INDUSTRI
BAB 13
INDUSTRI
I. PENDAHULUAN
207
TABEL 13 - 1
PRODUKSI BEBERAPA HASIL INDUSTRI DALAM REPELITA I
209
III. LANGKAH DAN KEBIJAKSANAAN
211
Di samping itu akan dikembangkan pula pembangunan wila-
yah-wilayah industri. Tujuan pokok dari pembangunan
wilayah industri adalah mengumpulkan beberapa industri dalam
wilayah yang sama, sehingga biaya untuk membangun listrik,
air minum, jaringan telepon, jaringan jalan, dan lain-lain
dapat ditanggung bersama, sehingga biaya produksi dapat
menurun. Bahkan antara beberapa perusahaan dapat dibina
hubungan kait-mengait, sehingga saling bantu membantu dalam
proses pertumbuhan industri. Dengan menentukan beberapa
wilayah industri, permasalahan lokasi dapat dikurangi. Selama
Repelita II akan dibangun wilayah-wilayah industri di Jakarta,
Cilacap, Surabaya, Medan, Batam dan di tempat lain jika di-
anggap perlu.
213
perusahaan. Dalam penyusunan program operasionil di bidang
ini akan ditetapkan lebih lanjut perbandingan modal dan buruh
sehingga menjadi pegangan bagi pemberian izin. Bagi industri
yang sifat teknologinya padat modal, sedangkan barang yang
dihasilkan adalah sangat penting bagi pembangunan, maka
pembangunan industri semacam itu dimungkinkan.
Di samping itu sebelum diberikan izin, calon investor tersebut
harus menunjukkan perkiraan penggunaan tenaga kerja selama
perusahaan tersebut berkembang. Dalam menilai perkiraan
tersebut harus dicegah bahwa produksi perusahaan tersebut
meningkat tanpa meningkatkan jumlah buruh yang dipekerja-
kan semula. Berdasarkan penelitian yang lebih mendalam harus
diperkirakan perbandingan yang wajar antara kenaikan per-
kembangan produksi dan kenaikan perkembangan buruh yang
bekerja pada perusahan tersebut.
218
industri dan sektor ekonomi lainnya. Dalam hubungan ini, untuk
menjaga kegairahan tenaga-tenaga penelitian, diusahakan
pengamanan dan perlindungan hasil karya mereka melalui
Undang-undang Hak Cipta.
Demikian pula dianggap perlu untuk mengadakan standar-
isasi, normalisasi serta penetapan mutu dari hasil produk sek-
tor industri, khususnya mengenai bahan yang dihasilkan indus-
tri bahan bangunan. Di samping itu akan diadakan pengarahan
serta pengadaan bahan-bahan tersebut dalam menunjang
program pembangunan perumahan. Terhadap lembaga-lemba-
ga penelitian diadakan langkah-langkah konsolidasi agar mam-
pu melaksanakan tugas pengawasan mutu barang guna melin-
dungi konsumen serta mampu pula dimana perlu bertindak
sebagai penasehat dan penyuluh industri di daerah. Dalam bi-
dang konstruksi dan jasa diusahakan pembinaan yang lebih
mendorong kemampuan dan kehidupan konsultan-konsultan
dan kontraktor-kontraktor nasional. Biarpun industri kons-
truksi dan jasa merupakan kegiatan-kegiatan tersendiri, na-
mun terdapat hubungan timbal-balik sehingga perlu adanya
pengarahan serta peningkatan usaha maupun mutu.
Dalam rangka kerja sama regional ASEAN di sektor indus-
tri maka segala usaha akan diarahkan untuk ikut mewujudkan
proyek-proyek dengan pemasaran bersama (package deal pro-
ject) serta sub proyek-sub proyek yang menghasilkan bagian-
bagian dari sesuatu proyek tertentu (complementarity project).
Indonesia akan dapat memberikan sumbangan yang besar un-
tuk mewujudkan kerja sama di sektor industri yang dicita-
citakan.
219
Dengan semakin berkembangnya sektor industri dan makin
banyaknya jenis dan ragam hasil industri, pengelompokan ini
tidak sesuai lagi karena tidak dapat mencerminkan kegiatan
sektoral secara lebih tepat. Untuk pembinaan industri secara
menyeluruh dimana kebijaksanaan dapat lebih diarahkan sam-
pai kepada bidang-bidang industri yang lebih kecil, dalam Re-
pelita II pengelompokan industri didasarkan pada International
Standard of Industrial Classification (ISIC) yang dipergunakan
dunia internasional dan sudah sejak lama pula digunakan oleh
Biro Pusat Statistik dan lembaga lain di Indonesia. Berdasar-
kan pengelompokan tersebut, barang-barang industri dinyata-
kan dalam kelompok utama yang selanjutnya dipecah lagi ke
dalam kelompok yang lebih kecil sesuai dengan pentingnya
kelompok-kelompok industri tersebut. Dengan mengikuti pe-
ngelompokan tersebut dapat dihindarkan kemungkinan masuk-
nya satu barang ke dalam lebih dari satu kelompok.
Selama Repelita I telah diadakan pengamatan terhadap per-
kembangan berbagai kelompok industri tertentu. Berdasarkan
hasil dari pengumpulan survey yang ada, maka garis besar
perkembangan sektor industri dalam Repelita II diperkirakan
dapat berkembang (Tabel 13-2).
Perkiraan laju pertumbuhan dari masing-masing industri
seperti terlihat pada tabel tersebut di atas didasarkan pada
rencana investasi yang ada serta perkiraan penanaman modal
baru yang akan dilaksanakan. Jadi tercapai tidaknya laju per-
tumbuhan tersebut tergantung dari dilaksanakan tidaknya
investasi-investasi yang bersangkutan.
Oleh karena ada juga investasi yang tidak masuk dalam
perkiraan tersebut, terutama industri kecil, ada kemungkinan
bahwa untuk industri tertentu pertumbuhannya lebih cepat
dari pada apa yang diperkirakan di atas.
Perkiraan laju pertumbuhan pada tabel tersebut akan meng-
akibatkan laju pertumbuhan seluruh industri setinggi 13%
setahun, sedangkan sebagai akibat dari pertumbuhan tersebut
220
TABEL 13 - 2.
PERKIRAAN LAJU PERTUMBUHAN INDUSTRI-INDUSTRI UTAMA
1974/75 - 1978/79
Industri Pangan
Dalam Repelita I, prioritas diberikan kepada pembangunan
pertanian dan rehabilitasi serta perluasan industri pangan.
Pertumbuhan industri pangan mencapai rata-rata lebih kurang
9% setiap tahun. Walaupun sumbangan industri pangan kepada
221
produksi sektor industri telah berkurang namun sektor pangan
masih merupakan industri yang terbesar. Hal ini tercermin
dari nilai produksi industri-industri sedang dan menengah yang
berjumlah 31% dari nilai produksi seluruh industri, sedangkan
jumlah tenaga kerja yang ditampung adalah kurang lebih 35%
dari keseluruhan tenaga kerja disektor industri. Tidak terma- suk
dalam angka-angka tersebut adalah industri pangan kecil karena
data tentang kegiatan industri-industri kecil dalam industri
pangan adalah terbatas.
Dalam tahun-tahun terakhir ini terjadi perubahan strukturil
penting. Sampai akhir tahun 1970 industri-industri pangan
yang lama seperti industri penggilingan beras, gula, minyak
sawit dan minyak nabati lainnya, pengolahan tapioka, teh dan
sebagainya memegang kedudukan yang penting dalam industri
pangan. Produksi industri-industri tersebut mencakup lebih
kurang 90% dari seluruh industri pangan.
Sejak 1971 terdapat penggeseran ke industri pangan baru.
Beberapa jenis industri seperti pabrik es, pengolahan daging,
pembuatan mie dan berbagai macam industri roti telah me-
ningkat. Selanjutnya terdapat penambahan pendirian jenis-
industri baru seperti pengawetan ikan, buah-buahan dan jamur,
susu bubuk, tepung, pabrik-pabrik mie, pabrik permen, biskwit
dan sebagainya. Penggunaan kamar pendingin untuk penga-
wetan bahan makanan, khususnya ikan dan udang bertambah
dengan pesat.
Akhir-akhir ini banyak dana telah ditanam dalam jenis-jenis
pangan ini. Jumlah penanaman modal dalam negeri maupun
asing yang sementara ini disetujui serta ditelaah untuk industri
pangan meliputi jumlah 110 milyar rupiah. Dari jumlah terse-
but lebih kurang Rp. 60 milyar adalaih untuk industri-industri
baru. Biarpun 80% dari persetujuan baru diberikan pada awal
1971, pelaksanaan dari kelompok industri ini adalah cukup
besar. Lebih kurang 65% dari proyek-proyek ini sudah mulai
berproduksi atau diharapkan akan mulai beroperasi pada awal
1974. Diperkirakan bahwa sebagai hasil dari penanaman modal
222
tersebut di atas dan perkiraan Ipenanaman modal yang tidak
terdaftar, hasil produksi dari industri pangan baru selama
Repelita II meningkat dengan 180%.
Dalam waktu yang sama golongan industri pangan lama me-
ningkat dengan laju yang lebih rendah. Dengan demikian
peranan industri-industri pangan lama berkurang sedangkan
peranan industri pangan baru meningkat. Perkembangan ini
diperkirakan akan terus berjalan selama Repelita II, meskipun
laju peningkatan produksi industri pangan baru tidak akan
setinggi laju peningkatan selama Repelita I.
Jenis industri pangan tradisionil yang diusahakan melalui
fermentasi seperti kecap, taoco, trasi, dan sebagainya dan
telah dikenal lama, akhir-akhir ini hasil produksinya mulai di-
ekspor. Jenis industri pangan ini kebanyakan dikerjakan di
rumah. Untuk meningkatkan hasil, baik dalam jumlah maupun
mutu perlu diberikan pembinaan dan bantuan dalam pemasar-
annya ke luar negeri.
Pada waktu ini sedang dilakukan rehabilitasi pada 55 pabrik
gula. Usaha ini akan memakan waktu yang agak panjang.
Selama Repelita I telah dilakukan usaha rehabilitasi. Selama
Repelita II usaha-usaha tersebut akan dilanjutkan sedangkan
pendirian pabrik gula di luar Jawa akan dimulai.
Dalam tahun-tahun lima puluhan tercatat penurunan dalam
produksi minyak sawit sampai 50% dari produksi sebelum
perang . Dari tahun 1965 sampai 1971 terjadi peningkatan se-
besar 40%. Rehabilitasi serta perluasan industri minyak sawit
yang dilaksanakan selama Repelita I mengakibatkan kenaikan
produksi dan ekspor. Rehabilitasi serta perluasan yang sudah
dimulai selama Repelita I akan dilanjutkan selama Repelita II.
Kurangnya pengadaan kopra serta meningkatnya kebutuhan
atas kopra di daerah lain di Indonesia menimbulkan kesukaran
bahan mentah bagi pabrik-pabrik di Jawa. Dengan perbaikan
fasilitas transport maupun kredit untuk menanam pohon ke-
lapa diharapkan keadaan pengadakan kopra dapat diatasi.
223
Industri Tekstil
Industri tkstil memegang peran utama dalam pembangunan
sektor industri. Penyediaan sandang dalam jumlah yang cukup
besar pada taraf harga yang berada dalam jangkauan
masya-
224
rakat banyak dan dengan mutu yang cukup merupakan sasaran
utama dalam pembangunan nasional. Di samping itu industri
tekstil memiliki kemampuan untuk memberikan lapangan kerja
yang luas dan menghasilkan barang-barang yang biasanya di-
impor.
Selama Repelita I industri tekstil telah mencapai sasaran ter-
sebut dengan hasil yang memuaskan. Produksi tekstil dan
benang tenun selama lima tahun meningkat dengan masing-
maisirng 100% dan 87%.
Pada umumnya, industri tekstil merupakan industri peng-
ganti impor. Tetapi sebagian besar dari bahan-bahan baku dan
bahan penolongnya serta barang-barang modal masih harus
diimpor. (Lihat Tabel di bawah).
Prosentase kebutuhaan bahan baku dan bahan penolong serta
barang-barang modal yang berasal dari impor.
Kapas 99%
Serat sintetis 90%
Benang tenun 45%
Spareparts & Accessories 96%
Cat dan Kimia Tekstil 95%
Permesinan 99%
Sebagai akibat dari perkembangan industri tekstil masa
yang lalu, meskipun sebagian dari usaha untuk mengimbangi
peralatan terutama finishing di dalam masa Repelita I telah ter-
penuhi, kapasitas dari pemintalan dan pembuatan serat ter-
masuk filament masih belum seimbang dengan kapasitas per-
tenunan dan perajutan. Biarpun terdapat kemajuan dalam
bidang pemintalan tetapi jumlah produksi benang dalam negeri
baru dapat memenuhi 55% dari kebutuhan benang untuk
bidang pertenunan dan perajutan.
Berdampingan dengan masalah keseimbangan kapasitas
peralatan, sebagian besar unit perusahaan berskala kecil.
225
410476 - (8).
Lebih kurang 85% perusahaan pertenunan hanya memiliki Alat
Tenun Mesin (ATM) kurang dari 100 buah. Sebagian dari
perusahaan tersebut merupakan usaha yang tidak lengkap per-
alatannya sehingga belum merupakan suatu unit yang efisien.
Karena itu program rehabilitasi dan modernisasi yang sudah
dimulai pada Repelita I, akan ditingkatkan dalam Repelita II.
TABEL 13 - 3.
PERKIRAAN PRODUKSI TEKSTIL DAN BENANG TENUN
1974/75 - 1978/79
*
)
Tahun Tekstil Benang Tenun
(juta m.)
(ribu bal)
229
Industri Kulit
Industri kulit hampir seluruhnya berada di pulau Jawa,
dengan pusat utamanya Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa
Barat. Hasil penyamakan ditujukan untuk ekspor maupun
untuk dijual pada industri di dalam negeri. Jumlah pabrik dari
hasil-hasil produksi kulit jadi seperti tas tangan, ikat pinggang,
dompet dan lain-laim masih terbatas. Hasil tersebut hampir
tidak diproduksi oleh pabrik-pabrik yang berskala besar. Pada
umumnya barang-barang tersebut di atas merupakan hasil
kerajinan tangan seperti misalnya yang terdapat di Jakarta
dan Magetan.
Pada tahun 1970 ada 143 perusahaan kulit menengah dan
besar dengan jumlah pekerja lebih kurang 6.000 orang yang
bekerja pada pabrik yang mengolah hasil dari kulit. Sumbangan
industri kulit kepada hasil industri keseluruhannya masih kecil,
tetapi potensi untuk pengembangan lebih lanjut nampaknya
cukup baik. Potensi Indonesia untuk memproduksi berbagai
macam kulit cukup besar. Mutu yang baik dari bahan mentah
kulit telah diakui malah dianggap superior dari kwalitas kulit
yang terdapat di negara 1ain. Bahkan kulit dari Indonesia mem-
punyai elastisitas, ketipisan dan tahan lama. Ciri-ciri ini sangat
cocok sekali untuk bagian atas dari sepatu. Permintaan yang
kuat dari negara lain terhadap bahan kulit menghasilkan tam-
bahan ekspor yang besar selama tahun-tahun pertama Repe-
lita I. Hal ini membahayakan perkembangan penyamakan-pe-
nyamakan dan industri sepatu di dalam negeri.
Karena hal-hal tersebut, akhir-akhir ini telah diputuskan
untuk melarang ekspor dari kulit mentah. Sebagai hasil
tindakan ini, tingkat penggunaan kapasitas penyamakan kulit
bertambah, sedangkan rencana investasi yang tadinya tertunda
dihidupkan kembali, sedangkan dibeberapa tempat produksi
industri penyamakan telah diperluas. Namun demikian pemba-
tasan utama untuk pengembangan lebih jauh industri kulit
adalah pengadaan bahan mentah.
230
Pemecahan terhadap masalah tersebut sekiranya dapat di-
harapkan dalam jangka panjang, jika pengolahan daging telah
menjadi bagian yang besar dalam industri makanan. Sementara
itu pembatasan dalam hal bahan-bahan mentah dapat diatasi
sampai tingkat tertentu dengan memasukkan lebih benyak kulit
berasal dari daerah-daerah Indonesia lainnya, bagi industri
kulit di pulau Jawa.
Karena hal-hal tersebut di atas pembangunan industri kulit
selama Repelita II diutamakan pada usaha rehabilitasi dan
intensifikasi guna mengembalikan produktivitas yang wajar
pada industri-industri yang ada. Teknologi dalam industri kulit
termasuk teknologi yang masih sederhana, sehingga penerapan
teknologi yang lebih maju, diperkirakan dapat diterima dengan
mudah oleh pengusaha industri kulit.
231
Industri Pengolahan Kayu
Hampir seluruh industri pengolahan kayu yang mempunyai
arti dalam perdagangan adalah kayu-kayu dari pohon dengan
daun lebar yang cocok sekali buat pabrik bahan konstruksi,
bahan perabotan rumah tangga dan lain-lain. Karena kayu
merupakan sumber alam yang banyak terdapat di Indonesia,
perlu dilaksanakan peningkatan pengolahan dari kayu-kayu
yang dihasilkan. Tambahan pula kebanyakan industri-industri
pengolahan kayu adalah relatif padat karya dan teknologi
yang digunakan mudah untuk disesuaikan.
Pasaran dalam negeri untuk hasil-hasil industri kayu masih
terbatas dan mungkin tidak dapat diperluas dengan cepat
selama lima tahun mendatang. Suatu perkembangan pesat dari
industri pengolahan kayu akan banyak tergantung dari
kemampuan industri kayu untuk mengekspor bagian terbesar
dari produksinya. Prospek untuk mengekspor hasil-hasil kayu
terutama plywood dan veneer nampaknya cukup baik. Walau-
pun potensi pengembangannya baik, pada waktu ini industri
pengolahan kayu masih relatif kecil. Termasuk di dalamnya
produksi setengah jadi (seperti kayu gergajian, kayu papan,
kayu pulp, industri-industri kayu yang lain) dan hasil jadi
(seperti korek api, potlot, kotak-kotak kayu dan semacamnya,
perabotan rumah, dan 1ain-lain). Semuanya ani diperkirakan
memberikan sumbangan 4% kepada jumlah produksi seluruh
industri pabrik.
Bagian dari investasi pengolahan kayu yang sekarang telah
disetujui adalah relatif terbatas sekitar 3% dan 0,5% dari
seluruh penanaman modal di sektor industri. Laju pertumbuh-
an daripada industri adalah rendah selama Repelita I. Kegiatan
ekspor industri pengolahan kayu juga masih terbatas. Kalau
diukur dalam kayu batangan hanya kira-kira 100.000 m kayu
gergaji dan 30.000 m3 hasil-hasil pabrik kayu yang lain telah
dapat diekspor pada tahun-tahun terakhir.
232
Lambatnya pembangunan sektor industri pengolahan kayu
disebabkan karena banyak hal. Pertama-tama disebabkan
karena kurangnya integrasi dalam pengolahan kayu sehingga
hasil sisa tidak dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya. Tambahan
pula bagi pabrik yang berlokasi di Jawa permasalahannya
adalah pengadaan bahan mentah secara teratur yang harus
didatangkan dari luar Jawa. Di samping itu dirasakan keku-
rangan fasilitas-fasilitas prasarana terutama di daerah dekat
sumber-sumber pengadaan kayu log.
Industri Kertas
Sebelum Repelita I produksi kertas di Indonesia sebagian
terbesar menggunakan pulp dari merang dengan kapasitas
produksi yang kecil, peralatan yang tua, dan efisiensi yang
rendah. Untuk menghadapi kebutuhan kertas yang meningkat,
baik dalam jumlah maupun mutu, diperlukan perubahan bahan
mentah dari merang ke bahan-bahan lainnya yang lebih baik,
antara lain bambu dan kayu. Untuk itu diperlukan unit-unit
produksi yang besar untuk memungkinkan taraf efisiensi yang
233
layak. Dalam rangka ini proyek-proyek yang sedang dilaksana-
kan di Gowa (Sulawesi Selatan) dan Banyuwangi (Jawa
Timur) dilanjutkan pembangunannya dan telah dapat diselesai-
kan dan berproduksi mendekati kapasitas design 30 ton/hari.
Sementara ini untuk meningkatkan efisiensi dari pabrik-pabrik
yang telah ada dilakukan rehabilitasi, sedangkan terhadap
pabrik-pabrik kertas di Padalarang dan Leces dilakukan pula
perluasan. Perkembangan produksi kertas selama Repelita I
dapat dilihat pada tabel berikut
TABEL 13 - 4.
Tahun Produksi
1969/70 17.000
1970/71 22.000
1971/72 30.000
1972/73 39.000
1973/74 40.000
234
Industri pulp dan kertas perlu memanfaatkan sumber alam
berupa hutan di Indonesia yang terdapat dalam jumlah besar.
Industri ini merupakan industri dasar yang perlu dikembangkan
untuk mempercepat pembangunan sektor industri. Karena itu
dalam Repelita I dilakukan survey nasional industri pulp dan
kertas untuk meneliti keadaan bahan baku, pasaran bermacam-
macam kertas dan barang-barang kertas, kemungkinan lokasi
dan kapasitas yang ekonomis. Atas dasar survey tersebut dapat
disusun suatu rencana induk pengembangan industri pulp dan
kertas. Berdasarkan survey telah dapat ditentukan tiga daerah
hutan potensiil untuk kayu serat panjang, yaitu kayu pinus
di Aceh dan agathis di Jawa Tengah akan diarahkan untuk
produksi pulp dan berbagai-bagai jenis kertas dengan kapasitas
besar. Sedangkan yang berserat pendek, yaitu kayu tropis di
Kalimantan Timur, Sumatera Timur, Riau dan Irian Jaya di-
arahkan pada pulp serat pendek yang diintegrasikan dengan
industri kayu lainnya seperti industri penggergajian, veneer
dan plywood.
Untuk menentukan persediaan bahan mentah di Aceh dan
Jawa Tengah masih perlu dilakukan inventarisasi hutan yang
lebih mendalam. Di samping itu masih harus diteliti keperluan
penanaman perluasan, terutama di sekitar lokasi pabrik yang
diharapkan. Khusus mengenai potensi kayu serat pendek di
Kalimantan Timur akan diarahkan untuk pembangunan kertas
koran.
Mengingat besarnya permintaan akan kertas, potensi sumber
alam yang ada perlu dimanfaatkan sebaik-baiknya melalui
produksi dalam unit-unit besar. Dengan demikian dapat dijamin
keuntungan jangka panjang yang besar secara mantap dan
yang mampu bersaing dalam pasaran internasional.
Kebijaksanaan yang telah dimulai pada masa Repelita I akan
diteruskan dalam Repelita II dengan tujuan agar industri pulp
dan kertas dapat berkembang dengan sehat. Di samping itu
telah dibuka kesempatan investasi dalam pabrik-pabrik kertas
yang menggunakan bahan baku pulp yang diimpor dan kertas-
235
kertas bekas dari dalam negeri. Produk yang akan dihasilkan
antara lain berupa kertas tulis, kertas bungkus, kertas toilet
dan kotak-kotak karton. Terhadap bahan mentah lain seperti
bagasse dari pabrik gula akan diusahakan pula pemanfaatannya
untuk produksi kertas. Dalam Repelita II perkembangan pro-
duksi kertas adalah sebagai Tabel 13-5.
Sebagaimana dapat dilihat dari angka-angka tersebut di atas
proyeksi kebutuhan masih jauh lebih besar dari perkiraan
produksi, sehingga untuk tahun-tahun mendatang sebagian
besar kebutuhan kertas masih harus diimpor. Perkiraan ini
bukan merupakan target, tetapi suatu perkiraan produksi ber-
dasarkan rencana investasi yang ada. Kalau dalam tahun-tahun
yang akan datang terbuka kemungkinan peningkatan produksi
baru, sudah tentu kemungkinan tersebut akan dilaksanakan
mengingat besarnya kebutuhan yang masih harus dipenuhi.
Jenis industri yang erat hubungannya dengan pengadaan
kertas adalah industri percetakan. Dalam Repelita I telah di-
lakukan rehabilitasi pada perusahaan-perusahaan yang ada
serta adanya perusahaan baru dengan perlengkapan yang lebih
maju (Offset). Sebaliknya terjadi penutupan percetakan-
percetakan yang sudah tua. Dirasakan pula kurang adanya
penyebaran ke daerah lain dengan adanya pemusatan di kota-
kota tertentu, khususnya di Jakarta.
Dengan adanya kebutuhan yang bertambah, tidak saja ke-
butuhan untuk mencetak buku-buku untuk program pendidikan
tetapi pula untuk perusahaan-perusahaan industri dalam usaha
promosi penjualan hasil produksinya dengan memperindah
bahan pembungkusnya, akan diharapkan pertumbuhan yang
meningkat dalam industri percetakan.
236
TABEL 13 - 5.
238
mentah se-efisien mungkin dan menghasilkan bahan baku yang
mampu menggantikan impor baik dalam mutu maupun harga.
Untuk memungkinkan hal tersebut, selama Repelita I pertama-
tama dipersiapkan survey-survey nasional untuk memperoleh
gambaran yang tepat mengenai perkembangan kebutuhan di
dalam dan luar negeri serta keadaan potensi sumber-sumber
alam yang dapat memberikan bahan mentah dalam jumlah
besar dan pengadaan yang teratur. Survey nasional yang telah
dapat diselesaikan adadah : survey industri pupuk, survey in-
dustri petrokimia, survey industri garam dan industri kimia
dasar berasal dari garam, survey industri serat sintetis dan
survey industri pestisida.
Sebagai kelanjutan dari survey pupuk nasional, masalah
pengadaan penggunaan pupuk telah dapat dikoordinir dengan
lebih baik melalui pembentukan Panitia Urusan Pupuk Nasional.
Selanjutnya telah dilaksanakan pula survey proyek pupuk Jawa
Barat yang akan memanfaatkan gas alam yang terdapat di
daerah tersebut.
Pembangunan pabrik-pabrik pupuk baru diharapkan dan
dapat dilaksanakan dalam Repelita II, yaitu pabrik pupuk di
Jawa Barat dan Kalimantan Timur dengan kapasitas masing-
masing 1000 ton dan 1500 ton ammonia sehari. Pabrik pupuk
di Kalimantan Timur akan mempergunakan 1000 ton ammonia
sehari untuk pembuatan urea dan 500 ton selebihnya untuk
keperluan lain. Dengan penyelesaian perluasan Pusri pada akhir
tahun 1974, maka direncanakan perluasan yang ke dua dengan
kapasitas 1000 ton ammonia/hari. Demikian pula dijajagi
pendirian pabrik Pupuk Kalimantan Timur ke II dengan ka-
pasitas yang sama. Sementara ini dikandung maksud untuk
memprodusir TSP di Petrokimia Gresik. Jika usaha ini akan
terlaksana semua pada waktu yang ditentukan, maka proyeksi
produksi pupuk dalam negeri adalah sebagai apa yang tertera
dalam Tabel berikut ini:
239
TABEL 13 - 6.
PERKIRAAN PRODUKSI PUPUK, 1974/75 - 1978/79
Nitrogen P2 05
Tahun
(ton) (ton)
1974/75 110.000 -
1975/76 207.000 -
1976/77 400.000 24.000
1977/78 584.200 77.000
1978/79 981.000 177.000
240
Survey nasional industri petrokimia yang dilaksanakan se-
lama Repelita I lebih diarahkan pada pembangunan suatu
kompleks industri petrokimia yang akan menghasilkan paling
sedikit 10 macam produk, seperti daftar berikut: Low Density
Polyethylene (LDPE), High Density Polyethylene (HDPE),
kedua-duanya untuk pembuatan barang-barang plastik, Vinyl
Chloride Monomer (VCM) untuk pembuatan PVC, Polyvinyl-
chloride (PVC) untuk produksi barang-barang plastik, Polysty-
rene, Polypropylene (PP) untuk barang-barang plastik, Diacetyl
Phtalate (DPC) dipergunakan sebagai campuran pembuatan
barang-barang plastik Terephtalic Acid (TPA), Ethylene Gly- cal
(EG) kedua-duanya sebagai bahan pembuatan polyester (serat
buatan), Caprolactam sebagan bahan pembuatan nylon.
Industri petrokimia ini akan didasarkan pada bahan baku
naphtha (hasil kilang minyak) atau gas alam untuk diolah
menjadi bahan utama inti ethylene dan propylene yang meru-
pakan bahan baku bagi hasil-hasil petrokimia tersebut di atas.
Dengan penelitan lanjutan yang lebih mendalam terhadap
bahan mentah, lokasi kompleks industri petrokimia akan dapat
ditetapkan dalam permulaan Repelita II sehingga pembangunan
akan dapat direalisir pada akhir Repelita II atau permulaan
Repelita III. Pembangunan kompleks industri petrokimia di-
harapkan untuk dilaksanakan dengan partisipasi pihak swasta.
Sementara itu pembangunan industri-industri polyester untuk
serat sintetis mulai dilaksanakan melalui PMA dengan impor
bahan-bahan bakunya.
Survey nasional industri kimia dasar yang telah dilaksanakan
diarahkan pada bahan-bahan kimia yang berasal dari garam
dapur (garam laut) seperti soda kostik, soda abu, gas chloor,
asam chlorida. Dalam hal pergaraman maka dalam Repelita II
akan dilanjutkan usaha untuk meningkatkan produksi garam
ke arah mutu yang lebih baik untuk keperluan industri dan
konsumsi. Kebutuhan soda kostik sesungguhnya cukup besar
pada dewasa ini, sedang produksi dalam negeri sangat kecil bila
242
dibandingkan kebutuhan tersebut. Dengan akan adanya proyek
aluminium Asahan, permintaan soda kostik akan meningkat.
Meskipun demikian industri soda kostik belum bisa berkembang
disebabkan kebutuhan chloor yang merupakan hasil tambahan
dari industri soda kostik adalah sangat kecil. Konsumen chloor
yang besar adalah industri petrokimia, yang diharapkan akan
berkembang pada masa Repelita II. Mengingat hal tersebut,
maka pembangunan industri soda kostik akan disesuaikan
dengan perkembangan industri petrokimia dan aluminium
Asahan.
Industri farmasi selama Repelita I telah menunjukkan per-
kembangan yang memuaskan. Untuk mengatasi kebutuhan
akan obat dan memperluas lapangan kerja serta mengurangi
ketergantungan dari luar negeri dalam pengadaan obat ini,
maka dalam Repelita I telah diambil kebijaksanaan, agar obat-
obat lebih banyak dimasukkan sebagai bahan baku daripada
dalam bentuk obat jadi. Karenanya kegiatan dalam industri
farmasi baru meliputi usaha assembling. Peningkatan produksi
telah diusahakan dengan rehabilitasi, perluasan dan pendirian
pabrik-pabrik baru. Peningkatan mutu dilakukan dengan
usaha-usaha antara lain lebih memperketat syarat-syarat bagi
pendirian sebuah pabrik farmasi dengan mengharuskan adanya
laboratorium khusus lengkap dengan peralatannya. Di samping
itu telah ditentukan pula adanya wajib daftar tiap obat jadi
yang beredar, baik untuk produksi dalam negeri maupun obat-
obat impor. Dengan usaha ini dapat dijajagi keadaan sebenar-nya
tentang obat jadi yang beredar di Indonesia, baik dalam jumlah,
mutu khasiat maupun keamanan penggunaannya.
Selama Repelita I telah didirikan 30 buah perusahan dengan
modal asing sedangkan lokasinya tersebar di daerah-daerah
Jakarta Raya, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Dari 30 buah perusahan ini, 17 buah telah berproduksi dan
sisanya diharapkan menyusul dalam waktu singkat.
Dalam rangka Penanaman Modal Dalam Negeri telah didiri-
kan 36 buah perusahaan. Pabrik-pabrik tersebut pada umumnya
243
248
dengan kapasitas 500.000 ton setahun. Unit pabrik semen baru
ini di samping membantu memenuhi kebutuhan semen dalam
negeri, juga diharapkan dapat membantu kelangsungan hidup
Tambang Batu Bara Ombilin, PJKA Eksploitasi Sumatra
Barat dan akan mengembangkan pelabuhan Teluk Bayur, yang
dengan demikian akan sangat membantu pembangunan daerah.
249
TABEL 13 - 9.
PERKIRAAN PRODUKSI DAN KEBUTUHAN SEMEN
1974/75 -1978/79
(ribu ton)
Industri Logam.
Industri ini pada umumnya merupakan peleburan bahan tam-
bang dengan menghasilkan barang logam yang diperlukan
untuk industri-industri mesin, alat-alat mekanik dan listrik,
dan sebagainya. Menurut unsur bahan-bahan tambang maka
industri ini terdiri atas industri bahan logam besi/baja (fer-
rous) seperti billet, besi beton, bars, section, kawat, pipa, besi
plaat, dan sebagainya; dan industri bahan logam bukan besi
(non ferrous) seperti ingot aluminium, nikel, timah, tembaga,
dan sebagainya.
Ciri khas dari jenis industri ini ialah kapasitas produksi
harus besar, padat modal, membutuhkan ketrampilan, dan
253
pengetahuan yang relatif tinggi. Tetapi industri logam mem-
punyai nilai tambah yang besar dan dapat merupakan perang-
sang terhadap perubahan-perubahan pola pemikiran masya-
rakat terutama terhadap segi perkembangan teknologi.
254
Sementara itu mulai berdiri pula pabrik-pabrik assembling
mesin-mesin, GI sheet, pabrik pipa, dan sebagainya yang se-
muanya mempergunakan besi-besi lantaian dan besi/baja yang
berkwalitas tinggi. Pabrik-pabrik pipa besi baja maupun
pabrik-pabrik baja lantaian yang sudah atau akan berproduksi
mempergunakan besi baja yang berasal dari impor.
Kebijaksanaan pemberian izin pada pabrik-pabrik dengan
kapasitas yang di bawah skala ekonomi akan mempunyai kon-
sekwensi yang kurang tepat dalam pengembangan industri
besi/baja. Meningkatnya pembangunan yang memerlukan
barang-barang besi yang lebih banyak dan lebih bermutu akan
mendorong pembangunan pabrik-pabrik yang besar dan efisien
yang akan merupakan saingan yang berat untuk pabrik-pabrik
yang ada.
Pada waktu ini telah dilakukan berbagai survey dan peneliti-
an mengenai kebutuhan besi/baja, proses pembuatan, kapasitas
maupun lokasi serta pengajuan pendirian usul-usul penanaman
modal dalam bidang besi/baja dalam bentuk suatu usaha ber-
sama. Perkembangan ini akan diikuti dengan seksama agar
pembangunan industri yang amat padat modal ini akan benar-
benar dilaksanakan atas dasar-dasar yang sehat. Selanjutnya
sedang dilakukan penelitian yang lebih mendalam mengenai
bahan mentah, lokasi, proses, bahan baku, tenaga terlatih, dan
lain-lain persiapan yang dapat diselesaikan pada permulaan
Repelita II sehingga pembangunan industri besi/baja dapat
dimulai pada akhir Repelita II atau permulaan Repelita III.
Pelaksanaan pembangunan industri besi/baja tergantung
pada hasil penelitian tersebut di atas dan mantapnya persiapan-
persiapan yang telah dilakukan. Perlu dicatat pada saat seka-
rang sedang dilakukan penelitian mengenai kemungkinan
dipergunakan pasir besi di daerah Yogya sebagai bahan men-
tah dalam industri besi/baja ini.
Kemajuan-kemajuan di bidang teknologi akhir-akhir ini
memungkinkan pembangunan pabrik-pabrik besi/baja atas
255
proses yang dinamakan "direct gas reduction". Salah satu ciri
ialah bahwa proses tersebut dapat bekerja secara ekonomis
dengan kapasitas produksi yang relatif rendah. Dengan penge-
tahuan terdapatnya gas di berbagai tempat, Indonesia dapat
mengembangkan proses ini. Proses ini akan digunakan dalam
proyek besi/baja di Anyer Lor (Jawa Barat) dengan kapasitas
500.000 ton/tahun. Dalam kompleks industri tersebut sudah
berdiri berbagai pabrik antara lain pabrik kawat dan pabrik
pipa masing-masing dengan kapasitas 30.000 ton/tahun dan
15.000 ton/tahun. Sementara akan diselesaikan pabrik yang
menghasilkan berbagai ragam besi untuk bangunan seperti
besi beton, besi propil dan sebagainya. Demikian pula sedang
direncanakan pabrik-pabrik lain di antaranya pabrik besi/baja
yang lebih besar kapasitasnya, yang diharapkan akan selesai
pada tahun 1981. Dibawah ini diajukan perkiraan produksi be-
berapa macam hasil industri besi/baja pada waktu yang akan
datang.
TABEL 13 - 11.
PERKIRAAN PRODUKSI BESI BAJA LANTAIAN DAN
BESI BAJA LAINNYA
(ribu ton)
1974/75 - 35 200
1975/76 - 50 250
1976/77 100 60 350
1977/78 150 75 550
1978/79 150 100 650
256
GRAFIK 13 - 11
PERKIRAAN PRODUKSI BESI BAJA LANTAIAN DAN BESI BAJA LAIN
Assembling sepeda
motor 1000 buah 21 31 50 100
Kabe1-kabel listrik, ton - 760 860 1215
TABEL 13 - 13.
TABEL 13 - 14.
Alat-alat Pertanian
(ribu buah)
Motor
Listrik Aki TV Radio Kabel
Tahun kecil (ribuan (ribuan (ribuan (ton)
(HP) buah) buah) buah)
266
267
Untuk memungkinkan pengembangan industri serupa ini
diperlukan pelipat gandaan investasi yang diharapkan dapat
dirangsang dari sektor swasta dan di mana perlu dibantu oleh
sektor investasi negara. Dalam hubungan ini akan ditempuh
langkah-langkah kebijaksanaan agar peranan nasional dapat
lebih ditingkatkan dalam pembinaan industri ini.
Dengan akan bertambahnya armada penerbangan maka akan
diperlukan peningkatan perawatan pesawat udara (overhaul)
yang akan dicapai dengan lebih memanfaatkan pusat-pusat
perawatan yang ada, antara lain untuk penampung pula pesa-
wat-pesawat udara pemilikan pihak lain. Untuk ini perlu
penambahan peralatan yang lebih modern, sehingga akan dica-
pai efisiensi yang tinggi. Selanjutnya akan dijajagi terus inisia-
tif dan usaha swasta sejauh mungkin agar berpartisipasi secara
aktif dalam mengembangkan perindustrian pesawat terbang.
Sesungguhnya masih terdapat banyak ragam industri yang
termasuk kelompok industri peralatan ini. Untuk tahap Repe-
lita II diversifikasi yang dicapai merupakan dasar yang lebih
kokoh bagi pengembangan kelompok industri pada khususnya
dan sektor industri umumnya dalam rangka perombakan struk-
tur Indonesia kejurusan yang lebih seimbang dalam garis per-
kembangan jangka panjang.
PEMBIAYAAN
Pembiayaan dari Anggaran Pembangunan Negara untuk
pembangunan industri dalam tahun 1974/75 berjumlah Rp. 9,45
milyar, sedang selama jangka waktu lima tahun dalam Repeli-
ta II diperkirakan berjumlah Rp. 150,7 milyar.
Di samping itu ada pula kegiatan untuk pembangunan
industri yang pembiayaannya diperhitungkan di sektor lain,
yakni untuk pendidikan yang digolongkan dalam sektor Pen-
didikan, Kebudayaan Nasional dan Pembinaan Generasi Muda
sebesar Rp. 325,0 juta dalam tahun 1974/75 dan diperkirakan
berjumlah Rp. 2.420,0 juta dalam jangka waktu lima tahuu sela-
ma Repelita II.
268
Untuk Penelitian yang digolongkan dalam sektor Pemba-
ngunan Ilmu dan Teknologi, Penelitian dan Statistik sebesar
Rp. 1.033,4 juta dalam tahun 1974/75 dan diperkirakan ber-
jumlah Rp. 7.690,0 juta selama lima tahun dalam Repelita II.
Sedang untuk pembangunan prasarana fisik Pemerintah
dan/atau untuk Peningkatan Efisiensi Aparatur Pemerintahan
yang digolongkan dalam Sektor Aparatur Negara sebesar
Rp. 742,6 juta dalam tahun 1974/75 dan diperkirakan berjum-
lah Rp. 3.750,0 juta selama lima tahun dalam Repelita II.
Dalam seluruh jumlah tersebut di atas sudah termasuk nilai
lawan pelaksanaan bantuan proyek.
269
TABEL 13 - 17.
INDUSTRI
No. Sektor/Subsektor/ 1974/75 1974/751978/79
Kode Program (Anggaran (Anggaran
Pembangunan) Pembangunan)
270
TABEL 13 - 17.
INDUSTRI