KIMIA FISIK II
Membeku merupakan perubahan fase dari fase cair ke fase padat. Fenomena
perubahan ini banyak terjadi di kehidupan sehari hari dan dilingkungan sekitar, misalnya
air murni akan berubah wujud menjadi es ketika didinginkan. Air murni tersebut akan
membeku tepat pada suhu 0oC (1 atm).
Titik beku larutan merupakan suhu dimana larutan dalam keadaan setimbang
dengan pelarut padatnya. Penurunan titik beku adalah selisih antara titik beku larutan
dengan titik beku larutan murninya. Penurunan titik beku pelaut ini terjadi karena adanya
zat terlarut yang mengakibatkan entropi larutan meningkat. Meningkatnya entropi
mengakibatkan fase transisi antara padat dan cair didapatkan pada suhu yang lebih rendah.
Penurunan titik beku larutan termasuk dalam sifat koligatif larutan, yaitu sifat sifat fisik
suatu larutan yang hanya bergantung pada jumlah partikel zat terlarut, bukan pada jenis zat
terlarut.
Penurunan titik beku dalam kehidupan sehari hari dapat dilakukan dengan cara
menambahkan zat anti beku kedalam radiator, sehingga akan terjadi kenaikan tekanan
cairan dalam radiator yang mengakibatkan cairan akan membeku dalam suhu yang lebih
rendah dari pelarutnya. Penurunan titik beku larutan encer akan sebanding dengan
konsentrasi massanya. Contoh tersebut membuktikan bahwa perlunya mempelajari dan
melakukan penentuan titik beku larutan ini.
2.1.3 Naftalen
Naftalen merupakan padatan putih yang memiliki bau aromatik, tidak memiliki rasa
dan memiliki rumus C10H8. Naftalen memiliki berat molekul 128,19 g/mol, titik didih
218oC dan titik leleh sebesar 80,2oC. Naftalena sangat berbahaya jika terkena mata
menyebabkan iritas, berbahaya jika ditelan dan sedikit berbahaya jika tejadi kontak kulit.
Tindakan pertolongan pertama jika terjadi kontak mata yaitu periksa dan lepaskan lensa
kontak dan segera menyiram mata dengan banyak air sekurang kurangnya 15 menit.
Tindakan pertolongan pertama jika terjadi kontak kulit yaitu menyiram kulit dengan
banyak air sekurang kurangnya 15 menit saat melepaskan pakaian dan sepatu yang
terkena. Tindakan pertama yang dilakukan jika tertelan yaitu jangan memuntahkan tanpa
arahan tenaga medis. Tindaka pertama jika terhirup yaitu dengan segera memberikan
pernapasan buatan atau oksigen jika tidak dapat bernafas (Anonim, 2015).
2.1.4 Natrium Klorida
Natrium klorida merupakan padatan putih yang berwarna putih, tidak memiliki bau
dan memiliki rumus NaCl. Natrium klorida memiliki berat molekul sebesar 58,443 g/mol,
titik didih natrium klorida yaitu 801oC dan titik leleh sebesar 1413oC. Natrium klorida
tidak berbahaya jika tertelan, namun jika terlalu banyak dapat menyebabkan tekanan darah
tinggi dalam waktu yang lama. Natrium klorida jika terkena kulit yang teriritasi akan
menimbulkan rasa perih dan jika terkena mata dapat menyebabkan iritasi ringan. Tindakan
pertama jika terkena mata dan kulit yaitu membilas daerah yang terkena natrium klorida
dengan banyak air minimal 15 menit (Anonim, 2015).
Dimana :
Go1 - Gox = Penurunan energi bebas pelarut
R = Tetapan gas umum,
T= Suhu mutlak,
x = Fraksi mol pelarut dalam larutan.
Penurunan energi bebas ini akan menurunkan kemampuan zat pelarut untuk
berubah menjadi fasa uapnya, sehingga tekanan uap pelarut dalam larutan akan lebih
rendah bila dibandingkan dengan tekanan uap pelarut yang sama dalam keadaan murni
(Tim Penyusun Kimia Fisik II, 2015).
Hukum Raoult menyatakan bahwa tekanan uap suatu komponen yang menguap
dalam larutan sama dengan tekanan uap yang menguap murni yang dikalikan dengan fraksi
mol komponen yang menguap dalam larutan, pada suhu yang sama. Larutan yang
mengikuti hokum roult disebut larutan ideal. Syarat larutan ideal adalah molekul zat
terlarut dan molekul pelarut tersusun sembarang, pada pencampuran tidak terjadi efek
kalor dan jumlah volume sebelum pencampuran sama dengan volume campurannya
(selisih volumenya nol). Larutan yang tidak memenuhi hukum Roult disebut larutan nol
ideal (Pettruci, 2000).
Pengaruh penurunan tekanan uap terhadap titik beku larutan mudah difahami
dengan bantuan diagram fasa gambar 2.
3.1 Alat
- Sensor temperatur
- Gelas Beaker I
- Gelas Beaker II
- Gelas Beaker III
- Pengaduk
3.2 Bahan
- Air
- Es
- Garam
- Asam asetat glasial
- Naftalen
Hasil
CH3COOH
Hasil
Hasil
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Penentuan tetapan penurunan titik beku molal asam cuka glasial
4.2 Pembahasan
Percobaan kali ini berjudul penurunan titik beku larutan. Penurunan titik beku
larutan termasuk dalam sifat koligatif larutan, selain penurunan titik beku larutan yang
termasuk dalam sifat koligatif larutan yaitu kenaikan titik didih larutan, penurunan tekanan
uap dan tekanan osmotik. Sifat koligatif larutan itu sendiri merupakan sifat fisis yang
hanya ditentukan oleh jumlah partikel zat terlarut dan tidak bergantung pada jenis zat
terlarut.
Percobaan tentang penurunan titik beku larutan ini bertujuan untuk menentukan
tetapan penurunan titik beku molal pelarut dan menentukan berat molekul zat non volatile
yang tidak diketahui. Penurunan titik beku larutan merupakan selisih antara titik beku
pelarut dengan titik beku larutan. Penurunan titik beku larutan terjadi jika pelarut
ditambahkan dat terlarut yang non volatil, adanya zat non volatiel tersebut akan
menurunkan energi bebas mula mula dari pelarut.
Prosedur kerja pertama yaitu merakit dan mempersiapkan alat serta bahan yang
akan digunakan. Gelas beaker I diisi campuran air, es dan garam. Garam ditambahkan pada
campuran ini bertujuan untuk menurunkan titik beku es sehingga suhu pada sistem dapat
dipertahankan walaupun es sudah mencair. Penambahan garam pada es akan membuat
garam larut dalam air es yang mencair, sehingga terjadi proses pelarutan dan reaksinya
sebagai berikut :
NaCl (s) + H2O (l) Na+ (aq) + Cl- (aq)
Garam lebih suka larut pada fasa cair sehingga akan mempertahankan larutan dari pada
membeku. Penambahan garam akan menghalangi terbentuknya ikatan diantara molekul
molekul zat pelarut, sehingga menyulitkan partikel air untuk dapat membentuk struktur
kristal es. Air lebih sulit membeku dalam bentuk larrutan sehingga transfer kalor dari
sistem ke es akan terdistribusi lebih baik, sehingga ketika penambahan garam air es aktif
dalam menyerap kalor dari sistem. Gelas beaker II diisi air secukupnya dan memiliki
fungsi untuk mengurangi kecepatan proses pendinginan, sehingga diperoleh perubahan
suhu yang signifikan dan memperoleh data yang valid dan akurat. Gelas beaker III diisi
asam cuka glasial sebanyak 20 mL.
Prosedur selanjutnya yaitu penentuan tetapan penurunan titik beku molal. Gelas
beaker III yang berisi 20 mL asam cuka glasial dimasukkan sensor temperatur yang
disambungkan ke software yang dioperasikan ke laptop. Gelas beaker III dimasukkan ke
dalam gelas beaker II dan kedua gelas beaker ini dimasukkan ke gelas beaker I yang berisi
campuran air, es dan garam. Sensor temperatur ketika dimasukkan kedalam gelas beaker
III yang berisi 20 mL asam cuka glasial harus bersamaan dengan klik run pada software
dan diamati perubahan suhu sampai pelarut membeku dan suhunya konstan. Penagamatan
ini dilakukan sebanyak 2 kali pengulangan, yang pertama titik beku asam cuka (Tf) yaitu
3,75OC dan yang kedua sebesar 5oC. Titik beku asam cuka menurut literatur sebesar 16oC,
berbeda dengan hasil yang diperoleh. Perbedaan ini mungkin dikarenakan larutan asam
cuka glasial yang diguanakan telah terkontaminasi, sehingga memperoleh titik beku yang
berbeda dengan literatur yang ada. Grafik antara suhu vs waktu untuk titik beku asam cuka
glasial yaitu sebagai berikut :
15
10 Series1
Linear (Series1)
5
0
0 200 400 600
Waktu (s)
20
Suhu (oC)
15
Series1
10
Linear (Series1)
5
0
0 100 200 300
Waktu (s)
Dua grafik diatas menghasilkan R2 yang hampir sama atau tidak jauh beda,
sehingga memiliki tingkat keakurasian serta presisi yang tepat. Berat asam cuka (W)
diperoleh sebesar 21,0 g.
Langkah berikutnya yaitu larutan asam cuka glasial yang membeku dicairkan
kembali kemudian ditambahkan 1 gram naftalen dan diamati kembali suhu tiap menit
menggunakan sensor temperatur sampai larutan membeku dan suhunya konstan serta
dilakukan pengulangan 2 kali. Grafik setelah penambahan naftalen sebagai berikut :
Asam Cuka Glasial + Naftalena 1
30
y = -0.0508x + 20.575
25 R = 0.9245
20
Suhu (oC)
15
Series1
10
Linear (Series1)
5
0
0 100 200 300 400 500
Waktu (s)
15
Series1
10
Linear (Series1)
5
0
0 200 400 600 800 1000
-5
Waktu (s)
15
Series1
10
Linear (Series1)
5
0
0 500 1000 1500
Waktu (s)
15
Series1
10
Linear (Series1)
5
0
0 500 1000 1500
Waktu (s)
Kedua grafik diatas mengalami kenaikan suhu. Titik beku 1 dan 2 berturut turut
yaitu 7,562oC dan 3,25oC, penambahan zat X kedalam campuran menyebabkan titik beku
larutan mengalami kenaikan yang seharusnya mengalami penurunan. Kenaikan ini
dikarenakan berkurangnya es sehingga menaikkan suhu dan menyebabkan waktu yang
lama untuk membeku. Nilai titik beku yng diperoleh ini dapat diguanakn untuk
menentukan berat molekul zat X yang digunakan. Berat molekul zat X yang digunakan
didapat sebesar 269,8 g/mol.
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikun yang telah dilakukan maka dapat diambil beberapa
kesimpulan, yaitu sebagai berikut :
1. Tetapan penurunan titik beku molal pelarut yaitu sebesar .. penambahan naftalen pada
asam cuka glasial menyebabkan penurunan suhu dikarenakan penurunan energi bebas
Gibbs sehingga menurunkan kemampuan zat palarut untuk berubah menjadi fase
uapnya sehingga tekanan uap pelarut dalam larutan akan lebib rendah bila
dibandingkan dengan tekanan uap pelarut yang sama dalam keadaan murni.
Penambahan zat X kedalam larutan juga mengalami perubahan suhu yaitu kenaikan
suhu, kenaikan ini dikarenakan berkurangnya es menyebabkan suhu semakin
meningkat, serta membutuhkan waktu yang lama untuk membeku.
2. Berat molekul zat X sebesar 269,8 g/mol.
5.2 Saran
g
21,0 g x 128 x 1,935 K
= mol = 5,21
1000 1
2. Penentuan Mr zat X
Tf asam cuka = 4,375C = 277,375 K
Tf zat X = 6,406C = 279,406K
Tf 2 = Tf asam cuka - Tf zat X
= 277,375 K 279,406 K = 2,031 K
Tf total = Tf 1 + Tf 2
= 1,935 K + 2,031 K = 3,966 K
1000
= ( ) {( )+ ( )}
1000 5,21 2 1
3,966 = ( ) {( )+ (
20 g )}
128
2
3,966 K = 260,5 ( + 7,8125103 )
. .
3,966 K = (521 . + 2,035 )
.
3,966 K 2,035 K = 521 .
.
1,931 K = 521 .
521
= 1,931