Anda di halaman 1dari 5

Collaborative Learning

Perubahan dunia yang begitu cepat menuntut mahasiswa untuk mampu secara mandiri mengolah
berbagai informasi yang ada dan terus mau mengembangkan diri secara aktif. Untuk itu dalam
melaksanakan pendidikannya di perguruan tinggi, mahasiswa perlu belajar secara aktif,
mengembangkan keterampilan belajar mandiri dan berkelompok dalam membahas sesuatu hal.
Pembelajaran sudah tidak berpusat pada pengajar lagi. Dengan demikian mahasiswa perlu terlibat
secara aktif dalam membangun pengetahuan secara mandiri, sehingga diharapkan mahasiswa akan
memperoleh pemahaman yang lebih mendalam mengenai apa yang sedang dipelajari. Hal ini sesuai
dengan pandangan Konstruktivisme yang menganggap dalam pembelajarannya menekankan peran
aktif dari pemelajar untuk membangun pemahaman. Pemelajar mengkonstruk (membangun)
pengetahuannya dan belajar hanya terjadi jika pemelajar terlibat secara aktif melalui kegiatan
bertanya, menjelaskan fenomena, menyelesaikan masalah dll. Metode belajar yang akan digunakan
adalah Collaborative Learning

Pengertian Collaborative Learning

Pembelajaran dengan Collaborative Learning (CL) adalah suatu proses belajar mengenai sesuatu
hal yang dilakukan secara bersama dalam kelompok. Setiap anggota kelompok memiliki
kesempatan menyumbangkan informasi, pengetahuan, pengalaman, ide, sikap, pendapat,
kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya. Dalam metode ini setiap anggota kelompok
memiliki tanggung jawab terhadap kemajuan proses pemelajaran baik bagi diri sendiri maupun bagi
anggota kelompok lainnya. Pada akhirnya akan terpupuk keterampilan anggota dalam melakukan
interaksi dan bekerjasama (dalam Pengenalan Sistem Akademik Universitas, 2008).

Paradigma Dasar belajar dalam CL

1. Constructivism (Konstruktivisme)
Konstruktivisme merupakan suatu pandangan tentang belajar yang menjadi dasar dari
kegiatan belajar Collaborative Learning. Belajar diartikan sebagai proses pembentukan
pengetahuan (knowledge construction), dimana pemelajar harus secara AKTIF membangun
pengetahuannya. Jadi proses belajar tidak dapat dianalogikan dengan mengisi air ke dalam
bejana yang kosong (hanya diberi). Ataupun otak manusia bukan spons yang secara pasif
siap menyerap dan menyimpan apa saja yang diterima oleh indera. Lebih dari itu, belajar
adalah sebuah kegiatan mental yang aktif dan konstruktif.

Proses belajar terjadi bila individu secara sengaja dan aktif membangun pengetahuannya
dengan cara mengolah informasi yang baru diperolehnya dan mengaitkannya dengan
pengetahuan yang sudah dimilikinya (prior knowledge). Tingkat keaktifan pemelajar dalam
proses pembangunan pengetahuan ini akan menentukan kualitas pemahamannya.
Pemahaman yang mendalam (deep learning) akan terjadi bila setiap pemelajar terlibat
secara aktif dalam pembelajarannya. Sebaliknya pemahaman yang superfisial (surface
learning) akan terjadi bila keaktifan pemelajaran dalam proses pembelajarannya lemah.
2. Deep Learning (Pemahaman yang mendalam)

Proses belajar yang mendalam, melibatkan motivasi intrinsik agar dapat diperoleh
pemahaman secara menyeluruh akan suatu hal. Dalam hal ini pembelajaran tidak sekadar
menghapal dan bertujuan hanya untuk memperoleh nilai, tetapi kegiatan deep learning
antara lain muncul dalam bentuk kegiatan belajar seperti membaca secara mendalam,
memahami, mengaitkan dengan pemahaman terdahulu, berdiskusi dan merefleksikan.

Deep learning memungkinkan mahasiswa untuk mampu memperoleh lebih banyak


informasi dan menerapkan pengetahuannya untuk menyelesaikan permasalahan dalam
kehidupan sehari-hari.

3. Learner-centered

Pandangan ini merupakan koreksi dari pandangan sebelumnya (teacher-centered) yang


menganggap bahwa pengajar adalah fokus utama dan sumber terjadinya proses
pemelajaran. Dalam pandangan learner-centered (berpusat pada mahasiswa), mahasiswa
diberi kesempatan untuk menentukan sendiri arah dan kedalaman proses belajarnya.
Dengan demikian sudah tidak menerima begitu saja apapun yang diberikan tenaga pengajar.

Metode Jigsaw sebagai salah satu model dari CL

Dalam CL dikenal berbagai macam model, salah satunya adalah metode jigsaw. Disebut
jigsaw karena pembahasan suatu materi pokok akan dibagi menjadi beberapa sub materi oleh
kelompok-kelompok.

Pelaksanaan metode Jigsaw:

Mula-mula mahasiswa akan dibagi dalam beberapa kelompok, yang dikenal dengan Focus Group
(FG). Masing-masing kelompok akan membahas submateri tertentu hingga seluruh anggota
kelompok memahami sub materi yang menjadi tanggung jawab kelompoknya. Tugas utama
kelompok adalah searching (mencari/membagi dan membahas informasi) sedalam-dalamnya
(seluas-luasnya) mengenai sub materi yang diberikan.

Setelah itu masing-masing anggota FG akan melebur dalam kelompok baru yang disebut Home
Group (HG). Di dalam HG yang terdiri dari perwakilan semua FG ini setiap anggota kelompok dari FG
akan membagi pemahamannya mengenai sub materi yang menjadi tanggung jawab kelompoknya
masing-masing. Tugas utama dari anggota yang berasal dari FG yang berbeda adalah sharing
pengetahuan. Dengan demikian seluruh anggota akan memperoleh pemahaman satu materi yang
utuh. Dalam FG maupun HG proses searching dan sharing tersebut dilakukan melalui DISKUSI
kelompok.

Untuk memperoleh hasil yang maksimal dari CL ini, proses diskusi dalam kelompok harus
diwarnai dengan tingkat kegiatan yang tinggi dari anggota kelompok dalam bertanya (questioning),
menjelaskan (explaining), mengkritisi (critisizing), menyetujui pendapat (aggreeing), tidak
menyetujui pendapat (disagreeing), mengemukakan ide /informasi, dan lain-lain.
Dengan demikian harus dihindari kegiatan diskusi yang cenderung hanya mencari solusi cepat,
mencari kesepakatan (artinya menghindar dari perdebatan), voting (mencari suara terbanyak), atau
menyerahkan/mengikuti pendapat dari satu atau lebih anggota kelompok saja (tidak dibahas atau
didiskusikan sama sekali). Untuk itu maka peran fasilitator (dalam hal ini pengajar) harus maksimal.

Hal-hal yang menunjang keberhasilan pelaksanaan pembelajaran metode CL:

A. Adanya lima elemen dasar:

A.1. Positive Interdependence (saling ketergantungan), adalah


Persepsi bahwa setiap anggota kelompok saling tergantung satu sama lain. Setiap
mahasiswa tidak akan berhasil kecuali jika seluruh mahasiswa lain dalam
kelompoknya berhasil. Hasil kerja setiap anggota akan menguntungkan (atau
merugikan) anggota lainnya, demikian pula sebaliknya. Dengan demikian, kerjasama
dan kekompakkan dalam mencapai pemahaman belajar merupakan hal penting yang
perlu ditumbuhkan.
A.2. Individual Accountability (akuntabilitas individu)

Rasa tanggung jawab setiap mahasiswa atas kemajuan proses belajar diri sendiri dan proses
belajar seluruh anggota kelompoknya. Mahasiswa tidak hanya bertanggungjawab
mempelajari bagian materi tertentu, tetapi juga bertanggungjawab untuk membantu
seluruh anggota kelompoknya dalam mempelajarinya. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa pemahaman mahasiswa akan bertambah dari kelompoknya.

A.3. Face-to-face Promotive Interaction (interaksi tatap muka)

Dibutuhkan interaksi tatap muka yang melibatkan diskusi, penyimpulan, dan elaborasi dari
materi yang dipelajari.

A.4. Social Skills (keterampilan sosial)

Penggunaan keterampilan interaksi dan bekerjasama dengan orang lain, untuk memperoleh
pemahaman kolektif.

A.5. Group Processing & Reflection

Evaluasi kelompok mengenai seberapa baik proses belajar yang telah terjadi, hal-hal apa saja
yang bermanfaat dan yang selanjutnya harus dilakukan untuk meningkatkan kinerja
kelompok.

B. Peran mahasiswa baik sebagai anggota FG maupun HG yang dilakukan secara bergantian,
agar pemahaman anggota akan materi menjadi mendalam
Mengarahkan, yaitu menyusun rencana yang akan dilaksanakan dan
mengajukan alternatif pemecahan masalah yang dihadapi
Menerangkan, yaitu memberikan penjelasan atau kesimpulan-kesimpulan
pada anggota kelompok yang lain
Bertanya, yaitu mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk mengumpulkan
informasi yang ingin diketahui.
Mengkritik, yaitu mengajukan sanggahan dan mempertanyakan alasan dari
usulan/pendapat/pernyataan yang diajukan.
Merangkum, yaitu membuat kesimpulan dari hasil diskusi atau penjelasan
yang diberikan.
Mencatat, yaitu membuat catatan tentang segala sesuatu yang terjadi dan
diperoleh kelompok
Penengah, yaitu meredakan konflik dan mencoba meminimalkan
ketegangan yang terjadi antara anggota kelompok.

Sebaliknya pemahaman anggota menjadi tidak mendalam jika dalam diskusi mahasiswa ada
yang berperan sebagai:

Free-rider, yaitu membiarkan teman-temannya melakukan tugas kelompok,


tanpa berusaha ikut serta memberikan kontribusi dalam proses kolaborasi
Sucker, yaitu tidak ikut serta memberikan kontribusinya karena tidak
bersedia membagi pengetahuan yang dimilikinya
Mendominasi, yaitu menguasai jalannya proses penyelesaian tugas,
sehingga kontribusi anggota kelompok kelompok yang lain tidak optimal
Ganging up on task, yaitu cenderung menghindari tugas dan hanya
menunjukkan sedikit usaha untuk menyelesaikannya

C. Peran pengajar

Sebagai fasilitator:

Mengatur lingkungan fisik


Merancang tugas,
Menciptakan iklim kondusif yang mendorong mahasiswa memiliki sikap dan
tingkah laku tertentu.
Memberikan atau menunjukkan sumber-sumber informasi
Tidak memberikan ceramah di depan kelas, karena belajar melalui CL
mahasiswalah yang harus mengkonstruk sendiri pemahamannya akan suatu
materi.
Sebagai model (teladan):
secara aktif berupaya menjadi contoh dalam melakukan kegiatan belajar efektif,
seperti mencontohkan penggunaan strategi belajar atau cara mengungkapkan
pemikiran secara verbal (think aloud) yang dapat membantu proses konstruksi
pengetahuan.

Sebagai Coach (pelatih):


memberikan petunjuk, umpan balik, dan pengarahan terhadap upaya belajar
mahasiswa. Meskipun demikian pengajar tetap menjaga agar mahasiswa tetap
mencoba memecahkan masalahnya sebelum memperoleh masukan pengajar.
Rangkuman Metode CL

Matriks Metode Collaborative Learning

Tujuan Mengembangkan keterampilan belajar mahasiswa secara berkelompok untuk


membahas sesuatu hal.
Mengembangkan kemampuan belajar mandiri pembelajar
Langkah-langkah Pembagian tugas ke dalam FG-HG
JIGSAW FG: memperdalam submateri
HG: saling berbagi pengetahuan dari FG
Peran mahasiswa HARUS DILAKUKAN : Mengarahkan, menerangkan, bertanya, mengkritik, merangkum,
mencatat, penengah.
HINDARI : free rider, sucker, dominasi, ganging up on task
Peran Fasilitator: menciptakan lingkungan fisik, memfasilitasi sumber-sumber yang
fasilitator/pengajar diperlukan, memotivasi mahasiswa , mengarahkan diskusi, memberi feedback

Model (teladan): menjadi contoh dalam kegiatan belajar efektif


Pelatih: memberikan petunjuk, umpan balik dan pengarahan terhadap upaya belajar
mahasiswa

Proses/Pertemuan Peran Mahasiswa Peran Fasilitator/Pengajar


I .Focus Group Membahas subtopik yang ditugaskan Fasilitator:menciptakan
Memahami subtopik menetapkan informasi lingkungan fisik, fasilitasi
yang terkait subtopik ruang lingkup bahasan sumber-sumber yang
Mencari informasi deep learning diperlukan, motivasi siswa,
Mengisi Borang Diskusi-1 mengarahkan diskusi, feedback
II. Focus Group Berbagi pengetahuan hasil pemelajaran mandiri Model (teladan):menjadi
Menyamakan pemahaman tentang subtopik contoh dalam kegiatan belajar
Mengisi Borang Diskusi-2 efektif
III. Home Group Berbagi pengetahuan tentang subtopik yang Pelatih: memberikan petunjuk,
umpan balik dan pengarahan
berbeda
terhadap upaya belajar
Reciprocal teaching
mahasiswa
Sepakat terhadap pengetahuan topik secara
menyeluruh
Membuat laporan
Mengisi Borang B-1
IV.Presentasi Home Presentasi hasil diskusi kelompok Idem dan Narasumber
Group Mengamati hasil diskusi kelompok lain
Berbagi informasi dengan kelompok lain
melalui diskusi kelas
Daftar Pustaka:
Cruickshank, D.R; Jenkins, D B & Metcalf, KK. 2009. The Act of Teaching. Boston. McGraw-
Hill Higher Education.
Pengenalan Sistem Akademik Universitas. 2008. Panduan Kegiatan Mahasiswa Baru
Universitas Indonesia Tahun Akademik 2008/2009. Depok. UI Press
PDPT UI. 2006. Buku Orientasi Belajar Mahasiswa. Depok.
PDPT UI. 2008. Buku Orientasi Belajar Mahasiswa. Depok.
PDPT UI. 2009. Buku Orientasi Belajar Mahasiswa. Depok

Anda mungkin juga menyukai