Materi tentang jadwal imunisasi bayi prematur dan BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah) ini adalah materi
yang dikutip dari sumber lain, untuk itu kami tidak menghilangkan daftar pustaka tulisan agar pembaca
dapat menelusuri kebenaran informasi tulisan ini. Tulisan ini cukup menarik dan cukup mampu
mempresentasikan beberapa jadwal yang sering dibutuhkan untuk imunisasi terutama pada bayi
prematur dan BBLR. Berikut kutipan materinya:
Bayi prematur memperoleh jumlah antibodi melalui plasenta yang lebih rendah daripada bayi aterm.
Karena antibodi pada bayi premature tingkatnya lebih rendah, maka antibodi tidak bertahan selama
seperti pada bayi aterm. Pada bayi prematur, antibody yang berasal dari turunan maternal berada
dalam titer yang rendah dan durasi yang lebih pendek dari pada bayi aterm. Karena bayi prematur
bergantung pada sistem kekebalan tubuh mereka sendiri untuk perlindungan segera daripada bayi
cukup bulan, sangat penting bagi mereka untuk menerima vaksinasi yang diperlukan sehingga mereka
dapat melindungi diri terhadap penyakit. Sehingga, bayi prematur dengan kondisi klinis yang baik harus
diimunisasi sesuai dengan umur kronologisnya dengan dosis dan jadwal yang sama dengan bayi cukup
bulan, terlepas dari berat lahir mereka.3
Vaksin Hepatitis B
Bayi prematur, termasuk bayi berat lahir rendah, tetap dianjurkan untuk diberikan imunisasi7, sesuai
dengan umur kronologisnya dengan dosis dan jadwal yang sama dengan bayi cukup bulan.6,7,8,10 Tabel 1
memperlihatkan pola pemberian imunisasi pada bayi prematur atau bayi berat lahir rendah.8Pemberian
vaksin Hepatitis B pada bayi prematur dapat juga dilakukan dengan cara di bawah ini:10
1. Bayi prematur dengan ibu HBsAg positif harus diberikan imunisasi HB bersamaan dengan HBIG
pada 2 tempat yang berlainan dalam waktu 12 jam. Dosis ke-2 diberikan 1 bulan kemudian,
dosis ke-3 dan ke-4 diberikan umur 6 dan 12 bulan.
2. Bayi prematur dengan ibu HBsAg negative pemberian imunisasi dapat dengan :
3. Dosis pertama saat lahir, ke-2 diberikan pada umur 2 bulan, ke-3 dan ke-4 diberikan pada umur
6 dan 12 bulan. Titer anti Hbs diperiksa setelah imunisasi ke-4.
4. Dosis pertama diberikan saat bayi sudah mencapai berat badan 2000 gram atau sekitar umur 2
bulan. Vaksinasi HB pertama dapat diberikan bersama-sama DPT, OPV (IPV) dan Haemophylus
influenzae B (Hib). Dosis ke-2 diberikan 1 bulan kemudian dan dosis ke-3 pada umur 8 bulan.
Titer antibody diperiksa setelah imunisasi ke-3.
American Academy of Pediatrics (AAP) menganjurkan pemberian imunisasi HB pada bayi premature
dengan cara sebagai berikut:11
1. Bayi yang lahir dari Ibu HBsAg negatif dan berat badan < 2 kg; pemberian imunisasi ditunda
sampai anak keluar dari rumah sakit, yaitu sampai berat badan anak 2 kg atau umur anak 2
bulan. Vaksinasi yang diberikan sebanyak 3 dosis. Pada pasien ini tidak diperlukan pemeriksaan
serologik.
Bayi prematur: dosis pertama diberikan dalam 12 jam pertama. Dosis kedua diberikan 1 2
bulan kemudian dan dosis ketiga pada umur 6 18 bulan. HBIG 0,5 ml diberikan segera pada
tempat yang berbeda.
Bayi prematur dengan berat lahir < 2 kg: dosis pertama yang diberikan tidak dihitung,
dilanjutkan 3 dosis lagi sampai total 4 dosis. Pemeriksaan anti-HBs dan HBsAg dilakukan 13
bulan setelah dosis ke empat. Bila konsentrasi anti HBs < 10 mIU/ml berikan 3 dosis lagi dengan
jadwal 0,1 dan 6 bulan diikuti pemeriksaan anti HBs 1 bulan sesudah dosis ke tiga.
Bayi yang lahir dari Ibu dengan status HBsAg tidak diketahui:
Bayi prematur dengan berat lahir < 2 kg: status HBsAg Ibu diperiksa sesegera mungkin, bila dalam 12
jam tidak dapat ditentukan maka berikan HBIG 0,5 ml dan vaksinasi dosis pertama. Bila ternyata HBsAg
ibu positif, maka dosis pertama tidak dihitung, lanjutkan sebanyak 3 dosis lagi sampai total 4
dosis. Pemeriksaan anti-HBs dan HBsAg dilakukan 13 bulan setelah dosis keempat. Bila konsentrasi
anti HBs < 10 mIU/ml diberikan 3 dosis lagi dengan jadwal 0,1 dan 6bulan, diikuti dengan pemeriksaan
anti HBs 1 bulan sesudah dosis ke tiga.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada bayi kurang bulan adalah titer imunitas pasif melalui transmisi
maternal lebih rendah daripada bayi cukup bulan,dan respons imun bayi-bayi tersebut masih belum
efektif. Sistem imun belum cukup matur untuk meningkatkan respon imun yang adekuat. Bila imunisasi
diberikan segera setelah lahir, hanya 53-68% yang akan mengalami serokonversi 1 bulan pasca imunisasi
ketiga. Penundaan imunisasi akan meningkatkan angka serokonversi menjadi 90 %, tetapi dengan lama
proteksi yang belum diketahui. Keberhasilan imunisasi tergantung beberapa faktor, yaitu: status imun,
faktor genetik pejamu, serta kualitas dan kuantitas vaksin.8
Waktu yang optimal bagi pemberian imunisasi HB pada bayi prematur dengan ibu HBsAg negatif
belum dapat dipastikan. Beberapa laporan menyebutkan ditemuinya kadar serokonversi yang lebih
rendah pada bayi berat lahir rendah yang diimunisasi segera setelah lahir dibandingkan dengan bayi
prematur yang diimunisasi lebih lambat dan bayi cukup bulan yang diimunisasi segera setelah lahir. Oleh
karena itu, dianjurkan untuk menunda imunisasi bayi premature dengan berat lahir kurang dari 2 kg
dengan ibu HBsAg negatif sampai mereka meninggalkan rumah sakit, yaitu pada waktu berat bayi
mencapai 2 kg atau lebih atau setidaknya sampai umur 2 bulan, diberikan bersamaan dengan imunisasi
lain. Apabila imunisasi HB diberikan sebelum bayi berumur 2 bulan, dianjurkan memberikan imunisasi
ulangan.7
Bayi prematur atau bayi berat lahir rendah dari ibu pengidap HVB, seyogyanya imunisasi dan HBIG
diberikan segera setelah lahir, serta dilakukan pemeriksaan anti HBs satu bulan sesudah imunisasi ke-3
atau ke-4. Penelitian kohort multisenter di Thailand dan Taiwan terhadap bayi dari ibu pengidap HB yang
telah memperoleh imunisasi dasar 3x pada masa bayi, didapatkan bahwa pada umur 5 tahun, 90,7 % di
antaranya masih memiliki titer antibodi anti HBs yang protektif ( titer anti HBs > 10 mlU/ml ). Mengingat
pola epidemiologi HB di Indonesia mirip dengan negara tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
imunisasi ulang pada usia 5 tahun tidak diperlukan kecuali apabila titer anti HBsAg < 10 mlU/ml. Bila
status ibu tidak diketahui sebaiknya diberikan sesuai imunisasi pada bayi dengan ibu HBsAg positif.
Apabila sampai dengan usia 5 tahun anak belum pernah memperoleh imunisasi HB, maka secepatnya
diberikan (catch-up vaccination). Ulangan imunisasi HB (hep B-4) dapat dipertimbangkan pada umur 10-
12 tahun.5,12 Saat ini telah beredar vaksin kombinasi HB dengan DPT. Untuk bayi berumur < 6 minggu
pemberian vaksin kombinasi ini tidak dianjurkan karena DPT hanya diberikan pada umur > 2 bulan jadi
tidak dapat diberikan sebagai imunisasi HB pertama pada bayi baru lahir.10
Penyuntikan dianjurkan di daerah deltoid atau paha anterolateral. Titer antibodi pada penyuntikan di
deltoid, terbukti 17 kali lebih tinggi dibandingkan dengan penyuntikan di regio gluteus. Kurang lebih 20
% subyek dengan suntikan di gluteus gagal memproduksi antibodi protektif, hal ini mungkin di-sebabkan
karena banyaknya jaringan lemak sehingga suntikan tidak mencapai otot. Efektifitas vaksin HB berkisar
antara 90-95 % (pada titer anti HBs >10 mlU/ml). Memori sistem imun diperkirakan menetap paling
tidak sampai dengan 12 tahun pasca imunisasi. Dalam keadaan normal, tidak dianjurkan untuk
memberikan imunisasi ulangan (booster). Pada bayi dan anak, tidak dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan anti HBs pra dan pasca imunisasi secara rutin. Uji serologi pasca imunisasi hanya dilakukan
pada populasi risiko tinggi, yaitu 1-2 bulan sesudah imunisasi yang ketiga.8
Pada dasarnya jadwal imunisasi hepatitis B bayi kurang bulan atau bayi berat lahir rendah sama
dengan bayi cukup bulan, hanya dosis yang pertama diberikan pada umur 2 bulan atau lebih sesuai
dengan usia kronologisnya, atau berat badan telah mencapai 2 kg. Kecuali apabila diketahui ibu
mempunyai titer HBsAg positif, imunisasi HB mulai diberikan dalam 12 jam pertama dan dosis pertama
ini tidak dihitung, namun dilanjutkan 3 dosis lagi sampai total 4 dosis dengan jadwal yang sama dengan
bayi cukup bulan (0,1,6 bulan). Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pemberian imunisasi HB:5
1. Pada bayi kurang bulan atau bayi berat lahir rendah titer imunitas pasif melalui transmisi
maternal lebih rendah daripada bayi cukup bulan.
3. Imunisasi ulangan secara rutin pada usia dibawah 12 tahun tidak dianjurkan. Memori sistem
imun diperkirakan menetap paling tidak sampai dengan 12 tahun pasca imunisasi.
Vaksin Difteri, Tetanus, Pertusis, Polio, dan Haemophilus influenza type b (Hib)
Beberapa studi yang dilakukan dalam beberapa taun terakhir telah mengkonfirmasi temuan-temuan
sebelumnya yang berhubungan dengan tingkat keamanan, imunogensitas, dan efficacy dari DTaP,
difteri, tetanus toxoids (TT), DTwP, Hib, oral poliovirus (OPV) , dan IPV dimulai pada 2 bulan usia
kronologisnya. Pada bayi prematur yang tidak memiliki komplikasi, besarnya respons imun pada bayi
premature cenderung berbanding lurus dengan usia gestasi dan berat badan lahir. Pada bayi ELBW
dengan umur gestasi <31 minggu dengan keadaan klinis postnatal yang kompleks akan cenderung
menurun pada saat pemberian imunisasi lengkap, meskipun bersifat melindungi.3
Tingkat keparahan penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin pada bayi prematur mengahalangi
penundaan inisiasi dosis pertama vaksin DTaP, Hib, atau IPV melebihi usia kronolgis 2 bulan pada bayi
prematur yang stabil secara medis. Tingkat keamanan vaksin DTwP, DTaP, Hib, dan IPV yang diberikan
pada bayi prematur dan BBLR sebanding dengan bayi aterm, dengan tidak adanya peningkatan kejadian
pasca imunisasi. Ketidakmatangan relatif dari system imun pada bayi premature dan BBLR dapat
menekan bentuk reactogenicity vaksin dan paradoxiacally protective dari kejadian ikutan pasca
imunisasi ringan yang berasal dari vaksin-vaksin ini. 3
Vaksin BCG
Di New Zealand direkomendasikan bahwa pemberian imunisasi BCG harus diberikan secepat mungkin
sesaat setelah bayi lahir dimana bayi tersebut memiliki resiko yang tinggi terhadap tuberculosis dan
yang memenuhi kriteria eligibilitas. Beberapa studi menunjukkan respon bayi prematur dan BBLR
terhadap imunisasi BCG dapat dilihat dari bekas luka, Mantoux response,dan atau tes inhibisi migrasi
limfosit untuk mengetahui respon dari bayi tersebut. Beberapa data mengindikasikan bahwa pemberian
imunisasi BCG pada usia gestasi 34 minggu atau lebih menunjukkan respon imun yang bagus. Data lain
menunjukkan bahwa imunisasi BCG dapat diberikan pada bayi dengan usia gestasi <31 minggu atau
dapat ditunda sampai usia gestasi 31 minggu jika bayi tersebut lebih prematur dari pada ini. Bayi lahir
dengan usia gestasi 34 minggu atau lebih dapat menerima vaksin sesaat setelah dia lahir.12,13 Bayi lahir
sebelum usia gestasi 34 minggu harus ditunda dalam pemberian BCG sampai usia gestasi mencapai 34
minggu.15
PCV7 telah terbukti dapat menjadi immunogenic pada bayi lahir dengan usia gestasi 27 sampai <37
minggu dan bayi lahir dengan berat <2500, <1500, dan <1000. Meskipun besarnya respon pada serotype
rendah pada bayi premature atau BBLR dari pada bayi aterm, baik efficacy dan efektivitas pada PCV7
telah dibuktikan pada penelitian ini. Meskipun, waktu pemberian booster/ dosis ke-4 pada tahun kedua
setelah dia lahir direkomendasikan. PCV7, secara umum dapat ditoleransipada bayi prematur dan atau
BBLR dengan kemungkinan pengecualian yaitu pada resiko apneu pada bayi prematur dan atau BBLR,
dan demam pada bayi dengan berat badan lahir <1000 gram.16,17
KESIMPULAN
Bayi prematur dengan keadaan medis yang stabil harus menerima semua vaksin yang
direkomendasikan secara teratur pada usia kronologis yang sama seperti yang dianjurkan untuk bayi
cukup bulan. Dalam kebanyakan situasi, usia kehamilan dan berat bayi lahir harusnya tidak menjadi
faktor yang menentukan apakah bayi prematur atau BBLR untuk diimunisasi sesuai jadwal. Bayi dengan
berat lahir kurang dari 2000 gram, mungkin memerlukan modifikasi dari waktu pemberian hepatitis B
imunoprofilaksis tergantung pada status HBsAg ibu.
Dosis vaksin yang biasanya diberikan untuk bayi cukup bulan tidak boleh dikurangi atau dibagi ketika
diberikan kepada bayi prematur atau BBLR. Meskipun penelitian telah menunjukkan penurunan respon
imun untuk bebrapa vaksin yang diberikan kepada VLBW, ELBW dan bayi prematur dengan usia
kehamilan <29 minggu, kebanyakan bayi prematur menghasilkan imunitas yang diinduksi oleh vaksin
secara cukup untuk mencegah penyakit saat dosis penuh diberikan. Tingkat keparahan penyakit yang
dapat dicegah oleh vaksin pada bayi prematur dan BBLR menghalangi keterlambatan dalam memulai
pemberian vaksin ini.
Paha anterolateral menjadi tempat pilihan pada pemberian vaksin pada bayi prematur secara
intramuscular. Pilihan jarum yang digunakan untuk pemberian vaksin secara intramuscular dibuat untuk
disesuaikan massa otot pada bayi prematur dan kemungkinan kurang dari ukuran standar yaitu 7/8 inci-
1 inci.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hadinegoro SRH. Pedoman pelaksanaan imunisasi pada anak. Dalam: Tumbelaka AR,
Hadinegoro SRH, Satari HI, Oswari H, penyunting. Strategi pemilihan dan penggunaan vaksin
serta antibiotik dalam upaya antisipasi era perubahan pola penyakit. Naskah lengkap Pendidikan
Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak FKUI XXXlX. FKUI; 1997. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI 1997. h. 49-37.
2. Pusat Data dan Informasi Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia. Tinggi, Kasus Bayi
Prematur di Indonesia.Jakarta: Cakrawala. 2002.
3. Saari NT. Immunization of Preterm and Low Birth Weight Infants. Pediatrics. United States:
American Academy of Pediatrics, 2003: p. 193-8.
4. Ranuh IGNG, Suyitno H,Sri RSH, et al., Pedoman Imunisasi di Indonesia. 2011. Jakarta : Balai
Penerbit IDAI.
5. Pemberian imunisasi hepatitis B pada bayi premature. Sari Pediatri Vol.4, 2003: p. 163-7.
6. Satgas Imunisasi IDAI. Jadwal imunisasi rekomendasi IDAI. Sari Pediatri 2000; 2:43-7.
7. Satari HI. Imunisasi pada keadaan khusus. Dalam: Tumbelaka AR, Hadinegoro SRH, Satari HI,
Oswari H, penyunting. Strategi pemilihan dan penggunaan vaksin serta antibiotik dalam upaya
antisipasi era perubahan pola penyakit. Naskah lengkap Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan
Ilmu Kesehatan Anak FKUI XXXlX. FKUI; 1997; Jakarta: Balai Penerbit FKUI,1997. h. 63-51.
8. Pujiarto PS. Kebijakan tatalaksana hepatitis virus A,B,C,pada anak. Dalam: Zulkarnain Z, Bisanto
J, Pujiarto PS, Oswari H, penyunting. Tinjauan komprehensif hepatitis virus pada anak. Naskah
lengkap Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak FKUI XLlll. FKUI;
2000;Jakarta: Balai Penerit FKUI 2000. h.136-113.
10. Siregar SP. Imunisasi pada kelompok berisiko. Dalam:Ranuh IGN, Soeyitno H, Hadinegoro SRS,
Kartasasmita C, penyunting. Buku Imunisasi Di Indonesia, edisi pertama. 2001. Jakara: Satgas
Imunisasi IDAI, 2001.h. 49-56.
11. American Academy of Pediatrics. Hepatitis A, B, C and E. Dalam: Peter G, Hall CB, Halsey NA,
Marcey SM, Pickering LK, penyunting. 1997 Red Book. Report of the committee on infectious
diseases, edisi ke-24, 1997.h. 254-9.
12. Hadinegoro SRS. Jadwal imunisasi rekomendasi IDAI. Dalam: Ranuh I.G.N, Soeyitno H,
Hadinegoro SRS, Kartasasmita C, penyunting. Buku Imunisasi di Indo-nesia, edisi pertama. 2001.
Jakarta: Satgas Imunisasi IDAI, 2001. h. 63-9.
13. Ministry of Health. Immunisation handbook 2011. Wellington: Ministry of Health; 2011.
14. Sedaghatian MR, Hashem F, Hossain MM. Bacille Calmette Guerin vaccination in pre-term
infants. Int J Tuberc Lung Dis. 1998;2(8):679-82.
15. Thayyil-Sudhan S, Kumar A, Singh M, Paul VK, Deorari AK. Safety and effectiveness of BCG
vaccination in preterm babies. Arch Dis Child Fetal Neonatal Ed. 1999;81(1):F64-6
16. DAngio CT, Heyne RJ, OShea TM, Schelonka RL, Shankaran S, Duara S, et al. Heptavalent
pneumococcal conjugate vaccine immunogenicity in very-low-birth-weight, premature infants.
Pediatr Infect Dis J. 2010;29(7):600-6.
17. Shinefield HM, Black SM, Ray PM, Fireman BM, Schwalbe JM, Lewis EM. Efficacy,
immunogenicity and safety of heptavalent pneumococcal conjugate vaccine in low birth weight
and preterm infants. Pediatr Infect Dis J. 2002;21(3):182-6.