Anda di halaman 1dari 6

TABRANI.

ZA
www.tabraniza.com

About Education Zone


Philosophical Thought on Education Zone oriented not only to formal education, but
education is oriented to all aspects of education through which human life from birth until
the end. Education is an attempt to empower, develop and humanize, education oriented
to the formation of character, faith, and faith. Oriented education to the process of
changing attitudes, capabilities and process development as well as the potential increase
in the quality of human life, thereby producing learners who have the intellectual and
noble spirit. We believe in constantly learning and taking bold actions that create lasting,
systemic change within public education. We value all dimensions of diversity and seek to
model the fairness and justice that we want to see in the world.

Title Demokrasi dan Pluralisme Politik


Author Tabrani. ZA
Categories Agama, Sosial dan Budaya
Configuration Article
Publish Date January 17, 2017
Source http://www.tabraniza.com/2017/01/demokrasi-dan-
pluralisme-politik.html

www.tabraniza.com
DEMOKRASI DAN PLURALISME POLITIK

TABRANI. ZA
Fakultas Tarbiyah Universitas Serambi Mekkah Indonesia
Peneliti pada SCAD Independent

Keberadaan kekuasaan negara tidak terpisahkan dan bahkan berhubungan secara


langsung dengan kekuasaan rakyat. Penyaluran kekuasaan rakyat dari berbagai jalur
pada akhirnya bermuara pada dua jalur inti yaitu jalur partai politik dan non partai politik.
Hierarki nilai demokrasi pada puncak tertinggi adalah pluralisme politik. Menurut Ronald
H Chilcote (ahli perbandingan politik), bahwa dalam pluralisme politik, nilai demokrasi
disandarkan pada keragaman kepentingan dan penyebaran kekuasaan. Inti dari teori ini
merujuk pada konsep dasar demokrasi di mana rakyat dengan berbagai kelompok dan
beragam kepentingannya diperkenankan untuk menguasai negara melalui berbagai jalur
kekuasaan yang telah dibentuk dan dimiliki oleh negara. Seluruh jalur kekuasaan yang
telah membentuk kekuatan negara pada prinsipnya paralel dengan jalur kekuasaan yang
dimiliki rakyat.
Pluralisme politik adalah ruang demokrasi yang mampu membuka sumbatan-
sumbatan agar kekuasaan dari berbagai kelompok rakyat dapat mengalir dengan bebas
menuju penguasaan rakyat terhadap negara. Demokrasi telah menjamin bahwa pluralisme
politik dalam sebuah negara tidak akan melahirkan negara totaliter, tidak akan
menciptakan sentra kekuasaan pada golongan tertentu (seperti pada masa orde lama dan
orde baru Indonesia). Tidak boleh ada niat apa lagi tindakan dari kelompok rakyat
tertentu untuk mendominasi kelompok rakyat yang lain dalam sebuah sistem kekuasaan
negara, baik kekuasaan negara di tingkat nasional (pemerintah pusat) atau kekuasaan
negara di daerah (pemda). Dalam dimensi pluralisme politik, seluruh rakyat melalui
berbagai jalur entitas dan komunitasnya harus diberi jalan untuk mengendalikan
kekuasaan atau mempengaruhi kekuasaan. Melalui jalan tersebut rakyat dapat mengirim
orang-orang yang telah dipilih untuk masuk ke lembaga legislatif dan eksekutif.
Hari ini Indonesia telah memberi hak kepada rakyatnya untuk dapat masuk ke
dalam lembaga pemerintahan baik melalui jalur parpol dan non parpol. Di samping
rakyat parpol, rakyat non parpol bisa masuk parlemen sebagai anggota DPD RI, dan
rakyat non parpol juga bisa jadi gubernur, bupati/walikota melalui jalur independen.
Kedua kelompok rakyat ini telah diberi hak yang sama oleh negara untuk masuk ke
dalam sistem kekuasaan.
Perwakilan kekuasaan rakyat di negara kita disebar (di distribusi) ke dalam dua
lembaga; legislatif dan eksekutif. Kekuatan kedua lembaga ini begitu besar karena
mereka tergabung bersama dalam membuat berbagai keputusan negara/undang-undang
untuk dijalankan oleh eksekutif; artinya dibahas bersama, diputuskan bersama, baru
kemudian dijalankan oleh eksekutif. Sistem distribution of power yang dianut di
Indonesia telah membangun fungsi legislatif dan eksekutif sebagai Pemerintah bersama
bukan sebagai musuh bebuyutan yang saling ingin menjatuhkan. Jika pun semangat ingin
berkonflik ini mau diteruskan, maka rubah dulu UUD 45 yang mengatur sistem politik
Indonesia dengan pola pembagian kekuasaan antara legislatif, eksekutif dan yudikatif
menjadi pola pemisahan kekuasaan dari ketiga lembaga tersebut.

Education Zone (www.tabraniza.com) Page 1


Kondisi ini berbeda dengan negara-negara yang menganut konsep separation of
power (pemisahan kekuasaan) antara legislatif, eksekutif dan yudikatif, seperti di Eropa
dan Amerika, ada ketegasan fungsi tugas yang jelas pada masing-masing lembaga
tersebut. Fungsi legislatif sebagai pembuat kebijakan, dan eksekutif sebagai eksekutor
(pelaksana kebijakan). Sistem politik Indonesia dengan pola distribusi kekuasaan telah
membangun hubungan rumit antara legislatif dan eksekutif. Mengutip pendapat guru
besar ilmu politik Universitas Indonesia, Prof. Dr. Nazaruddin Syamsuddin yang
menyatakan bahwa sistem politik Indonesia adalah banci; maksudnya sistem politik
negara kita tidak jelas, diumpamakan bukan sebagai laki-laki dan juga bukan sebagai
perempuan.
Akibat dari sistem banci ini maka kedua lembaga ini di Indonesia tidak pernah
berdiri kokoh dalam menjalankan fungsinya. Hubungan kedua lembaga ini menjadi
semakin rumit jika dikaitkan dengan konsep pluralisme politik di mana nilai demokrasi
disandarkan pada keragaman kepentingan dan penyebaran kekuasaan. Kenyataan ini
dapat dilihat dari berbagai bentuk hubungan rumit antara legislatif dan eksekutif yang
dipertontonkan oleh para elit politik parlemen dan elit politik eksekutif baik di tingkat
nasional maupun di tingkat daerah. Dalam membahas anggaran misalnya, yang terlihat
dominan adalah hubungan negatif (kolaborasi kepentingan) dan hubungan konflik (saling
memaksa mempertahankan kepentingan).
Di tingkat DPR-RI misalnya mencuatnya kasus hak angket century dan hak
angket mavia pajak. Sedangkan di tingkat daerah sering kita melihat keterlambatan
ketok palu (pengesahan) APBD disebabkan penyesuaian kepentingan elit. Dan terakhir
yang paling hangat di Indonesia adalah para anggota DPR RI yang studi banding ke luar
negeri yang menurut saya di sini tidak ada manfaatnya. belum lagi masalah
pembangunan gedung baru DPR RI yang banyak menuai kontroversi. Di sini kita melihat
bahwa semua itu semuanya adalah sarat dengan kepentingan pribadi dan kelompok.
Di sini saya penulis melihat keadaan Aceh, yaitu keinginan Gubernur Aceh
sebagai pimpinan eksekutif agar raqan pilkada Aceh harus mengakomodir keinginan
rakyat non parpol (independen) untuk dapat maju sebagai calon kepala daerah,
sebagaimana telah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi Indonesia. Usulan Gubernur
sebenarnya bukan keinginan Irwandi Yususf (jika dikaitkan dengan Irwandi Yusuf yang
ingin maju sebagai calon gubernur dari jalur independen), tetapi keinginan mayoritas
rakyat Aceh dalam dinamika pluralisme politik Aceh.
Tapi kenapa DPRA masih bersikeras menolak usul Gubernur? Pertanyaan ini
akan terjawab bila kita kaitkan dengan keberadaan sistem politik banci yang diterapkan
di Indonesia, sementara aliran pluralisme politik ingin terus mencapai nilai-nilai
demokrasi ideal dalam struktur dan lembaga politik negeri kita yang kabur. Dibukanya
jalur independen secara nasional adalah upaya meredam kebanci-an sistem politik kita
yang masih menciptakan jarak antara rakyat dan pemerintah, akibat dari lebih
dominannya kekuasaan parpol dibanding dengan kekuasaan rakyat di dalam lembaga-
lembaga kekuasaan negara. Diharapkan akan terciptanya balancing of power antara
lembaga eksekutif yang dipimpin oleh rakyat non parpol dan lembaga legislatif yang diisi
oleh rakyat parpol.
Sementara di Aceh hari ini anggota parlemen di lembaga legislatif Aceh
mempertontonkan diri bahwa mereka belum ingin atau mereka sesungguhnya belum siap
memasuki fase high level democration value, meski Aceh adalah sebagai pelopor jalur

Education Zone (www.tabraniza.com) Page 2


independen yang kini sedang bergemuruh dilaksanakan di Indonesia. Jika Gubernur
sebagai wakil rakyat di lembaga eksekutif mengusulkan calon independen untuk
disepakati bersama dalam Qanun Pilkada, sebenarnya Gubernur hanya meneruskan
usulan dari semangat pluralisme politik yang menghendaki meningkatnya nilai demokrasi
dalam berbagai pilar kekuasaan politik rakyat pada di setiap lembaga kekuasaan negara di
daerah. Dan apabila ada gerakan penolakan dari elite legislatif Aceh saat ini, itu juga
karena semangat pluralisme politik yang ingin mempertahankan jalur kekuasaan politik
berdasar kepentingan dan ideologi parpol yang mereka yakini. Terserah, semangat
pluralisme politik yang mana yang paling diinginkan oleh mayoritas rakyat Aceh.
Masalah yang hampir serupa juga terjadi di Yogyakarta yang (oleh Pemerintah
Pusat) meng-kentut-kan keinginan rakyat. Karena menurut hasil survey oleh salah satu
lembaga survey di Indonesia, bahwa mayoritas rakyat Yogyakarta adalah memilih
penetapan. Tapi kenapa pemerintah pusat dan DPR RI masih belum mengesahkan RUU
Keistimewaan Yogyakarta? Kenapa masih mengedepankan kepentingan pribadi dan
golongan, bukan kepentingan rakyat? Kenapa tidak mau meneruskan usulan dan
keinginan rakyat? Perlu diingat bahwa Rakyat adalah Raja.

Tulisan ini di muat di website MSI UII: http://master.islamic.uii.ac.id/demokrasi-


dan-pluralisme-politik/

Bibliography
Achinike, H., & Ogbonna, S. (2016). Federalism Critical Arguments as The
Transfigurations of Nigerian Federalism. Jurnal Ilmiah Peuradeun, 4(3), 369-382.
Acosta, M. (2016). Paradigm Shift in Open Education and E-Learning Resources as
Teaching and Learning in Philippines. Jurnal Ilmiah Peuradeun, 4(2), 161-172.
Altanchimeg, Z., Battuya, D., & Tungalag, J. (2016). The Current Circumstances and
Challenges of Migrant Labor Force of Mongolia in North Eastern Asia. Jurnal
Ilmiah Peuradeun, 4(1), 27-38.
Amna, Z., & Lin, H. C. (2016). The Effects of Psychoeducational Methods On College
Studentsattitudes Toward PTSD. Jurnal Ilmiah Peuradeun, 4(2), 183-194.
Bhebhe, G., & Mugurani, M. (2016). Challenge Learning for Teachers in Rural Gweru
Zimbabwe. Jurnal Ilmiah Peuradeun, 4(3), 295-308.
Dhuhri, S. (2016). Art as A Cultural Instrument: The Role of Acehnese Art in Resolving
Horizontal Conflict. Jurnal Ilmiah Peuradeun, 4(1), 89-102.
Faruqi, Y. M. (2015). Role of Muslim Intellectuals in the Development of Scientific
Thought. Jurnal Ilmiah Peuradeun, 3(3), 451-466.
Gooby, P. T. (2015). UK Policy Community Viewing Ethnic Diversity Policy: From
Stronger To Weaker Multi-Culturalism?. Jurnal Ilmiah Peuradeun, 3(2), 217-234.
Ismail, M. (2015). The Effectiveness of Agreement Hudaybiya. Jurnal Ilmiah
Peuradeun, 3(2), 295-310.

Education Zone (www.tabraniza.com) Page 3


Karibi, R. A. I. N. (2015). Religion, Human Rights and the Challenges of Freedom. Jurnal
Ilmiah Peuradeun, 3(1), 39-54.
Lvina, E. (2015). The Role of Cross-Cultural Communication Competence: Effective
Transformational Leadership Across Cultures. Jurnal Ilmiah Peuradeun, 3(1), 1-18.
Meraj, M. A. (2016). Islamic Approach to The Environment and The Role's in The
Environment Protected. Jurnal Ilmiah Peuradeun, 4(1), 1-14.
Musradinur & Tabrani. ZA. (2015). Paradigma Pendidikan Islam Pluralis Sebagai Solusi
Integrasi Bangsa (Suatu Analisis Wacana Pendidikan Pluralisme Indonesia).
Proceedings 1st Annual International Seminar on Education 2015. Banda Aceh: FTK
Ar-Raniry Press, 77-86
Tabrani, Z. A. (2014). Islamic Studies dalam Pendekatan Multidisipliner (Suatu Kajian
Gradual Menuju Paradigma Global). Jurnal Ilmiah Peuradeun, 2(2), 127-144.
Tabrani, Z. A., & Masbur, M. (2016). Islamic Perspectives on the Existence of Soul And
ITS Influence in Human Learning (A Philosophical Analysis of the Classical and
Modern Learning Theories). Jurnal Edukasi: Jurnal Bimbingan Konseling, 1(2), 99-
112.
Tabrani. ZA & Hayati. (2013). Buku Ajar Ulumul Qur`an (1). Yogyakarta: Darussalam Publishing,
kerjasama dengan Universitas Serambi Mekkah, Banda Aceh
Tabrani. ZA. (2008). Mahabbah dan Syariat. Selangor: Al-Jenderami Press
Tabrani. ZA. (2009). Ilmu Pendidikan Islam (Antara Tradisional dan Modern). Selangor:
Al-Jenderami Press
Tabrani. ZA. (2011). Dynamics of Political System of Education Indonesia. International
Journal of Democracy, 17(2), 99-113
Tabrani. ZA. (2011). Nalar Agama dan Negara dalam Perspektif Pendidikan Islam.
(Suatu Telaah Sosio-Politik Pendidikan Indonesia). Millah Jurnal Studi Agama,
10(2), 395-410
Tabrani. ZA. (2011). Pendidikan Sepanjang Abad (Membangun Sistem Pendidikan Islam
di Indonesia Yang Bermartabat). Makalah disampaikan pada Seminar Nasional 1
Abad KH. Wahid Hasyim. Yogyakarta: MSI UII, April 2011.
Tabrani. ZA. (2012). Future Life of Islamic Education in Indonesia. International Journal
of Democracy, 18(2), 271-284
Tabrani. ZA. (2012). Hak Azazi Manusia dan Syariat Islam di Aceh. Makalah
disampaikan pada International Conference Islam and Human Right, MSI UII
April 2012, 281-300
Tabrani. ZA. (2013). Kebijakan Pemerintah dalam Pengelolaan Satuan Pendidikan
Keagamaan Islam (Tantangan Terhadap Implementasi Manajemen Berbasis
Sekolah), Jurnal Ilmiah Serambi Tarbawi, 1(2), 65-84
Tabrani. ZA. (2013). Modernisasi Pendidikan Islam (Suatu Telaah Epistemologi
Pendidikan), Jurnal Ilmiah Serambi Tarbawi, 1(1), 65-84
Tabrani. ZA. (2013). Pengantar Metodologi Studi Islam. Banda Aceh: SCAD Independent

Education Zone (www.tabraniza.com) Page 4


Tabrani. ZA. (2013). Urgensi Pendidikan Islam dalam Pemberdayaan Masyarakat. Jurnal
Sintesa, 13(1), 91-106
Tabrani. ZA. (2014). Buku Ajar Filsafat Umum. Yogyakarta: Darussalam Publishing, kerjasama
dengan Universitas Serambi Mekkah, Banda Aceh
Tabrani. ZA. (2014). Buku Ajar Penelitian Tindakan Kelas (PTK) (Bahan Ajar untuk
Mahasiswa Program Srata Satu (S-1) dan Program Profesi Keguruan (PPG)). Banda
Aceh: FTK Ar-Raniry Press
Tabrani. ZA. (2014). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Darussalam
Publishing
Tabrani. ZA. (2014). Isu-Isu Kritis dalam Pendidikan Islam. Jurnal Ilmiah Islam Futura, 13(2), 250-
270
Tabrani. ZA. (2014). Menelusuri Metode Pendidikan dalam Al-Qur`an dengan Pendekatan
Tafsir Maudhu`i. Jurnal Ilmiah Serambi Tarbawi, 2(1), 19-34
Tabrani. ZA. (2015). Arah Baru Metodologi Studi Islam. Yogyakarta: Penerbit Ombak
Tabrani. ZA. (2015). Keterkaitan Antara Ilmu Pengetahuan dan Filsafat (Studi Analisis
atas QS. Al-An`am Ayat 125). Jurnal Sintesa, 14(2), 1-14
Tabrani. ZA. (2015). Persuit Epistemologi of Islamic Studies (Buku 2 Arah Baru Metodologi
Studi Islam). Yogyakarta: Penerbit Ombak
Tabrani. ZA. (2016). Aliran Pragmatisme dan Rasionalisasinya dalam Pengembangan Kurikulum 2013,
dalam Saifullah Idris (ed.), Pengembangan Kurikulum: Analisis Filosofis dan Implikasinya dalam
Kurikulum 2013, Banda Aceh: FTK Ar-Raniry Press 2016
Tabrani. ZA. (2016). Mengugat Nalar Logika Rasionalisme Aristoteles. Yogyakarta: Mizan
Tabrani. ZA. (2016). Perubahan Ideologi Keislaman Turki (Analisis Geo-Kultur Islam
dan Politik Pada Kerajaan Turki Usmani). Jurnal Edukasi: Jurnal Bimbingan
Konseling, 2(2), 130-146.
Tabrani. ZA. (2016). Transpormasi Teologis Politik Demokrasi Indonesia (Telaah Singkat
Tentang Masyarakat Madani dalam Wacana Pluralisme Agama di Indonesia). Al-Ijtima`i-
International Journal of Government and Social Science, 2(1), 41-60
Walidin, W., Idris, S & Tabrani. ZA. (2015). Metodologi Penelitian Kualitatif dan Grounded
Theory. Banda Aceh: FTK Ar-Raniry Press

Education Zone (www.tabraniza.com) Page 5

Anda mungkin juga menyukai