Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA FISIK II

PENENTUAN TITIK BEKU LARUTAN

Nama : Rizki Diah Kusumaningrum


NIM : 131810301015
Kelompok / Kelas : I (Satu) / B
Asisten : Putri Zakiyatul F

LABORATORIUM KIMIA FISIK


JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2015
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Membeku merupakan perubahan fase dari fase cair ke fase padat. Fenomena
perubahan ini banyak terjadi di kehidupan sehari hari dan dilingkungan sekitar, misalnya
air murni akan berubah wujud menjadi es ketika didinginkan. Air murni tersebut akan
membeku tepat pada suhu 0oC (1 atm).
Titik beku larutan merupakan suhu dimana larutan dalam keadaan setimbang
dengan pelarut padatnya. Penurunan titik beku adalah selisih antara titik beku larutan
dengan titik beku larutan murninya. Penurunan titik beku pelaut ini terjadi karena adanya
zat terlarut yang mengakibatkan entropi larutan meningkat. Meningkatnya entropi
mengakibatkan fase transisi antara padat dan cair didapatkan pada suhu yang lebih rendah.
Penurunan titik beku larutan termasuk dalam sifat koligatif larutan, yaitu sifat sifat fisik
suatu larutan yang hanya bergantung pada jumlah partikel zat terlarut, bukan pada jenis zat
terlarut.
Penurunan titik beku dalam kehidupan sehari hari dapat dilakukan dengan cara
menambahkan zat anti beku kedalam radiator, sehingga akan terjadi kenaikan tekanan
cairan dalam radiator yang mengakibatkan cairan akan membeku dalam suhu yang lebih
rendah dari pelarutnya. Penurunan titik beku larutan encer akan sebanding dengan
konsentrasi massanya. Contoh tersebut membuktikan bahwa perlunya mempelajari dan
melakukan penentuan titik beku larutan ini.

1.2 Tujuan Percobaan

Tujuan dilakukan percobaan ini yaitu :


1. Menentukan tetapan penurunan titik beku molal pelarut
2. Menentukan berat molekul zat non volatile yang tidak diketahui
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 MSDS (Material Safety Data Sheets


2.1.1 Air
Air memiliki rumus molekul H2O. Air merupakan larutan yang tidak berwarna,
tidak berbau dan memiliki pH netral yaitu 7. Air memiliki titik didih sebesar 100oC, titik
leleh 0oC dan tidak mudah terbakar. Air tidak berbahaya dan juga tidak menyebabkaniritasi
pada mata, kulit, tertelan dan terhirup (Anonim, 2015).

2.1.2 Asam Asetat Glasial


Asam asetat glasial atau asam asetat murni merupakan larutan yang memiliki bau
dan rasa yang tajam atau menyengat serta memiliki rumus molekul CH3COOH. Asam
asetat memiliki berat molekul 60,05 g/mol, titik didih 118,1oC dan titik leleh sebesar
16,6oC. Asam asetat bersifat asam dengan pH sebesar 2. Asam asetat sangat korosif dan
dapat menyebabkan luka bakar yang serius. Asam asetat berbahaya dalam kasus kontak
mata, kontak kulit, menelan dan inhalasi. Tindakan pertolongan pertama jika terjadi kontak
mata yaitu periksa dan lepaskan lensa kontak dan segera menyiram mata dengan banyak
air sekurang kurangnya 15 menit. Tindakan pertolongan pertama jika terjadi kontak kulit
yaitu menyiram kulit dengan banyak air sekurang kurangnya 15 menit saat melepaskan
pakaian dan sepatu yang terkena. Tindakan pertama yang dilakukan jika tertelan yaitu
jangan memuntahkan tanpa arahan tenaga medis. Tindakan pertama jika terhirup yaitu
dengan segera memberikan pernapasan buatan atau oksigen jika tidak dapat bernafas
(Anonim, 2015).

2.1.3 Naftalen
Naftalen merupakan padatan putih yang memiliki bau aromatik, tidak memiliki rasa
dan memiliki rumus C10H8. Naftalen memiliki berat molekul 128,19 g/mol, titik didih
218oC dan titik leleh sebesar 80,2oC. Naftalena sangat berbahaya jika terkena mata
menyebabkan iritas, berbahaya jika ditelan dan sedikit berbahaya jika tejadi kontak kulit.
Tindakan pertolongan pertama jika terjadi kontak mata yaitu periksa dan lepaskan lensa
kontak dan segera menyiram mata dengan banyak air sekurang kurangnya 15 menit.
Tindakan pertolongan pertama jika terjadi kontak kulit yaitu menyiram kulit dengan
banyak air sekurang kurangnya 15 menit saat melepaskan pakaian dan sepatu yang
terkena. Tindakan pertama yang dilakukan jika tertelan yaitu jangan memuntahkan tanpa
arahan tenaga medis. Tindaka pertama jika terhirup yaitu dengan segera memberikan
pernapasan buatan atau oksigen jika tidak dapat bernafas (Anonim, 2015).
2.1.4 Natrium Klorida
Natrium klorida merupakan padatan putih yang berwarna putih, tidak memiliki bau
dan memiliki rumus NaCl. Natrium klorida memiliki berat molekul sebesar 58,443 g/mol,
titik didih natrium klorida yaitu 801oC dan titik leleh sebesar 1413oC. Natrium klorida
tidak berbahaya jika tertelan, namun jika terlalu banyak dapat menyebabkan tekanan darah
tinggi dalam waktu yang lama. Natrium klorida jika terkena kulit yang teriritasi akan
menimbulkan rasa perih dan jika terkena mata dapat menyebabkan iritasi ringan. Tindakan
pertama jika terkena mata dan kulit yaitu membilas daerah yang terkena natrium klorida
dengan banyak air minimal 15 menit (Anonim, 2015).

2.2 Dasar Teori


Titik beku adalah suhu pada saat larutan mulai membeku pada tekanan luar 1 atm.
Titik beku normal air adalah 0C. Air murni jika didinginkan pada suhu 0C, maka air
tersebut akan membeku dan tekanan uap permukaannya sebesar 1 atm. Larutan akan
membeku jika tekanan uap permukaannya harus mencapai 1 atm, hal ini dapat dicapai bila
suhu larutan diturunkan. Titik beku juga merupakan suhu pada perpotongan garis tekanan
tetap pada 1 atm dengan kurva peleburan sedangkan titik didih adalah suhu pada
perpotongan garis tekanan tetap pada 1 atm dengan kurva penguapan (Yazid, 2005).

Gambar 2.2.1. Penurunan titik beku larutan


Diagram fasa diatas merupakan diagram fasa larutan yang mengalami proses
pergeseran. Diagram fasa tersebut menyebabkan terjadinya perbedaan dengan diagram fasa
pelarut murninya. Larutan akan membeku jika temperatur larutan tersebut lebih rendah dari
titik beku larutan murninya, selisih antara titik beku larutan dengan titik beku larutan
murninya disebut penurunan titik beku (Tf). Zat terlarutnya apabila merupakan zat non
elektrolit, maka penurunan titik bekunya sebanding dengan molalitas larutan (m).
Penambahan zat terlarut tertentu pada suatu pelarut akan mempengaruhi dari sifat koligatif
lainnya karena keempat sifat koligatif tersebut saling berkaitan (Soekardjo, 1989).
Titik beku larutan lebih rendah dari pada titik beku pelarut yang murni. Larutan
gula misalnya membeku di bawah suhu 0oC. Selisih antara titik beku larutan dengan titik
beku pelarut disebut penurunan titik beku larutan (Tf). Penurunan titik beku larutan ini
juga sebanding dengan konsentrasi zat yang terlarut. Hubungan ini dapat dinyatakan
dengan rumus :
Tf = m. Kf ............................................................................................. (1)
Persamaan diatas juga dapat digunakan pada penurunan titik beku untuk
menentukan berat molekul zat yang dilarutkan (Sastrawijaya, 1993).
Penentuan Tf dan Tb harus dilakukan pada suhu yang mengalami perubahan (suhu
tidak konstan) sehingga dipakai satuan konsentrasi molal yang tidak bergantung pada suhu.
Satuan konsentrasi molar tidak cocok dipakai karena perubahan suhu akan mempengaruhi
keadaan volume. Harga Kf dan Kb merupakan tetapan yang hanya bergantung pada
jenis pelarut, setiap pelarut memiliki harga Kf dan Kb masing-masing diperoleh dari
hasil suatu eksperimen yaitu dengan cara mengukur Tf dan Tb dari larutan (Achmad, 1996).
Zat pelarut jika dimasukkan zat lain yang tidak mudah menguap (non volatil), maka
energi bebas pelarut tersebut akan turun. Penurunan energi bebas ini mengikuti persamaan
Nernst.
Go1 - Gox = RT ln x .............................................................................. (2)

Dimana :
Go1 - Gox = Penurunan energi bebas pelarut
R = Tetapan gas umum,
T= Suhu mutlak,
x = Fraksi mol pelarut dalam larutan.
Penurunan energi bebas ini akan menurunkan kemampuan zat pelarut untuk
berubah menjadi fasa uapnya, sehingga tekanan uap pelarut dalam larutan akan lebih
rendah bila dibandingkan dengan tekanan uap pelarut yang sama dalam keadaan murni
(Tim Penyusun Kimia Fisik II, 2015).
Hukum Raoult menyatakan bahwa tekanan uap suatu komponen yang menguap
dalam larutan sama dengan tekanan uap yang menguap murni yang dikalikan dengan fraksi
mol komponen yang menguap dalam larutan, pada suhu yang sama. Larutan yang
mengikuti hokum roult disebut larutan ideal. Syarat larutan ideal adalah molekul zat
terlarut dan molekul pelarut tersusun sembarang, pada pencampuran tidak terjadi efek
kalor dan jumlah volume sebelum pencampuran sama dengan volume campurannya
(selisih volumenya nol). Larutan yang tidak memenuhi hukum Roult disebut larutan nol
ideal (Pettruci, 2000).
Pengaruh penurunan tekanan uap terhadap titik beku larutan mudah difahami
dengan bantuan diagram fasa gambar 2.

Gambar 2.2.2 Diagram fasa


Diagram diatas terlihat bahwa titik beku larutan Tf lebih rendah dibandingkan
dengan titik beku pelarut murni T0f.
Uraian di atas jelas bahwa penurunan titik beku larutan besarnya tergantung pada fraksi
mol pelarut.
Tf = Tof Tf .......................................................................................... (3)
Karena fraksi mol zat pelarut X merupakan fungsi linier fraksi mol zat terlarut X1, menurut
persamaan X = 1 -X1 maka Tf dapat dinyatakan sebagai fungsi X1 berikut :
Tf = (R (Tof)2 /Hf) .X1 ........................................................................................................... (4)
Di mana Hf adalah entalpi pencairan pelarut. Zat terlarut m mL ditambahkan ke dalam
1000 gram zat pelarut maka di dapat larutan dengan molalitas m. Larutan tersebut
mempunyai fraksi mol zat terlarut sebesar :
X1 = m / { (1000/M) + m } .................................................................... (5)
Dimana M adalah berat molekul zat pelarut. Untuk larutan encer m mendekati 0 (nol),
maka X1 = mM/1000 , sehingga penurunan titik beku larutan dapat ditulis :
Tf = { R ( Tof )2 M.m} / 1000 Hf ........................................................ (6)
Bila disubtitusikan Kf = {R (Tof)2 M} / 1000.Hf ke dalam persamaan (6), maka akan
diperoleh persamaan yang sederhana, yaitu :
Tf = Kf . m ............................................................................................ (7)
Dari X1 = m.M/1000 di atas (pers. 5) didapat
m = 1000 X1 / M
Sedangkan X1 = m1 / (m1 + m) = (W1/M1) / {( W1/M1 + W/M)} (8)
W1 = berat zat terlarut
M1 = BM zat terlarut
W = berat pelarut
Oleh karena larutan encer, maka (W1/M1) >> (W/M), sehingga persamaan (8) dan
persamaan (7) dapat ditulis sebagai berikut :
X1 = (W1.M) / (W.M1) dan Tf = (1000/Kf) / M1 x (W1/W) ............... (9)
Rumus untuk menghitung harga Kf adalah
Kf = (W.M1.Tf) / (1000 W1) ................................................................. (10)
Sedangkan rumus untuk menghitung BM zat terlarut :
M1 = (1000.Kf) / Tf x (W1/W) ......................................................... (11)
(Tim Penyusun Kimia Fisik II, 2015).
BAB 3. METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat
- Sensor temperatur
- Gelas Beaker I
- Gelas Beaker II
- Gelas Beaker III
- Pengaduk

3.2 Bahan
- Air
- Es
- Garam
- Asam asetat glasial
- Naftalen

3.3 Diagram Kerja


3.3.1 Skema kerja

Gambar 3.3.1 Desain alat penentuan penurunan titik beku


Keterangan :
A. Sensor temperatur
B. Gelas beaker III
C. Pengaduk
D. Gelas beaker II
E. Gelas beaker I
3.3.2 Persiapan

Campuran air, es dan garam

- diisikan pada tabung gelas E


- diisi air secukupnya pada tabung D
- diambil pelarut sebanyak 20 mL dan dimasukkan ke dalam tabung gelas
B (pelarut yang dipakai asam cuka glasial)

Hasil

3.3.3 Penentuan tetapan penurunan titik beku molal

CH3COOH

- diambil sebanyak 20 mL dan dimasukkan kedalam tabung B sambil


didinginkan
- diamati perubahan suhu tiap tiap menit pada monitor
- diamati pelarut apakah membeku atau belum
- diulangi percobaan A dan B sekali lagi dan ditentukan pelarut murni Tof
- dibiarkan pelarut mencair kembali
- dimasukkan naftalen (Bm = 128) sebagai zat pelarut 1 gram
- dilakukan kembali tahap A, B dan C
- dicatat Tof (titik beku larutan)

Hasil

3.3.4 Penentuan BM zat X


Larutan dari percobaan 3
- dibiarkan mencair kembali
- ditambahkan 2 gram zat X
- diamati perubahan suhunya
- diperhitungkan Tf nya
- dihitung BM zat X

Hasil
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Penentuan tetapan penurunan titik beku molal asam cuka glasial

a. Penentuan titik beku asam cuka (Tof)

Volume asam cuka 20 mL


Berat jenis asam cuka 1,05 Gram/mL
Berat asam cuka 21,0 gram
Titik beku asam cuka (Tof) 1 3,75oC
Titik beku asam cuka (Tof) 2 5oC

b. Penentuan titik beku larutan naphtalen (Bm = 128)

Berat naphtalen 1 gram


Titk beku larutan naphtalen (Tof) 1 3,375oC
Titk beku larutan naphtalen (Tof) 2 1,5oC
Penurunan titik beku (Tf) 1 1,935 K
Penurunan titik beku molal pelarut (Kf)
5,21

4.1.2 Penentuan BM zat X

Volume asam cuka 20 mL


Berat zat X 2 gram
Titik beku larutan zat X 1 7,562oC
Titik beku larutan zat X 2 3,2oC
Penurunan titik beku (Tf) 2 2,031 K
Penurunan titik beku (Tf) total 3,966 K
BM zat X 269,8 g/mol

4.2 Pembahasan

Percobaan kali ini berjudul penurunan titik beku larutan. Penurunan titik beku
larutan termasuk dalam sifat koligatif larutan, selain penurunan titik beku larutan yang
termasuk dalam sifat koligatif larutan yaitu kenaikan titik didih larutan, penurunan tekanan
uap dan tekanan osmotik. Sifat koligatif larutan itu sendiri merupakan sifat fisis yang
hanya ditentukan oleh jumlah partikel zat terlarut dan tidak bergantung pada jenis zat
terlarut.
Percobaan tentang penurunan titik beku larutan ini bertujuan untuk menentukan
tetapan penurunan titik beku molal pelarut dan menentukan berat molekul zat non volatile
yang tidak diketahui. Penurunan titik beku larutan merupakan selisih antara titik beku
pelarut dengan titik beku larutan. Penurunan titik beku larutan terjadi jika pelarut
ditambahkan dat terlarut yang non volatil, adanya zat non volatiel tersebut akan
menurunkan energi bebas mula mula dari pelarut.
Prosedur kerja pertama yaitu merakit dan mempersiapkan alat serta bahan yang
akan digunakan. Gelas beaker I diisi campuran air, es dan garam. Garam ditambahkan pada
campuran ini bertujuan untuk menurunkan titik beku es sehingga suhu pada sistem dapat
dipertahankan walaupun es sudah mencair. Penambahan garam pada es akan membuat
garam larut dalam air es yang mencair, sehingga terjadi proses pelarutan dan reaksinya
sebagai berikut :
NaCl (s) + H2O (l) Na+ (aq) + Cl- (aq)
Garam lebih suka larut pada fasa cair sehingga akan mempertahankan larutan dari pada
membeku. Penambahan garam akan menghalangi terbentuknya ikatan diantara molekul
molekul zat pelarut, sehingga menyulitkan partikel air untuk dapat membentuk struktur
kristal es. Air lebih sulit membeku dalam bentuk larrutan sehingga transfer kalor dari
sistem ke es akan terdistribusi lebih baik, sehingga ketika penambahan garam air es aktif
dalam menyerap kalor dari sistem. Gelas beaker II diisi air secukupnya dan memiliki
fungsi untuk mengurangi kecepatan proses pendinginan, sehingga diperoleh perubahan
suhu yang signifikan dan memperoleh data yang valid dan akurat. Gelas beaker III diisi
asam cuka glasial sebanyak 20 mL.
Prosedur selanjutnya yaitu penentuan tetapan penurunan titik beku molal. Gelas
beaker III yang berisi 20 mL asam cuka glasial dimasukkan sensor temperatur yang
disambungkan ke software yang dioperasikan ke laptop. Gelas beaker III dimasukkan ke
dalam gelas beaker II dan kedua gelas beaker ini dimasukkan ke gelas beaker I yang berisi
campuran air, es dan garam. Sensor temperatur ketika dimasukkan kedalam gelas beaker
III yang berisi 20 mL asam cuka glasial harus bersamaan dengan klik run pada software
dan diamati perubahan suhu sampai pelarut membeku dan suhunya konstan. Penagamatan
ini dilakukan sebanyak 2 kali pengulangan, yang pertama titik beku asam cuka (Tf) yaitu
3,75OC dan yang kedua sebesar 5oC. Titik beku asam cuka menurut literatur sebesar 16oC,
berbeda dengan hasil yang diperoleh. Perbedaan ini mungkin dikarenakan larutan asam
cuka glasial yang diguanakan telah terkontaminasi, sehingga memperoleh titik beku yang
berbeda dengan literatur yang ada. Grafik antara suhu vs waktu untuk titik beku asam cuka
glasial yaitu sebagai berikut :

Asam Cuka Glasial 1


25 y = -0.0313x + 19.764
R = 0.9594
20
Suhu (oC)

15

10 Series1
Linear (Series1)
5

0
0 200 400 600
Waktu (s)

Asam Cuka Glasial 2


30 y = -0.0652x + 21.149
R = 0.9698
25

20
Suhu (oC)

15
Series1
10
Linear (Series1)
5

0
0 100 200 300
Waktu (s)

Dua grafik diatas menghasilkan R2 yang hampir sama atau tidak jauh beda,
sehingga memiliki tingkat keakurasian serta presisi yang tepat. Berat asam cuka (W)
diperoleh sebesar 21,0 g.
Langkah berikutnya yaitu larutan asam cuka glasial yang membeku dicairkan
kembali kemudian ditambahkan 1 gram naftalen dan diamati kembali suhu tiap menit
menggunakan sensor temperatur sampai larutan membeku dan suhunya konstan serta
dilakukan pengulangan 2 kali. Grafik setelah penambahan naftalen sebagai berikut :
Asam Cuka Glasial + Naftalena 1
30
y = -0.0508x + 20.575
25 R = 0.9245

20
Suhu (oC)

15
Series1
10
Linear (Series1)
5

0
0 100 200 300 400 500
Waktu (s)

Asam Cuka Glasial + Naftalena 2


30
y = -0.0191x + 13.73
25
R = 0.743
20
Suhu (oC)

15
Series1
10
Linear (Series1)
5

0
0 200 400 600 800 1000
-5
Waktu (s)

Kedua grafik diatas mengalami penurunan suhu. Penambahan naftalen


menghasilkan suhu yang yag lebih rendah dari pada titik beku asam cuka glasial. Titik
beku larutan 1 dan 2 berturut turut yaitu 3,375oC dan 1,5oC. Penurunan suhu setelah
penambahan naftalen dikarenakan naftalen yang merupakan zat terlarut yang non volatil
(zat yang tidak mudah menguap) dan mengakibakan energi bebas Gibbs dari pelarut
tersebut akan turun. Penurunan energi bebas Gibbs ini membuatnya lebih stabil pada fase
cair dari pada fase uap, dimana tekanan uap pelarut dalam larutan akan lebih rendah
dibandingkan tekanan uap pelarut yang sama dalam keadaan murni. Penurunan titik beku
pada larutan naftalen (Tf) sebesar 1,935 K.
Prosedur selanjutnya yitu penentuan berat molekul zat X. Hasil larutan dari
percobaan sebelumnya dicairkan kembali kemudian ditambahkan zat X sebanyak 2 gram
dan kemudian diamat perubahan suhunya menggunakan sensor temperatur sampai
membeku dan suhunya konstan serta dilakukan sebanyak 2 kali. Grafik perubahan suhunya
yaitu sebagai berikut :

Asam Cuka Glasial + Naftalena + Zat X


1 y = -0.0152x + 20.818
30 R = 0.9443
25
20
Suhu (oC)

15
Series1
10
Linear (Series1)
5
0
0 500 1000 1500
Waktu (s)

Asam Cuka Glasial + Naftalena + Zat X


2
30
25 y = -0.0129x + 14.762
R = 0.7189
20
Suhu (oC)

15
Series1
10
Linear (Series1)
5
0
0 500 1000 1500
Waktu (s)

Kedua grafik diatas mengalami kenaikan suhu. Titik beku 1 dan 2 berturut turut
yaitu 7,562oC dan 3,25oC, penambahan zat X kedalam campuran menyebabkan titik beku
larutan mengalami kenaikan yang seharusnya mengalami penurunan. Kenaikan ini
dikarenakan berkurangnya es sehingga menaikkan suhu dan menyebabkan waktu yang
lama untuk membeku. Nilai titik beku yng diperoleh ini dapat diguanakn untuk
menentukan berat molekul zat X yang digunakan. Berat molekul zat X yang digunakan
didapat sebesar 269,8 g/mol.
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikun yang telah dilakukan maka dapat diambil beberapa
kesimpulan, yaitu sebagai berikut :
1. Tetapan penurunan titik beku molal pelarut yaitu sebesar .. penambahan naftalen pada
asam cuka glasial menyebabkan penurunan suhu dikarenakan penurunan energi bebas
Gibbs sehingga menurunkan kemampuan zat palarut untuk berubah menjadi fase
uapnya sehingga tekanan uap pelarut dalam larutan akan lebib rendah bila
dibandingkan dengan tekanan uap pelarut yang sama dalam keadaan murni.
Penambahan zat X kedalam larutan juga mengalami perubahan suhu yaitu kenaikan
suhu, kenaikan ini dikarenakan berkurangnya es menyebabkan suhu semakin
meningkat, serta membutuhkan waktu yang lama untuk membeku.
2. Berat molekul zat X sebesar 269,8 g/mol.

5.2 Saran

Sebaiknya praktikan lebih teliti dalam mengamati perubahan suhu sehingga


diperoleh hasil yang valid. Praktikan juga harus berhati hati ketika mengaduk campuran
jangan sampai terkena tangan yang akan mengakibatkan iritasi, perih dan gatal.
DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Hiskia. 1996. Kimia Larutan. Bandung : PT Citra Aditya Bhakti


Anonim. 2015. Air. [Serial Online].
http://www.sciencelab.com/msds/php?msdsId=9927321. [diakses pada tanggal 12
September 2015].
Anonim. 2015. Asam Asetat Glasial. [Serial Online].
http://www.sciencelab.com/msds/php?msdsId=9922769. [diakses pada tanggal 12
September 2015].
Anonim. 2015. Naftalen. [Serial Online].
http://www.sciencelab.com/msds/php?msdsId=9927671. [diakses pada tanggal 12
September 2015].
Anonim. 2015. Natrium Klorida. [Serial Online].
http://www.sciencelab.com/msds/php?msdsId=9927593. [diakses pada tanggal 12
September 2015].
Petrucci, Ralph H. 2000. General Chemistry, Principle and Modern Application 7th
edition. New York : Collier-McMillan.
Sastrawijaya, Tresna, 1993. Kimia Dasar 2. Jakarta : Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Soekardjo.1989. Kimia Fisik . Jakarta : PT Rineka Cipta
Tim Penyusun Kimia Fisik II. 2015. Penuntun Praktikum Kimia Fisik II. Jember :
Universitas Jember.
Yazid. 2005. Kimia Fisika untuk Paramedis. Yogyakarta : Penerbit C.V. Andi Offset.
LAMPIRAN
1. Penentuan nilai Kf
Tf asam cuka = 4,375C = 277,375 K
Tf naphtalen = 2,44C = 275,44 K
Tf 1 = Tf asam cuka - Tf naphtalen
= 277,375 K 275,44 K = 1,935 K
Wasam cuka
asam cuka = Vasam cuka

Wasam cuka = asam cuka x Vasam cuka


g
Wasam cuka = 1,05 x 20 mL = 21,0 g
mL

Wasam cuka x Mrnaphtalen x Tf


Kf = 1000 x Wnaphtalen

g
21,0 g x 128 x 1,935 K
= mol = 5,21
1000 1

2. Penentuan Mr zat X
Tf asam cuka = 4,375C = 277,375 K
Tf zat X = 6,406C = 279,406K
Tf 2 = Tf asam cuka - Tf zat X
= 277,375 K 279,406 K = 2,031 K
Tf total = Tf 1 + Tf 2
= 1,935 K + 2,031 K = 3,966 K
1000
= ( ) {( )+ ( )}


1000 5,21 2 1
3,966 = ( ) {( )+ (
20 g )}
128

2
3,966 K = 260,5 ( + 7,8125103 )

. .
3,966 K = (521 . + 2,035 )

.
3,966 K 2,035 K = 521 .

.
1,931 K = 521 .

521
= 1,931

MrzatX = 269,8 g/mol

Anda mungkin juga menyukai