Anda di halaman 1dari 92

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara maritim dengan luas perairan laut yang


diperkirakan sebesar 5,1 juta kilo meter persegi dan garis pantai sepanjang kurang
lebih 80.791 kilo meter. (Soeprapto, 2001). Dalam kondisi wilayah perairan ini
banyak aktivitas masyarakat yang terfokus pada bidang kelautan, tetapi aktivitas
tersebut senantiasa menuntut ketersediaan sumber informasi kelautan yang akurat.
Salah satu bentuk dari informasi kelautan adalah pasang surut (pasut). Data pasang
surut di Indonesia disediakan oleh dua instansi pemerintah yaitu Badan Informasi
Geospasial (BIG) dan Dinas Hidro-Oseanogtafi (DISHIDROS) TNI AL. Kejadian
pasang surut ini dalam sehari rata-rata akan terjadi dua kali pasang dan dua kali surut.
Pasang dan surut air laut dipengaruhi oleh gaya gravitasi bulan, bumi dan matahari.

Indonesia merupakan salah satu Negara yang dilintasi oleh garis khatulistiwa
(equator). Pada garis khatulistiwa (equator) pasang surut harian ganda adalah tetap,
pada titik I adalah air pasang dan pada J meridian 90 adalah air surut. Pada titik K
dengan meridian 180 jauh daripada titik I adalah pasang dan ketinggiannya hampir
sama seperti dititik I. Jangkauan untuk pasang surut ini tidak sebesar jangkauan
sewaktu bulan berada pada deklinasi 0. Pasang surut harian ganda akan selalu
melintas kebelakang, karena pasang surut ini menghasilkan gaya akibat pergeseran
dan inersial air laut. (Priyana,1994).

Gambar 1.1. Contoh pengaruh bulan pada titik deklinasi 20

1
Di Indonesia, kota Pontianak merupakan salah satu kota yang dilintasi oleh
garis khatulistiwa (equator). Menurut data pasang surut dengan kurun waktu 1988-
1992, kota Pontianak berada pada elevasi +1.437 meter dan surut terendah 0,263
meter. Dari kondisi ini, maka saat hujan dengan intensitas tinggi akan menyebabkan
genangan pada sebagian besar Kota Pontianak. (UGM, 2004).

Pengetahuan tentang pasang surut ini dapat dimanfaatkan untuk berbagai


kegiatan kelautan. Dalam hal perencanaan pengelolaan wilayah pesisir seperti
pembuatan pelabuhan, bangunan pemecah gelombang, jembatan laut, pemasangan
pipa bawah laut dan lain sebagainya, bahkan dalam kegiatan penangkapan ikan
sampai peluncuran satelit. Berikut metode kerja dalam pengamatan atau pengukuran
data pasang surut :

1. Pengamatan data pasang surut air laut dilakukan setiap 1 jam sekali.
2. Kemudian dicatat data ketinggian muka air laut rata-ratanya kedalam
bentuk tabel sesuai dengan tanggal dan waktu pengamatan.
3. Setelah data terkumpul semua sesuai dengan periode waktu yang
ditentukan, maka data tersebut dihitiung menggunakan metode
perhitungan yang diminta dan dibuat laporan hasil pratikum sebagai
pertanggungjawaban.

Dalam pelaksanaan perhitungan pasang surut air laut terdapat beberapa


metode yang dapat digunakan untuk menentukan konstanta harmonik pasang surut
selama periode waktu tertentu diantaranya adalah metode Admiralty dan metode Least
Square. Konstanta harmonik yang dihasilkan kedua metode ini dapat digunakan
dalam melakukan prediksi pasang surut untuk waktu yang akan datang. Perhitungan
metode Admiralty menghasilkan 9 komponen pasang surut, yaitu komponen Diurnal
(K1, P1 dan O1), komponen semi-diurnal (M2, K2, S2 dan N2) dan komponen
kuarter-diurnal (M4 dan MS4), komponen-komponen tersebut mempresentasikan
jenis pasang surut. Perhitungan metode Least Square dilakukan dengan mengabaikan
faktor meteorologis, namun dapat diturunkan dengan menggunakan nilai persamaan
yang telah ditetapkan. Dalam penelitian ini, analisa harmonik pasut metode Least
Square dapat juga dilakukan dengan menggunakan software Microsoft Excel.
(Ongkosongo, 1989).

2
1.1.1 Sejarah Dinas Hidro-Oseanografi (DISHIDROS) TNI AL

Sejarah berdirinya dishidros diawali dengan dibentuknya panitia perbaikan


pemetaan di Netherland East Indies pada tahun 1821. Selang 3 tahun tepatnya pada
tahun 1823 Angkatan Laut Belanda mendirikan Depo Peta yang berfungsi sebagai
penyedia peta laut dan buku nautis untuk kepentingan umum. Selanjutnya pada tahun
1850, dibentuklah Geografische Dients (Dinas Hidrografi) dibawah kepemimpinan
angkatan laut Belanda yang melaksanakan kegiatan pengamatan posisi geografis di
berbagai tempat di Indonesia dengan cara pengamatan bintang. Pada tahun 1874,
pemerintah kolonial Belanda membentuk Burenau Hydrografie yang merupakan
bagian dari departemen Der Marine Kerajaan Belanda, untuk melaksanakan kegiatan
survey dan pemetaan guna keperluan keselamatan pelayaran kapal-kapal perang dan
kapal dagang Belanda.

Perang dunia ke I pada tahun 1914 menyebabkan terjadinya kekurangan


personil pada kapal-kapal pemetaan Angkatan Laut Belanda, sehingga pada waktu itu,
mulai ditugaskan perwira dari Gouvernement Marine (Jawatan Pelayaran), dan
selanjutnya pada tahun 1918 Gouvernement Marine membentuk organisasi yang
melaksanakan pemetaan laut sendiri yang sejak tahun 1922 Gouvernement Marine
dapat membantu angkatan laut belanda melaksanakan pemetaan dengan menggunakan
kapal sendiri. Dengan demikian sejak itu terdapat dua rganisasi yang melaksankan
pemetaaan di Indonesia. Pada periode penjajahan Jepang (1941 1945), kegiatan
survey dan penelitian dilakukan untuk kepentingan perang pertahanan militer jepang
di Indonesia. Pada periode awal kemerdekaan keberadaan kedua organisasi hidrografi
pada masa penjajahan belanda tersebut dipertahankan, namun karena pemerintah
Indonesia belum memiliki failitas dan personil Hidrografi, maka kegiatan pemetaan
mengalami kesulitan, sehingga Negara Belanda pada tahun 1951 masih memberikan
bantuan tenaga ahli hidrografi kepada Indonesia. Mengingat adanya dua kepentingan,
yakni kepentingan pelayaran sipil dan kepentingan pertahanan, beberapa peraturan
perundangan yang diberlakukan antara lain:

1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1951 tentang


pembentukan Bagian Hidrografi Angkatan Laut dan Bagian Hidrografi
Jawatan Pelayaran.

3
2. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 164 Tahun 1960 tentang
Penggabungan Pejabatan Hidrografi Jawatan Pelayaran ke dalam Jawatan
Hidrografi Angkatan Laut Jawatan Hidrografi Angkatan Laut (Janhidral).
3. Keputusan Kasal Nomor KEP/20/VII/1997, Tanggal 31 Juli 1997 tentang
organisasi dan prosedur Dinas Hidro-Oseanografi (DISHIDROS) TNI AL,
menetapkan bahwa Dinas Hidro-Oseanografi (DISHIDROS) TNI AL
bertugas membina dan melaksanakan fungsi Hidro-Oseanografi untuk
kepentingan TNI maupun untuk kepentingan umum.

Dalam perkembangannya, Jawatan Hidrografi Angkatan Laut mengalami


beberapa kali perubahan nama, yaitu berdasarkan Surat Keputusan Menteri Panglima
Angkatan Laut (Menpangal) No. 5402.46 Tanggal 20 Desember 1965, Jawatan
Hidrografi Angkatan Laut menjadi Direktorat Hidrografi Angkatan Laut (Dithidral).
Kemudian berdasarkan keputusan Menhankam atau pangab No. Kep/A/39/VII/1971
Tanggal 23 Juli 1971, menjadi Dinas Hidrografi Angkatan Laut (Dishadral).
Selanjutnya berdasarkan keputusan menhankam atau Pangab No. Kep/11/IV/1976
pasal 23, dalam pelaksanaannya sesuai juklak kasal Nomor juklak/40/VIII/1979,
Dinas Hidrografi Angkatan Laut berubah menjadi Jawatan Hidro-oseanografi
Angkatan Laut (JANHIDROS). Sejak tahun 1984, berdasarkan keputusan Kasal No.
Kep/23/XI/1984 Tanggal 10 November 1984, menjadi Dinas Hidro-Oseanografi
(DISHIDROS) TNI Angkatan Laut sampai tahun sekarang. Adapun Dinas Hidro-
Oseanografi (DISHIDROS) TNI AL mempunyai tugas melaksanakan kegiatan
survey pemetaan laut untuk menetukan jalur pelayaran kapal di perairan Negara
Kesatuan Republik Indonesia, salah satunya adalah penyelenggaraan survey pasang
surut air laut yang meliputi pengumpulan data, pengolahan data, penyimpanan data,
dan penggunaan informasi secara berkala. (Praktikum di DISHIDROS : Samsul
Arifin, 2014)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan sebelumnya, maka dalam


melaksanakan kerja praktek ini penulis akan mempelajari dan mengkaji bagaimana
proses perhitungan data pasang surut air laut dengan menggunakan metode Admiralty.
Dari perhitungan tersebut akan menghasilkan konstanta harmonik pasang surut air
laut untuk daerah Dermaga Belangbelang Mamuju Sulawesi Barat.

4
1.3 Maksud dan Tujuan Kerja Praktek

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, penulis


bermaksud untuk melaksanakan perhitungan data pasang surut air laut untuk
menentukan konstanta harmonik pasang surut air laut dengan menggunakan metode
Admiralty. Adapun tujuan dari pelaksanaan kerja praktek ini adalah :

1. Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Strata-1


Program Studi Teknik Geodesi Fakultas Teknik Universitas Pakuan
Bogor.
2. Mengetahui teori mengenai pasang surut.
3. Mengetahui cara perhitungan data pasang surut air laut dengan metode
Admiralty.
4. Mengetahui bentuk dan fungsi tabel perhitungan data pasang surut air laut
metode Admiralty.
5. Menentukan nilai konstanta harmonik pasang surut air laut air laut pada
lokasi studi kasus.

1.4 Batasan Masalah

Dalam pelaksanaan kerja praktek ini penulis membatasi pekerjaan sebagai


berikut:

1. Lokasi studi kasus yang dijadikan tempat pengambilan data pasang surut
terletak di Dermaga Belangbelang Mamuju Sulawesi Barat.
2. Penulis tidak melakukan pengamatan data di lapangan secara langsung,
melainkan menggunakan data sekunder milik Dinas Hidro-Oseanografi
(DISHIDROS) TNI AL.
3. Data yang digunakan adalah hasil pengamatan palem pasang surut selama
30 hari atau biasa disebut dengan 29 piantan.
4. Perencanaan dan pengolahan data akan dilaksanakan secara perhitungan
manual dan menggunakan program komputer sebagai pembantu:
a. Tabel perhitungan metode Admiralty
b. Konstanta pengali atau konstanta ketetapan yang digunakan.
c. Software Microsoft Excel

5
1.5 Metodologi

Metodologi yang digunakan dalam kerja praktek ini ditempuh dengan


langkah-langkah sebagai berikut :
1. Mempelajari teori yang berkaitan dengan pasang surut air laut, teori
pengolahan data pasang surut metode Admiralty.
2. Melaksanakan proses input data secara manual kedalam tabel perhtiungan
metode Admiralty, mengitung data secara manual maupun dengan program
komputer.

Secara umum, metodologi penulisan laporan kerja praktek ini digambarkan


seperti diagram di bawah ini :

Data Pasang Surut Air Laut (29 Piantan)

Tabel Perhitungan Pasang Surut

Perhitungan Data Pasang Surut


Metode Admiralty

Tidak Konstanta
Pengali

Ya

Hasil Akhir
Konstanta Harmonik Utama
Pasang Surut Air Laut
(K1, O1, P1, S2, M2, N2,
K2, M4 dan MS4)

Gambar 1.2 Metodologi Pelaksanaan Kerja Praktek

1.6 Tempat Pelaksanaan Kerja Praktek

Kerja praktek ini dilaksanakan di Dinas Hidro-Oseanografi (DISHIDROS)


TNI AL, yang beralamat di Jl. Pantai Kuta V No. 1, Ancol Timur, Jakarta Utara, DKI
Jakarta. Dan Wilayah studi kasus terletak di Dermaga Belangbelang Mamuju
Sulawesi Barat. Dibawah ini tabel jadwal pelaksanaan kerja praktek :

6
Tabel 1.1 Jadwal Pelaksanaan Kerja Praktek

2015 2016
OKTOBER NOVEMBER DESEMBER JANUARI
NO KEGIATAN
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 4
1 Pengurusan Administrasi
2 Pengajuan Proposal
3 Pengumpulan Data
4 Proses Pengolahan Data
5 Bimbingan
6 Pembuatan Laporan

1.7 Sistematika Penulisan Laporan

Hasil kegiatan Kerja Praktek ini disusun dalam sebuah karya tulis ilmiah yang
disebut laporan, dan laporan ini adalah sebuah bentuk rasa tanggungjawab mahasiswa
atas pekerjaan yang telah dilakukan. Berikut sistematika penyusunan laporan hasil
Kerja Praktek :

BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini membahas secara umum mengenai latar belakang,
maksud dan tujuan, batasan masalah, metodologi pekerjaan,
serta sistematika penulisan laporan.

BAB II : DASAR TEORI


Bab ini membahas konsep umum, definisi-definisi, metode
yang digunakan dan juga pengertian dari beberapa istilah
lainnya yang menjadi dasar dalam pembuatan, perhitungan,
pengolahan dan analisis data pasang surut (pasut).

BAB III : PELAKSANAAN PEKERJAAN


Bab ini merupakan tahapan proses pengumpulan data,
pengelompokan data, perhitungan data, pengolahan dan
analisis data. Data yang diperoleh harus dihitung dan diolah
melalui proses manual maupun digital sehingga data-data
tersebut dapat menghasilkan informasi tentang posisi
permukaan air laut rata-rata.

7
BAB IV : PEMBAHASAN
Bab ini berisikan tentang uraian dari pekerjaan yang telah
dilaksanakan, termasuk kendala-kendala yang terjadi dalam
proses pelaksanaan pekerjaan, baik kendala teknis ataupun
non-teknis, serta pembahasan hasil dari pengolahan data.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN


Bab ini merupakan kesimpulan yang diperoleh dari
pelaksanaan pekerjaan dan saran yang dapat menjadi sebuah
acuan kedepan agar lebih baik.

Daftar Pustaka
Lampiran

8
BAB II

DASAR TEORI

2.1 Pasang Surut

Menurut (Pariwono, 1989) fenomena pasang surut diartikan sebagai naik


turunnya muka air laut secara berkala akibat adanya gaya tarik benda-benda angkasa
terutama matahari dan bulan terhadap massa air dibumi. Sedangkan menurut
(Dronkers, 1964) pasang surut laut merupakan suatu fenomena pergerakan naik
turunnya permukaan air laut secara berkala yang diakibatkan oleh kombinasi gaya
gravitasi dan gaya tarik menarik dari benda-benda astronomi terutama oleh matahari,
bumi dan bulan.

Pasang surut air laut merupakan hasil dari gaya tarik-menarik gravitasi dan
efek sentrifugal. Efek sentrifugal adalah dorongan ke arah luar pusat rotasi
(Triatmodjo, 1999). Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari matahari, gaya tarik
gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada gaya tarik matahari dalam
membangkitkan pasang surut air laut karena jarak bulan lebih dekat daripada jarak
matahari ke bumi.

Gambar 2.1. Gaya gravitasi dan efek sentrifugal

9
Gaya tarik gravitasi menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan
menghasilkan dua tonjolan pasang surut gravitasi di laut. Lintang dari tonjolan
pasang surut ditentukan oleh deklinasi, sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang
orbital bulan dan matahari. Pasang-surut tidak hanya mempengaruhi lapisan dibagian
teratas saja, melainkan seluruh massa air dan energinya pun sangat besar. Diperairan
pantai, teluk dan selat yang sempit, gerakan naik-turunnya muka air akan
menimbulkan terjadinya arus pasang-surut yang cukup kuat. Arus pasang surut
terkuat yang tercatat di Indonesia terletak pada selat Capalulu atau antara pulau
Taliabu dan pulau Mangole (Kepulauan Sula), yang kekuatannya bisa mencapai 5
meter per detik. Pada selat dan pulau Nusa Tenggara kekuatannya bisa mencapai 2,5
sampai dengan 3 meter per detik pada saat pasang purnama. Serta pada daerah lainnya
kekuatan arus pasang surut biasanya kurang dari 1,5 meter per detik, sedangkan pada
laut terbuka diwilayah Indonesia kekuatannya kurang dari 0,5 meter per detik.
Berbeda dengan arus yang disebabkan oleh angin yang hanya terjadi pada air lapisan
tipis dipermukaan, arus pasang surut bisa mencapai lapisan yang lebih dalam.
Ekspedisi Snellius I (1929-1930) diperairan Indonesia bagian Timur dapat
menunjukkan bahwa arus pasang-surut masih dapat diukur pada kedalaman lebih dari
600 meter. (Nontji, 1987).

2.1.1 Teori Pasang Surut

Secara umum terdapat dua teori dasar pasang surut yaitu Teori Kesetimbangan
(Equilibrium Theory) dan Teori Dinamik (Dynamical Theory). Pembahasan mengenai
teori pasang surut tersebut dapat diketahui pada penjelasan dibawah ini :

2.1.1.1 Teori Kesetimbangan (Equilibrium Theory)

Teori kesetimbangan pertama kali diperkenalkan oleh (Sir Isaac Newton,


1642-1727). Teori ini menerangkan sifat-sifat pasang surut secara kualitatif. Teori ini
terjadi pada bumi ideal yang seluruh permukaannya ditutupi oleh air dan pengaruh
kelembaman (inertia). Teori ini menyatakan bahwa naik-turunnya permukaan air
laut sebanding dengan gaya pembangkit pasang surut air laut.

Untuk memahami gaya pembangkit pasang surut dilakukan dengan


memisahkan pergerakan sistem bumi, bulan dan matahari menjadi 2 (dua) yaitu
sistem bumi - bulan dan sistem bumi - matahari. Pada teori kesetimbangan bumi

10
diasumsikan tertutup air dengan kedalaman dan densitas yang sama dan naik turun
muka laut sebanding dengan gaya pembangkit pasang surut atau GPP (Gaya
Penggerak Pasut) yaitu Resultant gaya tarik bulan dan gaya sentrifugal, teori ini
berkaitan dengan hubungan antara laut, massa air yang naik, bulan, dan matahari.
Gaya pembangkit pasang surut ini akan menimbulkan air tinggi pada dua lokasi dan
air rendah pada dua lokasi. (Gross, 1987).

2.1.1.2 Teori Dinamik (Dynamical Theory)

(Pond dan Pickard, 1978) menyatakan bahwa dalam teori ini lautan yang
homogen masih diasumsikan menutupi seluruh bumi pada kedalaman yang konstan,
tetapi gaya-gaya tarik periodik dapat membangkitkan gelombang dengan periode
sesuai dengan konstituen-konstituennya. Gelombang pasang surut yang terbentuk
dipengaruhi oleh GPP (Gaya Penggerak Pasut), kedalaman dan luas perairan,
pengaruh rotasi bumi dan pengaruh gesekan dasar. Teori ini pertama kali
dikembangkan oleh (Laplace, 1796-1825). Menurut teori dinamik ini, gaya
pembangkit pasang surut menghasilkan gelombang pasang surut (tide wive) yang
periodenya sebanding dengan gaya pembangkit pasang surut. Karena terbentuknya
gelombang, maka terdapat faktor lain yang perlu diperhitungkan selain GPP (Gaya
Penggerak Pasut). Berikut faktor-faktor tersebut adalah :

1. Kedalaman perairan dan luas perairan.


2. Pengaruh rotasi bumi.
3. Gesekan dasar.

Rotasi bumi menyebabkan semua benda yang bergerak di permukaan bumi


akan berubah arah (Coriolis Effect). Di belahan bumi utara benda membelok ke
kanan, sedangkan dibelahan bumi selatan benda membelok ke kiri. Pengaruh ini tidak
terjadi diequator, tetapi semakin meningkat sejalan dengan garis lintang dan mencapai
maksimum pada kedua kutub, besarnya juga bervariasi tergantung pada kecepatan
pergerakan benda tersebut. Menurut (Mac Millan, 1966) berkaitan dengan dengan
fenomeana pasang surut, gaya coriolis mempengaruhi arus pasang surut. Faktor
gesekan dasar dapat mengurangi tunggang pasang surut dan menyebabkan
keterlambatan fase (phase lag) serta mengakibatkan persamaan gelombang pasang
surut menjadi non-linier, semakin dangkal perairan maka semaikin besar pengaruh
gesekannya.
11
2.1.2 Faktor Penyebab Pasang Surut

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pasang surut berdasarkan teori


kesetimbangan adalah rotasi bumi pada sumbunya, revolusi bulan terhadap matahari,
revolusi bumi terhadap matahari. Sedangkan berdasarkan teori dinamis adalah
kedalaman dan luas perairan, pengaruh rotasi bumi (gaya coriolis), dan gesekan dasar.
Selain itu juga terdapat beberapa faktor lokal yang dapat mempengaruhi pasang surut
disuatu perairan seperti, topogafi dasar laut, lebar selat, bentuk teluk, sehingga
berbagai lokasi memiliki ciri pasang surut yang berlainan. (Wyrtki, 1961).

2.1.3 Gaya Pembangkit Pasang Surut

Bulan dan matahari memberikan gaya gravitasi terhadap bumi yang besarnya
tergantung pada besar massa benda yang saling tarik-menarik tersebut. Massa bulan
jauh lebih kecil dari massa matahari, tetapi karena jaraknya terhadap bumi jauh lebih
dekat, maka pengaruh gaya tarik bulan terhadap bumi lebih besar dari pada pengaruh
gaya tarik matahari. Gaya tarik bulan yang mempengaruhi pasang surut adalah 2,2
kali lebih besar dari pada gaya tarik matahari. (Triatmodjo, 1999). Pasang surut air
laut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi dan efek sentrifugal. Efek sentrifugal
adalah dorongan ke arah luar pusat rotasi. Gravitasi bervariasi secara langsung dengan
massa tetapi berbanding terbalik terhadap jarak. Gaya tarik gravitasi menarik air laut
ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua tonjolan (bulge) pasang surut
gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan pasang surut ditentukan oleh deklinasi
sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari. (Triatmodjo,
1999). Gaya-gaya ini mengakibatkan air laut yang menyusun 71% permukaan bumi,
menggelembung pada sumbu yang menghadap ke bulan. Pasang surut terbentuk
karena rotasi bumi yang berada di bawah muka air yang menggelembung ini, yang
mengakibatkan kenaikan dan penurunan permukaan laut di wilayah pesisir secara
periodik. Daerah-daerah pesisir mengalami dua kali pasang dan dua kali surut selama
periode sedikit diatas 24 jam. (Priyana,1994). Pasangan matahari dan bumi akan
menghasilkan fenomena pasang surut yang mirip dengan fenomena yang diakibatkan
oleh pasangan bumi dan bulan. Perbedaan yang utama adalah GPP (Gaya Penggerak
Pasut) yang disebabkan oleh matahari hanya sebesar separuh kekuatan yang
disebabkan oleh bulan. (Pariwono, 1981).

12
2.1.4 Proses Pasang Surut

Untuk menjelaskan terjadinya pasang surut maka mula-mula dianggap bahwa


bumi benar-benar bulat serta seluruh permukaannya ditutupi oleh lapisan air laut yang
sama tebalnya sehingga didalam hal ini dapat diterapkan teori kesetimbangan. Pada
setiap titik dimuka bumi akan terjadi pasang surut yang merupakan kombinasi dari
beberapa komponen yang mempunyai amplitudo dan kecepatan sudut yang tertentu
sesuai dengan gaya pembangkitnya. Pada keadaan sebenarnya bumi tidak semuanya
ditutupi oleh air laut melainkan sebagian merupakan daratan dan juga kedalaman laut
berbeda-beda. Sebagai konsekuensi dari teori kesetimbangan, maka pasang surut akan
terdiri dari beberapa komponen yang mempunyai amplitudo dan kecepatan sudut
tertentu, sama besarnya seperti yang diuraikan pada teori kesetimbangan.
(www.digilib.itb.ac.id).

2.1.5 Jenis Pasang Surut

Menurut (Nontji, 1987) terdapat empat jenis tipe pasang surut yang didasarkan
pada periode dan keteraturannya. Dalam satu bulan, variasi harian dari rentang pasang
surut berubah secara sistematis terhadap siklus bulan. Rentang pasang surut juga
bergantung pada bentuk perairan dan konfigurasi lantai samudera. Beikut dibawah ini
pasang surut air laut di Indonesia dibagi menjadi 4 tipe yaitu:

1. Pasang surut harian tunggal beraturan (diurnal tide), merupakan pasang


surut yang hanya terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dalam satu
hari. Ini terdapat di Selat Karimata.

Gambar 2.2 Pola gerak pasang surut


harian tunggal beraturan (diurnal tide)

13
2. Pasang surut harian ganda beraturan (semi diurnal tide), merupakan pasut
yang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut yang tingginya hampir
sama dalam satu hari. Ini terjadi di Selat Malaka dan Laut Andaman.

Gambar 2.3 Pola gerak pasang surut


harian ganda beraturan (semi diurnal tide)

3. Pasang surut campuran condong ke harian tunggal (mixed diurnal),


merupakan pasut yang tiap harinya terjadi satu kali pasang dan satu kali
surut tetapi terkadang dengan dua kali pasang dan dua kali surut yang
sangat berbeda dalam tinggi dan waktu. Ini terdapat di Pantai Selatan
Kalimantan dan Pantai Utara Jawa Barat.

Gambar 2.4 Pola gerak pasang surut campuran condong


ke harian tunggal (mixed diurnal)

4. Pasang surut campuran condong ke harian ganda (mixed semi diurnal),


merupakan pasut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam
sehari tetapi terkadang terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dengan
memiliki tinggi dan waktu berbeda. Ini terjadi di Pantai Selatan Jawa dan
Bagian Timur Indonesia.

14
Gambar 2.5 Pola gerak pasang surut
campuran condong ke harian ganda (mixed semi diurnal)

2.1.6 Pasang Surut Purnama dan Perbani

Berdasarkan faktor pembangkitnya, pasang surut dapat dibagi dalam dua


kategori yaitu:

1. Pasang purnama (spring tide)


Pasang purnama (spring tide) terjadi ketika bumi, bulan dan matahari
berada dalam suatu garis lurus. Pada saat itu akan dihasilkan pasang naik
yang sangat tinggi dan pasang surut yang sangat rendah. Pasang laut
purnama ini terjadi pada saatbulan baru dan bulan purnama.

2. Pasang perbani (neap tide).


Pasang laut perbani (neap tide) terjadi ketika bumi, bulan dan matahari
membentuk sudut tegak lurus. Pada saat itu akan dihasilkan pasang naik
yang rendah dan pasang surut yang tinggi. Pasang laut perbani ini terjadi
pada saat bulan seperempat dan tigaperempat.

Pada setiap sekitar tanggal 1 dan 15 (saat bulan mati dan bulan purnama).
Posisi bulan, bumi dan matahari berada pada satu garis lurus, sehingga gaya tarik
bulan dan matahari terhadap bumi saling memperkuat. Dalam keadaan ini terjadi
pasang purnama dimana tinggi pasang sangat besar dibanding pada hari-hari yang
lain.

15
Gambar 2.6 Pasang purnama

Sedangkan pada sekitar tanggal 7 dan 21, dimana bulan dan matahari
membentuk sudut siku-siku terhadap bumi, maka gaya tarik bulan dan matahari
terhadap bumi saling mengurangi. Dalam keadaan ini terjadi pasang perbani, dimana
tinggi pasang yang terjadi lebih kecil dibanding dengan hari-hari yang lain.

Gambar 2.7 Pasang perbani

Sehingga dapat disimpulkan bahwa, pasang purnama (spring tide) terjadi


ketika bumi, bulan dan matahari berada dalam suatu garis lurus. Pada saat itu akan
dihasilkan pasang tinggi yang sangat tinggi dan pasang rendah yang sangat rendah.
Pasang surut purnama ini terjadi pada saat bulan baru dan bulan purnama. Pasang
perbani (neap tide) terjadi ketika bumi, bulan dan matahari membentuk sudut tegak
lurus. Pada saat itu akan dihasilkan pasang tinggi yang rendah dan pasang rendah
yang tinggi, pasang surut perbani ini terjadi pasa saat bulan 1 per 4 dan 3 per 4.
(Priyana,1994).

16
2.1.7 Arus Pasang Surut

Menurut (King, 1962) arus yang terjadi di laut, teluk dan lainnya adalah akibat
massa air mengalir dari permukaan yang lebih tinggi ke permukaan yang lebih
rendah, yang disebabkan oleh pasang surut. Arus pasang surut adalah arus yang cukup
dominan pada perairan teluk yang memiliki karakteristik pasang dan surut. Pada
waktu gelombang pasang surut merambat memasuki perairan dangkal, seperti muara
sungai atau teluk, maka badan air kawasan ini akan bereaksi terhadap aksi dari
perairan lepas. Pada daerah-daerah di mana arus pasang surut cukup kuat, tarikan
gesekan pada dasar laut menghasilkan potongan arus vertikal, dan resultan turbulensi
menyebabkan bercampurnya lapisan air bawah secara vertikal. Pada daerah lain, di
mana arus pasang surut lebih lemah, dengan demikian stratifikasi (lapisan-lapisan air
dengan kepadatan berbeda) dapat terjadi.

2.1.8 Alat Ukur Pasang Surut

Dalam pelaksanaan pengamatan data pasang surut secara umum terdapat dua
jenis alat ukur pasang surut yaitu tide staff dan tide gauge. Berikut dibawah ini
pembahasan lebih detail mengenai alat ukur pasang surut tersebut, yaitu :

2.1.8.1 Tide Staff

Alat ini berupa papan yang telah diberi skala dalam meter atau senti meter.
Biasanya digunakan pada pengukuran pasang surut di lapangan. Tide Staff (papan
pasang surut) merupakan alat pengukur pasang surut paling sederhana yang umumnya
digunakan untuk mengamati ketinggian muka air laut atau tinggi gelombang air laut.
Bahan yang digunakan biasanya terbuat dari kayu, aluminium atau bahan lain yang
dicat anti karat. (Duha Ohara, 2014, http://oharaduha.blogspot.co.id/). Berikut
beberapa syarat dalam pemasangan papan pasang surut yaitu :

1. Saat air laut berada pada pasang tertinggi tidak tenggelam dan pada saat air
laut surut terendah masih terendam oleh air.
2. Jangan dipasang pada gelombang pecah karena akan menimbulkan bias
dan jangan dipasang pada daerah aliran debit air tinggi.
3. Jangan dipasang didaerah dekat kapal bersandar atau aktivitas yang
menyebabkan air bergerak secara tidak teratur.

17
4. Dipasang pada daerah yang terlindung dan pada tempat yang mudah untuk
diamati serta dipasang tegak lurus.
5. Cari tempat yang mudah untuk pemasangan, misalnya daerah dermaga
sehingga papan mudah dikaitkan.
6. Dekat dengan benchmark atau titik tetap sebagai referensi yang ada
sehingga data pasang surut mudah untuk diikatkan terhadap titik referensi
tersebut.
7. Tanah dan dasar laut atau sungai tempat didirikannya papan harus stabil.
8. Tempat didirikannya papan harus dibuat pengaman dari arus tinggi dan
sampah.

2.1.8.2 Tide Gauge

Merupakan perangkat untuk mengukur perubahan muka laut secara mekanik


dan otomatis. Alat ini memiliki sensor yang dapat mengukur ketinggian permukaan
air laut yang kemudian direkam ke dalam komputer. (Duha Ohara, 2014,
http://oharaduha.blogspot.co.id/). Tide gauge terdiri dari dua jenis yaitu :

1. Floating tide gauge (self registering)


Prinsip kerja alat ini berdasarkan naik turunnya permukaan air laut yang
dapat diketahui melalui pelampung yang dihubungkan dengan alat
pencatat (recording unit). Pengamatan pasang surut dengan alat ini
banyak dilakukan, namun yang lebih banyak dipakai adalah dengan cara
rambu pasang surut (tide staff).
2. Pressure tide gauge (self registering)
Prinsip kerja pressure tide gauge hampir sama dengan floating tide gauge,
namun perubahan naik-turunnya air laut direkam melalui perubahan
tekanan pada dasar laut yang dihubungkan dengan alat pencatat (recording
unit). Alat ini dipasang sedemikian rupa sehingga selalu berada di bawah
permukaan air laut tersurut, namun alat ini jarang sekali dipakai untuk
pengamatan pasang surut.

18
2.1.9 Pasang Surut di Perairan Indonesia

Indonesia merupakan negara kepulauan yang dikelilingi oleh dua lautan yaitu
Samudera Hindia dan Samudera Pasifik serta posisinya yang berada di garis
katulistiwa sehingga kondisi pasang surut, angin, gelombang, dan arus laut cukup
besar. Hasil pengukuran tinggi pasang surut di wilayah laut Indonesia menunjukkan
beberapa wilayah lepas laut pesisir daerah Indonesia memiliki pasang surut cukup
tinggi. Keadaan pasang surut di perairan Indonesia ditentukan oleh penjalaran pasang
surut dari Samudra Pasifik dan Samudra Hindia serta morfologi pantai dan batimeri
perairan yang kompleks dimana terdapat banyak selat, palung dan laut yang dangkal
dan laut dalam. Keadaan perairan tersebut membentuk pola pasang surut yang
beragam. (Sumotarto, 2003).

2.1.10 Istilah Pada Pasang Surut

Terdapat banyak istilah pada pasang surut air laut, berikut dibawah ini akan
dijelaskan mengenai singkatan beserta arti dari istilah pasang surut yang dapat
diketahui, yaitu :

1. Mean Sea Level (MSL) atau Duduk Tengah Sementara adalah muka laut
rata-rata pada suatu periode pengamatan yang panjang, sebaiknya selama
18,6 tahun.
2. Mean Tide Level (MTL) adalah rata-rata antara air tinggi dan air rendah
pada suatu periode waktu.
3. Mean High Water (MHW) adalah tinggi air rata-rata pada semua pasang
naik tinggi.
4. Mean Low Water (MLW) adalah tinggi air rata-rata pada semua pasang
turun rendah.
5. Mean Higher High Water (MHHW) adalah tinggi rata-rata pasang naik
tertinggi dari dua air tinggi harian pada suatu periode waktu yang panjang.
Jika hanya satu air tinggi terjadi pada satu hari, maka air tinggi tersebut
diambil sebagai air tinggi terttinggi.
6. Mean Lower High Water (MLHW) adalah tinggi rata-rata air terendah dari
dua air tinggi harian pada suatu periode waktu yang panjang. Hal ini tidak
akan terjadi untuk tipe pasang diurnal tides.

19
7. Mean Higher Low Water (MHLW) adalah tinggi rata-rata air tertinggi dari
dua air rendah harian pada suatu periode waktu yang panjang. Hal ini tidak
akan terjadi untuk tipe pasang diurnal tides.
8. Mean Lower Low Water (MLLW) adalah tinggi rata-rata air terendah dari
dua air rendah harian pada suatu periode waktu yang panjang. Jika hanya
satu air rendah terjadi pada satu hari, maka harga air rendah tersebut
diambil sebagai air rendah terendah.
9. Mean High Water Springs (MHWS) adalah tinggi rata-rata dari dua air
tinggi berturut-turut selama periode pasang purnama, yaitu jika tunggang
(range) pasang laut itu tertinggi.
10. Mean Low Water Springs (MLWS) adalah tinggi rata-rata yang diperoleh
dari dua air rendah berturut-turut selama periode pasang purnama.
11. Mean High Water Neaps (MHWN) adalah tinggi rata-rata dari dua air
tinggi berturut-turut selama periode pasut perbani (neap tides), yaitu jika
tunggang (range) pasang laut paling kecil.
12. Mean Low Water Neaps (MLWN) adalah tinggi rata-rata yang dihitung
dari dua air berturut-turut selama periode pasang laut perbani.
13. Highest Astronomical Tide (HAT) atau Lowest Astronomical Tide (LAT)
adalah permukaan laut tertinggi/terendah yang dapat diramalkan terjadi di
bawah pengaruh keadaan meteorologis rata-rata dan kombinasi keadaan
astronomi. Permukaan ini tidak akan dicapai pada setiap tahun. HAT dan
LAT bukan permukaan laut yang ekstrim yang dapat terjadi, storm
surges mungkin saja dapat menyebabkan muka laut yang lebih tinggi dan
lebih rendah. Secara umum permukaan (level) di atas dapat dihitung dari
peramalan satu tahun. Harga HAT dan LAT dihitung dari data beberapa
tahun.
14. Mean Range (Tunggang Rata-rata) adalah perbedaan tinggi rata-rata antara
MHW dan MLW.
15. Mean Spring Range adalah perbedaan tinggi antara MHWS dan MLWS.
16. Mean Neap Range adalah perbedaan tinggi antara MHWN dan MLWN.
17. Low Water Spring (LWS) adalah muka air laut surut terendah. LWS
nantinya akan dikaitkan dengan data hasil survey topografi dan
penggambaran peta batimetri. Peta inilah nantinya yang akan digunakan

20
untuk merencanakan penempatan dermaga pada kedalaman tertentu
(sesuai spesifikasi kapal yang bersandar).
18. High Water Spring (HWS) adalah muka air laut pasang tertinggi. Sebagai
catatan bahwa perbedaan antara LWS dengan HWS disebut pasang surut
rencana.
19. Mean Sea Level (MSL) adalah muka air laut rerata.
(Sumber : http://febrian-tekniksipil.blogspot.co.id/2012/02/pasang-laut.html)

2.2 Metode Admiralty

Admiralty adalah metode yang digunakan untuk menghitung konstanta


harmonik pasang surut dari pengamatan pasang surut muka air laut tiap jam selama 15
piantan atau 15 hari pengamatan dan 29 piantan atau 30 hari pengamatan. Metode
Admiralty merupakan metode perhitungan pasang surut untuk menghasilkan dua
konstanta harmonik yaitu berupa amplitudo dan kecepatan sudut. (Suyarso, 1989).
Metode Admiralty dikembangkan oleh A.T. Doodson, Direktur Tidal Institute di
Liverpool dan digunakan untuk keperluan kantor hidrografi Inggris, yaitu British
Admiralty. Doodson mengembangkan sistematika pengolahan data pengamatan
pasang surut dengan bantuan skema dan tabel-tabel perkalian.

Analisis konstanta harmonik pasang surut metode Admiralty telah lama


digunakan dan dikenal luas semenjak berkembangnya analisis harmonik oleh
Doodson pada tahun 1921. Kelebihan utama metode ini yaitu dapat menganalisis data
pasang surut jangka waktu pendek yaitu 15 piantan dan 29 piantan. Adapun
perhitungan yang telah dikembangkan Doodson untuk jangka pendek diperlukan
tabel-tabel untuk mempermudah perhitungan. Adapaun kelemahan dari metode
Admiralty ini hanya digunakan untuk pengolahan data berjangka waktu pendek dan
hasil perhitungan yang dihasilkan relatif sedikit yaitu hanya menghasilkan 9
komponen pasang surut utama. Namun perhitungan metode Admiralty saat ini dapat
dilakukan dengan bantuan komputer dimana masalah tabel yang semula terbatas
menjadi terpenuhi. (Sjachulie, 1999 dalam Kusdwihariawan, 2001).

Pengolahan data metode Admiralty untuk penelitian ini terdapat dua


parameter, yaitu parameter tetap dan parameter berubah terhadap waktu sebagai
berikut :

21
1. Parameter Tetap
Perhitungan metode Admiralty dimulai dengan serangkain proses
perhitungan parameter tetap, yaitu perhitungan proses harian, proses
bulanan dan perhitungan matrik.

a. Proses Harian
Perhitungan proses harian dilakukan untuk menyusun
kombinasi dari tinggi muka air laut perjam dari setiap hari
pengamatan, sehingga dari kombinasi ini akan dikelompokkan
besarnya pasang surut berdasarkan tipenya. Dimana n = 1, n = 2, n
= 4, yang masing-masing mempresentasikan tipe pasang diurnal,
semidiurnal dan kuarterdiurnal.

b. Proses Bulanan
Perhitungan proses bulanan bertujuan untuk
mengelompokkan dalam beberapa grup berdasarkan osilasi periode
perbulan.

c. Proses Matrik
Proses perhitungan matrik ini dilakukan dengan menyusun
kombinasi sedemikain rupa sehingga pemisahan setiap komponen
dapat diperbesar lagi, dengan cara menyusun kombinasi yang tepat
dari pengaruh tiap komponen kedua menjadi sangat kecil terhadap
komponen utamanya, sehingga secara numerik komponen
sekundernya dapat diabaikan.

2. Parameter yang berubah terhadap Waktu


Parameter yang bergantung waktu dihitung berdasarkan waktu
pengamatan dan besarnya tidak dipengaruhi oleh data pasang surut seperti
pada proses harian dan bulanan. Parameter ini dihitung berdasarkan teori
pengembangan pasang surut setimbang, dimana dalam teori
pengembangan pasang surut parameter tersebut merupakan fungsi dari
parameter orbital bulan dan matahari yaitu s, h, p, N. Dimana parameter
orbital ini mempresentasikan posisi bulan dan matahari dalam bola langit
yang mempengaruhi keadaan pasang surut dan setiap parameter orbital
menghasilkan komponen pasang surut yang berbeda-beda. Dalam

22
prakteknya perhitungan pasang surut hanya berbagai komponen terpenting
saja yang diperhitungkan, yaitu :

s = menyatakan longitude rata-rata dari bulan semu


h = menyatakan longitude rata-rata dari matahari semu
p = menyatakan longitude rata-rata dari titik perigee dari orbital bulan
semu
N = menyatakan longitude rata-rata dari Ascending Node (titik nodal)
Harga absolut masing-masing parameter orbital tersebut adalah
s = 277,025 + 129,38481 (Y 1900) + 13,17640 (D + i)
h = 280,190 0,23872 (Y 1900) + 0,98565 (D + i)
p = 334,385 + 40,66249 (Y 1900) + 0,11140 (D +i)
N = 259,157 19,32818 (Y 1900) 0,05295 (D + i)

Dimana Y adalah tahun pengamatan, 1900 adalah tahun kabisat, D


adalah jumlah hari yang berlalu dari jam 00.00 pada tanggal 1 januari
tahun pengamatan sampai jam 00.00 tanggal pertengahan pengamatan,
ditentukan dari kalender tahun kabisat, dan i adalah jumlah tahun non
kabisat dari tahun 1900 sampai Y.

a. Parameter f dan u
Dari beberapa parameter orbila yang dijelaskan, kita akan
menghubungkan beberapa komponen harmonik yang sebagian
besar bergantung pada faktor N (mean longitude ascending node).
Diantaranya adalah parameter f dan u.
Parameter f dan u merupakan besarnya koreksi amplitudo
dan phasa yang timbul akibat adanya variasi nodal yang memiliki
periodes 18,6 tahun. Dalam praktek analisa pasang surut, harga f
dan u diambil harga rata-rata pertahun.
Besaran parameter f dihitung dengan :
fS2 = 1
fM2 = 1.004 0.0373 Cos N + 0.0002 Cos (2N)
fK2 = 1.0241 + 0.2863 Cos N + 0.0083 Cos (2N) 0.00015 Cos
(3N)
fK1 = 1.006 + 1.005 Cos N 0.0088 Cos (2N) + 0.0006 Cos (3N)

23
fO1 = 1.0089 + 0.1871 Cos N 0.0147 Cos (2N) + 0.0014 Cos
(3N)
fP1 = 1
fN2 = fM1
fM4 = (fM2)
fMS4 = fM2
Sedangkan untuk besaran parameter u dihitung dengan :
uS2 = 1
uM2 = -2.14 Sin N
uK2 = -17.74 Sin N + 0.68 Sin (2N) 0.07 Sin (3N)
uK1 = -8.86 Sin N + 0.68 Sin (2N) 0.07 Sin (3N)
uO1 = 10.80 Sin N 1.34 Sin (2N) + 0.19 Sin (3N)
uMS4 = uM2
uM4 = (uM2)
b. Parameter V
Parameter V menyatakan phasa komponen pasang surut.
Parameter V ini juga dihitung dari kombinasi parameter orbital
bulan dan matahari. Berikut besaran parameter V dihitung dengan :

VS2 = 0
VM2 = -2s + 2h
VN2 = -3s + 2h + p
VK1 = h + 90
VO1 = -2s + h + 270
VM4 = (VM2)
VMS4 = VM2
VP1 = -h + 270
c. Parameter w dan 1 + W
Parameter w dan 1 + W merupakan besaran gangguan atau
koreksi amplitudo dan phasa dari komponen mayor terhadap
komponen minornya. Dimana setiap grup terdapat komponen
mayor dan minor. Komponen mayor dianggap sebagai komponen
utama dari grup,yaitu terdiri dari S2, K1 dan N2

24
2.2.1 Cara Perhitungan Metode Admiralty

Proses perhitungan metode Admiralty dihitung dengan bantuan tabel


perhitungan sistem formula dengan bantuan perangkat lunak Microsoft Excel,
sehingga perhitungan pada metode ini akan menjadi efisien dan memiliki keakuratan
yang cukup tinggi serta fleksibel untuk waktu kapanpun. Perhitungan dengan cara
metode Admiralty harus melakukan interpolasi dengan bantuan tabel konstanta
pengali yang telah ditetapkan, setelah proses interpolasi dilakukan, maka akan
diperoleh konstanta harmonik yang akan dilanjutkan dengan analisa data konstanta
harmonik tersebut dengan menggunakan bilangan Formzahl untuk menentukan jenis
pasang surut pada lokasi studi kasus.

2.2.1.1 Penyusun Skema I

Sebelum dilakukan pengolahan data pasang surut terlebih dahulu dilakukan


proses smoothing data lapangan yang diperoleh dari pengamatan alat, hal ini
dilakukan untuk menghilangkan kesalahan (noise), kemudian data tersebut
dimasukkan ke dalam kolom-kolom pada skema I. Pada skema I ke arah kanan
menunjukkan waktu pengamatan dari pukul 00:00 sampai 23:00 dan ke bawah adalah
tanggal pengamatan, misalnya dimulai pada tanggal 4 November 2014 sampai dengan
2 Desember 2014. Berikut dibawah ini bentuk skema I :

25
Tabel 2.1 Betuk Tabel skema I
WAKTU 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
TANGGAL
11/4/2014
11/5/2014
11/6/2014
11/7/2014
11/8/2014
11/9/2014
11/10/2014
11/11/2014
11/12/2014
11/13/2014
11/14/2014
11/15/2014
11/16/2014
11/17/2014
11/18/2014
11/19/2014
11/20/2014
11/21/2014
11/22/2014
11/23/2014
11/24/2014
11/25/2014
11/26/2014
11/27/2014
11/28/2014
11/29/2014
11/30/2014
12/1/2014
12/2/2014
SKEMA I
2.2.1.2 Penyusun Skema II

Pengisian tiap kolom-kolom pada skema II dibantu dengan bantuan konstanta


pengali yang telah ditetapkan yaitu dengan mengalikan nilai pengamatan dengan
harga konstanta pengali tersebut untuk setiap hari pengamatan. Karena pengali dalam
daftar hanya berisi bilangan 1 dan -1 kecuali untuk X4 ada bilangan 0 yang
dimasukkan dalam perkalian, maka lakukan perhitungan dengan menjumlahkan
bilangan yang harus dikalikan dengan 1 dan diisikan pada kolom yang bertanda (+) di
bawah kolom X1, Y1, X2, Y2, X4, dan Y4. Lakukan hal yang sama untuk pengali -1
dan isikan ke kolom di bawah tanda (-). Berikut dibawah ini bentuk skema II :

Tabel 2.2 Bentuk tabel skema II

X1 Y1 X2 Y2 X4 Y4
+ - + - + - + - + - + -

SKEMA II

27
2.2.1.3 Penyusun Skema III

Pengisian kolom-kolom pada skema III merupakan hasil penjumlahan dari


perhitungan pada kolom-kolom pada skema II.

1. Untuk Xo (+) merupakan penjumlahan antara X1 (+) dengan X1 (-) tanpa


melihat tanda (+) dan (-) mulai tanggal 4 November 2014 sampai dengan 2
Desember 2014.
2. Untuk X1, Y1, X2, Y2, X4, dan Y4 merupakan penjumlahan dengan melihat
tanda (+) dan (-), untuk mengatasi hasilnya tidak ada yang berjumlah negatif,
maka harus ditambahkan dengan ketentuan nilai 2000. Hal ini dilakukan juga
untuk kolom X1, Y1, X2, Y2, X4, dan Y4. Berikut dibawah ini bentuk skema
III :

Tabel 2.3 Bentuk tabel skema III

X0 X1 Y1 X2 Y2 X4 Y4
+ 2000 2000 2000 2000 2000 2000

SKEMA III

28
2.2.1.4 Penyusun Skema IV

Pengisian seluruh kolom-kolom pada skema IV merupakan penjumlahan dari


hasil perhitungan skema III dibantu dengan konstanta pengali yang telah ditetapka.
Arti indeks pada skema IV :

1. Indeks 00 untuk X berarti Xoo, Xo pada skema III dan indeks 0 pada tabel
konstanta pengali.
2. Indeks 00 untuk Y berarti Yoo, Yo pada skema III dan indeks 0 pada tabel
konstanta pengali. Berikut dibawah ini bentuk skema IV :

Tabel 2.4 Bentuk tabel skema IV

X Y X Y
INDEX TANDA
TAMBAHAN JUMLAH
00 +
10 +
-
12 +
-
(29) (-) (+)
1b +
-
13 +
-
(29) (-) (+)
1c +
-
20 +
-
22 +
-
(29) (-) (+)
2b +
-
23 +
-
(29) (-) (+)
2c +
-
42 +
-
(29) (-) (+)
4b +
-
44 +
-
(29) (-) (+)
4d +
-
SKEMA IV

29
2.2.1.5 Penyusun Skema V dan Skema VI

Untuk menyusun skema V yaitu pengurangan dari nilai X (jumlah) dan Y


(jumlah) pada skema IV dan dibantu dengan konstanta pengali yang telah ditetapkan.
Begitu pula untuk mengisi kolom dan baris pada skema VI yaitu penjumlahan dari
nilai X (jumlah) dan Y (jumlah) pada skema IV dan dibantu dengan konstanta pengali
yang telah ditetapkan. Penyusunan skema V dan skema VI sudah memperhatikan data
untuk menghitung sembilan unsur utama pembangkit pasang surut (M2, S2, K2, N2,
K1, O1, P1, M4 dan MS4). Berikut dibawah ini bentuk skema V dan Skema VI :

Tabel 2.5 Bentuk tabel skema V dan skema VI

X00 =
X10 =
X12 - Y1b =
SKEMA V

X13 - Y1c =
X20 =
X22 - Y2b =
X23 - Y2c =
X42 - Y4b =
X44 - Y4d =
Y10 =
Y12 + X1b =
Y13 + X1c =
SKEMA VI

Y20 =
Y22 + X2b =
Y23 + X2c =
Y42 + X4b =
Y44 + X4d =
S0 M2 S2 N2 K1 O1 M4 MS4

2.2.1.6 Penyusun Skema VII

Untuk menyusun skema VII yaitu merupakan penjumlahan dari skema V dan
skema VI dan dibantu dengan konstanta pengali yang telah ditetapkan, serta nilai hasil
perhitungan f, V, u dan r. Berikut dibawah ini bentuk skema VII :

30
Tabel 2.6 Bentuk tabel skema VII

S0 M2 S2 N2 K1 O1 M4 MS4
V : PR cos r =
VI : PR sin r =
PR =
Tabel 3 : P =
Tabel Nilai : f =
Skema VIII : 1 + W =
Tabel Nilai : V
SKEMA VII

=
Tabel Nilai : u
=
Skema VIII : w =
Tabel 3 : p
=
Tabel 4 : r =
Jumlah =g
n x 360 =
g=
A = PR/((Px f x(1+W))
=

2.2.1.7 Penyusun Skema VIII

Untuk menyusun skema VIII merupakan perhitungan dari nilai V dan nilai u
pada skema VII dibantu dengan konstanta pengali yang telah ditetapkan dan hasil
perhitungan f, V, u dan r. Berikut dibawah ini bentuk skema VIII :

Tabel 2.7 Bentuk tabel skema VIII

w dan (1+W) untuk S2 , MS4


VII : K1 : V =
VII : K1 : u =
Jumlah : V + u =
Tabel 5 : S2 : w/f =
Tabel 5 : S2 : W/f =
Nilai : K2 : f =
w/f * f = w =
W/f * f = W =
1 + W =
W dan (1 + W) untuk K1
VII : K1 : 2V =
VII : K1 : u =
Jumlah : 2V + u =
Tabel 5 : K1 : w/f =
Tabel 5 : K1 : W/f =
Nilai : K1 : f =
w/f : f = w =
W/f : f = W =
1 + W =
w dan (1+W) untuk N2
VII : M2 : 3V =
VII : N2 : 2V =
Selisih (M2 - N2) =

31
Tabel 5 : N2 : w =
Tabel 5 : N2 : 1+W =
SKEMA VIII

2.2.1.8 Penyusun Hasil Akhir

Pada skema ini berisikan hasil akhir dari perhitungan metode Admiralty yaitu
berupa nilai konstanta harmonik utama pasang surut. Berikut dibawah ini bentuk
skemanya :

Tabel 2.8 Bentuk tabel skema hasil konstanta harmonik

HASIL AKHIR
S0 M2 S2 N2 K1 O1 M4 MS4 K2 P1
A Cm
g

2.2.1.9 Penentuan Jenis Pasang Surut

Pada tahap ini penentuan jenis pasang surut pada lokasi studi kasus
berdasarkan rumus Formzahl hasil perhitungan konstanta Harmonik metode
Admiralty. Berikut ini adalah perhitungan rumus Formzahl data pasang surut di
DISHIDROS TNI AL :

F = (AK1+AO1) / (AM2+AS2)

Keterangan :

F = bilangan Formzahl.
AK1 = amplitudu komponen pasang surut tunggal utama yang disebabkan
gaya tarik matahari.
AO1 = amplitudu komponen pasang surut tunggal utama yang disebabkan
gaya tarik bulan.
AM2 = amplitudu komponen pasang surut tunggal ganda yang disebabkan
gaya tarik bulan.
AS2 = amplitudu komponen pasang surut tunggal ganda yang disebabkan gaya
tarik matahari.

Tabel 2.9 Tabel penentuan analisa jenis pasang surut

0 < 0,25 = Harian Ganda Beraturan (Semi Diurnal)


0,25 < 1,50 = Campuran Condong ke Harian Ganda (Mixed Semi Diurnal)

32
1,50 < 3,00 = Campuran Condong ke Harian Tunggal (Mixed Diurnal)
3,00 < ~ = Harian Tunggal Beraturan (Diurnal)

2.3 Komponen dalam Perhitungan Metode Admiralty

Dalam prakteknya perhitungan pasang surut metode Admiralty mengandung


sembilan (9) komponen penting berupa konstanta K1, O1, P1, S2, M2, N2, K2, M4
dan MS4 yang harus diperhitungkan, berikut penjelasan komponen tersebut dibawah
ini :

Tabel 2.10 Komponen Konstanta Harmonik

KONSTANTA HARMONIK UTAMA PASANG SURUT


Nama
Keterangan Kelompok
Konstanta
Konstanta ini dipengaruhi oleh deklinasi bulan dan
K1 Harian Tunggal
deklinasi matahari
O1 Konstanta ini dipengaruhi oleh deklinasi bulan Harian Tunggal
P1 Konstanta ini dipengaruhi oleh deklinasi matahari Harian Tunggal
S2 Konstanta ini dipengaruhi oleh matahari Harian Ganda
M2 Konstanta ini dipengaruhi oleh bulan Harian Ganda
Konstanta ini dipengaruhi oleh perubahan jarak, akibat
N2 Harian Ganda
lintasan bulan yang berbentuk ellips
Konstanta ini dipengaruhi oleh perubahan jarak, akibat
K2 Harian Ganda
lintasan matahari yang berbentuk ellips
M4 Kecepatan sudutnya dua kali kecepatan sudut M2 Perairan Dangkal
Dihasilakn oleh interaksi M2 dan S2 kecepatan sudutnya
MS4 Perairan Dangkal
sama dengan jumlah kecepatan sudut M2 dan S2

Komponen lain yang terdapat dalam perhitungan pasang surut metode


Admiralty sebagai berikut :

1. S0 = muka air laut rata-rata


2. T = waktu yang dinyatakan dalam satuan abad (36525 hari surya rata-rata),
dihitung dari waktu asal yakni 00.00 GMT (Greenwich Mean Time) tanggal 1
Januari 1900.
3. r = jarak antara pusat bulan atau matahari ke bumi
4. A = amplitude komponen harmonik pasang surut
5. g = kecepatan sudut pasang surut (phase)
6. F = bilangan Formzahl

33
Tabel 2.11 Konstanta pengali (tabel 1)

KONSTANTA PENGALI SKEMA II (TABEL 1)


WAKTU (JAM)
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
X1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 -1 -1 -1 -1 -1 -1
Y1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
X2 1 1 1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 1 1 1 1 1 1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 1 1 1
Y2 1 1 1 1 1 1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 1 1 1 1 1 1 -1 -1 -1 -1 -1 -1
X4 1 0 -1 -1 0 1 1 0 -1 -1 0 1 1 0 -1 -1 0 1 1 0 -1 -1 0 1
Y4 1 1 1 -1 -1 -1 1 1 1 -1 -1 -1 1 1 1 -1 -1 -1 1 1 1 -1 -1 -1

Tabel 2.12 Konstanta pengali (tabel 2)

KONSTANTA PENGALI TABEL IV (TABEL II)


INDEX KEDUA 0 2 b 3 c 4 d
KONSTANTA PERKALIAN UNTUK 29 HARI -29 -1 0 -1 0 -1 0
KONSTANTA PERKALIAN UNTUK 15 HARI -15 1 0 5 0 1 0
UNTUK 29 HARI 1 1 0 -1 1 1 0
1 1 -1 -1 1 1 -1
1 1 -1 1 1 -1 -1
1 1 -1 1 1 -1 -1
1 -1 -1 1 1 -1 1
1 -1 -1 1 -1 -1 1
1 -1 -1 1 -1 1 1
UNTUK 15 HARI DIGUNAKAN
1 -1 0 -1 -1 1 0
PERTENGAHAN 15 BARIS
1 -1 1 -1 -1 1 -1
1 -1 1 -1 -1 -1 -1
1 -1 1 -1 1 -1 -1
1 1 1 -1 1 -1 1
1 1 1 1 1 -1 1
1 1 1 1 1 1 1
HARI TENGAH-TENGAH 1 1 0 1 0 1 0
1 1 -1 1 -1 1 -1
1 1 -1 1 -1 -1 -1
1 1 -1 -1 -1 -1 -1
1 -1 -1 -1 -1 -1 1
1 -1 -1 -1 -1 -1 1
1 -1 -1 -1 1 1 1
UNTUK 15 HARI DIGUNAKAN
1 -1 0 -1 1 1 0
PERTENGAHAN 15 BARIS
1 -1 1 1 1 1 -1
1 -1 1 1 1 1 -1
1 -1 1 1 -1 -1 -1
1 1 1 1 -1 -1 1
1 1 1 1 -1 -1 1
1 1 1 -1 -1 1 1
UNTUK 29 HARI 1 1 0 -1 -1 1 0

34
Tabel 2.13 Konstanta pengali (tabel 3)

KONSTANTA PENGALI UNTUK SEKAM V dan SKEMA VI (TABEL 3)


X00 = 1
X10 = 1 -0.01
X12 - Y1b = 0.07 -0 1 0.020
SKEMA V

X13 - Y1c =
X20 = -0.03 1.0 -0.03
X22 - Y2b = 1 0.02 0.038 0 -0.06 -0.035
X23 - Y2c = -0.06 1
X42 - Y4b = 0.03 1
X44 - Y4d = 1 0.08
Y10 = 1 -0.08
Y12 + X1b = 0.07 -0.02 1
Y13 + X1c =
SKEMA VI

Y20 = -0.03 1 -0.03


Y22 + X2b = 1 0.02 0.032 -0.06 -0.035
Y23 + X2c = -0.06 1
Y42 + X4b = 0.03 0.01 1
Y44 + X4d = 1 0.08
S0 M2 S2 N2 K1 O1 M4 MS4
UNTUK SKEMA VII
696 559 488 566 439 565 507 535
KONSTANTA P
UNTUK SKEMA VII
333 345 327 173 160 307 318
KONSTANTA p

Tabel 2.14 Konstanta pengali (tabel 4)

NILAI KONSTANTA PENGALI UNTUK NILAI r PADA SKEMA VII (TABEL 4)


tg r r () tg r r ()

0.000 0 180 180 360 1.000 45 135 225 315

0.017 1 179 181 359 1.035 46 134 226 314

0.035 2 178 182 358 1.072 47 133 227 313

0.052 3 177 183 357 1.111 48 132 228 312

0.070 4 176 184 356 1.150 49 131 229 311

0.087 5 175 185 355 1.192 50 130 230 310

0.105 6 174 186 354 1.235 51 129 231 309

0.123 7 173 187 353 1.280 52 128 232 308

0.141 8 172 188 352 1.372 53 127 233 307

0.138 9 171 189 351 1.376 54 126 234 306

0.176 10 170 190 350 1.428 55 125 235 305

35
0.194 11 169 191 349 1.483 56 124 236 304

0.213 12 168 192 348 1.540 57 123 237 303

0.231 13 167 193 347 1.600 58 122 238 302

0.249 14 166 194 346 1.664 59 121 239 301

0.268 15 165 195 345 1.732 60 120 240 300

0.287 16 164 196 344 1.804 61 119 241 299

0.306 17 163 197 343 1.881 62 118 242 298

0.325 18 162 198 342 1.963 63 117 243 297

0.344 19 161 199 341 2.050 64 116 244 296

0.364 20 160 200 340 2.140 65 115 245 295

0.384 21 159 201 339 2.250 66 114 246 294

0.404 22 158 202 338 2.360 67 113 247 293

0.424 23 157 203 337 2.480 68 112 248 292

0.445 24 156 204 336 2.61 69 111 249 291

0.466 25 155 205 335 2.75 70 110 250 290

0.488 26 154 206 334 2.90 71 109 251 289

0.510 27 153 207 333 3.08 72 108 252 288

0.532 28 152 208 332 3.27 73 107 253 287

0.554 29 151 209 331 3.49 74 106 254 286

0.577 30 150 210 330 3.73 75 105 255 285

0.601 31 149 211 329 4.01 76 104 256 284

0.625 32 148 212 328 4.33 77 103 257 283

0.649 33 147 213 327 4.70 78 102 258 282

0.675 34 146 214 326 5.14 79 101 259 281

0.700 35 145 215 325 5.67 80 100 260 280

0.727 36 144 216 324 6.31 81 99 261 279

0.754 37 143 217 323 7.12 82 98 262 278

0.781 38 142 218 322 8.14 83 97 263 277

0.810 39 141 219 321 9.51 84 96 264 276

0.839 40 140 220 320 11.4 85 95 265 275

0.869 41 139 221 319 14.3 86 94 266 274

0.900 42 138 222 318 19.1 87 93 267 273

0.933 43 137 223 317 28.6 88 92 268 272

0.966 44 136 224 316 57.3 89 91 269 271

1.000 45 135 225 315 > 90 90 270 270

PR cos r + - - + PR cos r + - - +

PR sin r + + - - PR sin r + + - -

36
Tabel 2.15 Konstanta pengali (tabel 5)

KONSTANTA PENGALI UNTUK SKEMA VII (TABEL 5)


S2, MS4, 2MS6 K1, MK3 N2, MN4, 2MN6
Angle w/f W/f wf Wf w 1+W Angle
o o o
0 0.7 -0.214 0.0 0.331 0.0 1.184 0
10 -6.6 -0.192 -2.5 0.327 1.6 1.182 10
20 -12.3 -0.131 -4.9 0.316 3.1 1.174 20
30 -15.5 -0.046 -7.3 0.297 4.6 1.163 30
40 -16.5 0.047 -9.6 0.271 5.9 1.147 40

50 -15.6 0.134 -11.8 0.239 7.2 1.127 50


60 -13.4 0.207 -13.8 0.201 8.3 1.104 60
70 -10.3 0.258 -15.6 0.157 9.2 1.077 70
80 -6.6 0.284 -17.1 0.107 9.9 1.048 80
90 -2.6 0.284 -18.3 0.053 10.4 1.017 90

100 1.6 0.256 -19.1 -0.003 10.6 0.984 100


110 5.6 0.204 -19.3 -0.060 10.4 0.953 110
120 9.2 0.131 -19.0 -0.118 10.0 0.922 120
130 12.0 0.041 -17.8 -0.173 9.1 0.893 130
140 13.7 -0.058 -15.9 -0.224 7.8 0.807 140

150 13.6 -0.157 -13.1 -0.268 6.2 0.846 150


160 11.2 -0.245 -9.3 -0.302 4.3 0.830 160
170 6.0 -0.307 -4.9 -0.323 2.2 0.819 170
180 -0.9 -0.330 0.0 -0.331 0.0 0.816 180
190 -7.8 -0.308 4.9 -0.323 -0.2 0.819 190

200 -12.6 -0.247 9.3 -0.302 -4.3 0.830 200


210 -14.9 -0.163 13.1 -0.268 -6.2 0.846 210
220 -14.8 -0.067 15.9 -0.224 -7.8 0.867 220
230 -13.0 0.029 17.8 -0.173 -9.1 0.893 230
240 -9.8 0.115 19.0 -0.118 -10.0 0.922 240

250 -6.0 0.186 19.3 -0.060 -10.4 0.953 250


260 -1.8 0.236 19.1 -0.003 -10.6 0.984 260
270 2.6 0.263 18.3 0.053 -10.4 1.017 270
280 6.9 0.265 17.1 0.107 -9.9 1.048 280
290 10.8 0.241 15.6 0.157 -9.2 1.077 290

300 14.1 0.192 13.8 0.201 -8.3 1.104 300


310 16.5 0.124 11.8 0.239 -7.2 1.127 310
320 17.5 0.039 9.6 0.271 -5.9 1.147 320
330 16.8 -0.051 7.3 0.297 -4.6 1.163 330
340 13.7 -0.133 4.9 0.316 -3.1 1.174 340

350 8.0 -0.193 2.5 0.327 -0.6 1.182 350


360 0.7 -0.214 0.0 0.331 0.0 1.184 360
Angle is (V+u) Angle is (2V+u) Angle is (3V for M2)
for K1 for K1 minus (2V for N2)
f is f (K2) f is f (K1) (2V for N2)

37
2.16 Kalender tahun kabisat

Bukan Tahun Tahun


Bulan
Kabisat Kabisat
Januari 0 0
Februari 31 31
Maret 59 60
April 90 91
Mei 120 121
Juni 151 152
Juli 181 182
Agustus 212 213
September 243 244
Oktober 273 274
November 340 305
Desember 334 335

38
BAB III

PELAKSANAAN PEKERJAAN

Pada bab ini dibahas tentang rangkaian kegiatan pelaksanaan dalam


melakukan perhitungan data pasang surut dengan menggunakan metoda Admiralty
untuk menentukan konstanta harmonik utama pasang surut air laut. Berikut dibawah
ini diagram alir pengolahan data pasang surut air laut dengan menggunakan metode
Admiralty :

Data Pasang Surut Air Laut Entri Data Pasang Surut Perhitungan Data Pasang Surut
(29 Piantan) kedalam Tabel Metode Admiralty Metode Admiralty

Skema I
Tidak
Tabel 1
Ya
Skema II

Tidak
Konfirmasi

Ya
Skema III
Tidak
Tabel 2
Ya
Skema IV

Tidak
Tabel 3
Ya
Skema V dan VI

Tabel 3
Tidak
Tabel 4
Tabel Perhitungan f, V, u

Ya
Skema VII

Tidak Tabel 5
Tabel Perhitungan f, V, u

Ya
Skema VII

Tidak Pengecekan
Ulang

Ya

Hasil Akhir
Konstanta Harmonik Utama Pasang Surut Air Laut
(K1, O1, P1, S2, M2, N2, K2, M4 dan MS4)

Gambar 3.1 Diagram alir Pengolahan Data Pasang Surut


Metode Admiralty

39
3.1 Data Hasil Pengamatan Pasang Surut

Sebelum dilakukan input data pasang surut kedalam tabel perhitungan, terlebih
dahulu kita harus melakukan studi kasus yaitu pengambilan data sekunder berupa
hasil pengamatan pasang surut daerah Dermaga Belangbelang - Mamuju Sulawesi
Barat yang posisinya terletak pada koordinat 02 40 30.0 S ; 118 52 03.7 T, dan
waktu pengamatannya berdasarkan waktu standar GMT+8 (Greenwich Mean Time)
atau dalam waktu lokal WITA (waktu Indonesia bagian tengah), serta tanggal
pengamatannya dimulai dari tanggal 4 November 2014 sampai dengan tanggal 2
Desember 2014. Kemudian data yang diperoleh dimasukkan kedalam tabel
perhitungan metoda Admiralty.

Pada tabel perhitungan data pasang surut metode Admiralty ini terdapat bagian
baris dan kolom, dimana bagian baris menunjukkan waktu pengamatan dari pukul
00.00 sampai 23.00 dan bagian kolom menunjukkan tanggal selama 29 piantan atau
30 hari pengamatan.

3.2 Perhitungan Metode Admiralty

Proses perhitungan metode Admiralty ini penulis lakukan dengan


menggunakan pengembangan perhitungan sistem formula atau dengan bantuan
perangkat lunak Microsoft Excel, sehingga perhitungan pada metode ini akan menjadi
lebih efisien dan memiliki keakuratan yang lebih baik serta fleksibel untuk waktu
kapanpun.

Pelaksanaan perhitungan data pasang surut metode Admiralty yaitu data yang
telah diperoleh harus dihitung dengan rumus ketetapan dan mengalikannya dengan
konstanta pengali yang juga telah ditetapkan, hasil dari perhitungan tersebut
selanjutnya dimasukkan ke dalam skema pada tabel metode Admiralty yang telah
tersedia. Berikut langkah kerja perhitungan data pasang surut metoda Admiralty :

3.2.1 Penyusun Skema I

Pada tahap ini akan diperoleh nilai bacaan tertinggi yang menunjukkan
kedudukan air tertinggi dan nilai bacaan terendah menunjukkan kedudukan air
terendah yang posisinya terletak pada koordinat 02 40 30.0 S ; 118 52 03.7 T,
dan waktu pengamatannya berdasarkan waktu standar GMT+8 (Greenwich Mean

40
Time) atau dalam waktu lokal WITA (waktu Indonesia bagian tengah), serta tanggal
pengamatannya dimulai dari tanggal 4 November 2014 sampai dengan tanggal 2
Desember 2014. Data tersebut disusun pada skema I.

3.2.2 Penyusun Skema II

Isi tiap kolom dan baris pada skema II ini dengan bantuan konstanta pengali
pada tabel I yaitu dengan mengalikan nilai pengamatan pada skema I dengan nilai
konstanta pengali pada tabel 1 untuk setiap hari pengamatan. Karena nilai pengali
dalam tabel I hanya berisi nilai 1 dan -1 kecuali untuk X4 ada bilangan 0 (nol) yang
tidak dimasukkan dalam perkalian, maka dapat dilakukan perhitungan dengan
menjumlahkan saja bilangan yang harus dikalikan dengan 1 dan di isikan pada kolom
yang bertanda (+) dibawah kolom X1, Y1, X2, Y2, X4 dan Y4. Lakukan hal yang
sama untuk pengali -1 dan diisikan pada kolom yang bertanda (-) dibawah kolom X1,
Y1, X2, Y2, X4 dan Y4. Berikut dibawah ini konstanta pengali untuk skema II dan
cara perhitungannya :

Tabel 3.1 Konstanta Pengali untuk Menyusun Skema II (Tabel 1)

KONSTANTA PENGALI SKEMA II (TABEL 1)


WAKTU (JAM)
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
X1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 -1 -1 -1 -1 -1 -1
Y1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
X2 1 1 1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 1 1 1 1 1 1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 1 1 1
Y2 1 1 1 1 1 1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 1 1 1 1 1 1 -1 -1 -1 -1 -1 -1
X4 1 0 -1 -1 0 1 1 0 -1 -1 0 1 1 0 -1 -1 0 1 1 0 -1 -1 0 1
Y4 1 1 1 -1 -1 -1 1 1 1 -1 -1 -1 1 1 1 -1 -1 -1 1 1 1 -1 -1 -1

1. Mengisi kolom X1 (+) pada tanggal 4 November 2014 :


X1 (+) = (252 x 1) + (227 x 1) + (203 x 1) + (182 x 1) + (175 x 1) + (185 x
1) + (204 x 1) + (237 x 1) + (270 x 1)+ (286 x 1) + (292 x 1) + (284 x 1) =
2797
Keterangan :
a. Angka 1 merupakan nilai konstanta pengali pada tabel 1 yang
bernilai positif.
b. Angka 252, 227, 203, 182, 175, 185, 204, 237, 270, 286, 292 dan
284 merupakan nilai hasil pengamatan pada tanggal 4 November
2014 yang harus dikalikan dengan konstanta angka 1 pada tabel 1.
41
c. Angka 2797 merupakan hasil perkalian untuk mengisi kolom X1
(+).
2. Mengisi kolom X1 (-) pada tanggal 4 November 2014 :
X1 (-) = (210 x -1) + (230 x -1) + (251 x -1) + (268 x -1) + (276 x -1) +
(272 x -1) + (265 x -1) + (240 x -1) + (216 x -1) + (199 x -1) + (194 x -1)
+ (199 x -1) = 2872
Keterangan :
a. Angka -1 merupakan nilai konstanta pengali pada tabel 1 yang
bernilai negatif.
b. Angka 210, 230, 251, 268, 276, 272, 265, 240, 216, 199, 194, dan
199 merupakan nilai hasil pengamatan pada tanggal 4 November
2014 yang harus dikalikan dengan konstanta angka -1 pada tabel 1.
c. Angka 2872 merupakan hasil perkalian untuk mengisi kolom X1 (-
).
3. Cara perhitungan diatas juga berlaku untuk mengisi kolom-kolom X1 (+)
dan X1 (-) pada tanggal 5 November 2014 sampai dengan tanggal 2
Desember 2014.
4. Mengisi kolom Y1 (+) pada tanggal 4 November 2014 :
Y1 (+) = (204 x 1) + (237 x 1) + (270 x 1) + (286 x 1) + (292 x 1) + (284 x
1) + (265 x 1) + (240 x 1) + (216 x 1) + (199 x 1) + (194 x 1) + (199 x 1) =
2886.
5. Mengisi kolom Y1 (-) pada tanggal 4 November 2014 :
Y1 (-) = (210 x -1) + (230 x -1) + (251 x -1) + (268 x -1) + (276 x -1) +
(272 x -1) + (252 x -1) + (227 x -1) + (203 x -1) + (182 x -1) + (175 x -1)
+ (185 x -1) = 2731
6. Cara perhitungan pada nomor 4 dan 5 juga berlaku untuk mengisi kolom-
kolom Y1 (+) dan Y1 (-) pada tanggal 5 November 2014 sampai dengan
tanggal 2 Desember 2014.
7. Mengisi kolom X2 (+) pada tanggal 4 November 2014 :
X2 (+) = (210 x 1) + (230 x 1) + (251 x 1) + (182 x1 ) + (175 x 1) + (185 x
1) + (204 x 1) + (237 x 1) + (270 x 1) + (199 x 1) + (194 x 1) + (199 x 1) =
2536.
8. Mengisi kolom X2 (-) pada tanggal 4 November 2014 :

42
X2 (-) = (268 x -1) + (276 x -1) + (272 x -1) + (252 x -1) + (227 x -1) +
(203 x -1) + (286 x -1) + (292 x -1) + (284 x -1) + (265 x -1) + (240 x -1)
+ (216 x -1) = 3081
9. Cara perhitungan pada nomor 7 dan 8 juga berlaku untuk mengisi kolom-
kolom X2 (+) dan X2 (-) pada tanggal 5 November 2014 sampai dengan
tanggal 2 Desember 2014.
10. Mengisi kolom Y2 (+) pada tanggal 4 November 2014 :
Y2 (+) = (210 x 1) + (230 x 1) + (251 x 1) + (268 x 1) + (276 x 1) + (272 x
1) + (204 x 1) + (237 x 1) + (270 x 1) + (286 x 1) + (292 x 1) + (284 x 1) =
3080
11. Mengisi kolom Y2 (-) pada tanggal 4 November 2014 :
Y2 (-) = (252 x -1) + (227 x -1) + (203 x -1) + (182 x -1) + (175 x -1) +
(185 x -1) + (265 x -1) + (240 x -1) + (216 x -1) + (199 x -1) + (194 x -1)
+ (199 x -1) = 2537.
12. Cara perhitungan pada nomor 10 dan 11 juga berlaku untuk mengisi
kolom-kolom Y2 (+) dan Y2 (-) pada tanggal 5 November 2014 sampai
dengan tanggal 2 Desember 2014.
13. Mengisi kolom X4 (+) pada tanggal 4 November 2014 :
X4 (+) = (210 x 1) + (272 x 1) + (252 x 1) + (185 x 1) + (204 x 1) + (284 x
1) + (265 x 1) + (199 x 1) = 1871.
14. Mengisi kolom X4 (-) pada tanggal 4 November 2014 :
X4 (-) = (251 x -1) + (268 x -1) + (203 x -1) + (182 x -1) + (270 x -1) +
(286 x -1) + (216 x -1) + (199 x -1) = 1875.
15. Cara perhitungan pada nomor 13 dan 14 juga berlaku untuk mengisi
kolom-kolom X4 (+) dan X4 (-) pada tanggal 5 November 2014 sampai
dengan tanggal 2 Desember 2014.
16. Mengisi kolom Y4 (+) pada tanggal 4 November 2014 :
Y4 (+) = (210 x 1) + (230 x 1) + (251 x 1) + (252 x 1) + (227 x 1) + (203 x
1) + (204 x 1) + (237 x 1) + (270 x 1) + (265 x 1) + (240 x 1) + (216 x 1) =
2805
17. Mengisi kolom Y4 (-) pada tanggal 4 November 2014 :
Y4 (-) = (268 x -1) + (276 x -1) + (272 x -1) + (182 x -1) + (175 x -1) +
(185 x -1) + (286 x -1) + (292 x -1) + (284 x -1) + (199 x -1) + (194 x -1)
+ (199 x -1) = 2812
43
18. Cara perhitungan pada nomor 16 dan 17 juga berlaku untuk mengisi
kolom-kolom Y4 (+) dan Y4 (-) pada tanggal 5 November 2014 sampai
dengan tanggal 2 Desember 2014.

Dari hasil perhitungan data pada tanggal 4 November 2014 tersebut di atas
didapatkan nilai X1 (+) = 2797 ; nilai X1 (-) = 2820, nilai Y1 (+) = 2886 ; nilai Y1 (-)
= 2731, nilai X2 (+) = 2536 ; nilai X2 (-) = 3081, nilai Y2 (+) = 3080 ; nilai Y2 (-) =
2537, nilai X4 (+) = 1871 ; nilai X4 (-) = 1875, nilai Y4 (+) = 2805 ; nilai Y4 (-) =
2812. Lakukan hal yang sama seperti cara perhitungan diatas untuk menentukan nilai
X2 (+/-), Y2 (+/-), X4 (+/-) dan Y4 (+/-) pada tanggal 5 November 2014 sampai
dengan 2 Desember 2014, namun sesuaikan dengan nilai konstanta Xn (+/-) dan Yn
(+/-) pada tabel 1 yang telah ditetapkan.

3.2.3 Penyusun Skema III

Untuk mengisi kolom dan baris pada skema III yaitu merupakan penjumlahan
dari skema II. Berikut dibawah ini contoh cara perhitungannya dilakukan pada tanggal
4 November 2014 :

1. Untuk nilai Xo (+) pada skema III merupakan penjumlahan antara X1 (+)
dengan X1 (-) pada skema II tanpa melihat tanda (+) dan (-), jadi langsung
dijumlahkan saja.
Jadi Xo (+) = 2797 + 2810 = 5617
Selanjutnya cara perhitungan diatas berlaku juga untuk nilai Xo (+) mulai
dari tanggal 5 November 2014 sampai dengan tanggal 2 Desember 2014
pada skema III.
2. Untuk nilai X1 pada skema III merupakan penjumlahan dari nilai X1 (+)
dengan X1 (-) pada skema II dengan melihat tanda positif (+) dan negatif
(-) nya, jadi untuk mengatasi hasilnya berjumlah negatif (-), maka hasilnya
harus ditambah dengan nilai konstanta yang telah ditetapkan yaitu 2000.
Jadi X1 = 2797 + (-2820) + 2000 = 1977
Selanjutnya cara perhitungan diatas berlaku juga untuk nilai X1 mulai dari
tanggal 5 November 2014 sampai dengan tanggal 2 Desember 2014 pada
skema III.
3. Untuk nilai Y1 pada skema III merupakan penjumlahan dari nilai Y1 (+)
dengan Y1 (-) pada skema II dengan melihat tanda positif (+) dan negatif
44
(-) nya, jadi untuk mengatasi hasilnya berjumlah negatif (-), maka hasilnya
harus ditambah dengan nilai konstanta yang telah ditetapkan yaitu 2000.
Jadi Y1 = 2886 + (-2731) + 2000 = 2155
Selanjutnya cara perhitungan diatas berlaku juga untuk nilai Y1 mulai dari
tanggal 5 November 2014 sampai dengan tanggal 2 Desember 2014 pada
skema III.
4. Untuk nilai X2 pada skema III merupakan penjumlahan dari nilai X2 (+)
dengan X2 (-) pada skema II dengan melihat tanda positif (+) dan negatif
(-) nya, jadi untuk mengatasi hasilnya berjumlah negatif (-), maka hasilnya
harus ditambah dengan nilai konstanta yang telah ditetapkan yaitu 2000.
Jadi X2 = 2536 + (-3081) + 2000 = 1455
Selanjutnya cara perhitungan diatas berlaku juga untuk nilai X2 mulai dari
tanggal 5 November 2014 sampai dengan tanggal 2 Desember 2014 pada
skema III.
5. Untuk nilai Y2 pada skema III merupakan penjumlahan dari nilai Y2 (+)
dengan Y2 (-) pada skema II dengan melihat tanda positif (+) dan negatif
(-) nya, jadi untuk mengatasi hasilnya berjumlah negatif (-), maka hasilnya
harus ditambah dengan nilai konstanta yang telah ditetapkan yaitu 2000.
Jadi Y2 = 3080 + (-2537) + 2000 = 2543
Selanjutnya cara perhitungan diatas berlaku juga untuk nilai Y2 mulai dari
tanggal 5 November 2014 sampai dengan tanggal 2 Desember 2014 pada
skema III.
6. Untuk nilai X4 pada skema III merupakan penjumlahan dari nilai X4 (+)
dengan X4 (-) pada skema II dengan melihat tanda positif (+) dan negatif
(-) nya, jadi untuk mengatasi hasilnya berjumlah negatif (-), maka hasilnya
harus ditambah dengan nilai konstanta yang telah ditetapkan yaitu 2000.
Jadi X4 = 1871 + (-1875) + 2000 = 1996
Selanjutnya cara perhitungan diatas berlaku juga untuk nilai X4 mulai dari
tanggal 5 November 2014 sampai dengan tanggal 2 Desember 2014 pada
skema III.
7. Untuk nilai Y4 pada skema III merupakan penjumlahan dari nilai Y4 (+)
dengan Y4 (-) pada skema II dengan melihat tanda positif (+) dan negatif
(-) nya, jadi untuk mengatasi hasilnya berjumlah negatif (-), maka hasilnya
harus ditambah dengan nilai konstanta yang telah ditetapkan yaitu 2000.
45
Jadi Y4 = 2805 + (-2812) + 2000 = 1993
Selanjutnya cara perhitungan diatas berlaku juga untuk nilai Y4 mulai dari
tanggal 5 November 2014 sampai dengan tanggal 2 Desember 2014 pada
skema III.

3.2.4 Penyusun Skema IV

Untuk mengisi kolom dan baris pada skema IV yaitu merupakan penjumlahan
dari skema III dibantu dengan konstanta pengali pada tabel 2. Berikut dibawan ini
konstanta pengali untuk skema IV (tabel 2) :

Tabel 3.2 Konstanta Pengali untuk Menyusun Skema IV (Tabel 2)

KONSTANTA PENGALI TABEL IV (TABEL II)


INDEX KEDUA 0 2 b 3 c 4 d
KONSTANTA PERKALIAN UNTUK 29 HARI -29 -1 0 -1 0 -1 0
KONSTANTA PERKALIAN UNTUK 15 HARI -15 1 0 5 0 1 0
UNTUK 29 HARI 1 1 0 -1 1 1 0
1 1 -1 -1 1 1 -1
1 1 -1 1 1 -1 -1
1 1 -1 1 1 -1 -1
1 -1 -1 1 1 -1 1
1 -1 -1 1 -1 -1 1
1 -1 -1 1 -1 1 1
UNTUK 15 HARI DIGUNAKAN
1 -1 0 -1 -1 1 0
PERTENGAHAN 15 BARIS
1 -1 1 -1 -1 1 -1
1 -1 1 -1 -1 -1 -1
1 -1 1 -1 1 -1 -1
1 1 1 -1 1 -1 1
1 1 1 1 1 -1 1
1 1 1 1 1 1 1
HARI TENGAH-TENGAH 1 1 0 1 0 1 0
1 1 -1 1 -1 1 -1
1 1 -1 1 -1 -1 -1
1 1 -1 -1 -1 -1 -1
1 -1 -1 -1 -1 -1 1
1 -1 -1 -1 -1 -1 1
1 -1 -1 -1 1 1 1
UNTUK 15 HARI DIGUNAKAN
1 -1 0 -1 1 1 0
PERTENGAHAN 15 BARIS
1 -1 1 1 1 1 -1
1 -1 1 1 1 1 -1
1 -1 1 1 -1 -1 -1
1 1 1 1 -1 -1 1
1 1 1 1 -1 -1 1
1 1 1 -1 -1 1 1
UNTUK 29 HARI 1 1 0 -1 -1 1 0

46
Berikut dibawah ini akan dijelaskan mengenai arti index pada skema IV dan
cara perhitungannya :

1. Index 00 untuk X (tambahan) berarti X00 positif (+) (tambahan), yaitu


nilai perkalian antara X0 pada skema III dan konstanta 0 pada tabel 2, lalu
dijumlahkan. Berikut dibawah ini cara perhitungannya :
Jadi X00 (+) tambahan = (5617 x 1) + (5708 x 1) + (5673 x 1) + (5729 x 1)
+ (5667 x 1) + (5600 x 1) + (5597 x 1) + (5581 x 1) + (5579 x 1) + (5619 x
1) + (5654 x 1) + (5608 x 1) + (5623 x 1) + (5612 x 1) + (5571 x 1) +
(5564 x 1) + (5595 x 1) + (5617 x 1) + (5699 x 1) + (5713 x 1) + (5643 x
1) + (5643 x 1) + (5631 x 1) + (5559 x 1) + (5578 x 1) + (5629 x 1) +
(5593 x 1) + (5604 x 1) + (5647 x 1) = 163153
2. Index 00 untuk Y (tambahan) berarti Y00 positif (+) (tambahan), yaitu
nilai perkalian antara Y0 pada skema III dan konstanta 0 pada tabel 2.
Dikarenakan nilai Y0 tidak ada pada skema III, jadi nilai untuk Y00 positif
(+) (tambahan) = tidak ada.
3. Index 10 untuk X (tambahan) berarti X10 positif (+) dan negatif (-)
(tambahan), yaitu nilai perkalian antara X1 pada skema III dan konstanta 0
pada tabel 2.
a. Jadi X10 (+) tambahan = (1977 x 1) + (2022 x 1) + (2005 x 1) +
(1897 x 1) + (1849 x 1) + (1734 x 1) + (1701 x 1) + (1677 x 1) +
(1667 x 1) + (1677 x 1) + (1746 x 1) + (1826 x 1) + (1941 x 1) +
(1946 x 1) + (1991 x 1) + (2034 x 1) + (2053 x 1) + (2117 x 1) +
(1969 x 1) + (1923 x 1) + (1817 x 1) + (1705 x 1) + (1691 x 1) +
(1639 x 1) + (1708 x 1) + (1791 x 1) + (1899 x 1) + (2016 x 1) +
(2105 x 1) = 54123
b. Dikarenakan konstanta 0 pada tabel 2 tidak ada yang bernilai
negatif (-), maka nilai X10 negatif (-) = tidak ada.
Tetapi jika nilai index untuk X10 negatif (-) (tambahan) tidak
mempunyai nilai negatif (-) pada konstanta pengali di tabel 2, maka
pengisiannya dilakukan dengan cara mengalikan nilai 2000 dengan
jumlah hari pengamatan yaitu 29 piantan.
Jadi X10 (-) tambahan = 29 x 2000 = 58000

47
4. Index 10 untuk Y (tambahan) berarti Y10 positif (+) dan negatif (-)
(tambahan), yaitu nilai perkalian antara Y1 pada skema III dan konstanta 0
pada tabel 2.
a. Jadi Y10 (+) tambahan = (2155 x 1) + (2224 x 1) + (2389 x 1) +
(2507 x 1) + (2491 x 1) + (2536 x 1) + (2521 x 1) + (2413 x 1) +
(2325 x 1) + (2257 x 1) + (2176 x 1) + (2118 x 1) + (2139 x 1) +
(2106 x 1) + (2141 x 1) + (2226 x 1) + (2313 x 1) + (2437 x 1) +
(2527 x 1) + (2579 x 1) + (2619 x 1) + (2605 x 1) + (2477 x 1) +
(2413 x 1) + (2316 x 1) + (2219 x 1) + (2175 x 1) + (2192 x 1) +
(2287 x 1) = 67883
b. Dikarenakan konstanta 0 pada tabel 2 tidak ada yang bernilai
negatif (-), maka nilai Y10 negatif (-) = tidak ada.
Tetapi jika nilai index untuk Y10 negatif (-) (tambahan) tidak
mempunyai nilai negatif (-) pada konstanta pengali di tabel 2, maka
pengisiannya dilakukan dengan cara mengalikan nilai 2000 dengan
jumlah hari pengamatan yaitu 29 piantan.
Jadi Y10 (-) tambahan = 29 x 2000 = 58000
5. Index 12 untuk X (tambahan) berarti X12 positif (+) dan negatif (-)
(tambahan), yaitu nilai perkalian antara X1 pada skema III dan konstanta 2
pada tabel 2.
a. Jadi Y12 (+) tambahan = (1977 x 1) + (2022 x 1) + (2005 x 1) +
(1897 x 1) + (1826 x 1) + (1941 x 1) + (1946 x 1) + (1991 x 1) +
(2034 x 1) + (2053 x1) + (2117 x 1) + (1791 x 1) + (1899 x 1 ) +
(2016 x 1) + (2105 x 1) = 29620
b. Jadi Y12 (-) tambahan = (1849 x -1) + (1734 x -1) + (1701 x -1) +
(1677 x -1) + (1667 x -1) + (1677 x -1) + (1746 x -1) + (1969 x -1)
+ (1923 x -1) + (1817 x -1) + (1705 x -1) + (1691 x -1) + (1639 x -
1) + (1708 x -1) = 24503
6. Index (29) untuk X positif (+) negatif (-) (tambahan) dan untuk Y positif
(+) negatif (-) (tambahan) yaitu konstanta ketetapan bernilai 2000.
Jadi (29) (+) (-) X = 2000 dan (29) (+) (-) Y = 2000
7. Begitu seterusnya cara perhitungan index (n) untuk Xn (tambahan) dan Yn
(tambahan), selalu perhatikan nilai konstanta pengali yang diminta.

48
8. Index 00 untuk X (jumlah) berarti X00 positif (+) (jumlah), yaitu nilai
index X00 positif (+) (tambahan). Dikarenakan tidak ada nilai
pengurangnya, jadi hasilnya tetap yaitu = 163153
9. Index 00 untuk Y (jumlah) berarti Y00 positif (+) (jumlah), yaitu nilai
index Y00 (tambahan). Tetapi nilai Y00 (tambahan) tidak ada, karena
tidak ada perhitungannya.
10. Index 10 untuk X (jumlah) berarti X10 positif (+) (jumlah), yaitu nilai
index X10 positif (+) (tambahan) dikurangi dengan nilai index X10 negatif
(-) (tambahan).
Jadi X10 (+) (jumlah) = 54123 58000 = -3877
11. Index 10 untuk Y (jumlah) berarti Y10 positif (+) (jumlah), yaitu nilai
index Y10 positif (+) (tambahan) dikurangi dengan nilai index Y10 negatif
(-) (tambahan).
Jadi Y10 (+) (jumlah) = 67883 58000 = 9883
12. Index 12 untuk X (jumlah) berarti X12 positif (+) (jumlah), yaitu nilai
index X12 positif (+) (tambahan) dikurangi dengan nilai index X12 negatif
(-) (tambahan) dan dikurangi lagi dengan index (29) yang bernilai 2000
(tambahan).
Jadi X12 (+) (jumlah) = 29620 24503 2000 = 3117
13. Index 12 untuk Y (jumlah) berarti Y12 (jumlah), yaitu nilai index Y12
positif (+) (tambahan) dikurangi dengan nilai index Y12 negatif (-)
(tambahan) dan dikurangi lagi dengan index (29) yang bernilai 2000
(tambahan).
Jadi Y12 (+) ( jumlah) = 33628 34255 2000 = -2627
14. Untuk index (29) X (jumlah) dan Y (jumlah) dikosongkan saja.
15. Perhitungan X (jumlah) dan Y (jumlah) hanya dilakukan pada kolom yang
memiliki index bertanda positif (+).
16. Begitu seterusnya cara perhitungan untuk menentukan nilai index (n)
untuk Xn (jumlah) dan Yn (jumlah).

49
3.2.5 Penyusun Skema V dan Skema VI

Untuk mengisi kolom dan baris pada skema V yaitu pengurangan dari nilai X
(jumlah) dan Y (jumlah) pada skema IV dan dibantu dengan konstanta pengali pada
tabel 3 yang telah ditetapkan. Begitu pula untuk mengisi kolom dan baris pada skema
VI yaitu penjumlahan dari nilai X (jumlah) dan Y (jumlah) pada skema IV dan
dibantu dengan konstanta pengali pada tabel 3 yang telah ditetapkan. Dibawah ini
konstanta pengali pada tabel 3 tersebut :

Tabel 3.3 Konstanta Pengali untuk Menyusun Skema V dan VI (Tabel 3)

KONSTANTA PENGALI UNTUK SKEMA V dan SKEMA VI (TABEL 3)


X00 = 1
X10 = 1 -0.01
X12 - Y1b = 0.07 -0 1 0.020
SKEMA V

X13 - Y1c =
X20 = -0.03 1.0 -0.03
X22 - Y2b = 1 0.02 0.038 0 -0.06 -0.035
X23 - Y2c = -0.06 1
X42 - Y4b = 0.03 1
X44 - Y4d = 1 0.08
Y10 = 1 -0.08
Y12 + X1b = 0.07 -0.02 1
Y13 + X1c =
SKEMA VI

Y20 = -0.03 1 -0.03


Y22 + X2b = 1 0.02 0.032 -0.06 -0.035
Y23 + X2c = -0.06 1
Y42 + X4b = 0.03 0.01 1
Y44 + X4d = 1 0.08
S0 M2 S2 N2 K1 O1 M4 MS4
UNTUK SKEMA VII
696 559 488 566 439 565 507 535
KONSTANTA P
UNTUK SKEMA VII
333 345 327 173 160 307 318
KONSTANTA p

Berikut dibawah ini cara perhitungan untuk mengisi skema V dan skema VI :

1. Nilai X00 pada skema V adalah nilai index X00 (jumlah) pada skema IV.
Jadi X00 = 163153
2. Nilai X10 pada skema V adalah nilai index X10 (jumlah) pada skema IV.
Jadi X10 = -3877
3. Nilai X12 Y1b pada skema V adalah hasil pengurangan antara index
X12 (jumlah) dikurangi dengan index Y1b (jumlah) pada skema IV.

50
Jadi X12 Y1b = 3117 (-2456) = 5573
4. Nilai X13 Y1c pada skma V adalah hasil pengurangan antara index X13
(jumlah) dikurangi dengan index Y1c (jumlah) pada skema IV.
Jadi X13 Y1c = (-365) 254 = -619
5. Nilai X20 pada skema V adalah nilai index X20 (jumlah) pada skema IV.
Jadi X20 = -13523
6. Nilai X22 - Y2b pada skema V adalah hasil pengurangan antara index X22
(jumlah) dikurangi nilai index Y2b (jumlah) pada skema IV.
Jadi X22 Y2b = 4271 (-4738) = 9009
7. Nilai X23 Y2c pada skema V adalah hasil pengurangan antara index X23
(jumlah) dikurangi nilai index Y2c (jumlah) pada skema IV.
Jadi X23 Y2c = 121 (-100) = -1007
8. Nilai X42 Y4b pada skema V adalah hasil pengurangan antara index
X42 (jumlah) dikurangi nilai index Y4b (jumlah) pada skema IV.
Jadi X42 Y4b = 122 (-100) = 222
9. Nilai X44 Y4d pada skema V adalah hasil pengurangan antara index
X44 (jumlah) dikurangi nilai index Y4d (jumlah) pada skema IV.
Jadi X44 Y4d = (-74) 102 = -176
10. Nilai Y00 pada skema VI adalah nilai index Y00 (jumlah) pada skema IV.
Jadi Y00 = 9883
11. Nilai Y12 + X1b pada skema VI adalah hasil penjumlahan antara index
Y12 (jumlah) ditambah dengan index X1b (jumlah) pada skema IV.
Jadi Y12 + X1b = (-2627) + (-1574) = -4201
12. Nilai Y13 + X1c pada skema VI adalah hasil penjumlahan antara index
Y13 (jumlah) ditambah dengan index X1c (jumlah) pada skema IV.
Jadi Y13 + X1c = 55 + (-164) = -109
13. Nilai Y20 pada skema V adalah nilai index Y20 (jumlah) pada skema IV.
Jadi Y20 = -5155
14. Nilai Y22 + X2b pada skema VI adalah hasil penjumlahan antara index
Y22 (jumlah) ditambah dengan index X2b (jumlah) pada skema IV.
Jadi Y22 + X2b = 10967 + 9974 = 20941
15. Nilai Y23 + X2c pada skema VI adalah hasil penjumlahan antara index
Y23 (jumlah) ditambah dengan index X2c (jumlah) pada skema IV.
Jadi Y23 + X2c = (-271) + (-2584) = -2855
51
16. Nilai Y42 + X4b pada skema VI adalah hasil penjumlahan antara index
Y42 (jumlah) ditambah dengan index X4b (jumlah) pada skema IV.
Jadi Y42 + X4b = 319 + 12 = 331
17. Nilai Y44 + X4d pada skema VI adalah hasil penjumlahan antara index
Y44 (jumlah) ditambah dengan index X4d (jumlah) pada skema IV.
Jadi Y44 + X4d = 15 + (-6) = 9
18. Nilai X00 untuk S0 pada skema V yaitu nilai X00 pada skema V dikali
dengan konstanta pengali X00 untuk S0 pada tabel 3.
Jadi X00 (S0) = 163153 x 1 = 163153
19. Nilai X10 untuk K1 pada skema V yaitu nilai X10 pada skema V dikali
dengan konstanta pengali X10 untuk K1 pada tabel 3.
Jadi X10 (K1) = -3877 x 1 = -3877
20. Nilai X10 untuk O1 pada skema V yaitu nilai X10 pada skema V dikali
dengan konstanta pengali X10 untuk O1 pada tabel 3.
Jadi X10 (O1) = -3877 x (-0.008) = 31.02
21. Nilai X12 Y1b untuk M2 pada skema V yaitu nilai pengurangan dari
X12 Y1b dikali dengan konstanta pengali X12 Y1b untuk M2 pada
tabel 3.
Jadi X12 Y1b (M2) = 5573 x 0.07 = 390.11
22. Nilai X12 Y1b untuk K1 pada skema V yaitu nilai pengurangan dari X12
Y1b dikali dengan konstanta pengali X12 Y1b untuk K1 pada tabel 3.
Jadi X12 Y1b (K1) = 5573 x (-0.002) = -111.46
23. Nilai X12 Y1b untuk O1 pada skema V yaitu nilai pengurangan dari X12
Y1b dikali dengan konstanta pengali X12 Y1b untuk O1 pada tabel 3.
Jadi X12 Y1b (O1) = 5573 x 1 = 5573
24. Nilai X12 Y1b untuk MS4 pada skema V yaitu nilai pengurangan dari
X12 Y1b dikali dengan konstanta pengali X12 Y1b untuk MS4 pada
tabel 3.
Jadi X12 Y1b (MS4) = 5573 x 0.020 = 111.46
25. Nilai X20 untuk M2 pada skema V yaitu nilai X20 pada skema V dikali
dengan konstanta pengali X20 untuk M2 pada tabel 3.
Jadi X20 (M2) = (-13523) x (-0.03) = 405.7
26. Nilai X20 untuk S2 pada skema V yaitu nilai X20 pada skema V dikali
dengan konstanta pengali X20 untuk S2 pada tabel 3.
52
Jadi X20 (S2) = (-13523) x 1 = -13523
27. Nilai X20 untuk N2 pada skema V yaitu nilai X20 pada skema V dikali
dengan konstanta pengali X20 untuk N2 pada tabel 3.
Jadi X20 (N2) = (-13523) x (-0.03) = 405.7
28. Nilai X22 Y2b untuk M2 pada skema V yaitu nilai pengurangan dari
X22 Y2b dikali dengan konstanta pengali X22 Y2b untuk M2 pada
tabel 3.
Jadi X22 x Y2b (M2) = 9009 x 1 = 9009
29. Nilai X22 Y2b untuk S2 pada skema V yaitu nilai pengurangan dari X22
Y2b dikali dengan konstanta pengali X22 Y2b untuk S2 pada tabel 3.
Jadi X22 x Y2b (S2) = 9009 x 0.015 = 135.1
30. Nilai X22 Y2b untuk N2 pada skema V yaitu nilai pengurangan dari X22
Y2b dikali dengan konstanta pengali X22 Y2b untuk N2 pada tabel 3.
Jadi X22 x Y2b (N2) = 9009 x 0.038 = 342.3
31. Nilai X22 Y2b untuk K1 pada skema V yaitu nilai pengurangan dari X22
Y2b dikali dengan konstanta pengali X22 Y2b untuk K1 pada tabel 3.
Jadi X22 x Y2b (K1) = 9009 x 0.002 = 18
32. Nilai X22 Y2b untuk O1 pada skema V yaitu nilai pengurangan dari X22
Y2b dikali dengan konstanta pengali X22 Y2b untuk O1 pada tabel 3.
Jadi X22 x Y2b (O1) = 9009 x (-0.058) = -522.2
33. Nilai X22 Y2b untuk MS4 pada skema V yaitu nilai pengurangan dari
X22 Y2b dikali dengan konstanta pengali X22 Y2b untuk MS4 pada
tabel 3.
Jadi X22 - Y2b (MS4) = 9009 x (-0.035) = -315.3
34. Nilai X23 Y2c untuk M2 pada skema V yaitu nilai pengurangan dari
X23 Y2c dikali dengan konstanta pengali X23 Y2c untuk M2 pada
tabel 3.
Jadi X23 - Y2c (M2) = (-1007) x (-0.06) = 60.42
35. Nilai X23 Y2c untuk N2 pada skema V yaitu nilai pengurangan dari X23
Y2c dikali dengan konstanta pengali X23 Y2c untuk N2 pada tabel 3.
Jadi X23 - Y2c (N2) = (-1007) x 1 = -1007
36. Nilai X42 Y4b untuk M2 pada skema V yaitu nilai pengurangan dari
X42 Y4b dikali dengan konstanta pengali X42 Y4b untuk M2 pada
tabel 3.
53
Jadi X42 - Y4b (M2) = 222 x 0.03 = 6.66
37. Nilai X42 Y4b untuk MS4 pada skema V yaitu nilai pengurangan dari
X42 Y4b dikali dengan konstanta pengali X42 Y4b untuk MS4 pada
tabel 3.
Jadi X42 - Y4b (MS4) = 222 x 1 = 222
38. Nilai X44 Y4d untuk M4 pada skema V yaitu nilai pengurangan dari
X44 Y4d dikali dengan konstanta pengali X44 Y4d untuk M4 pada
tabel 3.
Jadi X44 - Y4d (M4) = (-176) x 1 = -176
39. Nilai X44 Y4d untuk MS4 pada skema V yaitu nilai pengurangan dari
X44 Y4d dikali dengan konstanta pengali X44 Y4d untuk MS4 pada
tabel 3.
Jadi X44 - Y4d (MS4) = (-176) x 0.08 = -14.1
40. Nilai Y10 untuk K1 pada skema V yaitu nilai Y10 pada skema V dikali
dengan konstanta pengali Y10 untuk K1pada tabel 3.
Jadi Y10 (K1) = 9883 x 1= 9883
41. Nilai Y10 untuk O1 pada skema V yaitu nilai Y10 pada skema V dikali
dengan konstanta pengali Y10 untuk O1 pada tabel 3.
Jadi Y10 (O1) = 9883 x (-0.08) = -790.6
42. Nilai Y12 + X1b untuk M2 pada skema V yaitu nilai penjumlahan dari
Y12 + X1b dikali dengan konstanta pengali Y12 + X1b untuk M2 pada
tabel 3.
Jadi Y12 + X1b (M2) = (-4201) x 0.01 = -294.1
43. Nilai Y12 + X1b untuk K1 pada skema V yaitu nilai penjumlahan dari
Y12 + X1b dikali dengan konstanta pengali Y12 + X1b untuk K1 pada
tabel 3.
Jadi Y12 + X1b (K1) = (-4201) x (-0.02) = 84
44. Nilai Y12 + X1b untuk O1 pada skema V yaitu nilai penjumlahan dari
Y12 + X1b dikali dengan konstanta pengali Y12 + X1b untuk O1 pada
tabel 3.
Jadi Y12 + X1b (O1) = (-4201) x 1 = -4201
45. Nilai Y20 untuk M2 pada skema V yaitu nilai Y20 pada skema V dikali
dengan konstanta pengali Y20 untuk M2 pada tabel 3.
Jadi Y20 (M2) = (-5155) x (-0.03) = 154.65
54
46. Nilai Y20 untuk S2 pada skema V yaitu nilai Y20 pada skema V dikali
dengan konstanta pengali Y20 untuk S2 pada tabel 3.
Jadi Y20 (S2) = (-5155) x 1 = -5155
47. Nilai Y20 untuk N2 pada skema V yaitu nilai Y20 pada skema V dikali
dengan konstanta pengali Y20 untuk N2 pada tabel 3.
Jadi Y20 (S2) = (-5155) x (-0.03) = 154.65
48. Nilai Y22 + X2b untuk M2 pada skema V yaitu nilai penjumlahan dari
Y22 + X2b dikali dengan konstanta pengali Y22 + X2b untuk M2 pada
tabel 3.
Jadi Y22 + X2b (M2) = 20941 x 1 = 20941
49. Nilai Y22 + X2b untuk S2 pada skema V yaitu nilai penjumlahan dari Y22
+ X2b dikali dengan konstanta pengali Y22 + X2b untuk S2 pada tabel 3.
Jadi Y22 + X2b (S2) = 20941 x 0.015 = 314.1
50. Nilai Y22 + X2b untuk N2 pada skema V yaitu nilai penjumlahan dari
Y22 + X2b dikali dengan konstanta pengali Y22 + X2b untuk N2 pada
tabel 3.
Jadi Y22 + X2b (N2) = 20941 x 0.032 = 670.1
51. Nilai Y22 + X2b untuk O1 pada skema V yaitu nilai penjumlahan dari
Y22 + X2b dikali dengan konstanta pengali Y22 + X2b untuk O1 pada
tabel 3.
Jadi Y22 + X2b (O1) = 20941 x (-0.058) = -1214.6
52. Nilai Y22 + X2b untuk MS4 pada skema V yaitu nilai penjumlahan dari
Y22 + X2b dikali dengan konstanta pengali Y22 + X2b untuk MS4 pada
tabel 3.
Jadi Y22 + X2b (MS4) = 20941 x (-0.035) = -732.9
53. Nilai Y23 + X2c untuk M2 pada skema V yaitu nilai penjumlahan dari
Y23 + X2c dikali dengan konstanta pengali Y22 + X2b untuk M2 pada
tabel 3.
Jadi Y23 + X2c (M2) = (-2855) x (-0.06) = 171.3
54. Nilai Y23 + X2c untuk N2 pada skema V yaitu nilai penjumlahan dari Y23
+ X2c dikali dengan konstanta pengali Y22 + X2b untuk N2 pada tabel 3.
Jadi Y23 + X2c (N2) = (-2855) x 1 = -2855

55
55. Nilai Y42 + X4b untuk M2 pada skema V yaitu nilai penjumlahan dari
Y42 + X4b dikali dengan konstanta pengali Y22 + X2b untuk M2 pada
tabel 3.
Jadi Y42 + X4b (M2) = 331 x 0.03 = 9.9
56. Nilai Y42 + X4b untuk M4 pada skema V yaitu nilai penjumlahan dari
Y42 + X4b dikali dengan konstanta pengali Y22 + X2b untuk M4 pada
tabel 3.
Jadi Y42 + X4b (M4) = 331 x 0.01 = 3.3
57. Nilai Y42 + X4b untuk MS4 pada skema V yaitu nilai penjumlahan dari
Y42 + X4b dikali dengan konstanta pengali Y22 + X2b untuk MS4 pada
tabel 3.
Jadi Y42 + X4b (MS4) = 331 x 1 = 331
58. Nilai Y44 + X4d untuk M4 pada skema V yaitu nilai penjumlahan dari
Y44 + X4d dikali dengan konstanta pengali Y22 + X2b untuk M4 pada
tabel 3.
Jadi Y44 + X4d (M4) = 9 x 1 = 9
59. Nilai Y44 + X4d untuk MS4 pada skema V yaitu nilai penjumlahan dari
Y44 + X4d dikali dengan konstanta pengali Y22 + X2b untuk MS4 pada
tabel 3.
Jadi Y44 + X4d (MS4) = 9 x 0.08 = 0.7

3.2.6 Penyusun Skema VII

Untuk mengisi kolom dan baris pada skema VII yaitu merupakan penjumlahan
dari skema V dan skema VI dan dibantu dengan konstanta pengali pada tabel 3 dan
tabel 4 yang telah ditetapkan, serta data hasil perhitungan f, V, u dan r. Dibawah ini
konstanta pengali pada tabel 3 dan tabel 4, serta cara perkalian untuk menyusun
skema VII dan menghitung f, V, u dan r :

56
Tabel 3.4 Konstanta Pengali untuk Menyusun Skema VII (Tabel 3)

KONSTANTA PENGALI UNTUK SKEMA V dan SKEMA VI (TABEL 3)


X00 = 1
X10 = 1 -0.01
X12 - Y1b = 0.07 -0 1 0.020
SKEMA V

X13 - Y1c =
X20 = -0.03 1.0 -0.03
X22 - Y2b = 1 0.02 0.038 0 -0.06 -0.035
X23 - Y2c = -0.06 1
X42 - Y4b = 0.03 1
X44 - Y4d = 1 0.08
Y10 = 1 -0.08
Y12 + X1b = 0.07 -0.02 1
Y13 + X1c =
SKEMA VI

Y20 = -0.03 1 -0.03


Y22 + X2b = 1 0.02 0.032 -0.06 -0.035
Y23 + X2c = -0.06 1
Y42 + X4b = 0.03 0.01 1
Y44 + X4d = 1 0.08
S0 M2 S2 N2 K1 O1 M4 MS4
UNTUK SKEMA VII
696 559 488 566 439 565 507 535
KONSTANTA P
UNTUK SKEMA VII
333 345 327 173 160 307 318
KONSTANTA p

Tabel 3.5 Konstanta Pengali untuk Menyusun Skema VII (Tabel 4)

NILAI KONSTANTA PENGALI UNTUK NILAI r PADA SKEMA VII (TABEL 4)


tg r r () tg r r ()

0.000 0 180 180 360 1.000 45 135 225 315

0.017 1 179 181 359 1.035 46 134 226 314

0.035 2 178 182 358 1.072 47 133 227 313

0.052 3 177 183 357 1.111 48 132 228 312

0.070 4 176 184 356 1.150 49 131 229 311

0.087 5 175 185 355 1.192 50 130 230 310

0.105 6 174 186 354 1.235 51 129 231 309

0.123 7 173 187 353 1.280 52 128 232 308

0.141 8 172 188 352 1.372 53 127 233 307

0.138 9 171 189 351 1.376 54 126 234 306

0.176 10 170 190 350 1.428 55 125 235 305

0.194 11 169 191 349 1.483 56 124 236 304

0.213 12 168 192 348 1.540 57 123 237 303

57
0.231 13 167 193 347 1.600 58 122 238 302

0.249 14 166 194 346 1.664 59 121 239 301

0.268 15 165 195 345 1.732 60 120 240 300

0.287 16 164 196 344 1.804 61 119 241 299

0.306 17 163 197 343 1.881 62 118 242 298

0.325 18 162 198 342 1.963 63 117 243 297

0.344 19 161 199 341 2.050 64 116 244 296

0.364 20 160 200 340 2.140 65 115 245 295

0.384 21 159 201 339 2.250 66 114 246 294

0.404 22 158 202 338 2.360 67 113 247 293

0.424 23 157 203 337 2.480 68 112 248 292

0.445 24 156 204 336 2.61 69 111 249 291

0.466 25 155 205 335 2.75 70 110 250 290

0.488 26 154 206 334 2.90 71 109 251 289

0.510 27 153 207 333 3.08 72 108 252 288

0.532 28 152 208 332 3.27 73 107 253 287

0.554 29 151 209 331 3.49 74 106 254 286

0.577 30 150 210 330 3.73 75 105 255 285

0.601 31 149 211 329 4.01 76 104 256 284

0.625 32 148 212 328 4.33 77 103 257 283

0.649 33 147 213 327 4.70 78 102 258 282

0.675 34 146 214 326 5.14 79 101 259 281

0.700 35 145 215 325 5.67 80 100 260 280

0.727 36 144 216 324 6.31 81 99 261 279

0.754 37 143 217 323 7.12 82 98 262 278

0.781 38 142 218 322 8.14 83 97 263 277

0.810 39 141 219 321 9.51 84 96 264 276

0.839 40 140 220 320 11.4 85 95 265 275

0.869 41 139 221 319 14.3 86 94 266 274

0.900 42 138 222 318 19.1 87 93 267 273

0.933 43 137 223 317 28.6 88 92 268 272

0.966 44 136 224 316 57.3 89 91 269 271

1.000 45 135 225 315 > 90 90 270 270

PR cos r + - - + PR cos r + - - +

PR sin r + + - - PR sin r + + - -

58
Berikut dibawah ini akan dijelaskan cara perhitungan untuk mengisi skema
VII dan cara perhitungan menentukan nilai f, V dan u sebagai berikut :

1. Baris 1 pada skema VII untuk V : PR cos r pada kolom (M2) yaitu
penjumlahan semua nilai dalam kolom pada skema V (M2). Penjumlahan
dilakukan dari kolom atas sampai kolom bawah pada skema V (M2).
Jadi V : PR cos r (M2) = 390.1 + 405.7 + 9009 + 60.42 + 6.66 = 9871.9
2. Baris 1 pada skema VII untuk V : PR cos r pada kolom (S2) yaitu
penjumlahan semua nilai dalam kolom pada skema V (S2). Penjumlahan
dilakukan dari kolom atas sampai kolom bawah pada skema V (S2).
Jadi V : PR cos r (S2) = (-13523) + 135.1 = -13387.9
3. Baris 1 pada skema VII untuk V : PR cos r pada kolom (N2) yaitu
penjumlahan semua nilai dalam kolom pada skema V (N2). Penjumlahan
dilakukan dari kolom atas sampai kolom bawah pada skema V (N2).
Jadi V : PR cos r (N2) = (-13523) + 135.1 = -13387.9
4. Baris 1 pada skema VII untuk V : PR cos r pada kolom (K1) yaitu
penjumlahan semua nilai dalam kolom pada skema V (K1). Penjumlahan
dilakukan dari kolom atas sampai kolom bawah pada skema V (K1).
Jadi V : PR cos r (K1) = (-3877) + (-111.46) + 18 = -3970.4
5. Baris 1 pada skema VII untuk V : PR cos r pada kolom (O1) yaitu
penjumlahan semua nilai dalam kolom pada skema V (O1). Penjumlahan
dilakukan dari kolom atas sampai kolom bawah pada skema V (O1).
Jadi V : PR cos r (O1) = 31.02 + 5573 + (-522.5) = 5081.52
6. Baris 1 pada skema VII untuk V : PR cos r pada kolom (M4) yaitu
penjumlahan semua nilai dalam kolom pada skema V (M4). Penjumlahan
dilakukan dari kolom atas sampai kolom bawah pada skema V (M4).
Jadi V : PR cos r (M4) = -176
7. Baris 1 pada skema VII untuk V : PR cos r pada kolom (MS4) yaitu
penjumlahan semua nilai dalam kolom pada skema V (MS4). Penjumlahan
dilakukan dari kolom atas sampai kolom bawah pada skema V (MS4).
Jadi V : PR cos r (MS4) = 111.46 + (-315.3) + 222 + (-14.1) = 4.1
8. Baris 2 pada skema VII untuk VI : PR sin r pada kolom (M2) yaitu
penjumlahan semua nilai dalam kolom pada skema VI (M2). Penjumlahan
dilakukan dari kolom atas sampai kolom bawah pada skema VI (M2)

59
Jadi VI : PR sin r (M2) = (-294.1) + 154.65 + 20941 + 171.3 + 9.9 =
20982.8
9. Baris 2 pada skema VII untuk VI : PR sin r pada kolom (S2) yaitu
penjumlahan semua nilai dalam kolom pada skema VI (S2). Penjumlahan
dilakukan dari kolom atas sampai kolom bawah pada skema VI (S2)
Jadi VI : PR sin r (S2) = (-5155) + 314.1 = -4840.9
10. Baris 2 pada skema VII untuk VI : PR sin r pada kolom (N2) yaitu
penjumlahan semua nilai dalam kolom pada skema VI (N2). Penjumlahan
dilakukan dari kolom atas sampai kolom bawah pada skema VI (N2)
Jadi VI : PR sin r (N2) = 154.65 + 670.1 + (-2855) = -2030.2
11. Baris 2 pada skema VII untuk VI : PR sin r pada kolom (K1) yaitu
penjumlahan semua nilai dalam kolom pada skema VI (K1). Penjumlahan
dilakukan dari kolom atas sampai kolom bawah pada skema VI (K1)
Jadi VI : PR sin r (K1) = 9883 + 84 = 9967
12. Baris 2 pada skema VII untuk VI : PR sin r pada kolom (O1) yaitu
penjumlahan semua nilai dalam kolom pada skema VI (O1). Penjumlahan
dilakukan dari kolom atas sampai kolom bawah pada skema VI (O1)
Jadi VI : PR sin r (O1) = (-790.6) + (-4201) + (-1214.6) = -6206.2
13. Baris 2 pada skema VII untuk VI : PR sin r pada kolom (M4) yaitu
penjumlahan semua nilai dalam kolom pada skema VI (M4). Penjumlahan
dilakukan dari kolom atas sampai kolom bawah pada skema VI (M4)
Jadi VI : PR sin r (M4) = 3.3 + 9 = 12.3
14. Baris 2 pada skema VII untuk VI : PR sin r pada kolom (MS4) yaitu
penjumlahan semua nilai dalam kolom pada skema VI (MS4).
Penjumlahan dilakukan dari kolom atas sampai kolom bawah pada skema
VI (MS4)
Jadi VI : PR sin r (MS4) = (-126) + (-732.9) + 331 + 0.7 = -527.2
15. Baris 3 pada skema VII untuk PR dicari dengan rumus : PR = (PR sin r)
+ (PR cos r). Berikut dibawan ini cara perhitungannya :
a. Untuk PR (SO) yaitu nilai S0 pada skema V, nilai ini langsung di
turunkan saja karena tidak ada perhitungannya.
Jadi PR (SO) = 163153

60
b. Untuk PR (M2) pada skema VII yaitu merupakan perhitungan dari
akar nilai V : PR sin r (M2) pada skema VII dipangkatkan
ditambah VI : PR cos r (M2) pada skema VII dipangkatkan .
Jadi PR (M2) = (9871.9) + (20982.8) = 23189.1
c. Untuk PR (S2) pada skema VII yaitu merupakan perhitungan dari
akar nilai V : PR sin r (S2) pada skema VII dipangkatkan
ditambah VI : PR cos r (S2) pada skema VII dipangkatkan .
Jadi PR (S2) = (-13387.9) + (-4840.9) = 14236.2
d. Untuk PR (N2) pada skema VII yaitu merupakan perhitungan dari
akar nilai V : PR sin r (N2) pada skema VII dipangkatkan
ditambah VI : PR cos r (N2) pada skema VII dipangkatkan .
Jadi PR (N2) = (-259) + (-2030.2) = 2046.7
e. Untuk PR (K1) pada skema VII yaitu merupakan perhitungan dari
akar nilai V : PR sin r (K1) pada skema VII dipangkatkan
ditambah VI : PR cos r (K1) pada skema VII dipangkatkan .
Jadi PR (K1) = (-3970.4) + (9967) = 10728.7
f. Untuk PR (O1) pada skema VII yaitu merupakan perhitungan dari
akar nilai V : PR sin r (O1) pada skema VII dipangkatkan
ditambah VI : PR cos r (O1) pada skema VII dipangkatkan .
Jadi PR (O1) = (5081.5) + (-6206.2) = 8021.1
g. Untuk PR (M4) pada skema VII yaitu merupakan perhitungan dari
akar nilai V : PR sin r (M4) pada skema VII dipangkatkan
ditambah VI : PR cos r (M4) pada skema VII dipangkatkan .
Jadi PR (M4) = (-176) + (12.3) = 176.4
h. Untuk PR (MS4) pada skema VII yaitu merupakan perhitungan
dari akar nilai V : PR sin r (MS4) pada skema VII dipangkatkan
ditambah VI : PR cos r (MS4) pada skema VII dipangkatkan .
Jadi PR (MS4) = (4.1) + (-527.2) = 527.3
16. Baris 4 pada skema VII untuk P didapat dari nilai konstanta pengali pada
tabel 3 yang telah ditetapkan nilainya.
17. Baris 5 pada skema VII untuk f didapat dengan menggunakan perhitungan
sebagai berikut :
a. Dapatkan nilai : i, D, (Y-1900), (D+i), S, h, P, N terlebih dahulu.
Dibawah ini akan dijelaskan cara perhitungan dan persamaannya :
61
1) i = (Y-1901) / 4 (tahun pengamatan) dikurang (tahun
kabisat) dibagi 4.
Jadi i = (2014-1901) / 4 = 28
2) D = 304 (hari non kabisat pada bulan November) + 18 (hari
pertengahan dari pengamatan pasang surut pada bulan
November 2014).
Jadi D = 3014 + 18 = 322
3) (Y-1900) = (tahun pengamatan) dikurang (bukan tahun
kabisat).
Jadi (Y-1900) = 2014 1900 = 114
4) (D + i) = 322 + 28 = 350
5) S = 277,025 + 129,38481 (Y-1900) + 13,17640 (D+i).
Jadi S = 277,025 + (129,38481 x 114) + (13,17640 x 350) =
19638, 633
6) h = 280,190 0,23872 (Y-1900) + 0.98565 (D+i)
Jadi h = 280,190 (0,23872 x 144) + (0.98565 x 350) =
597,953
7) P = 344,385 + 40,66249 (Y-1900) + 0.11140 (D+i).
Jadi P = 344,385 + (40,66249 x 114) + (0.11140 x 350) =
5008,898
8) N = 259,157 19,32818 (Y-1900) 0.05295 (D+i).
Jadi N = 259,157 (19,32818 x 114) (0,05295 x 350) = -
34,257
b. Setelah tahapan diatas selesai, maka pencarian nilai f untuk M2,
K2, O1, K1, S2, P1, N2, M4, dan MS4 pada skema VII dapat
dilakukan denggan menggunakan persamaan yang telah ditentukan
sebagai berikut :
1) Nilai f :
a) fM2 = 1,0004 0,0373 cos N + 0,0002 cos 2N
Jadi fM2 = 1,0004 (0,0373 x cos -34,257) +
((0,0002 x cos (2 x -34,257)) = 1,0362
b) fK2 = 1,0241 + 0,2863 cos N + 0,0083 cos 2N
0,0015 cos 3N

62
Jadi fM2 = 1,0241 + (0,2863 cos -34,257) + (0.0083
x cos (2 x -34,257)) (0,0015 x cos (3 x -34,257) =
0,758
c) fO1 = 1,0089 + 0,1871 cos N + -0,0147 cos 2N +
0,0014 cos 3N
Jadi fO1 = 1,0089 + (0,1871 x cos 34,257) + (-
0,0147 x cos (2 x 34,257)) + (0,0014 x cos (3 x
34,257)) = 0,817
d) fK1 = 1,0060 + 0,1150 cos N 0,0088 cos 2N +
0,0006 cos 3N
Jadi fK1 = 1,0060 + (0,1150 x (cos 34,257)
(0,0088 x cos (2 x 34,257) + (0,0006 cos (3 x
34,257) = 0,888
e) fS2 = 1,0 (tetap)
f) fP1 = 1,0 (tetap)
g) fN2 = fM2 = 1,0362
h) fM4 = (fM2) = 1,0362 = 1.073
i) fMS4 = fM2 = 1,0362
18. Baris 6 pada skema VII untuk (1+W) dapat dilihat pada skema VIII,
karena pengisiannya merupakan hasil dari perhitungan pada skema VIII.
19. Baris 7 untuk V diperoleh dari persamaan berikut ini :
a. Nilai V
1) VM2 = -2s + 2h
Jadi VM2 = (-2 x 19638, 633) + (2 x 597,953) = -
38081,360
Karena nilainya negatif (-), diusahakan agar nilainya positif
(+) dengan cara menambahkan jumlah nilai VM2 dengan
kelipatan 360. Disini nilai kelipatan yang digunakan adalah
106 x 360 = 38160.
Jadi nilai VM2 = -38081,360 + 38160 = 78,640
2) VK1 = h + 90
Jadi VK1 = 597,953 + 90 = 687,953
Karena nilainya terlalu besar, diusahakan agar nilainya
menjadi lebih kecil dengan cara mengurangi jumlah nilai
63
VM2 dengan kelipatan 360. Disini nilai kelipatan yang
digunakan adalah 1 x 360 = 360.
Jadi nilai VK1 = 687,953 360 = 327,953
3) VO1 = -2s + h + 270
Jadi VO1 = (-2 x 19638, 633) + 597,953 + 270 = -
38409,313
Karena nilainya negatif (-), diusahakan agar nilainya positif
(+) dengan cara menambahkan jumlah nilai VO1 dengan
kelipatan 360. Disini nilai kelipatan yang digunakan adalah
107 x 360 = 38520.
Jadi nilai VO2 = -38409,313 + 38520 = 110,687
4) VN2 = -3s + 2h + p
Jadi VN2 = (-3 x 19638, 633) + (2 x 597,953) + 5008,898 =
-52711,094
Karena nilainya negatif (-), diusahakan agar nilainya positif
(+) dengan cara menambahkan jumlah nilai VN2 dengan
kelipatan 360. Disini nilai kelipatan yang digunakan adalah
147 x 360 = 52920.
Jadi nilai VN2 = -52711,094 + 52920 = 208,906
5) VK2 = 2h
Jadi VK2 = 2 x 597,953 = 1195,907
Karena nilainya terlalu besar, diusahakan agar nilainya
menjadi lebih kecil dengan cara mengurangi jumlah nilai
VK2 dengan kelipatan 360. Disini nilai kelipatan yang
digunakan adalah 3 x 360 = 1080.
Jadi nilai VK2 = 1195,907 1080 = 115,907
6) VP1 = -h + 270
Jadi VP1 = -597,953 + 270 = -327,953
Karena nilainya negatif (-), diusahakan agar nilainya positif
(+) dengan cara menambahkan jumlah nilai VP1 dengan
kelipatan 360. Disini nilai kelipatan yang digunakan adalah
1 x 360 = 360.
Jadi nilai VN2 = -327,953 + 360 = 32,047

64
7) VM4 = 2(VM2)
Jadi VM4 = 2 x -38081,360 = -76162,720
Karena nilainya negatif (-), diusahakan agar nilainya positif
(+) dengan cara menambahkan jumlah nilai VM4 dengan
kelipatan 360. Disini nilai kelipatan yang digunakan adalah
212 x 360 = 76320
Jadi nilai VN2 = -76162,720 + 76320 = 157,280
8) VMS4 = VM2 = 78,640
9) VS2 = 0 (tetap)

20. Baris 8 pada skema VII untuk u diperoleh dari persamaan berikut ini :
a. Nilai u :
1) uM2 = -2,14 sin N
Jadi uM2 = -2,14 x sin -34,257 = 0,633
2) uK2 = -17,74 sin N + 0,68 sin 2N 0,04 sin 3N
Jadi uK2 = -17,74 x sin -34,257 + (0,68 x sin (2 x -34,257))
(0,04 x sin (3 x -34,257)) = 5,665
3) uK1 = -8,86 sin N + 0,68 sin 2N 0,07 sin 3N
Jadi uK1 = -8,86 x sin -34,257 + (0,68 x sin (2 x -34,257))
(0,07 x sin (3 x -34,257)) = 3,061
4) uO1 = 10,80 sin N 1,34 sin 2N + 0,19 sin 3N
Jadi uO1 = 10,80 x sin -34,257 (1,34 x sin (2 x -34,257))
+ (0,19 x sin (3 x -34,257)) = -4,102
5) uS2 = 0 (tetap)
6) uP1 = 0 (tetap)
7) uM4 = 2(uM2)
Jadi uM4 = 2 x 0,633 = 1,266
8) uMS4 = uM2 = 0,633
9) uN2 = uM2 = 0,633
21. Baris 9 pada skema VII untuk w dapat dilihat pada skema VIII, karena
pengisiannya merupakan hasil dari perhitungan pada skema VIII.
22. Baris 10 pada skema VII untuk p didapat dari nilai konstanta pengali pada
tabel 3 yang telah ditetapkan nilainya.

65
23. Baris 11 pada skema VII untuk r ditentukan dari perhitungan tangen r =
PR sin r / PR cos r. Berikut dibawah ini cara perhitungan untuk
menentukan nilai tangen r pada skema VII :
a. tangen r (S0) pada skema VII = tidak ada
b. tangen r (M2) pada skema VII yaitu tangen r = PR sin r pada skema
VII dibagi dengan PR cos r pada skema VII, jadi tangen r =
28982,88 / 9871,81 = 2,126. Setelah itu nilai hasil pembagian
tersebut dicari pendekatan tangen r-nya untuk menentukan nilai r
pada tabel 4 yang telah ditetapkan. Penentuan nilai r pada tabel 4
dilihat dari masing-masing tanda positif (+) atau negatif (-) yang
terdapat pada nilai PR cos r dan PR sin r pada skema VII tersebut.
Dari hasil perhitungan r untuk M2 ini didapat nilai r = 65.
c. tangen r (S2) pada skema VII yaitu tangen r = PR sin r pada skema
VII dibagi dengan PR cos r pada skema VII, jadi tangen r = -
13387,87 / -4840.89 = 0.3616. Setelah itu nilai hasil pembagian
tersebut dicari pendekatan tangen r-nya untuk menentukan nilai r
pada tabel 4 yang telah ditetapkan. Penentuan nilai r pada tabel 4
dilihat dari masing-masing tanda positif (+) atau negatif (-) yang
terdapat pada nilai PR cos r dan PR sin r pada skema VII tersebut.
Dari hasil perhitungan r untuk S2 ini didapat nilai r = 200.
d. tangen r (N2) pada skema VII yaitu tangen r = PR sin r pada skema
VII dibagi dengan PR cos r pada skema VII, jadi tangen r = -
258,97 / -2030,24 = 7,8397. Setelah itu nilai hasil pembagian
tersebut dicari pendekatan tangen r-nya untuk menentukan nilai r
pada tabel 4 yang telah ditetapkan. Penentuan nilai r pada tabel 4
dilihat dari masing-masing tanda positif (+) atau negatif (-) yang
terdapat pada nilai PR cos r dan PR sin r pada skema VII tersebut.
Dari hasil perhitungan r untuk N2 ini didapat nilai r = 262,5.
e. tangen r (K1) pada skema VII yaitu tangen r = PR sin r pada skema
VII dibagi dengan PR cos r pada skema VII, jadi tangen r = -
3970,44 / 9967,02 = -2,5103. Setelah itu nilai hasil pembagian
tersebut dicari pendekatan tangen r-nya untuk menentukan nilai r
pada tabel 4 yang telah ditetapkan. Penentuan nilai r pada tabel 4
dilihat dari masing-masing tanda positif (+) atau negatif (-) yang
66
terdapat pada nilai PR cos r dan PR sin r pada skema VII tersebut.
Dari hasil perhitungan r untuk K1 ini didapat nilai r = 111,5.
f. tangen r (O1) pada skema VII yaitu tangen r = PR sin r pada skema
VII dibagi dengan PR cos r pada skema VII, jadi tangen r = -
5360,64 / -6206,22 = -1,1577. Setelah itu nilai hasil pembagian
tersebut dicari pendekatan tangen r-nya untuk menentukan nilai r
pada tabel 4 yang telah ditetapkan. Penentuan nilai r pada tabel 4
dilihat dari masing-masing tanda positif (+) atau negatif (-) yang
terdapat pada nilai PR cos r dan PR sin r pada skema VII tersebut.
Dari hasil perhitungan r untuk O1 ini didapat nilai r = 311.
g. tangen r (M4) pada skema VII yaitu tangen r = PR sin r pada skema
VII dibagi dengan PR cos r pada skema VII, jadi tangen r = -176 /
12,31 = -0.0699. Setelah itu nilai hasil pembagian tersebut dicari
pendekatan tangen r-nya untuk menentukan nilai r pada tabel 4
yang telah ditetapkan. Penentuan nilai r pada tabel 4 dilihat dari
masing-masing tanda positif (+) atau negatif (-) yang terdapat pada
nilai PR cos r dan PR sin r pada skema VII tersebut. Dari hasil
perhitungan r untuk M4 ini didapat nilai r = 176.
h. tangen r (MS4) pada skema VII yaitu tangen r = PR sin r pada
skema VII dibagi dengan PR cos r pada skema VII, jadi tangen r =
4,06 / -527,25 = -129,7036. Setelah itu nilai hasil pembagian
tersebut dicari pendekatan tangen r-nya untuk menentukan nilai r
pada tabel 4 yang telah ditetapkan. Penentuan nilai r pada tabel 4
dilihat dari masing-masing tanda positif (+) atau negatif (-) yang
terdapat pada nilai PR cos r dan PR sin r pada skema VII tersebut.
Dari hasil perhitungan r untuk MS4 ini didapat nilai r = 270.
24. Baris 12 pada skema VII untuk jumlah g ditentukan dari perhitungan g = V
+ u + w + p + r. Berikut cara perhitungannya setelah dilakukannya
perhitungan w pada skema VIII.
a. Jumlah g (M2) = 78,6 + 0,6 + 0 + 333 + 65 = 477,3
b. Jumlah g (S2) = 0 + 0 + 12,5 + 345 + 200 = 557,5
c. Jumlah g (N2) = 208,9 + 0,6 + 0,4 + 327 + 262,5 = 799,5
d. Jumlah g (K1) = 328 + 3,1 + 15,7 + 173 + 111,5 = 631,3
e. Jumlah g (O1) = 110,7 + (-4,1) + 0 + 160 + 311 = 577,6
67
f. Jumlah g (M4) = 157,3 + 1,3 + 0 + 307 + 176 = 641,5
g. Jumlah g (MS4) = 78,6 + 0,6 + 12,5 + 318 + 270 = 679,8
25. Baris 13 pada skema VII untuk (n x 360) ditentukan dari kelipatan 360, hal
ini dimaksudkan untuk mengurangi nilai pada jumlah g yang nilainya lebih
dari angka 360 dan menambah nilai pada jumlah g yang nilainya negatif,
namun tetap tidak lebih dari angka 360.
26. Baris 14 pada skema VII untuk g ditentukan dari hasil pengurangan dari
jumlah g dan (n x 360) pada skema VII.
a. g (M2) = 477,3 (1 x 360) = 117,3
b. g (S2) = 557,5 (1 x 360) = 197,5
c. g (N2) = 799,5 (2 x 360) = 79,5
d. g (K1) = 631,3 (1 x 360) = 271,3
e. g (O1) = 577,6 (1 x 360) = 217,6
f. g (M4) = 641,5 (1 x 360) = 281,5
g. g (MS4) = 679,8 (1 x 360) = 319,8
27. Baris 15 pada skema VII untuk A = PR / (P x f x (1+ W)) yaitu hasil dari
perhitungan dari PR / (P x f x (1 + W)). Berikut cara perhitungannya
setelah dilakukannya perhitungan (1 + W) pada skema VIII.
a. A (S0) = 163153 / 696 = 234,42
b. A (M2) = 23189,1 / (599 x 1 x 1) = 40
c. A (S2) = 14236,2 / (448 x 1 x 1) = 33,3
d. A (N2) = 2046,7 / (566 x 1 x 0,8) = 4,3
e. A (K1) = 10728,7 / (439 x 0,9 x 1,2 ) = 22,5
f. A (O1) = 8021,1 / (565 x 0,8 x 1) = 17,4
g. A (M4) = 176,4 / (507 x 1,1 x 1) = 0,3
h. A (MS4) = 572,2 / (535 x 1 x 1) = 1

3.2.7 Penyusun Skema VIII

Untuk mengisi kolom dan baris pada skema VIII yaitu merupakan perhitungan
dari nilai V dan nilai u pada skema VII dibantu dengan konstanta pengali pada tabel 5
dan data hasil perhitungan f, V, u dan r. Dibawah ini konstanta pengali pada tabel 5
tersebut :

68
Tabel 3.6 Konstanta Pengali untuk Menyusun Skema VIII (Tabel 5)

KONSTANTA PENGALI UNTUK SKEMA VII (TABEL 5)


S2, MS4, 2MS6 K1, MK3 N2, MN4, 2MN6
Angle w/f W/f wf Wf w 1+W Angle
o o o
0 0.7 -0.214 0.0 0.331 0.0 1.184 0
10 -6.6 -0.192 -2.5 0.327 1.6 1.182 10
20 -12.3 -0.131 -4.9 0.316 3.1 1.174 20
30 -15.5 -0.046 -7.3 0.297 4.6 1.163 30
40 -16.5 0.047 -9.6 0.271 5.9 1.147 40

50 -15.6 0.134 -11.8 0.239 7.2 1.127 50


60 -13.4 0.207 -13.8 0.201 8.3 1.104 60
70 -10.3 0.258 -15.6 0.157 9.2 1.077 70
80 -6.6 0.284 -17.1 0.107 9.9 1.048 80
90 -2.6 0.284 -18.3 0.053 10.4 1.017 90

100 1.6 0.256 -19.1 -0.003 10.6 0.984 100


110 5.6 0.204 -19.3 -0.060 10.4 0.953 110
120 9.2 0.131 -19.0 -0.118 10.0 0.922 120
130 12.0 0.041 -17.8 -0.173 9.1 0.893 130
140 13.7 -0.058 -15.9 -0.224 7.8 0.807 140

150 13.6 -0.157 -13.1 -0.268 6.2 0.846 150


160 11.2 -0.245 -9.3 -0.302 4.3 0.830 160
170 6.0 -0.307 -4.9 -0.323 2.2 0.819 170
180 -0.9 -0.330 0.0 -0.331 0.0 0.816 180
190 -7.8 -0.308 4.9 -0.323 -0.2 0.819 190

200 -12.6 -0.247 9.3 -0.302 -4.3 0.830 200


210 -14.9 -0.163 13.1 -0.268 -6.2 0.846 210
220 -14.8 -0.067 15.9 -0.224 -7.8 0.867 220
230 -13.0 0.029 17.8 -0.173 -9.1 0.893 230
240 -9.8 0.115 19.0 -0.118 -10.0 0.922 240

250 -6.0 0.186 19.3 -0.060 -10.4 0.953 250


260 -1.8 0.236 19.1 -0.003 -10.6 0.984 260
270 2.6 0.263 18.3 0.053 -10.4 1.017 270
280 6.9 0.265 17.1 0.107 -9.9 1.048 280
290 10.8 0.241 15.6 0.157 -9.2 1.077 290

300 14.1 0.192 13.8 0.201 -8.3 1.104 300


310 16.5 0.124 11.8 0.239 -7.2 1.127 310
320 17.5 0.039 9.6 0.271 -5.9 1.147 320
330 16.8 -0.051 7.3 0.297 -4.6 1.163 330
340 13.7 -0.133 4.9 0.316 -3.1 1.174 340

350 8.0 -0.193 2.5 0.327 -0.6 1.182 350


360 0.7 -0.214 0.0 0.331 0.0 1.184 360
Angle is (V+u) Angle is (2V+u) Angle is (3V for M2)
for K1 for K1 minus (2V for N2)
f is f (K2) f is f (K1) (2V for N2)

Untuk data hasil perhitungan f, V, u dan r bisa didapat dari cara perhitungan
pada tahap penyusun skema VII. Dalam pelaksanaan perhitungannya, skema VIII
dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok perhitungan, yaitu :
1. Menghitung (1 + W) dan w untuk S2 dan MS4 pada baris 6 dan 9 di skema
VII.
2. Menghitung (1 + W) dan w untuk K1 pada baris 6 dan 9 di skema VII.
3. Menghitung w dan (1 + W) untuk N2 pada baris 6 dan 9 di skema VII.

69
Berikut cara perhitungan penyusun skema VIII :
1. Menghitung (1 + W) dan w untuk S2 dan MS4 pada baris 6 dan 9 di skema
VII :
a. Baris 1 adalah harga V (K1) pada skema VII.
Jadi V (K1) = 328
b. Baris 2 adalah harga u (K1) pada skema VII.
Jadi u (K1) = 3,1
c. Baris 3 adalah nilai penjumlahan atara harga V dan harga u.
Jadi V + u = 328 + 3,1 = 331,1
d. Baris 4 adalah nilai w/f (S2) diperoleh dengan cara interpolasi
menggunakan konstanta pada tabel 5. Berikut cara perhitungannya:
1) w/f (S2) = (konstanta W/f di sudut 330 pada konstanta
pengali tabel 5) ditambah ((jumlah V + u) dikurang (sudut
330 pada konstanta pengali tabel 5)) dibagi (10) dikali
((konstanta W/f di sudut 340 pada konstanta pengali tabel
5) dikurang (konstanta W/f di sudut 330 pada konstanta
pengali tabel 5)).
Jadi W/f (S2) = -0.051 + (331,014 330) / 10 x (-0.133
(-0.051)) = -0,059
e. Baris 5 adalah nilai W/f (S2) diperoleh dengan cara interpolasi
menggunakan konstanta pada tabel 5. Berikut cara perhitungannya:
1) W/f (S2) = (konstanta W/f di sudut 330 pada konstanta
pengali tabel 5) ditambah ((jumlah V + u) dikurang (sudut
330 pada konstanta pengali tabel 5)) dibagi (10) dikali
((konstanta W/f di sudut 340 pada konstanta pengali tabel
5) dikurang (konstanta W/f di sudut 330 pada konstanta
pengali tabel 5)).
Jadi W/f (S2) = -0.051 + (331,014 330) / 10 x (-0.133
(-0.051)) = -0,059
f. Baris 6 adalah harga f (K2) yang telah dihitung.
Jadi f (K2) = 0,8
g. Baris 7 adalah harga w untuk skema VII pada baris 9 (S2). Berikut
cara perhitungannya :

70
1) w (S2) dan w (MS4) = (nilai w/f yang telah dihitung) dikali
(nilai f (K2))
Jadi w (S2) dan w (MS4) = 16,485 x 0.8 = 12.5
h. Baris 8 adalah harga W. Berikut cara perhitungannya :
1) W = (nilai W/f yang telah dihitung) dikali (nilai f untuk K2)
Jadi W = -0,059 x 0.8 = 0,0
i. Baris 9 adalah harga (1 + W) untuk skema VII pada baris 9 (S2).
Berikut cara perhitungannya :
1) (1 + W) (S2) = 1 + (harga W pada baris 8)
Jadi (1 + W) (S2) = 1 + 0,0 = 1
2. Menghitung (1 + W) dan w untuk K1 pada baris 6 dan 9 di skema VII :
a. Baris 1 adalah harga 2V (K1) pada skema VII.
Jadi 2V (K1) = 2 x 328,0 = 655,9
b. Baris 2 adalah harga u (K1) pada skema VII.
Jadi u (K1) = 3,1
c. Baris 3 adalah nilai penjumlahan atara harga 2V dan harga u.
Jadi 2V + u = 655,9 + 3,1 = 659
Karena nilainya terlalu besar, diusahakan agar nilainya menjadi
lebih kecil dengan cara mengurangi jumlah nilai 2V + u tersebut
dengan kelipatan 360. Disini nilai kelipatan yang digunakan adalah
1 x 360 = 360. Jadi nilai 2V + u = 659 360 = 299
d. Baris 4 adalah nilai w/f (K1) diperoleh dengan cara interpolasi
menggunakan konstanta pada tabel 5. Berikut cara perhitungannya:
1) w/f (K1) = (konstanta w/f di sudut 290 pada konstanta
pengali tabel 5) ditambah ((jumlah 2V + u) dikurang (sudut
290 pada konstanta pengali tabel 5)) dibagi (10) dikali
((konstanta w/f di sudut 300 pada konstanta pengali tabel 5)
dikurang (konstanta w/f di sudut 290 pada konstanta
pengali tabel 5)).
Jadi w/f (K1) = 15,6 + (299,0 290) / 10 x (13,8 15,6) =
13,985.
e. Baris 5 adalah nilai W/f (K1) diperoleh dengan cara interpolasi
menggunakan konstana pada tabel 5. Berikut cara perhitungannya :

71
1) W/f (K1) = (konstanta W/f di sudut 290 pada konstanta
pengali tabel 5) ditambah ((jumlah 2V + u) dikurang (sudut
290 pada konstanta pengali tabel 5)) dibagi (10) dikali
((konstanta W/f di sudut 300 pada konstanta pengali tabel
5) dikurang (konstanta W/f di sudut 290 pada konstanta
pengali tabel 5)).
Jadi W/f (K1) = 0.157 + (299,0 290) / 10 x (0.201
0,157) = 0,196.
f. Baris 6 adalah harga f (K1) yang telah dihitung pada skema VII.
Jadi f (K1) = 0,9
g. Baris 7 adalah harga w untuk skema VII pada baris 9 (K1). Berikut
cara perhitungannya :
1) w (K1) = (nilai w/f yang telah dihitung) dikali (nilai f (K1))
Jadi w (K1) = 13,985 x 0.9 = 15,7
h. Baris 8 adalah harga W. Berikut cara perhitungannya :
1) W = (nilai W/f yang telah dihitung) dikali (nilai f untuk K1)
Jadi W = 0,196 x 0.9 = 0,2
i. Baris 9 adalah harga (1 + W) untuk skema VII pada baris 9 (K1).
Berikut cara perhitungannya :
1) (1 + W) (K1) = 1 + (harga W pada baris 8)
Jadi (1 + W) (K1) = 1 + 0,2 = 1,2
3. Menghitung w dan (1 + W) untuk N2 pada baris 6 dan 9 di skema VII.
a. Baris 1 adalah harga 3V (M2) pada skema VII.
Jadi 3V (M2) = 3 x 78,6 = 235,9
b. Baris 2 adalah harga 2V (N2) pada skema VII.
Jadi 2V (N2) = 2 x 208,9 = 417,8
c. Baris 3 adalah selisih antara 3V dan 2V.
Jadi 3V 2V = 235,9 417,8 = -181,9
Karena nilainya negatif (-), diusahakan agar nilainya positif (+)
dengan cara menambahkan jumlah nilai 3V 2V dengan kelipatan
360. Disini nilai kelipatan yang digunakan adalah 1 x 360 = 360.
Jadi 3V 2V = -181,9 + 360 = 178,1
d. Baris 4 adalah nilai w (N2) diperoleh dari cara interpolasi
menggunakan konstanta pada tabel 5. Berikut cara perhitungannya:
72
1) w (N2) = (konstanta w di sudut 170 pada konstanta pengali
tabel 5) ditambah ((selisih 3V 2V) dikurang (sudut 170
pada konstanta pengali tabel 5) dibagi (10) dikali
((konstanta w di sudut 180 pada konstanta pengali tabel 5)
dikurang (konstanta w di sudut 170 pada konstanta pengali
tabel 5)).
Jadi w (N2) = 2,2 + (178,1 170) / 10 x (0 2,2) = 0,415
e. Baris 5 adalah nilai (1+ W) (N2) diperoleh dari cara interpolasi
menggunakan konstanta pada tabel 5. Berikut cara perhitungannya:
1) (1 + W) (N2) = (konstanta (1 + W) di sudut 170 pada
konstanta pengali tabel 5) ditambah ((selisih 3V 2V)
dikurang (sudut 170 pada konstanta pengali tabel 5) dibagi
(10) dikali ((konstanta (1 + W) di sudut 180 pada konstanta
pengali tabel 5) dikurang (konstanta (1 + W) di sudut 170
pada konstanta pengali tabel 5)).
Jadi (1 + W) (N2) = 0,819 + (178,1 170) / 10 x (0,816
0,819) = 0,816

3.2.8 Penyusun Hasil Akhir

Pada tahap ini berisikan hasil akhir dari perhitungan metode Admiralty yaitu
berupa nilai konstanta harmonik utama pasang surut, namun sebelum itu penulis harus
menghitung terlebih dahulu nilai untuk K2 dan P1 yang terdapat pada tabel hasil
terakhir. Berikut cara perhitungannya nya dibawah ini :
1. Untuk A (K2) yaitu nilai A (S2) dikali 0,27
Jadi A (K2) = 33,3 x 0,27 = 8,98
2. Untuk g (K2) yaitu nilai g (S2)
Jadi g (K2) = 197,50
3. Untuk A (P1) = yaitu nilai A (K1) dikali 0,33
Jadi A (P1) = 22,5 x 0,33 = 7,43
4. Untuk g (P1) yaitu nilai g (K1)
Jadi g (P1) = 271,26

73
3.2.9 Penentuan Jenis Pasang Surut

Pada tahap ini akan ditentukan jenis pasang surut pada lokasi studi kasus
berdasarkan hasil perhitungan konstanta harmonik metode Admiralty. Penentuan
pasang surut tersebut didasarkan pada tabel yang telah ditetapkan dibawah ini :

Tabel 3.7 Analisa Jenis Pasang Surut

0 < 0,25 = Harian Ganda Beraturan (Semi Diurnal)


0,25 < 1,50 = Campuran Condong ke Harian Ganda (Mixed Semi Diurnal)
1,50 < 3,00 = Campuran Condong ke Harian Tunggal (Mixed Diurnal)
3,00 < ~ = Harian Tunggal Beraturan (Diurnal)

Berikut analisa penentuan jenis pasang surut dapat dihitung dengan rumus
bilangan Formzahl dibawah ini :

1. F = (AK1 + AO1) / (AM2 + AS2) =


Jadi, F = (23 + 17) / (40 + 33) = 0,544

Berdasarkan dari perhitungan analisa jenis pasang surut diatas, maka


didapatkan hasil jenis pasang surut untuk daerah Dermaga Belangbelang Mamuju
Sulawesi Barat adalah Campuran Condong ke Harian Ganda (Mixed Semi Diurnal).

3.2.10 Penentuan Sketsa Kedudukan Benchmark (BM) Pasang Surut

Pada tahap ini akan ditentukan sketsa kedudukan BM pasang surut terhadap
muka air pada lokasi studi kasus berdasarkan hasil perhitungan konstanta harmonik
metode Admiralty. Penentuan sketsa kedudukan BM tersebut didasarkan pada hasil
perhitungan komponen-komponen dibawah ini :

1. MSL (mean sea level) atau DT (duduk tengah)


MSL = AS0 = 234
2. LLWL (lower low water level)
LLWL = AS0 (AM2 + AS2 + AN2 + AK1 + AO1 + AM4 + AMS4 +
AK2 + AP1) =
Jadi LLWL = 234 (40 + 33 + 4 + 23 + 17 + 0 + 1 + 9 + 7) = 99
3. HHWL (high higher water level)
HHWL = AS0 + AM2 + AS2 + AN2 + AK1 + AO1 + AM4 + AMS4 +
Jadi HHWL = 234 + 40 + 33 + 4 + 23 + 17 + 0 + 1 + 9 + 7 = 370
74
4. Z0 (muka surutan)
Z0 = HHWL LLWL
Jadi Z0 = 370 99 = 135

3.2.11 Penentuan Grafik Pasang Surut

Pada tahap ini akan ditentukan bentuk grafik pasang surut air laut pada lokasi
studi kasus di Dermaga Belangbelang - Mamuju Sulawesi Barat. Penentuan grafik
pasang surut air laut ini dibentuk dengan menggunakan data asli dari pengamatan
pasang surut air luat per setiap jamnya selama 29 piantan menggunakan sistem grafik
pada software Microsoft Excel. Adapaun data yang digunakan, yaitu :

1. Data pasang surut air laut selama 29 piantan.


2. Data S0 atau MSL (mean sea level) hasil perhitungan metode Admiralty.
3. Data tanggal pengamatan.

75
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam BAB ini akan diterangkan mengenai hasil dari suatu pekerjaan
Perhitungan data pasang surut metode Admiralty yang dilakukan selama pelaksanaan
Kerja Praktek. Maksud dari pembahasan ini merupakan evaluasi dari hasil pekerjaan.
Sedangkan tujuannya adalah untuk menentukan konstanta harmonik pasang surut air
laut diwilayah Dermaga Belangbelang Mamuju Sulawesi Barat. Yang posisinya
terletak pada koordinat 02 40 30.0 S ; 118 52 03.7 T, dan waktu pengamatannya
berdasarkan waktu standar GMT+8 (Greenwich Mean Time) atau dalam waktu lokal
WITA (waktu Indonesia bagian tengah), serta tanggal pengamatannya dimulai dari
tanggal 4 November 2014 sampai dengan tanggal 2 Desember 2014.

4.1 Hasil Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan oleh Dinas Hidro-Oseanografi (DISHIDROS)


TNI AL, seluruh data pasang surut ini merupakan hasil dari pengamatan palem atau
rambu pasang surut di lokasi studi kasus yang sudah dilakukan instalasi sebelumnya,
Data-data tersebut telah tersedia sehingga dalam pekerjaan perhitungan menggunakan
metode Admiralty ini penulis tidak melakukan pengambilan data langsung di
lapangan. Berikut data hasil pengamatan tersebut :

76
Tabel 4.1 Data Pengamatan Pasang Surut 29 Piantan
WAKTU 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
TANGGAL
11/4/2014 210 230 251 268 276 272 252 227 203 182 175 185 204 237 270 286 292 284 265 240 216 199 194 199
11/5/2014 211 231 252 268 278 271 253 228 204 183 176 187 205 237 271 297 312 312 292 261 226 198 179 176
11/6/2014 175 205 232 259 275 280 263 236 206 178 165 168 187 221 262 299 323 331 319 286 247 208 180 168
11/7/2014 169 183 209 240 266 280 276 254 220 191 165 158 172 200 240 282 320 335 331 318 286 246 208 180
11/8/2014 167 169 183 209 240 264 280 276 252 220 174 154 153 173 207 249 292 328 344 341 311 269 225 187
11/9/2014 164 161 173 198 227 256 273 270 249 218 185 158 149 152 190 234 275 314 340 347 328 290 246 203
11/10/2014 174 162 170 187 213 242 264 270 259 231 197 169 154 157 182 214 256 296 324 342 335 307 267 225
11/11/2014 192 172 173 188 206 232 252 263 261 243 215 187 165 158 170 202 236 277 304 326 331 309 278 241
11/12/2014 208 188 183 190 206 228 245 255 258 245 223 198 176 169 175 195 227 257 285 306 319 307 283 253
11/13/2014 222 202 197 201 207 225 238 248 253 248 230 210 192 181 186 196 219 247 271 294 302 300 285 265
11/14/2014 241 221 210 206 215 223 235 244 246 243 235 220 210 200 200 207 221 239 257 271 282 284 278 266
11/15/2014 250 234 222 214 213 220 227 232 237 237 232 227 222 217 214 217 223 232 240 249 260 265 266 258
11/16/2014 252 240 231 224 218 217 220 224 225 227 230 234 236 238 239 239 236 234 235 238 242 245 249 250
11/17/2014 251 248 245 241 234 227 219 215 214 216 219 224 231 242 248 252 251 248 242 234 229 225 226 231
11/18/2014 237 244 249 250 243 235 223 212 204 202 206 210 223 242 257 268 270 264 251 235 220 212 206 208
11/19/2014 220 231 245 253 254 246 231 209 198 190 191 201 220 241 264 280 288 286 269 245 219 200 191 192
11/20/2014 200 217 237 253 260 259 245 221 200 184 179 186 206 234 265 292 306 306 289 263 233 203 182 175
11/21/2014 169 183 207 234 258 274 264 244 215 193 177 172 190 219 256 293 318 326 313 287 252 215 188 170
11/22/2014 169 183 207 234 257 271 264 244 215 193 177 172 181 205 244 285 318 336 336 318 280 236 200 174
11/23/2014 166 171 190 217 245 265 270 256 232 203 182 170 173 192 225 268 310 337 349 330 299 259 217 187
11/24/2014 164 159 177 202 230 254 266 259 238 210 185 168 164 176 205 245 290 324 347 341 318 278 240 203
11/25/2014 179 166 171 190 215 242 258 260 246 222 196 174 164 168 190 224 265 307 334 343 331 302 266 230
11/26/2014 194 178 174 185 208 231 255 263 254 235 212 188 172 167 181 206 243 285 315 335 329 306 273 242
11/27/2014 211 190 179 184 198 217 240 254 252 237 215 196 181 174 180 194 221 255 289 312 321 313 288 258
11/28/2014 230 207 189 185 193 214 229 246 249 245 232 212 198 192 190 197 213 240 266 289 303 301 289 269
11/29/2014 247 224 206 198 198 209 222 236 244 247 242 232 221 212 206 209 213 226 246 265 283 288 285 270
11/30/2014 254 236 222 207 200 204 212 221 231 237 242 243 237 230 225 221 222 225 231 245 254 263 267 264
12/1/2014 253 244 233 222 212 208 206 210 218 225 234 241 249 253 252 247 241 234 230 230 231 237 245 249
12/2/2014 250 248 241 232 222 212 206 201 204 210 220 234 248 260 272 278 276 267 249 234 221 218 218 226
4.2 Hasil Pengolahan Data Metode Admiralty

Proses pengolahan data pasang surut ini menggunakan tabel metode Admiralty
dilakukan dengan perhitungan secara manual dan menggunakan program Microsoft
Excel 2013 sebagai pembantu perhitungan pormula dan tampilan tabelnya. Proses
pengolahan data pasang surut ini melibatkan jumlah data selama 30 hari pengamatan
atau biasa disebut 29 piantan dan konstanta pengali yang telah ditetapkan, selanjutnya
data dan konstanta pengali tersebut akan di analisa dengan perhitungan metode
Admiralty sehinggal menjadi konstanta harmonik pasang surut air laut pada lokasi
studi kasus yang telah dilaksanakan.

Pelaksanaan perhitungan ini membutuhkan tabel Admiralty dengan spesifikasi


dimensi yang cukup besar, karena dalam pelaksanaan perhitungannya memakan
kolom pada tabel metode Admiralty yang relatif sangat banyak, waktu pelaksanaan
perhitungannyapun akan relatif lama karena penulis harus memperhatikan nilai
konstanta pengali yang telah ditetapkan tersebut. Hal ini juga bergantung pada
perangkat komputer berspesifikasi yang mendukung perhitungan.

Dibawah ini merupakan data hasil yang didapat dari komponen pada setiap
skema dalam perhitungan metode Admiralty yang telah dilakukan dengan tampilan
tabel Microsoft Excel :

4.2.1 Hasil Penyusun Skema I

Penyusun skema I yaitu menunjukkan nilai kedudukan air tertinggi dan nilai
bacaan air terendah, dan disusun berdasarkan tanggal pengamatan dan waktu standar
GMT+8 (Greenwich Mean Time) atau dalam waktu lokal WITA (waktu Indonesia
bagian tengah).

78
Tabel 4.2 Penyusun Skema I
WAKTU 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
TANGGAL
11/4/2014 210 230 251 268 276 272 252 227 203 182 175 185 204 237 270 286 292 284 265 240 216 199 194 199
11/5/2014 211 231 252 268 278 271 253 228 204 183 176 187 205 237 271 297 312 312 292 261 226 198 179 176
11/6/2014 175 205 232 259 275 280 263 236 206 178 165 168 187 221 262 299 323 331 319 286 247 208 180 168
11/7/2014 169 183 209 240 266 280 276 254 220 191 165 158 172 200 240 282 320 335 331 318 286 246 208 180
11/8/2014 167 169 183 209 240 264 280 276 252 220 174 154 153 173 207 249 292 328 344 341 311 269 225 187
11/9/2014 164 161 173 198 227 256 273 270 249 218 185 158 149 152 190 234 275 314 340 347 328 290 246 203
11/10/2014 174 162 170 187 213 242 264 270 259 231 197 169 154 157 182 214 256 296 324 342 335 307 267 225
11/11/2014 192 172 173 188 206 232 252 263 261 243 215 187 165 158 170 202 236 277 304 326 331 309 278 241
11/12/2014 208 188 183 190 206 228 245 255 258 245 223 198 176 169 175 195 227 257 285 306 319 307 283 253
11/13/2014 222 202 197 201 207 225 238 248 253 248 230 210 192 181 186 196 219 247 271 294 302 300 285 265
11/14/2014 241 221 210 206 215 223 235 244 246 243 235 220 210 200 200 207 221 239 257 271 282 284 278 266
11/15/2014 250 234 222 214 213 220 227 232 237 237 232 227 222 217 214 217 223 232 240 249 260 265 266 258
11/16/2014 252 240 231 224 218 217 220 224 225 227 230 234 236 238 239 239 236 234 235 238 242 245 249 250
11/17/2014 251 248 245 241 234 227 219 215 214 216 219 224 231 242 248 252 251 248 242 234 229 225 226 231
11/18/2014 237 244 249 250 243 235 223 212 204 202 206 210 223 242 257 268 270 264 251 235 220 212 206 208
11/19/2014 220 231 245 253 254 246 231 209 198 190 191 201 220 241 264 280 288 286 269 245 219 200 191 192
11/20/2014 200 217 237 253 260 259 245 221 200 184 179 186 206 234 265 292 306 306 289 263 233 203 182 175
11/21/2014 169 183 207 234 258 274 264 244 215 193 177 172 190 219 256 293 318 326 313 287 252 215 188 170
11/22/2014 169 183 207 234 257 271 264 244 215 193 177 172 181 205 244 285 318 336 336 318 280 236 200 174
11/23/2014 166 171 190 217 245 265 270 256 232 203 182 170 173 192 225 268 310 337 349 330 299 259 217 187
11/24/2014 164 159 177 202 230 254 266 259 238 210 185 168 164 176 205 245 290 324 347 341 318 278 240 203
11/25/2014 179 166 171 190 215 242 258 260 246 222 196 174 164 168 190 224 265 307 334 343 331 302 266 230
11/26/2014 194 178 174 185 208 231 255 263 254 235 212 188 172 167 181 206 243 285 315 335 329 306 273 242
11/27/2014 211 190 179 184 198 217 240 254 252 237 215 196 181 174 180 194 221 255 289 312 321 313 288 258
11/28/2014 230 207 189 185 193 214 229 246 249 245 232 212 198 192 190 197 213 240 266 289 303 301 289 269
11/29/2014 247 224 206 198 198 209 222 236 244 247 242 232 221 212 206 209 213 226 246 265 283 288 285 270
11/30/2014 254 236 222 207 200 204 212 221 231 237 242 243 237 230 225 221 222 225 231 245 254 263 267 264
12/1/2014 253 244 233 222 212 208 206 210 218 225 234 241 249 253 252 247 241 234 230 230 231 237 245 249
12/2/2014 250 248 241 232 222 212 206 201 204 210 220 234 248 260 272 278 276 267 249 234 221 218 218 226
SKEMA I
4.2.2 Hasil Penyusun Skema II

Setelah data pasang surut telah disusun kedalam skema I, barulah penulis
dapat menyusun skema II dengan cara perkalian antara data pada skema I dengan nilai
konstanta pengali pada tabel 1 yang telah tersedia untuk setiap hari pengamatan.
Namun sesuaikan dengan nilai konstanta pengali pada tabel 1 yang telah ditetapkan.

Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Skema II

X1 Y1 X2 Y2 X4 Y4
+ - + - + - + - + - + -
2797 2820 2886 2731 2536 3081 3080 2537 1871 1875 2805 2812
2865 2843 2966 2742 2506 3202 3145 2563 1907 1899 2871 2837
2839 2834 3031 2642 2349 3324 3049 2624 1891 1891 2839 2834
2813 2916 3118 2611 2321 3408 2896 2833 1901 1914 2858 2871
2758 2909 3079 2588 2281 3386 2634 3033 1877 1900 2856 2811
2667 2933 3068 2532 2289 3311 2493 3107 1857 1880 2796 2804
2649 2948 3059 2538 2395 3202 2407 3190 1848 1885 2793 2804
2629 2952 2997 2584 2503 3078 2371 3210 1850 1877 2767 2814
2623 2956 2952 2627 2608 2971 2402 3177 1850 1872 2767 2812
2648 2971 2938 2681 2718 2901 2475 3144 1870 1883 2786 2833
2700 2954 2915 2739 2808 2846 2593 3061 1891 1878 2817 2837
2717 2891 2863 2745 2844 2764 2678 2930 1876 1866 2804 2804
2782 2841 2881 2742 2871 2752 2804 2819 1878 1872 2820 2803
2779 2833 2859 2753 2806 2806 2918 2694 1873 1870 2818 2794
2781 2790 2856 2715 2696 2875 2982 2589 1851 1862 2797 2774
2799 2765 2895 2669 2586 2978 3028 2536 1865 1849 2792 2772
2824 2771 2954 2641 2468 3127 3035 2560 1866 1867 2810 2785
2867 2750 3027 2590 2339 3278 2927 2690 1878 1865 2799 2818
2834 2865 3113 2586 2341 3358 2890 2809 1903 1894 2846 2853
2818 2895 3146 2567 2335 3378 2759 2954 1917 1893 2853 2860
2730 2913 3131 2512 2329 3314 2590 3053 1890 1873 2814 2829
2674 2969 3124 2519 2428 3215 2481 3162 1888 1876 2810 2833
2661 2970 3054 2577 2522 3109 2424 3207 1882 1870 2817 2814
2599 2960 2986 2573 2622 2937 2384 3175 1847 1860 2783 2776
2643 2935 2947 2631 2754 2824 2448 3130 1858 1859 2788 2790
2710 2919 2924 2705 2880 2749 2569 3060 1873 1881 2812 2817
2746 2847 2884 2709 2920 2673 2683 2910 1870 1860 2798 2795
2810 2794 2898 2706 2915 2689 2848 2756 1870 1865 2809 2795
2876 2771 2967 2680 2845 2802 3006 2641 1892 1876 2834 2813
SKEMA II

4.2.3 Hasil Penyusun Skema III

Setelah perhitungan pada skema II terselesaikan, barulah penulis dapat


melanjutkan perhitungan untuk mengisi tabel pada skema III, dimana nilai pada
skema III ini merupakan penjumlahan dari nilai pada skema II.

80
Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Skema III

X0 X1 Y1 X2 Y2 X4 Y4
+ 2000 2000 2000 2000 2000 2000
5617 1977 2155 1455 2543 1996 1993
5708 2022 2224 1304 2582 2008 2034
5673 2005 2389 1025 2425 2000 2005
5729 1897 2507 913 2063 1987 1987
5667 1849 2491 895 1601 1977 2045
5600 1734 2536 978 1386 1977 1992
5597 1701 2521 1193 1217 1963 1989
5581 1677 2413 1425 1161 1973 1953
5579 1667 2325 1637 1225 1978 1955
5619 1677 2257 1817 1331 1987 1953
5654 1746 2176 1962 1532 2013 1980
5608 1826 2118 2080 1748 2010 2000
5623 1941 2139 2119 1985 2006 2017
5612 1946 2106 2000 2224 2003 2024
5571 1991 2141 1821 2393 1989 2023
5564 2034 2226 1608 2492 2016 2020
5595 2053 2313 1341 2475 1999 2025
5617 2117 2437 1061 2237 2013 1981
5699 1969 2527 983 2081 2009 1993
5713 1923 2579 957 1805 2024 1993
5643 1817 2619 1015 1537 2017 1985
5643 1705 2605 1213 1319 2012 1977
5631 1691 2477 1413 1217 2012 2003
5559 1639 2413 1685 1209 1987 2007
5578 1708 2316 1930 1318 1999 1998
5629 1791 2219 2131 1509 1992 1995
5593 1899 2175 2247 1773 2010 2003
5604 2016 2192 2226 2092 2005 2014
5647 2105 2287 2043 2365 2016 2021
SKEMA III

4.2.4 Hasil Penyusun Skema IV

Setelah perhitungan pada skema III terselesaikan, barulah penulis dapat


melanjutkan perhitungan untuk mengisi tabel pada skema VI. Dimana nilai pada
skema IV ini merupakan penjumlahan dari skema III dan dibantu dengan konstanta
pengali pada tabel 2, nilai konstanta pengali ini ditujukan untuk menentukan posisi
perkalian dari nilai positif dan nilai negatif yang harus diisikan pada skema IV
tersebut.

81
Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Skema IV

X Y X Y
INDEX TANDA
TAMBAHAN JUMLAH
00 + 163153 163153
10 + 54123 67883 -3877 9883
- 58000 58000
12 + 29620 33628 3117 -2627
- 24503 34255
(29) (-) (+) 2000 2000
1b + 21547 26913 -1574 -2456
- 23121 29369
13 + 27879 34969 -365 55
- 26244 32914
(29) (-) (+) 2000 2000
1c + 25984 32998 -164 254
- 26148 32744
20 + 44477 52845 -13523 -5155
- 58000 58000
22 + 25374 32906 4271 10967
- 19103 19939
(29) (-) (+) 2000 2000
2b + 23247 19163 9974 -4738
- 13273 23901
23 + 23299 27287 121 -271
- 21178 25558
(29) (-) (+) 2000 2000
2c + 20036 25790 -2584 1128
- 22620 24662
42 + 30050 30142 122 319
- 27928 27823
(29) (-) (+) 2000 2000
4b + 24002 23949 12 -100
- 23990 24049
44 + 29952 29990 -74 15
- 28026 27975
(29) (-) (+) 2000 2000
4d + 23993 24050 -6 102
- 23999 23948
SKEMA IV

4.2.5 Hasil Penyusun Skema V dan VI

Setelah perhitungan pada skema IV terselesaikan, barulah penulis dapat


melanjutkan perhitungan untuk mengisi tabel pada skema V dan skema VI. Untuk
mengisi tabel pada skema V ini dilakukan perhitungan dengan cara pengurangan dari
nilai X (jumlah) dan Y (jumlah) pada skema IV dan dibantu dengan konstanta pengali
pada tabel 3 yang telah ditetapkan. Begitu pula untuk mengisi tabel pada skema VI

82
dilakukan perhitungan dengan cara penjumlahan dari nilai X (jumlah) dan Y (jumlah)
pada skema IV dan dibantu dengan konstanta pengali pada tabel 3 yang telah
ditetapkan. Konstanta pengali pada tabel 3 tersebut ditujukan untuk mengalikan hasil
dari pengurangan dan penjumlahan pada skema IV, lalu hasil perkalian dengan
konstanta pengali pada tabel 3 tersebut dapat diisikan pada skema V dan skema VI.

Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Skema V dan Skema VI

X00 = 163153 163153


X10 = -3877 -3877 31.0
X12 - Y1b = 5573 390.1 -111.46 5573 111.46
SKEMA V

X13 - Y1c = -619


X20 = -13523 405.7 -13523 405.7
X22 - Y2b = 9009 9009 135.1 342.3 18.0 -522.5 -315.3
X23 - Y2c = -1007 60.42 -1007
X42 - Y4b = 222 6.66 222
X44 - Y4d = -176 -176 -14.1
Y10 = 9883 9883 -790.6
Y12 + X1b = -4201 -294.1 84.0 -4201 -126.0
Y13 + X1c = -109
SKEMA VI

Y20 = -5155 154.65 -5155 154.7


Y22 + X2b = 20941 20941 314.1 670.1 -1214.6 -732.9
Y23 + X2c = -2855 171.3 -2855
Y42 + X4b = 331 9.9 3.3 331
Y44 + X4d = 9 9 0.7
S0 M2 S2 N2 K1 O1 M4 MS4

4.2.6 Hasil Penyusun Skema VII

Setelah perhitungan pada skema V dan skema VI terselesaikan, barulah


penulis dapat melanjutkan perhitungan untuk mengisi tabel pada skema VII. Untuk
mengisi tabel pada skema VII ini dilakukan perhitungan dengan cara penjumlahan
dari skema V dan skema VI, dan dibantu dengan konstanta pengali pada tabel 3 dan
tabel 4 yang telah ditetapkan, serta data hasil perhitungan f, V, u dan r yang telah
dilakukan. Konstanta pada tabel 3 ini berfungsi untuk menentukan nilai konstanta P
dan p, sedangkan konstanta pada tabel 4 ini berfungsi sebagai penentuan nilai r.

83
Tabel 4.7 Data Hasil Perhitungan f, V dan u untuk Menyusun Skema VII

f V u
1.04 78.64 0.63
1.00 0.00 0.00
1.04 208.91 0.63
0.76 115.91 5.67
0.89 327.95 3.06
0.82 110.69 -4.10
1.00 32.05 0.00
1.07 157.28 1.27
1.04 78.64 0.63

Tabel 4.8 Data Nilai r untuk Menyusun Skema VII

S0 M2 S2 N2 K1 O1 M4 MS4
V : PR cos r 9871.880 -13387.865 -258.968 -3970.442 5360.638 -176.000 4.065
VI : PR sin r 20982.810 -4840.885 -2030.238 9967.020 -6206.218 12.310 -527.245
tg r 2.126 0.362 7.840 -2.510 -1.158 -0.070 -129.704
r 65.000 200.000 262.500 111.500 311.000 176.000 270.000
r = DIDAPAT DARI TABEL 4

Tabel 4.9 Hasil Perhitungan Skema VII

S0 M2 S2 N2 K1 O1 M4 MS4
V : PR cos r = 9871.9 -13387.9 -259.0 -3970.4 5081.5 -176.0 4.1
VI : PR sin r = 20982.8 -4840.9 -2030.2 9967.0 -6206.2 12.3 -527.2
PR = 163153 23189.1 14236.2 2046.7 10728.7 8021.1 176.4 527.3
Tabel 3 : P = 696 559 448 566 439 565 507 535
Tabel Nilai : f = 1.0 1.0 1.0 0.9 0.8 1.1 1.0
SKEMA VII

Skema VIII : 1 + W = 1.0 1.0 0.8 1.2 1.0 1.0 1.0


Tabel Nilai : V = 78.6 0.0 208.9 328.0 110.7 157.3 78.6
Tabel Nilai : u = 0.6 0.0 0.6 3.1 -4.1 1.3 0.6
Skema VIII : w = 0.0 12.5 0.4 15.7 0.0 0.0 12.5
Tabel 3 : p = 333 345 327 173 160 307 318
Tabel 4 : r = 65.0 200.0 262.5 111.5 311.0 176.0 270.0
Jumlah =g 477.3 557.5 799.5 631.3 577.6 641.5 679.8
n x 360 = 360 360 720 360 360 360 360
g= 117.3 197.5 79.5 271.3 217.6 281.5 319.8
A = PR/((Px f x(1+W)) = 234.42 40.0 33.3 4.3 22.5 17.4 0.3 1.0

Untuk nilai w dan nilai (1 + W) pada skema VII diatas sebenarnya belum
dapat ditentukan, karena pengisiannya merupakan hasil dari perhitungan pada skema
VIII, tetapi disini penulis telah menampilkan untuk nilai dari w dan n (1 + W) tersebut
karena penulis telah melakukan perhitungan sampai dengan selesai, dan telah
melaksanakan perhitungan tersebut pada skema VIII.

84
4.2.7 Hasil Penyusun Skema VIII

Setelah perhitungan pada skema VII terselesaikan, barulah penulis dapat


melanjutkan perhitungan untuk mengisi tabel pada skema VIII. Untuk mengisi tabel
pada skema VIII ini dilakukan perhitungan dengan cara penentuan dan perkalian nilai
f, V dan u, serta menentukan nilai w/f dan W/f pada konstanta pengali tabel 5 untuk
mendapatkan nilai w dan (1 + W).

Tabel 4.10 Hasil Perhitungan Skema VIII

w dan (1+W) untuk S2 , MS4


VII : K1 : V = 328.0
VII : K1 : u = 3.1
Jumlah : V + u = 331.0
Tabel 5 : S2 : w/f = 16.5
Tabel 5 : S2 : W/f = -0.1
Nilai : K2 : f = 0.8
w/f * f = w = 12.5
W/f * f = W = 0.0
1 + W = 1.0
W dan (1 + W) untuk K1
VII : K1 : 2V = 655.9
VII : K1 : u = 3.1
Jumlah : 2V + u = 299.0
Tabel 5 : K1 : w/f = 14.0
Tabel 5 : K1 : W/f = 0.2
Nilai : K1 : f = 0.9
w/f : f = w = 15.7
W/f : f = W = 0.2
1 + W = 1.2
w dan (1+W) untuk N2
VII : M2 : 3V = 235.9
VII : N2 : 2V = 417.8
Selisih (M2 - N2) = 178.1
Tabel 5 : N2 : w = 0.4
Tabel 5 : N2 : 1+W = 0.8
SKEMA VIII

4.2.8 Hasil Akhir

Setelah perhitungan pada skema I, skema II, skema III, skema IV, skema V,
skema VI, skema VII dan skema VIII terselesaikan, maka hasil akhir dari perhitungan
metode Admiralty akan didapatkan yaitu berupa nilai konstanta harmonik utama
pasang surut. Namun sebelum itu penulis harus melakukan perhitungan untuk
menetukan nilai K2 dan P1 terlebih dahulu yang terdapat pada tabel hasil terakhir.

85
Tabel 4.11 Data Hasil Perhitungan K2 dan P1

M2 , O1 , M4 = W = 0: w = 0
S2 = f = 1 : V, u = 0
N2 , MS4 = f, u sama dengan M2
M4 = f = (f M2) ^ 2
= 1.07
V = (VM2) x 2
= 157,28
u = (u M2) x 2
= 1,27
MS4 = V = V M2
= 78,64
K2 = A = A S2 x 0,27
= 8,98
S = g S2
= 197,50
P1 = A = A K1 x 0,33
= 7,43
g = g K1
= 271,26

Tabel 4.12 Konstanta Harmonik Pasang Surut

HASIL AKHIR
S0 M2 S2 N2 K1 O1 M4 MS4 K2 P1
A Cm 234 40 33 4 23 17 0 1 9 7
g 117 198 79 271 218 282 320 198 271

4.2.9 Hasil Jenis Pasang Surut


Setelah didapatkan hasil akhir dari perhitungan data pasang surut air laut
metode Admiralty ini, maka berdasarkan konstanta harmonik pasang surut tersebut
dapat dibuat analisa pasang surut air laut tersebut. Jadi jenis pasang surut untuk
daerah Dermaga Belangbelang Mamuju Sulawesi Barat adalah Campuran Condong
ke Harian Ganda (Mixed Semi Diurnal).

Tabel 4.13 Hasil Analisa Jenis Pasang Surut

- = Harian Ganda Beraturan (Semi Diurnal)


0.544 = Campuran Condong ke Harian Ganda (Mixed Semi Diurnal)
- = Campuran Condong ke Harian Tunggal (Mixed Diurnal)
- = Harian Tunggal Beraturan (Diurnal)

86
4.2.10 Sketsa Kedudukan Benchmark (BM) Pasang Surut

Setelah didapatkan analisa jenis pasang surut air laut metode Admiralty, maka
berdasarkan konstanta harmonik pasang surut tersebut dapat ditentukan sketsa
kedudukan benchmark (BM) pasang surut air laut pada wilayah Dermaga
Belangbelang Mamuju Sulawesi Barat. Berikut dibawah ini nilai kedudukan
Benchmark (BM) dan sketsa kedudukan Benchmark (BM) tersebut :

Tabel 4.14. Hasil perhitungan untuk menentukan kedudukan Benchmark (BM)

F (Formzahl) 0,544
MSL / DT 234 cm
LLWL 99 cm
HHWL 370 cm
Z0 135 cm

Gambar 4.1. Sketsa kedudukan Benchmark (BM) terhadap MSL (mean sea level)

87
4.2.11 Grafik Pasang Surut

Setelah perhitngan metode Admiralty dilaksanakan sampai dengan selesai dan


didapatkan nilai S0 atau MSL (mean sea level), maka dapat dibentuk grafik pasang
surut pada lokasi studi kasus di Dermaga Belangbelang Mamuju Sulawesi Barat.
Berikut dibawah ini bentuk grafik pasang surut tersebut :

GRAFIK PASANG SURUT PERAIRAN


BELANGBELANG - MAMUJU SULAWESI BARAT
TAHUN 2014
400

350
TINGGI AIR (CM)

300

250 MSL
234 CM
200

150

100

50

0
4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 1 2

Tanggal 4 November 2014 - 2 Desember 2014

Gambar 4.2 Grafik pasang surut

4.3 Penyajian Data

Hasil akhir dari perhitungan data pasang surut air laut menggunakan metoda
admiralty untuk menentukan konstanta harmonik pasang surut air laut adalah berupa
konstanta harmonik pasang surut, analisa jenis pasang surut dan grafik pasang surut
pada lokasi studi kasus yang dilaksanakan. Adapun informasi data yang akan
ditampilkan yaitu berupa tabel perhitungan metode Admiralty dan keterangannya
dapat dilihat pada lampiran 1.

88
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil perhitungan data pasang surut air laut menggunakan metoda
Admiralty untuk menentukan konstanta harmonik pasang surut air laut dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :

1. Perhitungan dengan metode Admiralty yaitu hitungan untuk mencari harga


amplitudo (A) dan beda fase (g0) dari data pengamatan selama 29 piantan
atau selama 30 hari pengamatan dan muka air laut rata rata atau mean sea
level (S0) yang sudah terkoreksi. Secara garis besar tahapan perhitungan
dengan menggunakan metode Admiralty adalah sebagai berikut :
a. Kelompok hitungan 1
Pada hitungan kelompok ini ditentukan pertengahan pengamatan,
bacaan tertinggi dan terendah. Bacaan tertinggi menunjukkan
kedudukan muka air laut tertinggi dan bacaan terendah
menunjukkan kedudukan muka air laut terendah.
b. Kelompok hitungan 2
Menentukan bacaan positif (+) dan negatif (-) untuk kolom X1, Y1,
X2, Y2, X4 dan Y4 dalam setiap hari pengamatan.
c. Kelompok hitungan 3
Menentukan pengisian pada kolom X0, X1, Y1, X2, Y2, X4 dan
Y4 dalam setiap hari pengamatan. Kolom X0 berisi perhitungan
mendatar dari hitungan X1 pada kelompok hitungan 2 tanpa
memperhatikan tanda (+) dan (-). Kolom X1, Y1, X2, Y2, X4 dan
Y4 merupakan penjumlahan mendatar dari X1, Y1, X2, Y2, X4
dan Y4 pada kelompok hitungan 2 dengan memperhatikan tanda
(+) dan (-) harus ditambah dengan besaran konstanta ketentuan.

89
d. Kelompok hitungan 4
Untuk pengamatan 29 piantan, besaran yang telah ditambah dengan
besaran konstanta ketentuan dapat selanjutnya menghitung X00,
Y00 sampai dengan X4d, Y4d. Dimana arti index sebagai contoh :
Indeks 00 untuk X berarti X00
Indeks 00 untuk Y berarti Y00
Indeks 4d untuk X berarti X4d
Indeks 4d untuk Y berarti Y4d
e. Kelompok hitungan 5 dan kelompok hitungan 6
Perhitungan pada kelompok ini sudah memperhatikan sembilan
unsur utama pembangkit pasang surut (M2, S2, K2, N2, K1, O1,
P1, M4 dan MS4). Untuk perhitungan kelompok hitungan 5
mencari nilai X00, X10, selisih X12 dan Y1b, selisih X13 dan Y1c,
X20, selisih X22 dan Y2b, selisih X23 dan Y2c, selisih X42 dan
Y4b dan selisih X44 dan Y4d. Serta untuk perhitungan kelompok
hitungan 6 mencari nilai Y10, jumlah Y12 dan X1b, jumlah Y13
dan X1c Y20, jumlah Y22 dan X2b, jumlah Y23 dan X2c, jumlah
Y42 dan X4d dan jumlah Y44 dan X4d.
f. Kelompok hitungan 7 dan 8
Pada kelompok ini akan dilakukan penentuan besarnya P.R cos r,
P.R sin r, menentukan besaran p, besaran f, menentukan harga V
untuk tiap unsur utama pembangkit pasang surut (M2, S2, K2, N2,
K1, O1, P1, M4 dan MS4), dan menentukan harga u serta harga p
dan harga r. Akhirnya dari perhitungan ini juga akan ditentukan
harga w dan (1+W), besaran g, kelipatan dari 3600 serta amplitudo
(A) dan beda fase (g0).
2. MSL (mean sea level) atau DT (duduk tengah) adalah permukaan air laut
yang didefinisikan sebagai nilai tinggi permukaan air laut rata-rata. MSL
(mean sea level) ini diperoleh melalui perhitungan data pasang surut air
laut menggunakan metode Admiralty, pada area pengukuran studi kasus
diwilayah Dermaga Belangbelang Mamuju Sulawesi Barat berdasarkan
pengamatan pasang surut air laut selama 29 piantan didapat nilai MSL
(mean sea level) yaitu 234 cm.

90
3. Dari nilai konstanta harmonik pasang surut air laut yang telah dihitung,
maka didapatkan hasil analisa jenis pasang surut pada lokasi studi kasus
daerah Dermaga Belangbelang Mamuju Sulawesi Barat yang posisinya
terletak pada koordinat 02 40 30.0 S ; 118 52 03.7 T, dan waktu
pengamatannya berdasarkan waktu standar GMT+8 (Greenwich Mean
Time) atau dalam waktu lokal WITA (waktu Indonesia bagian tengah),
serta tanggal pengamatannya dimulai dari tanggal 4 November 2014
sampai dengan tanggal 2 Desember 2014 adalah Campuran Condong ke
Harian Ganda (Mixed Semi Diurnal).

91
5.2 Saran

Selama penulis melakukan perhitungan data pasang surut air laut


menggunakan metode Admiralty guna menentukan konstanta harmonik pasang surut
air laut sampai dengan penyusunan laporan ini, ada beberapa saran yang didasarkan
pada kesulitan penulis dalam pelaksanaan perhitungan tersebut. Adapun saran-saran
yang dapat penulis berikan dalam penyusunan laporan Kerja Praktek ini sebagai
berikut :

1. Untuk mempercepat dan memudahkan dalam melakukan perhitungan data


pasang surut air laut dengan metode Admiralty sebaiknya menggunakan
bantuan perhitungan bahasa pemrograman formula yang tersedia pada
software Microsoft Excel. Selain karena proses editing data yang dapat
diatur secara sistematis, bantuan software Microsoft Excel juga dapat
sepenuhnya menampilkan tabel perhitungan metode Admiralty ini,
dikarenakan tabel metode Admiralty yang berukuran besar.
2. Dibutuhkan modul praktikum Analisa Harmonik Pasang Surut Air Laut
dengan Metode Admiralty selama 15 atau 29 piantan yang lebih spesifik
sehingga dapat menunjang dalam pelaksanaan perhitungan.
3. Karena begitu banyaknya rumus dan konstanta-konstanta pengali yang
dilakukan, maka perlu ketelitian yang maksimal dalam pelaksanaan
perhitungan ini.
4. Perlu lebih banyak lagi kegiatan belajar dan mengajar yang harus
dilakukan pada instansi belajar terkait dengan perhitungan data
pengamatan pasang surut air laut menggunakan metode Admiralty.

92

Anda mungkin juga menyukai