam

pelaksanaan higiene sanitasi makanan dan minuman, namun

berdasarkan kategori hanya 50 persen dikatakan pelaksanaan HSM

baik, hal ini karena pengkategorian baik dan buruk berdasarkan

nilai rata-rata dan pengkategorian hanya berdasarkan dua kategori.


Menurut asumsi kelompok kami bahwa peningkatan sanitasi

tempat prngolahan makanan sangat penting dikarenakan apabila

tempat pengolahan makanan tidak hygeine akan mengakibatkan

berkembangnya penyakit pada makanan atau minum yang di olah,

oleh karena itu sudah jadi tanggung jawab setiap tempat yang

mengolah makanan untuk memperhatikan kebersihanya, selain itu

untuk meningkatkan pelayanan kebersihan di TPM sebaiknya TPM

memperkerjakan pegawai yang usianya masih produktif karena

dapat meningkatkan kinerja apalagi dalam hal melaksanakan enam

prinsip yang meliputi pengamanan bahan makanan, pemilihan

bahan makanan, pengangkutan makanan, pengolahan makanan,

penyimpanan makanan dan penyajian makanan. Selain itu peran

puskesmas sangat penting salah satunya dengan melakukan

penyuluhan tentang pentingnya tempat pengolahan makanan yang


95

higeine serta melakukan pembinaan terhadap TPM yang belum

memenuhi syarat hygeine sehingga TPM yang belum memenuhi

syarat dapat meningkatkan kebersihannya.

7.3 Derajat Kesehatan Masyarakat Ditinjau Dari Indikator Perilaku

7.3.1 Rumah Tangga Berperilaku Sehat Dan Bersih (PHBS)

Berdasarkan paradigma sehat ditetapkan visi Indonesia Sehat

2010, dimana ada 3 pilar yang perlu mendapat perhatian khusus,

yaitu lingkungan sehat, perilaku sehat serta pelayanan kesehatan

yang bermutu, adil dan merata. Mengingat dampak dari perilaku

terhadap derajat kesehatan cukup besar (30-35% terhadap derajat

kesehatan), maka diperlukan berbagai upaya untuk mengubah

perilaku yang tidak sehat menjadi sehat. Salah satunya melalui

program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) (Diffah, 2011).


Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah

upaya untuk menciptakan dan melestarikan perilaku hidup yang

berorientasi kepada kebersihan dan kesehatan di masyarakat, agar

masyarakat dapat mandiri dalam mencegah dan menanggulangi

masalah-masalah kesehatan yang dihadapinya (Kementrian

Kesehatan RI, 2011).


Menurut data hasilpersentase rumah tangga hidup sehat dan

bersih di Kecamatan Cipayung dari jumlah keseluruhan warga

21.750 jiwa hanya 13.615 jiwa yang melakukan PHBS. Oleh sebab

itu dapat kita simpulkan bahwa masyarakat yang ber-PHBS di

Kecamatan Cipuyung hanya sedikit, padahal PHBS sangatlah


96

penting dalam meningkatkan derajat kesehatan. Karena menurut

penelitian yang dilakukan oleh World Health Organization (WHO)

pada tahun 2012, salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk

menurunkan angka kejadian diare dan ISPA adalah perilaku cuci

tangan pakai sabun. Karena perilaku tersebut dapat menurunkan

hampir separuh kasus diare dan sekitar seperempat kasus ISPA.


Menurut hasil penelitian Meirina (2012) saat melakukan

observasi kelapangan kendala yang dihadapi adalah karena kurang

pengetahuan terhadap PHBS dirumah tangga. Kendala yang dihadapi

saatberlangsungnya penyuluhan dan pemantauan Pola Hidup Bersih

danSehat (PHBS) diantaranya kurangmemadainya sarana prasarana

saatdiadakannya penyuluhan, padahari pertama pemantauan di

rumahwarga ada beberapa warga yangsedang tidak berada di rumah

karenakurangnya koordinasi dengan warga.Berdasarkan kendala

yang dihadapisaat berlangsungnya penyuluhan dan pemantauan Pola

Hidup Bersihdan Sehat (PHBS) solusi perlunya peningkatan fasilitas

sarana dan prasarana di lapangan, sehinggadapat menunjang dalam

pelaksanaanpenyuluhan kesehatan berupa tempatyang memadai,

kursi, meja, papan tulis.


Menurut asumsi kelompok kami bahwa perilaku hidup sehat dan

bersih sudah jadi kewajiban setiap individu melakukanya, akan tetapi

sudah jadi tugas puskesmas untuk memantau PHBS yang ada di

lingkunganya agar terciptanya masyarakat yang sehat dan

meningkatkan derajat kesehatan. Maka dari itu puskesmas yang


97

seharusnya membuat program seperti waktu wajib mencuci tangan,

kerja bakti lingkungan, membuat perarturan buang sampah yang

teratur dan target masyarakat ber PHBS salah satunya dengan

melakukan penyuluhan mengenai pentingnya ber perilaku hidup

sehat dan bersih, memantau langsung kondisi masyarakat, dan selalu

meningkatkan mutu pelayanan kesehatan setiap waktunya agar dapat

meningkatkan masyarakat yang ber-PHBS.

7.4 Derajat Kesehatan Ditinjau Dari Indikator Pelayanan Kesehatan

7.4.1 Cangkupan Kunjungan Ibu Hamil, Persalinan Ditolong Tenaga

Kesehatan

Angka kematian ibu (AKI) melahirkan di Indonesia masih dianggap

tinggi jika dibandingkan dengan AKI di negara lain. Berdasarkan hasil

Survey Kesehatan Demografi Indonesia (SDKI) tahun 2012 bahwa AKI di

Indonesia mengalami peningkatan menjadi 359 kematian/100 ribu

kelahiran hidup dari yang sebelumnya menurut SDKI tahun 200 adalah

228/100 ribu kelahiran. Padahal target Millenium Development Goals

(MDGs) tahun 2015 adalah menurunkan angka kematian ibu sebesar tiga

perempatnya (102/100.000 kelahiran hidup) pada tahun 2015 (BPS, 2013).

Sebagian besar penyebab kematian adalah karena perdarahan, keracunan

kehamilan dan infeksi pada masa nifas. Perdarahan disebabkan karena ibu

hamil mengidap anemia. Sedangkan kematian ibu akibat infeksi

menunjukkan adanya indikasi kurang baiknya upaya pencegahan


98

manajemen infeksi, dan hal ini terkait dengan tenaga yang membantu

persalinan (Afifah, dkk, 2010).


Permasalahan tingginya AKI di Indonesia juga disebabkan karena

pelayanan pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan oleh tenaga

profesional belum sepenuhnya dimanfaatkan oleh masyarakat, sehingga

menyebabkan masih banyaknya ibu yang tidak melakukan pemeriksaan

kehamilannya, dan tidak mendapatkan pemeriksaan kehamilan yang sesuai

dengan standar program kesehatan ibu dan anak, daerah dan pusat. Sistem

Kesehatan Nasional menetapkan Puskesmas merupakan salah satu bentuk

fasilitas pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh

Puskesmas merupakan bagian dari pelayanan publik sebagaimana

ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang

Pelayanan Publik (Kemenkes, 2011).


Menurut data yang kami dapatkan di Puskesmas Kecamatan Cipayung

menyatakan bahwa jumlah ibu hamil di Kecamatan Cipayung pada tahun

2016 berjumlah 1.893, dimana jumlah kunjunganya sebanyak 1.807 atau

sebanyak 86 ibu hamil yang belum memanfaatkan pelayanan kesehatan

secara optimal.
Menurut penelitian yang dilakukan Afifah, dkk, (2010)

mengungkapkan bahwa kendala ibu hamil dalam melakukan akses

pemeriksaan kehamilan di Kabupaten Sukabumi yaitu pelayanan

kesehatan di Puskesmas/Polindes yang belum bisa menjangkau semua ibu

yang bertempat tinggal di wilayah tersebut. Kondisi ini relatif banyak

dirasakan oleh masyarakat yang bertempat tinggal di daerah yang

wilayahnya cukup luas dan medannya relatif sulit untuk dijangkau.


99

Hasil penelitian dari Haryono (2013) di Madura juga terungkap bahwa

di samping faktor sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat serta keadaan

geografis, faktor kesiapan pelayanan kesehatan baik secara kualitas

maupun kuantitas menjadi pertimbangan masyarakat untuk memanfaatkan

pelayanan kesehatan dalam pertolongan persalinan. Sehubungan dengan

hal di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan bagaimana

kualitas pelayanan kesehatan ibu hamil dan bersalin di daerah terpencil di

Nagari Batu Bajanjang, Kecamatan Tigo Lurah, Kabupaten Solok,

Provinsi Sumatera Barat.


Menurut asumsi kelompok kami menyatakan bahwa cangkupan

kunjungan ibu hamil di Puskesmas Cipayung sudah hampir terpenuhi,

akan tetapi walaupun angka kunjunganya cukup baik tetap saja masih ada

ibu hamil yang belum memanfaatkan pelayanan kesehatan secara optimal,

sehingga apabila dibiarkan dapat beresiko menjadi angka kematian.

Karena, apabila penanganan ibu hamil salah satunya tidak ditangani oleh

petugas pelayanan kesehatan. Oleh karena itu peran keluarga dan

kesadaran ibu hamil itu sendiri sangatlah penting dalam meningkatkan

pentingnya mendapkan pelayanan kesehatan yang optimal, serta peran

puskesmas ketersediaan fasilitas, serta meningkatkan tenaga kesehatan

pemberi pelayanan, informasi dan motivasi masyarakat untuk mendatangi

fasilitas dalam memperoleh pelayanan serta program pelayanan kesehatan

itu sendiri apakah sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang memerlukan,

serta keterjangkauan lokasi apabila terdapat ibu hamil yang lokasinya jauh
100

maka petugas puskesmas itu sendiri yang mandatangi ibu hamilnya untuk

memberikan pelayanan ditempat.

7.4.2 Penanganan Komplikasi Neonatal

Kunjungan neonatal merupakan sarana untuk mendapatkan asuhan

bayi baru lahir esensial sehingga bayi dapat beradaptasi dengan perubahan

lingkungan dari dalam rahim ke luar rahim. Adaptasi lingkungan luar

rahim perlu difasilitasi oleh orang terdekat dengan bayi, biasanya orang

tua dan tenaga kesehatan yang menolong proses persalinan dan pemeriksa

bayi baru lahir. Kunjungan neonatal dapat dilakukan melalui kunjungan

ibu ke tenaga kesehatan atau sebaliknya kunjungan tenaga kesehatan ke

rumah ibu.
Menurut BAPENAS 2012, terdapat yang korelasi positif antara jumlah

dan jarak kelahiran dengan peluang terjadinya kematian, angka kematian

neonatal akan turun seiring dengan bertambahnya interval kelahiran.

Semakin tinggi persentase ibu dengan pemeriksaan kehamilan yang

adekuat dan jumlah kelahiran ditolong oleh tenaga kesehatan profesional

maka makin rendah angka kematian bayi dan balita. Di Indonesia akses ke

fasilitas kesehatan untuk pemeriksaan kehamilan sudah cukup tinggi yaitu

91,5% namun pemeriksaan kehamilan dengan katagori K4 hanya sebesar

63,7%. serta 30,27% persalinan masih ditolong oleh tenaga non

kesehatan/dukun.
Menurut data tentang penanganan komplikasi neonatal diketahui

bahwa dari jumlah perkiraan komplikasi neonatal di Puskesmas Cipayung


101

berjumlah 264 hanya 142 atau 53,8% saja mendapatkan penanganan

komplikasi neonatal.
Setiap kehamilan dapat berkembang menjadi masalah atau komplikasi

terhadap ibu dan bayinya setiap saat. (Sulistyowati,dkk,2003) menunjukan

bahwa bayi yang dilahirkan dari ibu yang melakukan

pemeriksaankesehatan pada waktu hamil tidak memenuhi syarat 2,6 kali

kemungkinan kematian perinatal, sehingga dapat dinyatakan bahwa

semakin baik pemeriksaan kesehatan ibu hamil semakin tinggi

perlindungan yang diberikan terhadap ancaman kematian neonatal.


Menurut asumsi kelompok kami bahwa kurangnya penanganan

komplikasi neonatal sangat berpengaruh pada derajat kesehatan karena

apabila penanganan komplikasi neonatal di suatu daerah kurang maka

angka kematian juga akan tinggi, sehingga sudah sepatutnya tenaga

kesehatan berperan penting untuk menyadarkan masyarakat dengan

penyuluhan bahwa pentingnya penanganan dilakukan oleh tenaga

kesehatan serta puskesmas lebih meningkatkan lagi pelayanan, baik dari

internalnya ataupun eksternalnya. Seperti pembaruan petugas kesehatan

yang lebih berkompeten.


BAB VIII

PENUTUP

8.1 Kesimpulan

Berdasarkan data laporan tahunan Puskesmas Kecamatan Cipayung

Tahun 2016 tentang Derajat Kesehatan di dapatkan hasil 10 penyakit

terbesar dan salah satu nya adalah penyakit ISPA yang cukup tinggi

penderitanya mencapai 12.674 jiwa. Selain penyakit ISPA yang dapat

mempengaruhi derajat kesehatan ada indikator-indikator lainnya sepeerti

lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan.

Didalam faktor lingkungan terdapat laporan tahunan UPT Pusekesmas

Kecamatan Cipayung seperti rumah sehat, kualitas air minum layak, akses

sanitasi yang layak (jamban sehat), higiene tempat pengolahan makanan. Di

Kecamatan Cipayung terdapat 14.627 rumah sehat dari jumlah seluruh

rumah 15.542 rumah. Dari jumlah seluruh penduduk di Kecamatan

Cipayung ada 89.500 jiwa hanya 52.314 jiwa atau hanya 58,451% yang

dapat mengkases air minum yang layak. Dari jumlah penduduk tersebut

juga, hanya 54.310 jiwa atau 60,7% yang memiliki akses jamban sehat. Dari

jumlah tempat makan sehat yang ada di Kecamatan Cipayung jumlah 65

TPM, sedangkan yang tidak memenuhi syarat hygiene sebanyak 36 TPM.

Didalam faktor perilaku terdapat laporan Perilaku Hidup Bersih dan

Sehat. Dimana dari total 21.1750 rumah tangga, yang melakukan PHBS ada

102
13.615 rumah tangga atau 69,7 %. Didalam faktor pelayanan kesehatan

terdapat laporan cakupan kunjungan ibu hamil, persalinan ditolong tenaga

103
104

kesehatan,pelayanan kesehatan ibu nifas dan jumlah penanganan komplikasi

neonatal. Dari hasil data cakupan kunjungan ibu hamil dimana ada 1.893

ibu hamil dan yang berkunjung pada kunjungan pertama ada 1.847 ibu

hamil, sedangkan pada kunjungan keempat terdapat 1.818 ibu hamil. Dari

1.807 ibu bersalin yang persalinan nya ditolong oleh tenaga kesehatan

berjumlah 1.782 ibu. Sedangkan yang mendapatkan pelayanan nifas

berjumlah 1.732 ibu. Jumlah penanganan komplikasi neonatal dari jumlah

bayi 1.758 bayi diperkirakan yang mengalamai komplikasi nenonatal

sebanyak 264 bayi dan yang mendapatkan penanganan komplikasi neonatal

ada 142 bayi atau sekitar 53,8%.

Dari indikator-indikator yang mempengaruhi derajat kesehatan di UPT

Kecamatan Cipayung dilihat dari aspek lingkungan, perilaku, pelayanan

kesehatan masih belum seluruhnya terpenuhi. Dapat dilihat dari hasil data

rumah sehat, akses air minum layak, PHBS dan penanganan komplikasi

neonatal. Yang hasil nya belum mencapai 80 % dari target persentase sehat

di Kecamatan Cipayung. Sedangkan hasil data pelayanan kesehatan cakupan

kunjungan ibu hamil dan persalinan ditolong tenaga kesehatan mendapatkan

hasil diatas target namun, dengan masih ada nya ibu hamiln yang tidak

melakukan kunjungan dapat beresiko menimbulkan angka kesakitan bahkan

angka kematian sehingga dapat mempengaruhi angka derajat kesehatan di

Kecamatan Cipayung.
105

8.2 Saran

8.2.1 Mahasiswa
1. Memahami dan mengetahui tentang ABL agar kelak dalam

melakukan penelitian lebih mudah dan terarah


2. Lebih dimatangkan lagi dalam menguasai teknik-teknik penelitian

seperti Metodelogi Penelitian


3. Rajin-rajin membaca referensi agar menambah wawasan.
8.2.2 STIKIM

1. Menjelaskan maksud dan tujuan dari ABL (Aplikasi Beljara

Lapangan) 1 secara terperinci.

2. Lebih lama waktu melaksanakan ABL di Puskesmasnya agar

pengalaman yang didapat lebih banyak.

3. Menyediakan sumber-sumber referensi yang banyak dan terupdate

8.2.3 UPT Puskesmas Kecamatan Cipayung :

1. Puskesmas sebaiknya menambah tenaga kesehatan yang lebih

berkompenten seperti menambah ahli promosi kesehatan

2. Puskesmas berkolaborasi dengan tokoh masyarakat dalam

menarik minat masyarakat.

3. Puskesmas tidak hanya melakukan pelayanan kesehatan ditempat

tapi petugas puskesmas langsung terjun kerumah pasien yang

sekiranya tidak bisa datang kepuskesmas tapi membutuhkan

pelayanan.
106

4. puskesmas juga bisa berperan aktif dalam meningkatkan

pendidikan serta ekonomi masyarakat, sehingga apabila

pendidikan dan ekonomi masyarakat itu baik secara tidak

langsung dapat meningkatkan kualitas kesehatan.


DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, U. F. 2013. Dasar-Dasar Penyakit Berbasis Lingkungan. Jakarta:

Rajawali Pers

Afifah,Tin, Pangaribuan, L, Rachmalina, dan Media, Yulfira. 2010. Perilaku

Pemeriksaan kesehatan Ibu Hamil dan Pemilihan Pertolongan Persalinan di

Kabupaten Sukabumi. Jurnal Ekologi Kesehatan, Volume 9, No. 3

September 2010. Jakarta, Badan Litbang Kesehatan.

Badan Pusat Statistik. 2013. Survey Kesehatan Indonesia 2012

Citra, S. 2016. Kesehatan Rumah Di Wilayah Kerja Puskesmas I Karangasem

Bali 2015. Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas/Ilmu Kedokteran

Pencegahan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Danusantoso, H. 2012. Ilmu Pnyakit Paru Edisi 2. Jakarta: EGC

Depkes RI. 2011. Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat. Jakarta : Ditjen PPM

dan PL

Depkes RI. 2009. Sistem Kesehatan Nasional.Jakarta

Dinas Kesehatan Kota Depok Profil kesehatan Kota Depok Data LB 1 SIMPUS.

Pola 10 Besar Penyakit Terbanyak Pada Pasien Rawat Jalan di Puskesmas

Kota Depok, 2015

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat Resume Tabel Profil Kesehatan di Provinsi

Jawa Barat SP3 (LB1) Dinkes Provinsi Jawa Baratpola penyakit Penderita

rawat jalan dipuskesmas semua golongan umur, 2014

12
Domili, M.F. 2013. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian

Pneumonia Pada balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Global

Mongolato.Universitas Negeri Gorontalo.Gorontalo

Dubois, B. dan Miley, K.K. 1992. Social Work: An Empowering Profession.

Boston: Allyn and Bacon

Haryono, Tri Joko. 2013. PemanfaatanDukun Bayi danBidan dalam Pertolongan

persalinan pada Masyarakat Madura.

Kasjono HS. 2011. Penyehatan Pemukiman. Yogyakarta : Gosyen Publishing.

Kemenkes RI. 2013. Profil KesehatanIndonesia 2012. Departemen Kesehatan

Republik indonesia. Jakarta

Kementrian Kesehatan RI. 2015. Profil Kesehatan Indonesia. pola 10 besar

penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan di Rumah Sakit seluruh

Indonesia, 2014

Kementerian Kesehatan. 2012. Laporan Riset Fasilitas Kesehatan Dasar

Puskesmas 2011. jakarta: Badan Penelitian Pengembangan Kesehatan

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPENAS, Laporan

pencapaian tujuan pembengunan millennium Indonesia 2010. Jakarta :

BAPENAS, 2012

Nandang, S & Nuniek, T.W. 2016. Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS)

Dengan kejadian Ispa Pada Balita. Departemen Keperawatan Anak

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan. Cirebon

Notoatmodjo, Soekidjo. 2014. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

13
Notoatmodjo, Soekidjo.2011. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta:

Rineka Cipta.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2011. Promosi Kesehatan. Jakarta. Rineka Cipta.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan.

Jakarta : Rineka Cipta.

Puskesmas Cipayung. 2016. Buku Profil Tahunan Puskesmas Kecamatan

Cipayung, KotaDepok, Jawa Barat.

Puskesmas Cipayung Kota Depok Buku Profil Puskesmas Cipayung Kota Depok

Data SIMPUS LB 1. Pola 10 Besar Penyakit Terbanyak Pada Pasien Rawat

Jalan di Puskesmas Cipayung, 2016

Sulistiyowati N, Ronoadmodjo S, Tarigan LH. Kematian perinatal hubungannya

dengan faktor praktik kesehatan ibu selama kahamilan. Jurnal Ekologi

Kesehatan 2009; 2

Taluke, Y. 2016 Gambaran Kondisi Fisik, Kualitas Air Dan Perilaku Pengguna

Sumur Gali Di Desa Buo Kecamatan Loloda 2016. Fakultas Kesehatan

Masyarakat UNSRAT. Manado

World Health Organization. Definisi Sehat WHO: WHO; 2013


Widarini, N.P., & Sumasari, N.L. 2010. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif
Dengan kejadian ISPA Pada Bayi. PS. IKM Universitas Udayana. Bali
Yulia, 2016. Higiene Sanitasi Makanan, Minuman Dan Sarana Sanitasi Terhadap
Angka Kuman Peralatan Makan Dan Minum Pada Kantin. Jurusan
Kesehatan Lingkungan, Poltekkes Kemenkes Pontianak

14

Anda mungkin juga menyukai