Anda di halaman 1dari 12

CONTOH 1---PT Pasaribu Motors mengimpor barang dari Korea.

PT Pasaribu Motors
adalah importir mobil yang telah memiliki Angka Pengenal Impor. PT KIA mengimpor unit
50 mobil, dengan harga faktur $ 10.000 per unit. Biaya asuransi dan biaya angkut yang
berkaitan dengan impor mobil tersebut masing-masing adalah 2% dan 3%. Bea masuk yang
dibayar oleh PT KIA Motors sebesar 5% dari CIF dan bea masuk tambahan sebesar 20% dari
CIF. Kurs pada saat itu ditetapkan oleh Menteri Keuangan sebesar $1 = Rp 9.000. Berapa
PPh pasal 22 yang harus dibayar?
Harga faktur : 50 unit x $10.000 $500.000
Biaya asuransi(2%) $ 10.000
Biaya angkut(3%) $ 15.000
--------------
CIF $525.000
Bea masuk: 5% x $525.000 $ 26.250
Bea masuk tambahan:20% x $525.000 $105.000
-------------
Nilai Impor $ 656.250

Nilai Impor dalam rupiah:


$656.250 x Rp 9.000 = Rp 5.906.250.000,-
PPh 22 yang harus dipungut (memiliki API)
2,5% x Rp 5.906.250.000 = Rp 147.656.250,-

CONTOH 2---PT Wiro mengimpor barang dari Jepang. PT Wiro tidak memilki Angka
pengenal Impor, adalah perusahaan percetakan yang mengimpor mesin Fotokopi dari Jepang
sebanyak 20 unit barang. Harga faktur per unit sebesar US$500. Biaya asuransi dan biaya
angkut antar daerah pabean masing-masing 5% dan 10% dari harga faktur. Pungutan pabean
lain yang sah adalah Rp 22.500.000,-. Kurs yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan pada
waktu itu adalah Rp 9.000. Berapa PPh 22 yang harus dibayar?

Harga faktur 20 x $500 $10.000


Biaya asuransi 5% x $10.000 $ 500
Biaya angkut 10% x $10.000 $ 1.000
------------
CIF $11.500
CIF dalam Rupiah $11.500 x Rp 9.000 = Rp 103.500.000
Pungutan pabean lainnya Rp 22.500.000
---------------------
Nilai Impor Rp 126.000.000
PPh 22 yang harus dipungut (tidak memiliki API):
Rp 126.000.000 x 7,5% = Rp 9.450.000
CONTOH 3---PT Traktor Bersatu, perusahaan penyewaan alat berat yang memiliki API,
mengimpor alat berat DOZER TRACTOR dari Jerman dengan harga faktur US$100.000.
Biaya asuransi sebesar US$5.000 dan ongkos angkut sebesar US$25.000. Kurs Tengah BI
(BI rate) waktu itu sebesar Rp 10.000 dan kurs pajak ditetapkan sebesar Rp 9.000 per US$1.
Bea masuk dibayar oleh PT Traktor Bersatu sebesar 30% dari CIF. Berapa PPh 22 yang harus
dibayar dan Buat jurnal atas pembelian ini.
Harga faktur $100.000
Biaya asuransi $ 5.000
Biaya angkut $ 25.000
-------------
CIF $130.000
CIF dalam rupiah $130.000 x Rp 9.000 = Rp 1.170.000.000
Bea masuk 30% x Rp 1.170.000.000 = Rp 351.000.000
------------------------
Nilai Impor Rp 1.521.000.000
PPh 22 yang harus dipungut (memiliki API)
Rp 1.521.000.000 x 2,5% = Rp 38.025.000
JURNAL:
DOZER TRACTOR Rp 1.300.000.000
Pajak Penghasilan pasal 22 Rp 38.025.000
Kas Rp 1.338.025.000

CONTOH 4---PT ABC mengimppor barang dari USA dengan harga US$30.000. Asuransi
yang dibayar diluar negeri sebesar 5% dari harga dan biaya angkut sebesar 10% dari harga.
Bea masuk dan bea masuk tambahan masing-masing 10% dan 20%. (Berdasarkan kurs pajak
US% = Rp 10.000). PT ABC tidak memiliki API dan mengimpor melalui PT XYZ; importir
yang memiliki API. Berdasarkan perjanjian kedua pihak, handling fee dtetapkan sebesar
1,5% dari harga impor. Hitung PPh 22 yang harus dipungut dan Jurnal transaksi ini.
Harga faktur $ 30.000
Biaya asuransi $ 1.500
Biaya angkut $ 30.000
-------------
CIF $ 61.500
CIF dalam rupiah $61.500 x Rp 10.000 = Rp 615.000.000
Bea masuk 10% x Rp 615.000.000 = Rp 61.500.000
Bea masuk tambahan 20% x Rp 615.000.000 = Rp 123.000.000
------------------------
Nilai Impor Rp 922.500.000
Pajak Penghasilan pasal 22= 2,5% X Rp 922.500.000 = Rp 23.062.500
Handling Fee = 1,5% x Rp 922.500.000 = Rp 13.837.500
JURNAL
Barang X (NI+Handling fee) Rp 936.337.000
Pajak Penghasilan pasal 22 Rp 23.062.500
Kas Rp 959.400.000

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 ATAS PEMBELIAN OLEH INSTANSI


PEMERINTAH, BUMN/BUMD, DAN INSTANSI TERTENTU
CONTOH 1---Dinas Pendidikan Nasional Kota Yogyakarta membeli mebel dan peralatan
kantor lain dari PT Furniture senilai Rp 220.000.000 (termasuk PPN 10%). PPh 22 yang
harus dipungut oleh bendaharawan Dinas Pendidikan Nasional kota Yogyakarta adalah
sebagai berikut:
DPP PPN = (100/110) x Rp 220.000.000 = Rp 220.000.000
PPh pasal 22 = Rp 220.000.000 x 1,5% = Rp 3.000.000,-
CONTOH 2---PT TELKOM Jakarta Selatan pada bulan Maret 2005 telah melakukan
beberapa transaksi antara lain sebagai berikut:

1. Melakukan pembelian benda-benda pos seperti perangko dan materai langsung ke PT


(persero) Pos Indonesia. Jumlah keseluruhan nilai pembelian benda-benda pos
tersebut adalah Rp 9.800.000
2. Membayar tagihan pembelian kertas continous form dari PT Indah Kiat Paper sebesar
Rp 55.000.000 (termasuk PPN)
3. Membayar tagihan pembelian paper clip dari CV Clip Baru dengan nilai total sebesar
Rp 1.045.000 termasuk PPN
4. Membayar tagihan atas pembelian semen kepada PT Indo Semen untuk pembangunan
kantor cabang sebesar Rp 65.000.000 (tidak termasuk PPN)
5. Membayar tagihan listrik kepada PT PLN (persero) cabang Jakarta Selatan sebesar Rp
25.000.000

Pembelian Benda POS---Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air
minum/PDAM, dan benda-benda pos, dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal
22, sesuai dengan 236/KMK.03/2003
Pembelian Kertas---Atas pembelian kertas continous form dipungut PPh pasal 22 sebesar:
PPh 22= DPP PPN x tarif PPh 22
PPh 22= (100/110 x Rp 55.000.000) x 0,1%
PPh 22= Rp 50.000.000 x 0,1%
PPh 22= Rp 50.000 PPh ini tidak bersifat final dan dipungut oleh industri kertas pada saat
penjualan kertas dalam negeri.
Pembelian Paper Clip---Atas pembelian ini tidak dikenakan PPh pasal 22 karena DPP PPN-
nya (100/110 x Rp 1.045.000 = Rp 950.000) dibawah Rp 1.000.000 dan bukan merupakan
pembayaran yang terpecah-pecah.
Pembelian Semen---atas pembelian semen dipungut oleh industri semen sebesar:
PPh 22 = Rp 65.000.000 x 0,25% = Rp 162.500
Sering kali ada orang yang datang ke kantor pelayanan pajak saya yang hendak membayar
pajak atas reklame yang dipasangnya
Dan beberapa kali juga orang telpon ke kantor saya tuk menanyakan masalah pajak hotel
Saya jadi berpikir sebenarnya tingkat pengetahuan masyarakat akan perpajakan masih sangat
kurang
Mungkin mereka berpikir kalo yang namanya itu Kantor Pelayanan Pajak pastilah mengurusi
semua hal yang berbau pajak, tidak peduli apapun namanya pajak itu

Pada dasarnya pajak dinegara kita ini dibedakan menjadi dua, yaitu Pajak Pusat dan Pajak
Daerah..

Apa sih pajak pusat???


Pajak pusat adalah Pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat (dalam hal ini dilakukan oleh
Direktorat Jenderal Pajak) guna membiayai rumah tangga pemerintahan pusat dan tercantum
dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Besaran pajak pusat ditetapkan
melalui undang-undang dan PP/Perpu
Jenis-Jenis Pajak Pusat :
1. Pajak Penghasilan (PPh)
2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
4. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
5. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
6. Bea Materai

Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah (dalam hal ini dilakukan
oleh Dinas Pendapatan Daerah / Dispenda) yang digunakan untuk membiayai rumah tangga
pemerintah daerah dan tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Besaran dan bentuk pajak daerah ditetapkan melalui Peraturan Daerah (Perda).
Contoh Pajak Daerah:
1. Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)
2. Pajak Hotel dan Restoran
3. Pajak Hiburan dan tontonan
4. Pajak Reklame
5. Pajak Penerangan Jalan
6. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB)

Jadi jangan membayar Pajak Kendaraan Bermotor ke Kantor Pelayanan Pajak yach
Tapi datangilah Kantor Samsat terdekat
Pengertian dan Jenis DPP ( Pasal 1 angka 17 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 ):

Dasar Pengenaan Pajak artinya nilai uang yang dijadikan dasar untuk menghitung pajak yang
terutang, dengan mengalikan tarif pajaknya. Dengan demikian, Pajak yang Terutang = Tarif
Pajak x Dasar Pengenaan Pajak

Jenis DPP PPN adalah :

- Harga jual, untuk penyerahan Barang Kena Pajak


- Penggantian, untuk penyerahan Jasa Kena Pajak
- Nilai impor, untuk impor Barang Kena Pajak
- Nilai ekspor, untuk ekspor Barang Kena Pajak
- Nilai lain yang ditetapkan Menteri Keuangan

Berdasarkan Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 143 TAHUN 2000 Jo Peraturan


Pemerintah Nomor 24 TAHUN 2002 diatur mengenai DPP atas penyerahan BKP yang
tergolong mewah yaitu sebagai berikut :

- Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang dilakukan oleh Pengusaha
Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah atau atas
impor Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah, Dasar Pengenaan Pajak tidak termasuk
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dikenakan atas
penyerahan atau atas impor Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah tersebut.
- Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang dilakukan oleh Pengusaha
Kena Pajak selain Pengusaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak yang Tergolong
Mewah atau oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan impor Barang Kena Pajak yang
Tergolong Mewah, Dasar Pengenaan Pajak termasuk Pajak Penjualan atas Barang Mewah
yang dikenakan atas perolehan atau atas impor Barang Kena Pajak yang Tergolong
Mewah tersebut.

Contoh :

PT JTS Trading bergerak di bidang produksi Air Mineral. Pada Masa Oktober 2002 melakukan
penyerahan ke PT Surya Mineral sebesar Rp 2.000.000.000,00 (PPN 10%, PPnBM 15%), kemudian PT
Surya Mineral menjual kembali ke PT Cahaya Mineral dengan margin laba 20%. Maka, perhitungan
DPP-nya sbb :

a. Jumlah yang harus dibayarkan PT Surya Mineral ke JTS Trading sebesar Rp 2.500.000.000,00,
dengan perincian :

- Harga Jual = Rp 2.000.000.000,00

- PPN = Rp 200.000.000,00

- PPnBM = Rp 300.000.000,00

- Total = Rp 2.500.000.000,00
PT Surya Mineral menghitung DPP sebesar harga jual yang telah ditambahkan margin laba
b.
termasuk PPnBM sebesar Rp 2.970.000.000,00

- Harga Pokok = Rp 2.000.000.000,00

- Margin Laba = Rp 400.000.000,00

- PPnBM = Rp 300.000.000,00

- DPP = Rp 2.700.000.000,00

- PPN = Rp 270.000.000,00

- Total = Rp 2.970.000.000,00

1. Harga Jual ( Pasal 1 angka 18 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 ) :

- Nilai berupa uang


- Termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual Barang Kena
Pajak.
- Tidak termasuk PPN dan potongan harga yang tercantum dalam faktur pajak.

Yang termasuk dalam pengertian biaya yang merupakan unsur harga jual, antara lain :
pengangkutan, asuransi, bantuan teknik, pemeliharaan, dan garansi.

2. Penggantian ( Pasal 1 angka 19 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 ) :

- Nilai berupa uang


- Termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya dimintaoleh penjual Barang Kena
Pajak.
- Tidak termasuk PPN dan potongan harga yang tercantum dalam faktur pajak.

Dengan demikian, Dasar Pengenaan Pajak adalah harga jual/penggantian netto (setelah
dikurangi diskon yang diberikan), dengan syarat diskon tersebut dicantumkan dalam faktur
pajak.

3. Nilai Impor ( Pasal 1 angka 20 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 ) :

- Nilai berupa uang yang menjadi Dasar penghitungan bea masuk


- Ditambah pungutan yang dikenakan sesuai Undang-Undang Pabean.
- Tidak termasuk PPN/PPn BM.

Nilai Impor = Harga Impor (CIF) + Bea Masuk


PPN = 10% x Nilai Impor

Contoh :
PT X mengimpor barang A yang memiliki harga dalam CIF sebesar USD 25,000 dan berdasarkan buku
tarif bea masuk dari Bea dan Cukai dikenakan bea masuk sebesar 25%, kurs pajak yang berlaku pada
tanggal impor (Pemberitahuan Impor Barang) tersebut adalah Rp 12.000,00. Perhitungan PPN yang
terutang atas barang yang diimpor PT X sbb :

- Harga CIF = USD25,000.00

- Bea Masuk = 25%

- Kurs = Rp 12.000,00

Nilai CIF dalam


- = Rp 300.000.000,00
rupiah

- Bea Masuk = Rp 75.000.000,00

- Nilai Impor = RP 375.000.000,00

- Nilai Impor = RP 375.000.000,00

- PPN = Rp 37.500.000,00

4. Nilai Ekspor ( Pasal 1 angka 26 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 ) :

- Nilai berupa uang


- Termasuk biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir, yaitu, nilai yang
tercantum dalam dokumen PEB (Pemberitahuan Ekspor Barang yang telah difiat muat
oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai).

PPN Ekspor = 0% x Nilai Ekspor

5. DPP Nilai Lain ( 567/KMK.04/2000 Jo 251/KMK.03/2002):

Jenis-jenis nilai lain :

- Harga jual atau penggantian setelah dikurangi laba kotor

- Perkiraan harga jual rata-rata

- Harga pasar wajar

- Persentase tertentu dari harga jual, tagihan atau imbalan

- Harga faktual yang dianggap wajar


a. Pemakaian Sendiri :
DPP = Harga Pokok Penjualan (Harga jual atau Penggantian dikurangi laba bruto)
PPN = 10% X Harga Pokok Penjualan
b. Pemberian Cuma-Cuma :
DPP = Harga Pokok Penjualan (Harga Jual atau Penggantian dikurangi laba bruto)
PPN = 10% X Harga Pokok Penjualan
c. Penyerahan Rekaman Suara/Gambar :
DPP = Perkiraan harga jual rata-rata
PPN = 10% X Perkiraan harga jual rata-rata
d. Penyerahan Film Ceritera ( SE - 04/PJ.52/1996 ) :
DPP = Perkiraan hasil rata-rata perjudul film
PPN = 10% X Perkiraan rata-rata per judul film

- Impor Pertama Kali :

- Film Amerika/Eropa Rp 87.000.000,00 per judul film


- Film Asia Mandarin Rp 54.375.000,00 per judul film
- Film Asia Lainnya Rp 40.600.000,00 per judul film
- Impor Kedua Kali dan Seterusnya :
Untuk semua jenis film sama, yaitu Rp 3.000.000,00 per copy film. Jadi PPN-nya = Rp
300.000,00 per kopi film. Dasar pengenaan pajak untuk impor ke dua kali dan seterusnya
ini merupakan biaya-biaya subtitling, sertifikat produksi, sensor dan profit margin.
e. Persediaan BKP yang Tersisa Saat Pembubaran Perusahaan :

DPP = Harga Pasar Wajar


PPN = 10% X Harga Pasar Wajar
f. Aktiva yang Tujuan Semula Tidak Diperjualbelikan yang tersisa saat pembubaran
perusahaan :

DPP = Harga Pasar Wajar


PPN = 10% X Harga Pasar Wajar

Pajak Masukan yang dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan DPP Nilai
Lain tersebut di atas tetap dapat dikreditkan, sepanjang berhubungan langsung dengan
kegiatan usahanya dan Faktur Pajaknya Standar.
g. Penyerahan Jasa Biro Perjalanan/Wisata :

DPP = 10% X Jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih


PPN = 1% X Jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih
h. Penyerahan Jasa Pengiriman Paket :

DPP = 10% X Jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih


PPN = 1% X Jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih
i. Penyerahan Kendaraan Bermotor Bekas :

DPP = 10% X Jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih


PPN = 1% X Jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih
j. Penyerahan Jasa Anjak Piutang ( SE - 06/PJ.53/1997 ) :

DPP = 5% X Jumlah seluruh imbalan berupa service charge, provisi, dan diskon.
PPN = 0,5% X Jumlah seluruh imbalan berupa service charge, provisi, dan diskon.

k. Penyerahan BKP dan/atau JKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerahan BKP
dan/atau JKP antar cabang

DPP = Harga Jual atau penggantian dikurangi laba kotor


PPN = 10% x Harga Jual atau penggantian dikurangi laba kotor

l. Penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang

DPP = Harga Lelang


PPN = 10% x Harga Lelang

Pajak Masukan yang dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menghasilkan penyerahan
kendaraan bermotor bekas, jasa biro perjalanan/wisata, pengiriman paket, dan jasa anjak
piutang tidak dapat dikreditkan, karena sudah diperhitungkan dalam nilai lain.

Pajak Masukan

Pajak masukan adalah PPN yang telah dipungut oleh PKP pada saat pembelian barang atau
jasa kena pajak dalam masa pajak tertentu. Pajak masukan dijadikan kredit pajak oleh PKP
untuk memperhitungkan sisa pajak yang terutang.

Karakteristik Pajak Masukan

Tata cara umum PPN adalah PKP mengkreditkan pajak masukan dalam suatu masa dengan
pajak keluaran dalam masa pajak yang sama. Apabila masa pajak tersebut lebih besar pajak
keluaran maka kelebihan pajak keluaran harus disetorkan ke kas negara. Sebaliknya, apabila
dalam masa pajak tersebut pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran, kelebihan pajak
masukan dapat dikompensasikan ke masa pajak berikutnya. Dalam tata cara umum tersebut,
jumlah yang harus dibayarkan oleh PKP berubah-ubah sesuai dengan pajak masukan yang
dibayar dan pajak keluaran yang dipungut dalam suatu masa pajak.

Pajak Keluaran

Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib dipungut oleh
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa
Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud atau ekspor Jasa Kena Pajak.

Karakteristik Pajak Keluaran

Sebagai salah satu jenis pajak, PPN sering disebut pajak objektif. Yang ditekankan pada PPN
adalah objek pajak yang akan dikenakan dan subjek pajak misalnya, barang-barang mewah,
kendaraan mewah dan sebagainya. Yang pertama dikenakan adalah tarif pada setiap barang
tersebut. Kemudian wajib pajak pengonsumsi barang tersebut yang dikenai beban pajaknya
sehingga wajib pajak tersebut disebut sebagai subjek pajak.

PKP melakukan transaksi jual beli barang artinya, PKP mengambil atau memungut rupiah
yang dihasilkan dari penjualan barang kena pajak (BKP) miliknya yang dibeli konsumen
kemudian nantinya dapat berfungsi menjadi kredit pajak.

Adapun batas waktu untuk melakukan pengkreditan pajak keluaran tersebut adalah tiga bulan
setelah masa pajak berakhir sehingga PKP memiliki waktu yang cukup leluasa untuk
melakukan pengkreditan pajaknya.

-Perbedaan Pajak-

Prinsip Dasar Pengkreditan Pajak Masukan

Pajak Masukan dalam suatu masa pajak dikreditkan dengan pajak keluaran untuk
masa pajak yang sama.
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan pajak
keluaran pada masa pajak yang sama, dapat dikreditkan pada masa pajak berikutnya
paling lama 3 bulan setelah berakhirnya masa pajak yang bersangkutan
Bagi PKP yang belum berproduksi sehingga belum melakukan penyerahan yang
terutang pajak, Pajak Masukan atas perolehan atau impor barang modal dapat
dikreditkan.
Barang modal adalah harta berwujud yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 tahun
yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan termasuk pengeluaran yang
dikapitalisasikan ke barang modal tersebut.
Pajak Masukan yang dikreditkan harus menggunakan faktur pajak yang memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat 5 dan ayat 9.
Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan BKP atau JKP harus dikreditkan
dengan pajak keluaran di tempat PKP dikukuhkan.
Apabila dalam masa pajak, pajak keluaran lebih besar daripada pajak masukan,
selisihnya merupakan PPN yang harus disetor PKP. Penyetoran PPN oleh PKP
dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak dan
sebelum surat pemberitahuan masa PPN disampaikan. Surat pemberitahuan masa
PPN disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.
Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar
daripada Pajak Keluaran, selisihnya merupakan kelebihan pajak yang
dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya (Pasal 9 ayat 4 UU PPN).
Atas kelebihan Pajak Masukan tsb dapat diajukan permohonan pengembalian pada
akhir tahun buku. Termasuk dalam pengertian akhir tahun buku dalam ketentuan ini
adalah Masa Pajak saat Wajib Pajak melakukan pengakhiran usaha (bubar). (Pasal 9
ayat 4a UU PPN).

Pajak Masukan Yang Tidak Dapat Dikreditkan Berdasarkan Pasal 9 ayat 8 UU PPn
atas Pengeluaran

Perolehan BKP/JKP sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP. Ketentuan ini


memberikan kepastian hukum bahwa Pajak Masukan yang diperoleh sebelum
pengusaha dikukuhkan sebagai PKP tidak dapat dikreditkan
Perolehan BKP/JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan
usaha.
Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon,
kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan.
Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak
dari luar Daerah Pabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP.
Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang faktur pajaknya tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat 5 atau ayat 9 atau
tidak mencantumkan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang
Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak.
Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak
dari luar Daerah Pabean yang faktur pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 ayat 6.
Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya ditagih
dengan penerbitan ketetapan pajak.
Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak
dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, yang
ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan
Perolehan Barang Kena Pajak selain barang modal atau Jasa Kena Pajak sebelum
Pengusaha Kena Pajak berproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat 2a.
Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang tidak terutang PPN atau
mendapat fasilitas PPN dibebaskan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat 5 dan
pasal 16B ayat 3

Anda mungkin juga menyukai