Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PEMBAHASAN

a. Apakah ada obat lain yang bisa diberikan selain paracetamol ?


Jawaban :
Parasetamol dapat diminum setiap 4-6 jam sekali. Dosis yang aman bagi anak adalah 10-
15mg/kgbb/pemberian yang di izinkan 4-6x sehari.
Ibuprofen, dosis ibuprofen yang dapat diberikan adalah 10 mg/kgbb/kali, diberikan hingga
3x/hari setiap 6-8 jam sekali. Efek menurunkan demam yang dimiliki ibuprofen memang lebih
kuat dari parasetamol, kendati demikian efek sampingnya juga lebih besar.
Jika obat pilihan pertama yaitu parasetamol tidak dapat menurunkan suhu, maka obat berikutnya
yang digunakan adalah ibuprofen. Pemakaian obat ini jangan digunakan bersama-sama dengan
parasetamol. Gunakan salah satu saja. Jika diberikan bersamaan, maka akan terjadi over dosis.
Ibuprofem mempunyai efek menurunkan panas yang lebih kuat dari parasetamol. Tapi
kelemahannya adalah efek samping yang lebih banyak. Jadi dari sisi keamanan, ibuprofen jauh
lebih buruk.
Ibuprofen sebaiknya jangan diberikan pada bayi yang berusia di bawah 6 bulan. Juga jangan
diberikan pada kondisi demam yang disertai dehidrasi dan muntah. Juga tidak boleh diberikan
pada penderita demam berdarah, sebab hal ini akan meningkatkan resiko pendarahan.

b. Mengapa obat paracetamol dijadikan pilihan utama saat terjadi kejang demam ?
Jawaban :
Karena pemberian obat ini tidak menghilangkan demam, namun untuk menurunkan suhu
tubuh. Setelah minum obat, suhu akan turun, meskipun demam tidak hilang sama sekali. Obat
penurun panas utama yang lazim digunakan adalah parasetamol.
Obat ini paling aman digunakan, oleh bayi sekalipun, jika digunakan sesuai dosisnya dan tidak
dalam jangka panjang. Pemakaian dalam dosis berlebih dan dalam jangka panjang dapat
menyebabkan kerusakan hati dan ginjal.
b. Apakah penyakit ayan menular dan apa penyebabnya ?
Jawab :
tidak ,epilepsi tidak menular ,karena epilepsi penyebabnya belum diketahui tapi banyak spekulasi
disebabkan oleh :
a. Pasca trauma kelahiran
b. Pasca cidera kepala
c. Adanya riwayat infeksi pada masa kanak-kanak
d. Riwayat demam tinggi
e. Riwayat keturunan epilepsi

c. Bagaimana cara mengatasi dan mencegah penyakit ayan ?


Jawab :
Pencegahan dapat dilakukan dengan menghindari terjadinya cedera pada kepala. lindungi
kepala dengan menggunakan helm saat menggendarai kendaraan dijalan. Pada saat anak-anak
pencegahan penyakit ayan (epilepsi) ini dapat dilakukan dengan memberikan vaksinasi yang benar
untuk anak.
Pemberian obat anti konvulsan seperti fenitoin , fenobarbital , primidon , karbamazepin, okskar
barzepin, gabapetin, lamotrigin, levetirasetam, topiramat .

BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN

A.PENGERTIAN
Kejang demam atau febrile conculsion ialah bangkiran kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium (Ngastiyah, 1997).
Kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak yang biasanya terjadi antara umur 3
bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial
atau penyebab tertentu (Mansjoer, 2000)
Demam adalah meningkatnya temperatur tubuh secara abnormal lebih dari 37,5oC, merupakan
respon tubuh terhadap kuman, bakteri dan virus penyebab penyakit yang masuk ke dalam tubuh (Suriadi,
2001).
Kejang adalah perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai akibat dari aktivitas
neoronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan (Betz, 2002).
Gangguan kejang merupakan sindrom kronis dimana disfungsi neurologis pada jaringan serebral
menghasilkan episode paraksosmal berulang (kejang) gangguan perilaku, suasana hati, sensasi, persepsi,
gerakan dan tonus otot (Carpenito, 2000).
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas
38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (Widodo, 2005 )
Kejang demam merupakan gangguan kejang yang paling lazim pada masa akan dengan prognosis
sangat baik secara seragam, dapat menandakan penyakit infeksi akut serius (Nelson, 2000).
Kejang demam (febrile convulsion) adalah kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rectal lebih dari 380 ) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Kejang demam merupakan kelainan
neurologis yang paling sering dijumpai pada anak, terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4
tahun. Hampir 3% dari anak yang berumur dibawah 5 tahun pernah menderita kejang demam. Pada
percobaan yang dilakukan pada binatang, suhu yang tinggi menyebabkan terjadinya kejang.

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI


A. Pembagian sistem saraf secara anatomi :
1. SSP (Sistem Saraf Pusat)
2. Sistem Saraf Tepi
1. Sistem saraf pusat (SSP)
Sistem saraf pusat meliputi otak (ensephalon) dan sumsum tulang belakang (medulla spinalis).
Keduanya merupakan organ yang sangat lunak, dengan fungsi yang sangat penting maka perlu
perlindungan. Selain tengkorak dan ruas-ruas tulang belakang, otak juga dilindungi 3 lapisan
selaput meninges. Bila membran ini terkena infeksi maka akan terjadi radang yang disebut meningitis.
Ketiga lapisan membran meninges dari luar ke dalam adalah sebagai berikut:
Durameter; terdiri dari dua lapisan, yang terluar bersatu dengan tengkorak sebagaiendostium, dan
lapisan lain sebagai duramater yang mudah dilepaskan dari tulang kepala. Di antara tulang kepala dengan
duramater terdapat rongga epidural.
Arachnoidea mater; disebut demikian karena bentuknya seperti sarang labah-labah. Di dalamnya
terdapat cairan yang disebut liquor cerebrospinalis; semacam cairan limfa yang mengisi sela sela
membran araknoid. Fungsi selaput arachnoidea adalah sebagai bantalan untuk melindungi otak dari
bahaya kerusakan mekanik.
Piameter. Lapisan terdalam yang mempunyai bentuk disesuaikan dengan lipatan-lipatan permukaan
otak.
Otak dan sumsum tulang belakang mempunyai 3 materi esensial yaitu:
Badan sel yang membentuk bagian materi kelabu (substansi grissea)
Serabut saraf yang membentuk bagian materi putih (substansi alba)
Sel-sel neuroglia, yaitu jaringan ikat yang terletak di antara sel-sel saraf di dalam sistem saraf pusat
Walaupun otak dan sumsum tulang belakang mempunyai materi sama tetapi susunannya berbeda.
Pada otak, materi kelabu terletak di bagian luar atau kulitnya (korteks) dan bagian putih terletak di tengah.
Pada sumsum tulang belakang bagian tengah berupa materi kelabu berbentuk kupu-kupu, sedangkan
bagian korteks berupa materi putih.
Otak
Otak mempunyai lima bagian utama, yaitu: otak besar (serebrum), otak tengah (mesensefalon),
otak kecil (serebelum), sumsum sambung (medulla oblongata), dan jembatan varol.

1. Otak besar (serebrum)


Otak besar mempunyai fungsi dalam pengaturan semua aktivitas mental, yaitu yang berkaitan
dengan kepandaian (intelegensi), ingatan (memori), kesadaran, dan pertimbangan.
Otak besar merupakan sumber dari semua kegiatan/gerakan sadar atau sesuai dengan kehendak,
walaupun ada juga beberapa gerakan refleks otak. Pada bagian korteks otak besar yang berwarna kelabu
terdapat bagian penerima rangsang (area sensor) yang terletak di sebelah belakang area motor yang
berfungsi mengatur gerakan sadar atau merespon rangsangan.
Selain itu terdapat area asosiasi yang menghubungkan area motor dan sensorik. Area ini berperan
dalam proses belajar, menyimpan ingatan, membuat kesimpulan, dan belajar berbagai bahasa. Di sekitar
kedua area tersebut dalah bagian yang mengatur kegiatan psikologi yang lebih tinggi. Misalnya bagian
depan merupakan pusat proses berfikir (yaitu mengingat, analisis, berbicara, kreativitas) dan emosi. Pusat
penglihatan terdapat di bagian belakang.
2. Otak tengah (mesensefalon)
Otak tengah terletak di depan otak kecil dan jembatan varol. Di depan otak tengah terdapat
talamus dan kelenjar hipofisis yang mengatur kerja kelenjar-kelenjar endokrin. Bagian atas (dorsal) otak
tengah merupakan lobus optikus yang mengatur refleks mata seperti penyempitan pupil mata, dan juga
merupakan pusat pendengaran.
3. Otak kecil (serebelum)
Serebelum mempunyai fungsi utama dalam koordinasi gerakan otot yang terjadi secara sadar,
keseimbangan, dan posisi tubuh. Bila ada rangsangan yang merugikan atau berbahaya maka gerakan
sadar yang normal tidak mungkin dilaksanakan.
4. Sumsum sambung (medulla oblongata)
Sumsum sambung berfungsi menghantar impuls yang datang dari medula spinalis menuju ke otak.
Sumsum sambung juga memengaruhi jembatan, refleks fisiologi seperti detak jantung, tekanan darah,
volume dan kecepatan respirasi, gerak alat pencernaan, dan sekresi kelenjar pencernaan. Selain itu,
sumsum sambung juga mengatur gerak refleks yang lain seperti bersin, batuk, dan berkedip.
5. Jembatan varol (pons varoli)
Jembatan varol berisi serabut saraf yang menghubungkan otak kecil bagian kiri dan kanan, juga
menghubungkan otak besar dan sumsum tulang belakang.

2. Sistem saraf Tepi


Sistem saraf tepi adalah sistem saraf di luar sistem saraf pusat, untuk menjalankan otot dan organ
tubuh. Tidak seperti sistem saraf pusat, sistem saraf tepi tidak dilindungi tulang, membiarkannya rentan
terhadap racun dan luka mekanis.
Sistem saraf tepi terdiri dari sistem saraf sadar dan sistem saraf tak sadar (sistem saraf otonom).
Sistem saraf sadar mengontrol aktivitas yang kerjanya diatur oleh otak, sedangkan saraf otonom
mengontrol aktivitas yang tidak dapat diatur otak antara lain denyut jantung, gerak saluran pencernaan,
dan sekresi keringat.

Gbr. Saraf tepi dan aktivitas-aktivitas yang dikendalikannya

1. Sistem Saraf Sadar

Sistem saraf sadar disusun oleh saraf otak (saraf kranial), yaitu saraf-saraf yang keluar dari otak,
dan saraf sumsum tulang belakang, yaitu saraf-saraf yang keluar dari sumsum tulang belakang.
Saraf otak dikhususkan untuk daerah kepala dan leher, kecuali nervus vagus yang melewati leher
ke bawah sampai daerah toraks dan rongga perut. Nervus vagus membentuk bagian saraf otonom. Oleh
karena daerah jangkauannya sangat luas maka nervus vagus disebut saraf pengembara dan sekaligus
merupakan saraf otak yang paling penting

Saraf sumsum tulang belakang berjumlah 31 pasang saraf gabungan. Berdasarkan asalnya, saraf
sumsum tulang belakang dibedakan atas 8 pasang saraf leher, 12 pasang saraf punggung, 5 pasang saraf
pinggang, 5 pasang saraf pinggul, dan satu pasang saraf ekor.

2. Saraf Otonom
Sistem saraf otonom disusun oleh serabut saraf yang berasal dari otak maupun dari sumsum tulang
belakang dan menuju organ yang bersangkutan. Dalam sistem ini terdapat beberapa jalur dan masing-
masing jalur membentuk sinapsis yang kompleks dan juga membentuk ganglion. Urat saraf yang terdapat
pada pangkal ganglion disebut urat saraf pra ganglion dan yang berada pada ujung ganglion disebut urat
saraf post ganglion.
Sistem saraf otonom dapat dibagi atas sistem saraf simpatik dan sistem
sarafparasimpatik. Perbedaan struktur antara saraf simpatik dan parasimpatik terletak pada posisi
ganglion. Saraf simpatik mempunyai ganglion yang terletak di sepanjang tulang belakang menempel pada
sumsum tulang belakang sehingga mempunyai urat pra ganglion pendek, sedangkan saraf parasimpatik
mempunyai urat pra ganglion yang panjang karena ganglion menempel pada organ yang dibantu.
Fungsi sistem saraf simpatik dan parasimpatik selalu berlawanan (antagonis). Sistem saraf
parasimpatik terdiri dari keseluruhan "nervus vagus" bersama cabang-cabangnya ditambah dengan
beberapa saraf otak lain dan saraf sumsum sambung.

Parasimpatik :
Mengecilkan pupil
Menstimulasi aliran ludah
Memperlambat denyut jantung
Membesarkan bronkus
Menstimulasi sekresi kelenjar pencernaan
Mengerutkan kantung kemih

Simpatik
Memperbesar pupil

Menghambat aliran ludah

Mempercepat denyut jantung


Mengecilkan bronkus
Menghambat sekresi kelenjar pencernaan
Menghambat kontraksi kandung kemih

C. ETIOLOGI
Menurut Randle John (1999) kejang demam dapat disebabkan oleh:
- Demam tinggi. Demam dapat disebabkan oleh karena tonsilitis, faringitis, otitis media, gastroentritis,
bronkitis, bronchopneumonia, morbili, varisela,demam berdarah, dan lain-lain.
- Efek produk toksik dari mikroorganisme (kuman dan otak) terhadap otak.
- Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal.
- Perubahan cairan dan elektrolit.
- Faktor predispisisi kejang deman, antara lain:
Riwayat keluarga dengan kejang biasanya positif, mencapai 60% kasus. Diturunkan secara dominan, tapi
gejala yang muncul tidak lengkap.
- Angka kejadian adanya latar belakang kelainan masa pre-natal dan perinatal tinggi
- Angka kejadian adanya kelainan neurologis minor sebelumnya juga tinggi, tapi kelainan neurologis
berat biasanya jarang terjadi.
Penyebab kejang demam belum dapat dipastikan. Pada sebagian besar anak, tingginya suhu
tubuh, bukan kecepatan kenaikan suhu tubuh, menjadi faktor pencetus serangan kejang demam. Biasanya
suhu demam lebih dari 38C dan terjadi saat suhu tubuh naik dan bukan pada saat setelah terjadinya
kenaikan suhu yang lama. (Dona L.Wong, 2008).
Penyebab kejang mencakup faktor-faktor perinatal, malformasi otak kogenital, faktor genetik,
penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis), penyakit demam, gangguan metabolisme, trauma, neuplasma
toksin, sirkulasi, dan penyakit degeneratif sususnan syaraf. Kejang disebut ideopatik bila tidak dapat
ditemukan penyebabnya.(Cecily L. Betz dan A.sowden, 2002)
Kondisi yang dapat menyebabkan kejang demam antara lain; infeksi yang mengenai jaringan
ekstrakranial seperti tonsilitis, otitis, media akut, bronkitis. (Riyadi dan sujono, 2009).
Kerangka konsep
Faktor Resiko
Bayi berat lahir rendah

Usia kehamilan
asfiksia
Faktor riwayat keluarga
Faktor demam
Kejang demam
Faktor usia
Usia ibu saat hamil
D. PATOFISIOLOGI
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.
Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu
ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan
sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-).
Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar
sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar
sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk
menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang
terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraselular
Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari sekitar
Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan Pada keadaan demam
kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen
akan meningkat 20%.
Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang
dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari
membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium
akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas
ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan neurotransmitter dan terjadi kejang.
Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai
denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya
aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.
Peningkatan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam
waktu singkat terjadi difusi ion kalium dan natrium melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya
lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel
maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadi kejang.
Kejang demam yang terjadi singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan
gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat yang disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial
disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat yang disebabkan oleh makin
meningkatnya aktivitas otot, dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat.
Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga
meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mngakibatkan kerusakan sel neuron
otak. Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang
berlangsung lama dapat menjadi matang di kemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi spontan,
karena itu kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga
terjadi epilepsi.
PATOFLOW
E. PATOLOGI
untuk mempertahan kan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan energi yang didapat dari
metabolisme. Bahan baku metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah
oksidasi dengan perantara fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Dari
uraian tersebut dapat diketahui bahwa sum ber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi
yang dipecah menjadi karbondioksida dan air.
Pada keadaan demam kenaikan suhu 10C akan mengakibatkn kenaikan metabolisme basal 10-15%
dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak umur 3 tahun sirkulasi otak mencapai
65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewaa yang hanya 15%. Oleh karena itu, kenaikan
suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat
terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membrane tersebut dengan akibat terjadinya
lepas muatan listrik.
Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapt meluas keseluruh sel maupun membran
sel disekitarnya dengan bantuan yang disebut neurotransimitter dan terjadi kejang. Tiap anak memiliki
ambang kejang yang berbeda dan tergangtung tinggi rendahnya ambang kejang seseorang. Anak akan
menderita kejang pada suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang akan terjadi
pada suhu 380C sedangkan anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejan akan terjadi pada suhu 400C
atau lebih. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa berulangnya kejang demam lebih sering terjadi
pada anak dengan ambang kejangg yang rendah. Dalam penanggulannya perlu memperhatikan pada
tingkat suhu beberapa pasien menderita kejang.
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak
meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai
apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi
hipoksemia, hiperkapia, asidosis laktat disebabkab oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai
denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat yang disebabkan makin
meningkaynya aktifitas otot dan selanjutnya mneyebabkan metabolisme otak meningkat.
Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak
selama berlangsungnya kejan lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang
mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permehabilitas kapiler dan timbul odema otak yang
mengakibatkan kerusakan neuron otak. Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah
mendapatkan serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudian hari sehingga
terjadi serangan epilepsy yang spontan. Karena itu kejang demam yang berlangsung lama dapat
menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsi.
KLASIFIKASI KEJANG DEMAM
Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan dan tungkai dapat
diklasifikasikan menjadi 2bagian yaitu; kejang parsial sederhana dan kejang parsial kompleks.
1. Kejang parsial sederhana
Kesadaran tidak terganggu dapat mencakup satu atau dua hal sebagai berikut;
- Tanda-tanda motoris; kedutan pada wajah, tangan atau salah satu sisi tubuh; umumnya gerakan setiap
kejang sama
- Tanda atau gejala otonomik; muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil.
- Gejala sematosensoris atau sensoris khusus; mendengar musik, merasa seakan jatuh dari udara,
parestesia.
- Gejala psikik; dejavu, rasa takut, visi panoramik.
2. Kejang parsial kompleks
Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial simpleks. Dapat
mencangkup otomatisme atau gerakan otomatik; mengecap0ecapkan bibir, mengunyah, gerakan
mencongkel yang berulang-ulang pada tangan, dan gerakan tangan lainnya. Dapat tanpa otomatisme
tatapan terpaku. (Cecily L.Betz dan Linda A.Sowden, 2002)
Kejang demam dibedakan dua yaitu kejang demam kompleks dan kejang demam sederhanan
No Klinis KD KD
Sederhana Kompleks
1 Durasi < 15 menit >15 menit
2 Tipe kejang Umum Umum / fokal
3 Berulang dalam satu 1 kali > 1 kali
episode
4 Defisit neurologus - +
5 Riwayat keluarga kejang + +
demam
6 Riwayat keluarga tanpa + +
kejang demam
7 Abnormalitas neurologis + +
sebelumnya

F. MANIFESTASI KLINIK
Serangan kejang biasanya terjadi 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan
sifat bangkitan kejang dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang
berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun sejenak tapi setelah beberapa
detik atau menit anak akan sadar tanpa ada kelainan saraf.
Di Subbagian Anak FKUI RSCM Jakarta, kriteria Livingstone dipakai sebagai pedoman membuat
diagnosis kejang demam sederhana, yaitu :
- Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun
- Kejang berlangsung tidak lebih dari 15 menit
- Kejang bersifat umum
- Kejang timbul dalam 16 jam pertamam setelah timbulnya demam
- Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
- Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya satu minggu sesudah suhu normal tidak menunjukkan
kelainan
- Frekuensi kejang bangkitan dalam satu tahun tidak melebihi empat kali
Kejang parsial ( fokal, lokal )
a. Kejang parsial sederhana :
Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau lebih hal berikut ini :
Tanda tanda motoris : kedutan pada wajah, atau salah satu sisi tubuh; umumnya gerakan setipa kejang
sama.
Tanda atau gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil.
Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik, merasa seakan ajtuh dari udara,
parestesia.
Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik.
b. Kejang parsial kompleks
Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial simpleks Dapat
mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap ngecapkan bibir,mengunyah, gerakan
menongkel yang berulang ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya.Dapat tanpa otomatisme :
tatapan terpaku
c. Kejang umum ( konvulsi atau non konvulsi )
Kejang absens
Gangguan kewaspadaan dan responsivitas
Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15 detik Awitan dan
akhiran cepat, setelah itu kempali waspada dan konsentrasi penuh
Kejang mioklonik
Kedutan kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi secara mendadak.
Sering terlihat pada orang sehat selama tidur tetapi bila patologik berupa kedutan keduatn sinkron dari
bahu, leher, lengan atas dan kaki.Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam kelompok
Kehilangan kesadaran hanya sesaat.
Kejang tonik klonik
Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot ekstremitas, batang
tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari 1 menit Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan
kandung kemih
Saat tonik diikuti klonik pada ekstrenitas atas dan bawah. Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase
postictal d. Kejang atonik Hilngnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak
mata turun, kepala menunduk,atau jatuh ke tanah. Singkat dan terjadi tanpa peringatan

G. PENATALAKSANAAN

1. Pengobatan

a. Pengobatan fase akut


Obat yang paling cepat menghentikan kejang demam adalah diazepam yang diberikan melalui interavena
atau indra vectal.
Dosis awal : 0,3 0,5 mg/kg/dosis IV (perlahan-lahan).
Bila kejang belum berhenti dapat diulang dengan dosis yang sama setelah 20 menit.
b. Turunkan panas
Anti piretika : parasetamol / salisilat 10 mg/kg/dosis.
Kompres air PAM / Os
c. Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebro spiral dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis,
terutama pada pasien kejang demam yang pertama, walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan
pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai meningitis, misalnya bila aga gejala meningitis
atau bila kejang demam berlangsung lama.
d. Pengobatan profilaksis
Pengobatan ini ada dalam cara : profilaksis intermitten / saat demam dan profilaksis terus
menerus dengan antikanulsa setiap hari. Untuk profilaksis intermitten diberikan diazepim secara oral
dengan dosis 0,3 0,5 mg/hgBB/hari.
e. Penanganan sportif
Bebaskan jalan napas
Beri zat asam
Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit
Pertahankan tekanan darah

2. Pencegahan

a. Pencegahan berkala (intermitten) untuk kejang demam sederhana. Beri diazepam dan antipiretika pada
penyakit-penyakit yang disertai d emam.
b. Pencegahan kontinu untuk kejang demam komplikata

Dapat digunakan :
Fero barbital : 5-7 mg/kg/24 jam dibagi 3 dosis
Fenitorri : 2-8 mg/kg/24 jam dibagi 2-3 dosis
Klonazepam : (indikasi khusus)

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dengan kejang demam adalah meliputi:
1. Elektro encephalograft (EEG)
Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai prognostik. EEG abnormal tidak dapat
digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi atau kejang demam yang berulang
dikemudian hari. Saat ini pemeriksaan EEG tidak lagi dianjurkan untuk pasien kejang demam yang
sederhana. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumber
infeksi.

2. Pemeriksaan cairan cerebrospinal


Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya meningitis, terutama pada pasien
kejang demam yang pertama. Pada bayi yang masih kecil seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga
harus dilakukan lumbal pungsi pada bayi yang berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang
berumur kurang dari 18 bulan.

3. Darah
Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200 mq/dl)
BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro toksik akibat
dari pemberian obat.
Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejan
Kalium ( N 3,80 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 144 meq/dl )

4. Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi, pendarahan penyebab
kejang.
5. Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
6. Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih terbuka (di bawah 2 tahun)
di kamar gelap dengan lampu khusus untuk transiluminasi kepala.

I. KOMPLIKASI
Komplikasi kejang demam umumnya berlangsung 15 menit yaitu:
Kerusakan otak yang terjadi melalui mekanisme eksitotoksik neuron saraf yang aktif sewaktu kejang
melepaskan glutamat yang mengikat resptor yang mengakibatkan ion kalsium dapat masuk ke sel otak
yang merusak sel neuron secara irrevesible
Retardasi mental dapat terjadi karena deficit neurologis ada demam neonatus
Aspirasi
Asfiksia
Retardasi mental
Komplikasi menurut Ngastiah, 1997 adalah:
Meninghitis
Ensepalitis
Epilepsi
Hemiparesis terjadi pada penderita yang mengalami kejang lama (berlangsung > 30 menit)

Anda mungkin juga menyukai