Anda di halaman 1dari 56

PEDOMAN DIAGNOSIS DAN TERAPI THT

I. OTITIS EKSTERNA
BATASAN: Otitis eksterna adalah infeksi pada kulit Meatus Akustikus Eksternus
(MAE).
Kuman penyebab paling sering adalah S. aureus. Penyebab lain adalah
P.aeruginosa, jamur golongan Aspergilus atau Kandida.

PATOFISIOLOGI
A. Sebagai faktor predisposisi:
a. Faktor endogen : Keadaan umum yang buruk akibat anemia,
hipovitaminosis, diabetes melitus, atau dermatitis seboroik
b. Faktor eksogen : Terlalu sering membersihkan telinga, mengakibatkan
serumen yang berfungsi sebagai pertahanan kulit MAE hilang. Trauma
karena tindakan mengorek telinga, kuman masuk lewat lesi yang ada.
Suasana yang lembab, panas, atau alkalis di dalam MAE menyebabkan
meningkatnya pertumbuhan kuman dan jamur. Kelembaban kulit terjadi
akibat MAE kemasukan air waktu setelah berenang, mandi atau udara
yang terlalu panas / berkeringat.
Bentuk MAE yang tidak lurus menyulitkan penguapan dan mengakibatkan
kulit MAE lebih sering dalam keadaan lembab. Keadaan tersebut menimbulkan
udem di kulit MAE yang dirasa gatal sehingga mendorong penderita mengorek
telinga, trauma yang timbul akan memperberat infeksi.
Korek-korek telinga juga dapat menyebabkan hilangnya protective lipid layer
dan acid mantle. Hal ini menyebabka meningkatnya kelembaban dan suhu di
MAE. MAE yang lembab, hangat dan kotor merupakan media pertumbuhan
kuman yang baik. Penetrasi kuman lebih mudah terjadi. Pada awalnya terjadi
penyumbatan pada apopilosebaseus unit yang dilanjutkan dengan terjadinya
radang akut yang disebut furunkel.
B. Eczomatoid otitis eksterna: Terjadi akibat reaksi hipersensitifitas, misalkan
karena obat tetes telinga yang mengandung antibiotik, pemakaian bahan
kimia/logam misalkan hairspray, anting-anting (kontak dematitis), reaksi
atopik, atau akibat rangsangan sekret dari otitis media. Termasuk golongan ini
adalah Psoriasis dan neudermatitis.
C. Otitis eksterna seboroik: Merupakan bagian dari dermatitis seboroik.
Penyebabnya tidak diketahui, penyakit ini bersifat heriditer. Kelainan berupa
sisik-sisik atau lapisan tebal berminyak terutama terdapat pada kulit kepala. Di
telinga kelainan dapat ditemukan di MAE, konka atau di retro aurikuler.

DIAGNOSIS
Anamnesis:
o Rasa gatal sampai rasa nyeri di dalam telinga. Rasa gatal dapat dirasakan
sampai tenggorok. Kadang-kadang disertai sedikit rasa nyeri. Awalnya
sekret encer, bening, tetapi dapaat berubah menjadi sekret kental purulen.
Pada bentuk kronik sekret tidak ada atau hanya sedikit atau berupa
gumpalan, berbau akibat adanya bakteri saprofit ataupun jamur.
o Pendengaran normal atau sedikit berkurang.
o Pada furunkel MAE gejala yang paling dominan adalah nyeri telinga
(otalgi). Nyeri akan bertambah saat gerakan mengunyah atau bila telinga
disentuh.
Pemeriksaan:
o MAE terisi sekret serus (alergi), purulen (infeksi kuman), keabu-abuan atau
kehitam-hitaman (jamur).
o Kulit MAE edema, hiperemi merata sampai ke membrana timpani.
o Pembesaran kelenjar regional: daerah servikal antero superior, parotis atau
retro aurikuler.
o Pada furunkel didapatkan edema, hiperemi pada pars katrilagenus MAE, nyeri
tarik aurikulum dan nyeri tekan tragus. Bila edema hebat membran timpani dapat
tidak tampak
DIAGNOSIS BANDING:
- Otitis media akut
- Otits eksterna bulosa

PENYULIT:
- Perikondritis
- Dermatitis aurikularis
- Erisipelas

PENATALAKSANAAN:
MAE dibersihkan dengan menggunakan kapas lidi. Pemasangan tampon
pita cm x 5 cm yang telah dibasahi dengan larutan Burowi filtrata (3%) pada
MAE. Tampon secukupnya, tidak boleh diletakkan terlalu ke dalam (nyeri/bahaya
melukai membran timpani, sulit mengeluarkan).
Tampon setiap 2-3 jam sekali ditetsi dengan larutan Burowi agar tetap
basah. Tampon diganti setiap 2 hari sekali. Obat tetes diberikan sampai 2-3 hari
setelah gejala nyeri/gatal hilang.
Larutan Burowi dapat diganti dengan tetes telinga yang mengandung
steroid dan antibiotik. Apabila diduga infeksi kuman Pseudomonas berikan tetes
neomisin hidrokortison. Pada infeksi jamur digunakan tetes telinga asam sailisilat
2-5% dalam alkohol 20 %.
Pada otitis eksterna kronik difus dapat diberikan triamsinolon 0.25%
krim/salep atau deksametason 0,1%. Antibiotika oral tidak perlu diberikan.

II. PERIKONDRITIS AURIKULA


BATASAN
Perikondritis adalah suatu keradangan supuratif pada perikondrium tulang rawan
aurikula.

ETIOLOGI
Kuman penyebab:
- Pseudomonas aeroginosa
- Stafilococcus aureus

PATOFISIOLOGI
Merupakan komplikasi dari:
- Trauma
- Operasi telinga
- OMK, Furunkel MAE, Otitis eksterna.
Mula-mula terjadi infiltrat pada perikondrium, kemudian terjadi supurasi, dan
selanjutnya dapat terjadi nekrosis tulang rawan yang mengakibatkan terjadinya
deformitas daun telinga.

DIAGNOSIS
1. Amnesis :
- aurikula terasa bengkak, nyeri, dan merah.
- kadang-kadang disertai demam

2. Pemeriksaan:
- Oedem luas pada aurikula dapat meluas keluar aurikula.
- Nyeri dan hiperemia
- Terdapat fluktuasi bila terjadi supurasi
- Terdapat deformitas bila sudah terjadi nekrosis
- Pembesaran kelenjar getah bening regional
- Suhu tubuh naik, leksoit naik.

TERAPI
1. Antibiotik : Untuk yang ringan, diberikan kloksasilin 3 X 500 mg
oral/hari.Untuk yang berat diberikan gentamisin intra vena 2 X 80 mg/hari
atau aminoglikosida lainnya.
2. Anti inflamasi/analgesik : asam mefenamat, piroksikam atau diklofenak
3. Insisi bila sudah terjadi supurasi, dilanjutkan dengan eksisi bila sudah terjadi
nekrosis tulang rawan.

III. TULI MENDADAK


BATASAN
Suatu ketulian sensorineural yang terjadi secara tiba-tiba dalam beberapa jam atau
beberapa hari (5-7 hari), umumnya unilateral, dan dapat disertai tinitus atau
vertigo.

PATOFISIOLOGI
1. Teori infeksi virus
- Penyebab: virus campak, parotitis, herpes zoster, varisela, influenza, dan
penyakit virus lainnya.
- Pada koklea menyebabkan labirintitis endolimfatik, dan pada nervus VIII
menyebabkan neuronitis dan ganglionitis.
- Virus juga menginvasi endotel vaskular dan melekat pada eritrosit
sehingga lumen vaskular mengecil akibat pembengkakan endotel dan
terjadi hemaglutinasi yang pada akhirnya menyebabkan aliran darah ke
koklea terganggu.
2. Teori vaskular
- Fungsi koklea sangat peka terhadap gangguan aliran darah yang dapat
menyebabkan anoksia.
- Gangguan aliran darah tersebut dapat disebabkan karena vasospame,
trombosis, emboli, hiperkoagulasi, penyakit darah (polisitemia,
makroglobulinemia, penyakit sickle cell)
- Vasospasme dapat diakibatkan oleh stres, kelelahan, emosi, reaksi alergi.
- Trombosis dan emboli berhubungan dengan aterosklerosis.
3. Teori ruptur
- Terjadi ruptur membran Reissner pada koklea yang mungkin disebabkan
barotrauma mendadak, sehingga terjadi perubahan cairan intrakoklea yang
mengakibatkan gangguan fungsi koklea.
GEJALA KLINIS:
- Tuli mendadak dalam beberapa jam atau hari, umumnya unilateral.
- Dapat disertai tinitus atau vertigo
- Pada penderita perlu ditanyakan mengenai riwayat penyakit dahulu (DM,
hipertensi, dislipidemia, penyakit jantung aterosklerosis), adanya barotrauma,
febris.

PEMERIKSAAN:
1. Pemeriksaan pendengaran:
- Audiometri nada murni : tuli sensorineural, umumnya unilateral
- Audiometri tutur : SDS <90%, SRT > 30 dB
- Tes SISI : positif (skor 70-100%)
- Tes Tone Decay : bisa positif atau negatif
2. Pemeriksaan vestibular (bila ada indikasi)
- Tes kalori: didapatkan respon abnormal yang bervariasi mulai daritidak ada
respon sampai respon yang berbeda sedikit dari yang normal.
3. Pemeriksaan laboratorium (bila ada indikasi)
- Darah lengkap, gula darah, kolesterol, trigliserida, coagulation studies, protein
darah.

KOMPLIKASI: -

PENATALAKSANAAN:
- Tirah baring (bagi yang baru terjadi dan vertigo)
- Vasolidator: betahistin 3 x 8 mg/hari, atau vasodilator lainnya.
- Kortikosteroid: prednison 40-60 mg/hari, dosis tunggal, pagi hari, selama 1
minggu, selanjutnya dosis diturunkan bertahap
- Vitamin neutropik: B1 1 x 100 mg/hari
- Koreksi penyakit dasar yang ditemukan
- Terapi terhadap vertigo (bila ada vertigo)
IV. OTITIS MEDIA SEROSA
BATASAN
Otitis media serosa ialah keradangan non bakterial mukosa kavum timpani yang
ditandai dengan terkumpulnya cairan yang tidak purulen (serous atau mukus).
Sinonim: otitis media efusa, otitis media sekretoria, otitis media musinosa, glue
ear.

PATOFISIOLOGI
Gangguan fungsi tuba Eustakhius merupakan penyebab utama. Gangguan tersebut
dapat terjadi pada:
- Keradangan kronik pada rongga hidung, nasofaring, faring misalnya oleh alergi.
- Pembesaran adenoid dan tonsil.
- Tumor nasofaring.
- Celah langit-langit.

DIAGNOSIS
1. Anamnesis:
- Telinga terasa penuh, terasa ada cairan (grebeg-grebeg).
- Pendengaran menurun.
- Terdengar suara dalam telinga sewaktu menelan/menguap.
2. Pemeriksaan :
- Pada otoskopi membran timpani berubah warna (kekuning-kuningan) refleks
cahaya berubah atau menghilang.
- Dapat terlihat "air-fluid level" atau "air bubles".
3. Pemeriksaan tambahan: (bila tersedia sarana).
- Audiogram : tuli konduktif.
- Timpanogram : tipe B atau C.

DIAGNOSIS BANDING
Otitis media supuratif akut tipe kataral.
PENYULIT
- Otitis media kronik.
- Mastoiditis kronik.
- Timpanosklerosis.

TERAPI
1. Tahap I :
- Miringotomi dan pasang "ventilating tube" (Gromet).
- Obat-obatan terhadap gangguan fungsi tuba. ((Dekongestan oral atau lokal, lihat
terapi Otitis media supuratif akut).
2. Tahap II:
- Bila ada pembesarantonsil dan/adenoid, dilakukan ddenotonsilektomi.
- Bila ada factor alergi dilakukan perawatan alergi.

V. OTITIS MEDIA SUPURATIF AKUT


BATASAN
Otitis media supuratif akut ialah infeksi akut yang mengenai
mukoperiosteum kavum timpani. dengan disertai pembentukan sekret
purulen.

KUMAN PENYEBAB: tersering


- S. pneumoniae
- H. Infuenzae
Kuman lain yang lebih jarang adalah S. aureus, S. pyogenes, B. catarrhalis,

PATOFISIOLOGI
Biasanya diawali dengan terjadinya infeksi akut saluran pernafasan atas (ISPA).
Mukosa saluran pernafasan atas mengalami inflamasi akut berupa hiperemia dan
udem, termasuk juga pada mukosa tuba Eustachius. Akibatnya terjadi
penyumbatan ostiumnya yang akan diikuti dengan terjadinya gangguan fungsi
drainase dan ventilasi tuba Eustakhius.
Kavum timpani menjadi vakum dan disusul dengan terbentuknya transudat
hydrops ex vacuo. Adanya infiltrasi kuman patogen ke dalam mukosa kavum
timpani yang berasal dari hidung dan nasofaring menimbulkan supurasi.

DIAGNOSIS
Cukup dilakukan dengan diagnosis secara klinis, yang meliputi anamnesis dan
pemeriksaan telinga (cara otoskopi).
Dibagi dalam 4 stadia :
STADIUM ANAMNESIS OTOSKOPI
1. KATARAL Diawali dengan ISPA - Membran timpani:
akut dan diikuti dengan Retraksi, warna mulai gejala di telinga: hiperemia
- terasa penuh - Kadang-kadang tampak
- Grebeg-grebeg adanya air-fluid level.
- Gangguan pendengaran
2. SUPURASI/BOMBANS - otalgia hebat - Membrana timpani:
- Gangguan pendengaran. Bombans dan hiperemia
- Febris, Batuk, pilek. - Belum ada sekret di liang
- Pada bayi dan anak telinga luar kadang disertai dengan: gelisah, rewel, konvulsi,
gastro-entetis
- Belum terjadi otore
3. PERFORASI - Otore, mukopurulen - Membran timpani:
- Otalgi dan febris mereda perforasi, sentral, kecil di kuadran
- Gangguan pendengaran. anteroinferior.
- Masih ada batuk dan pilek. - Sekret: mukopurulen kadang tamapak pulsasi
- Warna Membran timpani hiperemia
4. RESOLUSI Gejala-gejala pada stadium - Membran timpani:
sebelumnya sudah banyak mereda sudah pulih menjadi normal kembali Kadang
masih ada gejala sisa: - Masih dijumpai lubang perforasi
Tinitus dan gangguan pendengaran - Tidak dijumpai sekret lagi (telinga telah
kering)
DIAGNOSIS BANDING
1. Furunkel liang telinga
2. Otitis eksterna

TERAPI
1. Antibiotika
Lini I: Amoksisilin: Dewasa 3 x 500 mg/hari
Bayi/anak: 50 mg/kg BB/hari
Eritromisin: Dosis dewasa/anak sama dengan dosis amoksisilin
Co-trimoksazol: (kombinasi TM 80 mg dan SMZ 400 mg-tablet)
Dewasa : 2 x 2 tablet
Anak-anak : (TM 40 dan SMZ 200 mg)
Suspensi 2 x 1 cth
Lini II: Bila ditengarai kuman sudah resisten (infeksi berulang)
- Kombinasi amoksisilin dan asam klavulanat:
Dewasa : 3 x 625 mg/hari
Bayi/Anak-anak: disesuaikan dengan berat badan dan usia.
Sefalosporin II/III oral (sefuroksim, sefiksim, sefadroksil dsb.)
Antibiotik diberikan 7-10 hari. Pemberian yang tidak adekuat dapat
menyebabkan kekambuhan.

2. Memperbaiki fungsi drainase dan ventilasi tuba Eustakhius (bila diperlukan).


- Dekongestan: oral/topical.

3. Evakuasi Mukopus (bila diperlukan, pada stadium II).


Dilakukan miringotomi (parasintesis) pada kuadran postero inferior membran
timpani dengan menggunakan bius lokal (Larutan Xylocain 8 %)

PENYULIT
1. Mastoiditis Koalesen Akut
Terjadi empyem di rongga mastoid akibat terjadinya blokade di daerah
epirimpanum. Sering diikuti dengan terjadinya abses di belakang daun telinga
(abses subperiostal mastoid). Perlu segera dilakukan evakuasi empiem lewat
pendekatan mastoidektomi simpel (Schwartze)
2. Komplikasi Intrakranial
Mastoiditis koalesen akut kalau tidak dapat segera diatasi dapat meluas ke
dalam intrakranial (meningitis dan abses otak).
3. Paresis syaraf fasial perifer
Akumulasi pus di dalam kavum timpani pada otitis media supuratif akut dapat
menimbulkan kompresi pada syaraf fasial (kanal Falopi yang mengalami
dehisensi pars horisontalis). Perlu segera dilakukan parasintesis dan
diberikan antibiotika yang adekuat.

VI. OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK


BATASAN
Otitis media supuratif kronik ialah keradangan kronik yang mengenai mukosa dan
struktur tulang di dalam kavum timpani dan tulang mastoid.

ETIOLOGI
Kuman aerob:
Positif Gram : S. pyogenes, S. albus.
Negatif Gram : Proteus spp., Pseudomonas spp., E.coli.
Kuman anaerob : Bacteroides spp.

PATOFISIOLOGI
Otitis media supuratif kronik timbul dari infeksi yang berulang dari otitis media
supuratif akut.
Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya infeksi berulang:
1. Eksogen : infeksi dari luar melalui perforasi m. Timpani.
2. Rinogen : dari penyakit di rongga hidung dan sekitarnya.
3. Endogen : alergi, Diabetes melitus, TBC paru.
Klasifikasi :
Otitis media supuratif kronik tipe benigna
Disebabkan peradangan atau sumbatan tuba Eustachius akibat penyebaran
infeksi dari nasofaring, sinus atau hidung. Tipe ini ditandai dengan perforasi
sentral atau subtotal pada pars tensa., sekret mukoid tidak berbau dan ganguan
pendengaran ringan sampai sedang
Otitis media supuratif kronik tipe maligna
Ditandai oleh perforasi total, marginal atau perforasi atik dengan sekret
yang berbau busuk akibat nekrosis tulang. Terdapat kolesteatom dan jaringan
granulasi. Gangguan pendengaran bervariasi dari tuli ringan sampai tuli total

DIAGNOSIS
1. Anamnesis :
a. Otorea terus menerus/kumat-kumatan lebih dari 6-8 minggu.
b. Pendengaran menurun (tuli).
2. Pemeriksaan THT:
a. Otoskopi : Melihat tipe perforasi, mukosa kavum timpani, secret.
Untuk persiapan operasi diperlukan pemeriksaan dengan mikroskop.
b. Pemeriksaan hidung dan tenggorok untuk mencari factor penyebab kronik.
3. Pemeriksaan tambahan
a. Tes fungsi tuba.
b. Audiogram nada murni dan nada tutur.
c. X-foto mastoid posisi Schuller.

PENYULIT
1. Abses retro aurikula.
2. Paresis/paralisis syaraf fasialis.
3. Labirinitis.
4. Komplikasi intrakranial:
a. Meninginitis.
b. Abses ekstradural.
c. Abses otak.

TERAPI
1. Tipe benigna yang aktif (eksaserbasi akut)
Antibioik: klindamisin (3 x 150-300 mg oral) per hari selama 5-7 hari.
Pengobatan sumber infeksi di rongga hidung dan sekitarnya.
Perawatan lokal dengan perhidrol 3 % dan tetes telinga (Ofloksasin).
Pengobatan alergi bila ada latar belakang alergi.
Pada stadium tenang (kering) dilakukan timpanoplasti.
Macam teknik pembedahan: atiko-antrotomi dengan miringoplasti.
2. Tipe maligna
Terapi pembedahan (mastoidektomi radikal, radikal modifikasi, radikal dengan
rekonstruksi)

Untuk OMSK dengan penyulit:


Abses retroaurikuler
1. Insisi abses
2. Antibiotik: Penisilin Prokain 2 x 0.6-1.2 juta IU i.m./hari dan Metronidazol 3 x
250-500 mg oral/sup/hari. Bila alergi terhadap penisilin, dapat diganti dengan
klindamisin 2 x 300-600 mg i.v/hari, atau 3 x 150-300 mg oral, selama 10-14
hari.
3. Mastoidektomi urgen.
Paresis/paralisis syaraf fasialis
1. Mastoidektomi urgen dan dekompresi syaraf fasialis.
2. Rehabilitasi
Labirinitis
Mastoidektomi urgen.
Meninginitis
1. Perawatan bersama dengan bagian syaraf.
2. Antibiotik:
a. Ampisilin 6 x 2-3 G/hari i.v.ditambah
b. Kloramfenikol 4 x 1 G atau seftriakson 1-2 G/hari i.v.
3. Bila meningitis sudah tenang segera dilakukanMastoidektomi radikal.
Abses ekstradural/abses otak.
1. Antibiotik: ampisilin 4-6 x 2-3 G/hari i.v ditambahmentronidazol 3 x 500 mg
Sup/hari.
2. Perawatan bersama dengan bagian bedah syaraf.
3. Drainase abses oleh bagian bedah syaraf.
4. Bila sudah tenang, dilakukan mastoidektomi radikal.

VII. VERTIGO
BATASAN
Gangguan keseimbangan tubuh terhadap ruang sekitarnya atau berhalusinasi dari
gerakan berputar yang merupakan gejala dari bermacam-macam
penyebab/penyakit.

PATOFISIOLOGI
Adanya gangguan pada input sistem vestibuler (kanalis semi sirkularis, dan organ
otolit yaitu utrikulus dan sakulus), input visual dan proprioseptif. Vertigo bukan
merupakan penyakit tetapi suatu simtom yang dapat disebabkan oleh berbagai
penyakit.

ETIOLOGI
Lesi perifer
Lesi sentral
Lesi sistemik
Psikogen

DIAGNOSIS
Anamnesis:
Sifat gangguan keseimbangan: frekwensi, lamanya, faktor pencetus dsb.
Adanya gejala yang menyertai: penurunan pendengaran, tinitus, otalgi,
telinga terasa penuh, otore diplakusis rekruitmen, fenomena Tullio, mual
dan muntah, trauma kepala, paparan bising dsb.
Penyakit sitemik: hipotiroid, insufisiensi adrenokortikal, penyakit
kardiovaskuler, diabetes melitus, penyakit kolagen, penyakit ginjal, sifilis,
gangguan penglihatan, alergi, kelainan darah dan obat-obat yang
digunakan dsb.
Pemeriksaan:
THT rutin, tes fistula, fungsi pendengaran.
Adanya nistamus: spontan, posisional, manuver Hallpike, tes kalori.
Tes keseimbangan: Romberg, Stepping, dll.
Neurologi: saraf kranialis, kekuatan otot, sensibilitas, tes fungsi serebelum,
observasi gait (atas indikasi).
Adanya penyakit sistemik dan vaskuler yang menyertai (sesuai dengan
anamnesis)
Pemeriksaan psikiatrik: bila diduga ada faktor psikogen.

Pemeriksaan Penunjang:
Pemeriksaan audiologi: tes garpu tala, audiometrik nada murni,
audiometrik nada tutur, SISI tes, Tone Deccay tes, timpanometri, reflek
stapedius, dan apabila ada fasilitas dapat dilakukan BERA (atas indikasi)
Tes kalori, elektronistagmografi, posturografi (atas indikasi).
Radiologi: X-foto kepala posisi Stenver dan Towne, foto mastoid, foto
vertebra servikal, CT scan, MRI dsb (atas indikasi).
Pemeriksaan laboratorium dan EKG (atas indikasi).

Penyakit / penyebab:
Penyakit meniere: vertigo hebat dan berulang, penurunan pendengaran
yang berfluktuasi, rasa penuh di telinga dan tinitus yang progresif.
Labirintitis bakterial: vertigo hebat dan mendadak, tinitus dan tuli persepsi
yang permanen.
Neuronitis vestibuler: serangan vertigo yang berat dan mendadak,
seringkali disertai rasa cemas, mual dan muntah tanpa disertai gangguan
pendengaran.
Neuroma akustik: penurunan pendengaran, rasa tidak seimbang, gangguan
koordinasi, peningkatan tekanan intra kranial, adanya gejala terkenanya
saraf otak yang berbatasan, dan kadang disertai vertigo.
Vertigo posisi jinak berulang (BPPPV = Benign Paroxysmal Positional
Vertigo); vertigo yang timbul akibat perubahan posisi kepala.
Vertigo sentral: umumnya disertai gejala SSP lain (gejala visual, sensoris
maupun motoris yang mendahului), vertigo umumnya tidak hebat sekali
dan kompensasi relatif lambat.

PENYULIT
Tergantung penyebabnya

PENATALAKSANAAN
Tergantung pada penyebabnya. Namun bila penyebabna belum dapat
diidentifikasi, dapat diberikan terapi non spesifik.
1. Medikamentosa:
Fase akut: bertujuan untuk menekan mual dan muntah secara sentral,
antara lain diazepam 3 x 2-5 mg, meklizine 3 x 25 mg dan prometazine
3x25-50 mg, kosikosteroid dengan tapering off untuk penyakit Meniere
dan neuritis vestibuler, diuretik hemat kalium pada penyakit Meniere.
Pada kasus berat perlu terapi parenteral: diazepam 5-10 mg i.m, droperidol
2,5 mg i.m atau klorfromazin 25 mg supositoria.
Serangan rekuren yang tak terlalu hebat: a.l difenhidrinat, prometasin,
sinarisin, flunarisin, betahistin.
2. Operatif: hanya sekitar < 5%
Ablatif: transmastoid labirinthectomy, vestibular nerve section. Pada
penyakit Meniere.
Non ablatif: endolymphatic sac decompression, endolymphatic sac shunt
(penyakit meniere dengan funsi pendengaran yang masih baik) dan
posterior canal oclussion (BPPV berat yang tak berhasil dengan terapi
rehabilitatif)
3. Rehabilitatif: untuk meningkatkan kompensasi sentral dan habituasi yaitu
berupa latihan vestibuler.

VIII. RINITIS ALERGI


BATASAN
Rinitis alergi secara klinis didefinisikan sebagai gejala rinitis yang timbul setelah
pajanan/paparan alergen yang menyebabkan inflamasi mukosa hidung yang
diperantarai oleh IgE, dengan gejala bersin-bersin paroksismal, pilek encer, dan
buntu hidung.

ETIOLOGI
Alergen:
- Inhalan: debu rumah, debu kapuk, jamur, bulu hewan, dsb.
- Ingestan: buah, susu, telur, ikan laut, kacang-kacangan dsb.

PATOFISIOLOGI
Gejala rinitis alergi timbul karena paparan alergen hirupan pada mukosa
hidung yang menyebabkan inflamasi dan menimbulkan gejala bersin, gatal, rinore
dan buntu hidung. Segera setelah mukosa terkena paparan alergen, terjadi reaksi
alergi fase cepat dalam beberapa menit dan berlangsung sampai beberapa jam
(immediate rhinitis symptoms).
Pada sebagian penderita akan terjadi reaksi fase lambat yang terjadi
beberapa jam setelah fase cepat dan dapat berlangsung hingga 24 jam. Pada fase
ini akan terjadi pengerahan sel-sel radang seperti limfosit, basofil, eosinofil dan
netrofil ke mukosa hidung. Akumulasi sel radang ini menyebabkan gejala hidung
buntu yang merupakan gejala yang lebih dominan pada fase lambat. Gejala ini
dapat menetap jangka lama pada rinitis yang persisten (chronic ongoing rhinitis).

GEJALA KLINIK
Serangan timbul bila terjadi kontak dengan alergen penyebab.
Didahului rasa gatal pada hidung, mata, atau kadang-kadang palatum
mole.
Bersin-bersin paroksismal, pilek encer, dan buntu hidung.
Gangguan pembauan, mata sembab dan berair, kadang-kadang disertai
sakit kepala.
Tidak ada tanda-tanda infeksi (misalnya panas badan).

KLASIFIKASI
Rinitis alergi intermiten : serangan < 4 hari per minggu, atau berlangsung
< 4 minggu
Rinitis alergi persisten : serangan > 4 hari per minggu, dan berlangsung >
4 minggu.
Rinitis alergi ringan : Tidur normal, aktifitas sehari-hari, saat olah raga dan
santai normal, kegiatan bekerja dan sekolah normal, tak ada keluhan
mengganggu
Rinitis alergi sedang berat : Tidur terganggu (tak normal), aktifitas sehari-
hari saat olah raga dan santai terganggu, terdapat gangguan saat kerja dan
sekolah, adanya keluhan mengganggu.

DIAGNOSIS
Anamnesis yang lengkap dan cermat. Adanya paparan alergen. Mungkin ada
riwayat alergi pada keluarga, adanya alergi di organ lain (asma, dermatitis)
Pemeriksaan:
Rinoskopi anterior: Konka edema dan pucat, sekret seromusinus. Pada rinitis
alergi persisten rongga hidung sempit, konka edema hebat.
Pemeriksaan tambahan:
- Tes kulit:"Prick Test".
- Eosinofil sekret hidung. Positif bila > = 25%.
- Eosinofil darah. Positif bila >= 400/mm .
- Bila diperlukan dapat diperiksa:
o IgE total serum (RIST dan PRIST). Positif bila > 200 IU.
o IgE spesifik (RAST).
- Endoskopi nasal: bila diperlukan dan tersedia sarana.

DIAGNOSIS BANDING
- Rinitis akut: ada keluhan panas badan, mukosa hiperemis, sekret
mukopurulen..
- Rhinitis medikamentosa (drug induced rhinitis): karena penggunaan tetes
hidung dalam jangka lama, reserpin, klonidin, alfa metildopa, guanetidin,
klorpromasin, dan fenotiasin yang lain.
- Rhinitis hormonal (hormonally induced rhinitis): Pada penderita hamil,
hipertiroid, penggunaan pil KB.
- Rinitis vasomator.

PENYULIT
- Sinusitis paranasal
- Polip hidung.
- Otitis media.

TERAPI
- Hindari alergen penyebab.
- Medikamentosa :
o Antihistamin pada saat serangan: dapat dipakai CTM 3 x 2-4 mg. Untuk
yang non sedatif dapat dipakai: loratadin, setirizin (1X sehari 10 mg) atau
fleksofenadin (2X sehari 60 mg). Desloratadine adalah turunan baru
loratadine yang punya efek dekongestan. Antihistamin baru non sedatif
cukup aman untuk pemakaian jangka panjang.
o Kortikosteroid (deksametason, betametason), untuk serangan akut yang
berat. Ingat kontra indikasi. Diberikan dengan tappering off.
o Dekongestan lokal: tetes hidung, larutan efedrin -1%, atau oksimetazolin
0.025%-0.05%, bila diperlukan, dan tidak boleh lebih dari seminggu.
o Dekongestan oral: pseudo-efedrin, 2-3 x 30-60 mg sehari. Dapat
dikombinasi dengan antihistamin. (triprolidin + pseudo-efedrin setirizin +
pseudo-efedrin, loratadin + psedo-efedrin) Steroid semprot hidung untuk
rinitis persisten sedang berat.

- Pembedahan: apabila ada kelainan anatomi (deviasi septum nasi), polip


hidung, atau komplikasi lain yang memerlukan tindakan bedah.

- Meningkatkan kondisi tubuh:


o Olah raga pagi.
o Makanan yang baik.
o Istirahat yang cukup dan hindari stres.

IX. RINITIS NON ALERGI


BATASAN
Rinitis gejala-gejala kronik yang tidak disebabkan oleh latar belakang alergi.
Termasuk dalam klasifikasi ini:
1. Rinitis vasomotor (RV)
2. Rinitis medikamentosa
3. Rinitis hormonal
4. NARES (non alergic rhinitis with eosinophilia syndrome)

PATOFISIOLOGI / ETIOLOGI
- RV : Etiologi pasti belum diketahui, ada ketidakseimbangan sistem saraf
otonom.Biasanya ada hubungan dengan kelembaban udara yang tinggi dan
udara dingin.
- Rhinitis medikamentosa (drug Induced rhinitis): karena penggunaan tetes
hidung dalam jangka lama, reserpin, klonidin, alfa metildopa, guanetidin,
klorpromasin, dan fenotiasin yang lain.
- Rhinitis hormonal (hormonally induced rhinitis): Pada penderita hamil,
hipertiroid, penggunaan pil KB.
- NARES : Eosinofilia sekret hidung dengan tes kulit negatif. Penyebab belum
jelas

GEJALA KLINIK
RV :
Pilek encer.
Bersin-bersin paroksismal.
Buntu hidung.
Biasanya kambuh waktu pagi (dingin), mendung (kelembaban tinggi).
Rinitis medikamentosa dan rinitis hormonal : gejala utama adalah buntu
hidung, terutama waktu berbaring.
NARES : rinore kronik, bersin dan buntu jarang.

DIAGNOSIS
1. Anamnesis yang cermat dan lengkap
2. Pemeriksaan fisik
- Rinoskopi anterior:
Pada RV
Pada saat serangan:
- Konka edema
- Sekret serokumukus
- Warna mukosa tidak khas
Pada Rinitis hormonal dan Rinitis medikamentosa : Konka edema, rongga hidung
sempit, sekret sedikit.
Pada NARES, sekret seromukus, konka edema.
3. Pemeriksaan tambahan
Tes kulit, untuk menyingkirkan adanya alergi.

DIAGNOSIS BANDING
- Rinitis alergi
- Rinitis akut

PENYULIT
- Sinusitis paranasal
- Polip hidung
- Otitis media

TERAPI
Terapi kausal tidak ada; dapat dilakukan terapi simtomatik:
Untuk RV :
Kombinasi antistamin dan dekongestan oral sebelum tidur malam/saat serangan.
Antihistamin: CTM, (2-4 mg) pada saat serangan.
Dekongestan oral: pseudo-efedrin (30-60 mg) pada saat serangan.
- Meningkatkan kondisi badan.
- Olah raga pagi, gizi cukup, istirahat cukup.
- Kalau buntu dapat dilakukan/diberi:
Tetes hidung (waktu serangan akut).
Kaustik konka inferior, atau kalau lebih berat,
Konkotomi konka inferior.
Untuk rinitis hormonal dan medikamentosa : hentikan penggunaan obat penyebab
(bila memungkinkan). Kaustik atau konkotomi dapat dicoba.
X. SINUSITIS AKUT BAKTERIAL
BATASAN
Sinusitis paranasal akut merupakan proses infeksi dari mukosa sinus maksilaris
yang akut yaitu kurang dari 4 minggu yang disebabkan oleh mikroorganisme.

PATOFISIOLOGI/ETIOLOGI
Didahului oleh infeksi virus pada rinitis akut, terjadi edema mukosa pada
dan disekitar ostium sinus, diikuti oleh obstruksi ostium yang akan menyebabkan
hipoksi pada rongga sinus. Selanjutnya disfungsi silia, kemudian terjadi
pengentalan dan penumpukan sekret.
Pada permulaan terjadi kenaikan tekanan intra sinus yang kemudian
diikuti terjadinya tekanan negatif. Pada saat bersin, mengeluarkan ingus atau
menghirup udara kuman dapat masuk ke dalam sinus yang kemudian terjadi
sinusitis bakterial.
Faktor penyebab yang lain adalah infeksi apeks gigi geraham atas, atresia
koane, baro trauma, polip hidung, benda asing atau tampon hidung yang lama.
Kuman penyebab yang sering di dapatkan adalah: S. pneumoniae, H. Influenzae
dan B. catarrhalis. Kuman lain yang lebih jarang adalah: S. aureus dan kuman
anaerob.
GEJALA KLINIK
- Nyeri pada daerah hidung, pipi atau dahi (tergantung lokasi sinus), dan dapat
terjadi pada gigi atas(pada sinusitis maksila)
Gejala lainnya:
- Dapat terjadi buntu hidung, pilek, nafas berbau, panas badan, malaise dan
kelesuan.
- Pilek berbau busuk pada sinusitis maksila dentogen.
- Sekret mukopurulen, dapat terjadi periorbital edema pada infeksi yang berat.

DIAGNOSIS
Pemeriksaan:
- Nyeri tekan daerah fosa kanina dan sulkus gingivobukalis (pada sinusitis
maksila), nyeri tekan supra orbita (pada sinusitis frontal).
- Rinoskopi anterior:
Mukosa edema + hiperemi
Sekret muko purulen, terutama di meatus medius
- Rinoskopi Posterior: post anal sekret purulen
- Transiluminasi: pada sinus yang terkena gelap (sinus maksila).
Pemeriksaan radiologi:
- Plain foto sinus (posisi Water): penebalan mukosa, air fluid level atau
perselubungan.
- CT scan: walaupun dapat memberi gambaran yang lebih jelas, tetapi tidak
diperlukan sebagai penentu diagnosis.

PENYULIT
- Selulitis orbital
- Abses orbital.
- Osteomielitis.
- Abses epidural / subdural
- Meningitis
- Abses otak
- Trombosis sinus kavernosus

PENATALAKSANAAN
Antibiotik:
Lini pertama:
Amoksisilin, trimetoprim sulfametoksazol (kotrimoksazol), atau eritromisin.
Lini kedua:
Bila ditengarai kuman menghasilkan enzim beta-laktamase diberikan
kombinasi amoksisilin + asam klavulanat, sefaklor, atau sefalosporin generasi
II atau III oral.
Antibiotik diberikan minimal 2 minggu.
Dekongestan:
o Topikal: sol efedrin 1% tetes hidung, oksimetazolin 0,025% tetes
hidung untuk anak atau 0,050% semprot hidung. Jangan digunakan
lebih dari 5 hari.
o Sistemik: fenil propanolamin, pseudo-efedrin.
Mukolitik: asetil sistein, bromheksin
Analgesik/antipiretik bila perlu
Antihistamin: diberikan pada penderita dengan latar belakang alergi.
Irigasi sinus maksila : bila resorpsi sekret sinus maksila tidak adekuat.
Perawatan gigi bila diketahui penyebab dentogen.

XI. SINUSITIS PARANASAL KRONIK


BATASAN
Sinusitis paranasal kronik adalah proses keradangan dari mukosa sinus paranasal
yang kronis, yaitu lebih dari 3 bulan.

PATOFISIOLOGI / ETIOLOGI:
Sinusitis paranasal akut dapat menjadi kronik oleh berbagai faktor yakni faktor
alergi, faktor gangguan pada komplek ostio meatal (KOM) yang mengganggu
patensi ostium (deviasi septum nasi, polip nasi, konka bulosa dan sebagainya).
Terjadi perubahan mukosa sinus (penebalan, degenarasi polip, kista, mukokel).
Batasan infeksi dan non infeksi sering tidak jelas.
Kuman penyebab: Campuran kuman aerob dan anaerob. Kuman dominan adalah
P. aeruginosa dan kuman anaerob. Pada sinusitis maksila dentogen kuman
anaerob sangat dominan.

GEJALA KLINIK
Gejala utama adalah rinore yang kronik dengan sekret mukopurulen. Kadang-
kadang terjadi sakit kepala. Gejala lainnya adalah buntu hidung, kadang-kadang
terjadi penurunan penciuman dan pengecapan. Dapat terjadi sekret bercampur
darah dari hidung atau sekret yang turun ke faring (postnasal drip).
DIAGNOSIS
1. Anamnesis seperti di atas.
2. Pemeriksaan
a) Rinoskopi anterior:
Dapat ada sekret muko purulen/kekuningan yang kadang-kadang
bercampur darah, terutama pada meatus medius.
Dapat terjadi polip yang tampak pada meatus medius.
Dapat juga terlihat deviasi septum nasi
b) Rinoskopi posterior: post nasal drip dengan sekret muko purulen, kadang-
kadang bercampur darah.
c) Transiluminasi: pada sinus yang terkena gelap (hanya untuk sinus maksila
dan sinus frontal).
d) Evaluasi untuk adanya latar belakang alergi
Pemeriksaan tambahan:
- Plain foto sinus: penebalan mukosa, perselubungan, atau bentukan
polip/mukokel.
- Nasal endoskopi : melihat rongga hidung dan meatus medius lebih jelas.
Kondisi KOM dapat dievaluasi lebih cermat.
- CT Scan kadang-kadang diperlukan khususnya pada yang unilateral untuk
menyingkirkan kemungkinan malignansi atau bila disiapkan untuk tindakan
pembedahan.
- Pemeriksaan gigi atas untuk mencari kemungkinan penyebab dari gigi
(dentogen).

DIAGNOSIS BANDING
- Keganasan
- Sinusitis karena jamur

PENYULIT
- Selulitis orbita
- Abses orbita
- Osteo mielitis
- Abses epidural / subdural
- Meningitis
- Abses otak
- Trombosis sinus kavernosus

PENATALAKSANAAN:
- Terutama menghilangkan faktor penyebab. Untuk patologi di KOM perlu
pembedahan.
- Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF) untuk mengembalikan fungsi
drainase dan ventilasi sinus.
- Irigasi sinus maksila (untuk sinusitis maksila).
- Caldwell Luc untuk sinusitis maksila kronik.
- Pemberian antibiotik disesuaikan dengan kuman penyebab, terutama juga
untuk eradikasi kuman penghasil laktamase dan kuman anaerob. Dapat
diberikan amoksisilin, amoksisilin + asam klavulanat, sefalosporin generasi
II/III oral, klindamisin. Bila diperlukan penambahan metronidazol untuk
infeksi kuman anaerob.
- Perawatan gigi bila ada penyebab dentogen.

XII. POLIP HIDUNG


BATASAN
Polip hidung adalah pengertian morfologis (bentuk) yang berarti penonjolan
mukosa kavum nasi yang panjang dan bertangkai. Polip bukan neoplasma, tetapi
pseudo-tumor.

PATOFISIOLOGI
Penyebab pasti belum diketahui. Yang masih dianggap sebagai faktor penyebab
adalah alergi dan radang kronik yang berlangsung lama dan berulang-ulang,
menimbulkan hambatan aliran kembali cairan interstisial dan seterusnya secara
berturut-turut timbul edema, penonjolan mukosa, panjang dan bertangkai, maka
terbentuklah polip.
Derajat kepadatan jaringan ikat dan pembuluh darah menentukan derajat edema,
sehingga menentukan timbulmnya polip. Karena konka nasi inferior dan septum
nasi mengandung banyak jaringan ikat padat, maka polop jarang ditemui pada
organ-organ tersebut. Stroma mengandung jaringan ikat yang terenggang oleh
cairan interstisial, mengandung banyak saluran limfe yang melebar, tetapi sedikit
pembuluh darah dan syaraf. Didapat tumpukan limfosit, sel plasma dan eosinofil
dalam jumlah yang bervariasi.
Polip hidung dibedakan:
- Multipel, sering dijumpai, biasanya berasal dari sel-sel etmoid.
- Soliter berasal dari sinus maksilaris dan tumbuh kearah koane (polip koanal).
Polip lebih banyak dijumpai pada laki-laki daripada wanita, banyak pada
usia muda dan jarang pada anak-anak.

GEJALA KLINIK
- Buntu hidung, bisa parsial atau total tergantung besar atau banyaknya polip.
- Gejala-gejala lain adalah akibat buntu hidung, misalnya: suara bindeng, batuk,
sakit kepala, hiposmia.
- Rinorea/pilek yang terus menerus, sekret mukus. Pilek bertambah hebat dan
sekret menjadi encer kalau penderita terserang rinitis akut atau serangan
alergi.
- Semua gejala-gejala ini bertambah secara lambat tetapi progresif.

DIAGNOSIS
1. Anamnesis yang cermat dan teliti.
2. Pemeriksaan fisik
i) Inspeksi: dapat dijumpai pelebaran kavum nasi terutama pada polip yang
berasal dari sel-sel etmoid.
ii) Rinoskopi anterior: tampak sekret mukus dan polip multipel atau soliter.
Polip kecil sering tak terlihat.
iii) Rinoskopi posterior: kadang-kadang dapat dijumpai polip koanal.
3. Pemeriksaan tambahan
i) Naso-endoskopi untuk melihat KOM secara cermat, polip kecil dapat
terlihat.

DIAGNOSIS BANDING
- Angiofibroma nasofaring juvenilis: tampak seperti polip koanal, tetapi relatif
mudah berdarah.
- Inverted Cell Papilloma: tampak seperti polip multipel, tetapi biasanya
unilateral dan banyak pada orang berusia lanjut.
- Meningokel: biasanya pada bayi atau anak-anak. Polip jarang dijumpai pada
anak-anak maupun bayi.

PENYULIT
Jarang terjadi; kalau ada sebagai akibat tertutupnya ostium sinus paranasal atau
ostium tuba yakni polip dalam sinus paranasal, sinusitis paranasal atau otitis
media.

TERAPI
Terapi kausal belum ada.
Yang dilakukan adalah:
Untuk polip kecil dapat diberikan terapi medikamentosa dulu: antibiotik,
steroid oral atau intra-nasal.
Untuk polip yang besar/multipel
- Ekstraksi polip intranasal
- Terapi dari sudut alergi kalau ada latar belakang alergi.
- Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF)
- Operasi Caldwell-Luc kalau polip mengisi sinus maksilaris
- Semprot hidung steroid intranasal (Mometason, Triamsinolon, Flutikason,
dsb) pasca bedah.
XIII. TUMOR RONGGA HIDUNG DAN SINUS PARANASAL
BATASAN
Semua tumor jinak maupun ganas yang berasal dari rongga hidung dan/atau sinus
paranasal.

PATOLOGI
Urutan asal tumor menurut kekerapan:
1. Sinus maksila
2. Rongga hidung
3. Sel-sel etmoid
4. Sinus frontal
5. Sinus sfenoid

Pembagian menurut hispatologi:


- Tumor jinak
o Dari jinak lunak: fibroma, neurofibroma, meningioma.
o Dari jaringan tulang: osteoma, giant cell tumor, dispasia fibrosa,
ossifying fibrome.
o Odontogenik: kista-kista gigi, ameloblastoma.
- Tumor pra ganas: Inverted papilloma.
- Tumor ganas
o Dari epitel: karsinoma sel skuamosa, limfoepitelioma, karsinoma sel
basal, silindroma, dsb.
o Dari jaringan ikat: fibrosarkoma, rabdomiosarkoma.
o Dari jaringan tulang/tulang rawan: osteosarkoma, kondrosarkoma.

GEJALA KLINIK
Gejala dini tidak khas, pada stadium lanjut tergantung asal tumor dan arah
perluasannya.
- Gejala hidung
Buntu hidung unilateral dan progresif, terutama pada tumor di rongga hidung.
Buntu bilateral bila terjadi pendesakan ke sisi lainnya. Sekret hidung
bervariasi. Purulen dan berbau bila ada infeksi. Sekret yang bercampur darah
atau adanya epistaksis menunjukkan kemungkinan keganasan. Rasa nyeri di
sekitar hidung dapat diakibatkan oleh gangguan ventilasi sinus. Sedangkan
rasa nyeri terus-menerus dan progresif umumnya akibat infiltrasi tumor
ganas.
- Gejala lokal masing-masing sinus
o Sinus maksila
Pertumbuhan tumor lebih lanjut dapat menyebabkan
Pembengkakan pipi.
Pembengkakan palatum durum.
Geraham atas goyah, maloklusi gigi.
Gangguan mata bila tumor masuk orbita.
o Sel-sel etmoid.
Masuk ke orbita melalui lamina papirasea, mendesak bola mata,
terjadi diplopi, dan penurunan visus.
Pendesakan ke arah depan menyebabkan benjolan pada pangkal
hidung.
o Sinus frontal
Pendesakan ke depan menyebabkan benjolan pada dahi.
Ke orbita menyebabkan diplopi, gangguan visus.
o Sinus sfenoid
Pertumbuhan ke arah nasofaring, benjolan terlihat pada rinoskopi
posterior (RP).
Pendesakan ke retrobulbair, menyebabkan prostrusio bulbi dan
penurunan visus, dan gangguan gerakan bola mata.

DIAGNOSIS
- Anamnesis yang cermat terhadap keluhan-keluhan di atas.
- Pemeriksaan
Inspeksi terhadap dahi, mata, pipi, geraham dan palatum.
Palpasi terhadap tumor yang tampak dan kelenjar leher (bila ada).
Rinoskopi anterior untuk mengevaluasi tumor di dalam rongga hidung.
Rinoskopi posterior untuk melihat ekstensi ke nasofaring.
Pemeriksaan THT lainnya menurut keperluan.
- Pemeriksaan tambahan
Pemeriksaan radiologi :
X-foto posisi Water: untuk melihat perluasan tumor di dalam sinus
maksilaris, dan sinus frontal. Kranium lateral : untuk melihat ekstensi ke
fosa kranii anterior/media.
CT SCAN: untuk mengetahui lebih tepat perluasan tumor.
Biopsi:
Biopsi dengan forsep Blakesley dilakukan pada tumor yang tampak.
Tumor di dalam sinus maksilaris dibiopsi dengan pungsi melalui meatus
inferior. Untuk tumor kecil di dalam rongga sinus maksila atau rongga
hidung dapat dilakukan menggunakan antroskopi atau naso-endoskopi.
Tumor jinak langsung dilakukan operasi. Untuk kecurigaan terhadap
keganasan, bila perlu dapat dilakukan potong beku.

TERAPI
Tumor jinak: Terapi pembedahan.
Beberapa macam pembedahan antara lain:
- Rinotomi lateral
- Caldwell-Luc
- Pendekatan trans paltal
Tumor ganas:
Pembedahan:
Reseksi:
- Rinotomi lateral
- Maksilektomi partial/total
- Dapat dengan kombinasi eksenterasi orbita
Paliatif: mengurangi besar tumor (debulking), sebelum radiasi.

Radiasi:
- Dilakukan bila operasi kurang radikal atau residif.
- Pra bedah pada tumor yang radio sensitif (misal: tumor sangat
besar/inoperable, metastasis jauh, kombinasi dengan radiasi).

Kemoterapi: sebagai terapi tambahan pada pembedahan dan radiasi.

XIV. FARINGITIS AKUT


BATASAN
Radang akut yang mengenai mukosa faring dan jaringan limfonodular di dinding
faring.

PATOFISIOLOGI
Penularan secara droplet infection. Penyebab utama adalah virus, dapat diikuti
oleh infeksi bakterial. Jarang sekali primer akibat infeksi bakteri. Kebanyakan
infeksi oleh kuman gram positif atau kadang infeksi campuran gram positif dan
gram negatif, kadang-kadang golongan anaerob. Dapat sebagai permulaan dari
penyakit lain misalnya: morbili, influenza, rubela, pnemoni, parotitis, dsb.
Seringkali bersama-sama dengan penyakit saluran napas atas lainnya yakni: rinitis
akut, nasofaringitis, laringitis, dsb. Kebanyakan dimulai dari infeksi hidung dan
sinus paranasal lewat post nasal drip. Masa inkubasi 12 jam 4 hari.

DIAGNOSIS
Tenggorok rasa kering dan panas, kemudian timbul nyeri menelan di bagian
tengah tenggorok.
Demam, sakit kepala, malaise.
Mukosa faring tampak merah dan edema, terutama di daerah lateral band, kadang-
kadang terdapat eksudat. Sekret yang terbentuk awalnya bening, lama kelamaan
kental berwarna kuning.
Granula tampak lebih besar dan merah.

DIAGNOSIS BANDING
Tonsilitis akut.
PENYULIT
Bila daya tahan tubuh baik, jarang terjadi penyulit. Dapat terjadi penyebaran ke
bawah, seperti: laringitis, trakeitis, bronkitis, pnemoni, atau ke atas melewati tuba
Eustakhius menimbulkan otitis media akut. Bila penyebabnya Streptococcus -
Haemoliticus, dapat terjadi komplikasi seperti pada Tonsilitis akut
Penatalaksanaan:
Istirahat, banyak minum hangat.
Analgestik/antipiretik: parasetamol 3-4 x 500 mg, 3-5 hari.
Obat kumur Gargarisma Kan.
Tidak diperlukan antibiotika, kecuali untuk infeksi berat.

XV. TONSILITIS AKUT


BATASAN
Infeksi akut pada jaringan tonsil

PATOFISIOLOGI
Banyak terjadi pada anak. Infeksi disebabkan oleh kuman Streptococcus -
haemoliticus grup A (S. pyogenes), Staphylococcus, Pneumococcus, Haemophilus
influenza, E. Colli, dan virus. Pada anak kebanyakan virus, sedangkan pada
dewasa akibat bakteri. Terjadi radang pada folikel tonsil, timbul edema dan
eksudasi. Eksudat keluar ke permukaan, sehingga terjadi penumpukan pada kripte
yang disebut detritus.

DIAGNOSIS
Gejala klinik:
Mula-mula tenggorok rasa panas dan kering.
Disusul timbulnya nyeri telan yang makin hebat.
Anak tidak mau makan.
Nyeri menjalar ke telinga (referred pain)
Demam (dapat sangat tinggi), nyeri kepala, malaise.

Pemeriksaan faring :
Suara penderita seperti mulut penuh makanan (plummy voice).
Mulut berbau busuk (foetor ex ore).
Ptialismus.
Tonsil hiperemi dan membengkak, banyak detritus.
Ismus fausium menyempit.
Palatum mole, arkus anterior dan posterior tonsil edema dan hiperemi.
Kelenjar getah bening jugulodigastrikus membesar dan nyeri tekan.

DIAGNOSIS BANDING
Difteri tonsil: pseudo membran putih keabuan, melekat, bila dilepas timbul
pendarahan, meluas keluar dari tonsil. Didapati edema perifokal kelenjar leher
(Bull Neck)
Leukemia, agranulositosis, mononukleosis

PENYULIT
Lokal: Peritonsilitis, abses peritonsil, abses parafaring, otitis media akut, laring,
rinosinusitis, infeksi leher dalam
Sistemik: Bila penyebabnya S. pyogenes, dapat terjadi glomerulonefritis akut,
demam rematik, rematoid artritis, endokarditis bakterial subakut, septikimia

Penatalaksanaan:
Istirahat, makan lunak, minum hangat
Obat kumur (Gargarisma Kan)
Analgesik/antipiretik: parasetamol 3-4 x 500 mg, 3-5 hari (anak-anak: 10 mg/kg
BB/dosis, 3-4 x sehari)
Antibiotika (pada tonsilitis karena Streptococcus):
fenoksimetil penisilin 4 x 500 mg/hari, 5-10 hari (anak-anak: 7,5-12,5 mg/kg
BB/dosis, 4 x sehari)
Bila alergi terhadap penisilin dapat diganti makrolid (eritromisin, spiramisin,
azitromisin). Eritromisin 4 x 500 mg/hari, 5-10 hari (anak-anak: 12,5 mg/kg
BB/dosis, 4 x sehari)
Penyembuhan: 5-7 hari.

Pada Penyulit abses peritonsil:


Pungsi, insisi dan pemberian antibiotik seperti di atas.

XVI. LARINGITIS AKUT NON SPESIFIK


BATASAN
Laringitis akut adalah infeksi akut pada mukosa laring. Infeksi ini pada umumnya
merupakan kelanjutan dari rhinitis akut atau nasofaringitis akut.
Walaupun epiglotis termasuk laring, batasan ini tidak untuk epiglotitis akut.

ETIOLOGI
Penyebab utama adalah: Virus
Kuman penyebab infeksi sekunder: H influenzae, S. pneumoniae, S. aureus dan
Pneumococcus.

PATOFISIOLOGI
Laringitis akut ini sering terjadi pada anak usia di bawah 5 tahun dan sering
menyebabkan sumbatan jalan napas atas. Terjadi dilatasi kapiler, infiltrasi lekosit
pada mukosa dan submukosa dengan lebih banyak sel mononuklear pada awal
infeksi tetapi bila terjadi infeksi sekunder akan lebih banyak sel polimorfonuklear.
Mukosa laring tampak hipermi dan edema.
DIAGNOSIS
- Didapatkan gejala panas badan (subferil: 38,5oC), malaise, batuk dan pilek.
- Kemudian diikuti suara membesar, kemudian parau sampai afoni (tidak ada
suara sama sekali)
- Nyeri menelan atau berbicara
- Gejala sumbatan jalan napas atas, terutama pada anak.

PEMERIKSAAN FISIK
- Suara parau sampai afoni
- Panas badan subfebril
- Gejala sumbatan jalan napas atas:
* Stridor inspirasi
* Sesak saat inspirasi
* Retraksi supravikula, interkostal, epigastrial
- Pemeriksaan laringoskopi indirekta / direkta didapatkan
* Mukosa laring dan korda voklais hiperemi dan edema
* Rima glotis sempit (terutama pada anak)

PENYULIT
Lebih sering terjadi pada anak, dapat berupa:
Sumbatan jalan napas atas
- Trakeitis
- Bronkitis
- Pneumoni

TERAPI
- Istirahat, khususnya istirahat bicara
- Terapi simptomatis analgetik-antipiretik untuk panas badan dan nyeri menelan
- Ekspektoran untuk batuk dan mengencerkan lendir
- Humidifikasi dalam ruangan yang sejuk . dingin
- Amoksisilin diberikan untuk mencegah infeksi sekunder.

Laringittis Akut Non Spesifik Pada Anak


Sering menyebabkan sumbatan jalan napas atas dan dapat berakibat fatal, karena:
- Rima glotis "sempit", bila korda vokalis edema, rima glotismenjadi lebih sempit
- Banyak jaringan ikat kendor pada daerah supra/subglotis.

TERAPI
- Kortikosteroid: deksametason 0,1-0,2 mg/kgBB/hr p.o
- Amoksisilin 4 x 25 mg/kgBB/hr p.o
- Obat diberikan selama 5 10 hari

Bila ada gejala sumbatan jalan napas atas:


- Berikan oksigen
- Kortikosteroid: deksametason 0,3 mg/KgBB i.m.
- Kalau masih sesak diulang 1 jam kemudian berturut-turut sampai 3 kali. Kalau
tidak ada kemajuan dilakukan trakeotomi.
- Stoom uap air untuk mengencerkan lendir dengan kelembaban tinggi.
- Infus dan antibiotika.

XVII. NODUL VOKAL


BATASAN
Nodul vokal ("vocal nodule, chorditis nodosa") adalah benjolan kecil (nodul),
bilateral, simetris, yang timbul pada perbatasan 1/3 anterior dan 1/3 tengah dari
bagian medial korda vokalis. Dapat terjadi pada anak-anak dan dewasa. Sering
terjadi pada guru.

PATOFISIOLOGI
Nodul vokal disebabkan oleh penggunaan suara yang salah ("misuse of the
voice"/"vocal abuse"), yaitu berbicara terlalu keras, terlalu lama atau dengan nada
terlalu tinggi. Lesi terjadi pada perbatasan 1/3 anterior dan 1/3 tengah dari bagian
medikal korda vokalis, yang merupakan pusat getaran (vibrasi) korda vokalis.
Sebagai akibat terjadinya trauma mekanis ini, akan timbul reaksi radang yang
berupa edema pada stroma di bawah epitel dan peningkatan vaskularisasi.
Selanjutnya timbul penebalan, pengerasan setempat dan akhirnya terbentuk nodul.
Nodul inilah yang akan menghalangi kedua pita suara saling merapat pada waktu
fonasi, sehingga akibatnya timbul parau.

GEJALA KLINIK
Mula-mula penderita mengeluh suara pecah pada nada tinggi, gagal
mempertahankan nada suara, bicara terasa cepat lelah, tidak mampu berbicara
lama dan kemudian suara menjadi parau. Pada awalnya, suara parau timbul pada
sore hari dan membaik keesokan harinya, serta akhirnya menetap.

CARA PEMERIKSAAN
Pada pemeriksaan laringoskopia indirekta, direkta atau fiberopticlaryngoscope
(FOL), tampak adanya benjolan kecil pada titik pertemuan 1/3 anterior dan 1/3
tengah dari bagian medial korda vokalis, dan biasanya bilateral simetris.

DIAGNOSA BANDING
- Kista korda vokalis.
- Polip korda vokalis.
- Papiloma korda vokalis.
- Karsinoma korda vokalis stadium dini.

PENATALAKSANAAN
- Istirahat suara 1-2 minggu.
- Re-edukasi suara yang dilakukan oleh bina wicara selama kurang lebih 3 bulan.
- Kemudian dilakukan kontrol pemeriksaan laring dengan laringoskopia
indirekta/direkta/FOL.
Bila ada kemajuan secara subyektif dan obyektif re-edukasi suara dapat
diteruskan sampai suara menjadi normal kembali.
Bila tak ada kemajuan atau nodul bertambah besar, dilakukan ekstirpasi
nodul melalui BLM dan pasca bedah segera diikuti dengan re-edukasi
suara.
- Pada anak-anak, tidak dilakukan operasi, karena:
Hampir selalu terjadi kekambuhan, karena vocal abuse.
Hampir semua lesi akan menghilang waktu pubertas.
XVIII. PAPILOMA LARING
BATASAN
Papiloma laring adalah tumor jinak yang pada umumnya terdapat di laring
walaupun dapat juga tumbuh di trakea/bronkus dan sifatnya residif.
Umumnya pada anak-anak dibawah usia 10 tahun. Pada dewasa sangat jarang.

PATOFISIOLOGI
Tumor jinak ini tumbuh secara perlahan-lahan di laring, terutama korda vokalis,
sehingga menyebabkan suara parau. Pada tingkat lanjut, tumor dapat meluas ke
supraglotik dan subglotik sehingga dapat menutup jalan napas dan menimbulkan
sesak napas.

GEJALA KLINIK
Suara parau yang progresif tetapi secara perlahan-lahan (berminggu-inggu). Pada
keadaan lanjut, terjadi sumbatan jalan nafas atas dengan tanda-tanda: sesak nafas
inspirasi dan retraksi pada epigastrium, interkostal dan supraklavikular.

CARA PEMERIKSAAN
Pada pemeriksaan laring melalui laringoskopia indirekta/direkta/fiberoptic
laryngoscope (FOL), tampak tumor kecil berdungkul-dungkul warna pucat
kemerahan.

DIAGNOSIS BANDING
Nodul vokal
PENATALAKSANAAN:
- Dalam keadaan sesak, dilakukan trakeotomi.
- Ekstraksi tumor melalui Bedah Laring Mikroskopik (BLM).
- Kanul trakea dipakai terus sampai pertumbuhan berhenti minimal 6 bulan atau
bila anak telah berusia lebih dari 8 tahun karena hampir selalu residif.
- Kontrol setiap 1-2 bulan secara teratur.
- Bila residif, dilakukan ekstraksi lagi melalui BLM.
- Keluarga dilatih dalam perawatan kanul dan disadarkan penting kontrol secara
teratur.

XIX. BENDA ASING JALAN NAPAS (Laring, Trakea, Bronkus)


BATASAN
Benda asing jalan napas adalah benda asing yang secara tidak sengaja terhirup
masuk ke jalan napas (laring, trakea, bronkus).

PATOFISIOLOGI
Sering terjadi pada anak-anak dibawah 6 tahun yang pertumbuhan gerahamnya
belum terbentuk sempurna.
Jenis benda asing: kacang, kecik, sempritan mainan dll. Masuknya benda asing ke
dalam laring/trakea/bronkus terjadi ketika benda berada di dalam mulut penderita,
penderita menghirup napas (inspirasi) dengan mulut terbuka (waktu tertawa atau
menangis), sehingga benda tersebut terhisap masuk kedalam
laring/trakea/bronkus.

DIAGNOSIS
1. Anamnesis:
- Pada awalnya timbul batuk mendadak, hebat, bertubi-tubi dan dapat sampai biru
(sianosis). Kemudian diikuti dengan fase tenang, tidak batuk, sebab benda asing
berhenti pada salah satu cabang bronkus. Bila "lepas", dapat timbul batuk-batuk
lagi.
- Sesak napas terjadi bila ada penyumbatan pada laring atau trakea.
- Anamnesis yang cermat, sangat penting dalam menegakkan diagnosis.

2. Pemeriksaan fisik:
- Kadang-kadang tidak dapat ditemukan gejala yang jelas.
- Bila ada penyumbatan jalan napas atas, tampak:
Gelisah
Sesak
Stridor inspirasi
Retraksi supraklavikuler, interkostal, epigastrial, supra sternal.
Biru (sianosis).
- Bila benda asing berhenti pada salah satu cabang bronkus:
Gerak napas satu sisi berkurang
Suara napas satu sisi berkurang
- Pada fase tenang, mungkin gejala tersebut di atas tidak ada.

3. Pemeriksaan tambahan:
- X-foto dada, hanya dikerjakan pada kasus-kasus tertentu, karena bila masih baru
dan bendanya non radio opaque, sering tidak tampak kelainan.

DIAGNOSIS BANDING
- Laringitis akut.
- Trakeitis
- Bronkitis
- Pneumoni
- Asma bronkial: didapatkan stridor ekspiratoir, wheezing.

PENYULIT
- Penyumbatan total laring/trakea meninggal
- Bronkitis
- Pneumoni
- Emfisema, terjadi bila timbul check valve mechanism, di mana udara dapat
masuk tetapi tidak dapat keluar.
- Atelektasis, terjadi bila timbul penyumbatan total pada salah satu cabang
bronkus.

TERAPI
- Ekstraksi benda asing melalui bronkoskopi. Bila tidak tersedia fasilitas, kirim
segera, sebaiknya dengan ambulans dan persediaan oksigen yang cukup. Di
daerah, bila sesak dapat dilakukan trakeotomi.

Cara-cara pengiriman penderita:


- Duduk, miring ke sisi obstruksi (anak dipangku ibunya).
- Jangan banyak bergerak atau menangis, sebab benda asing dapat
"terlepas", dibatukkan dan mungkin dapat terjepit pada rima glotis
sehingga menimbulkan penyumbatan jalan napas yang fatal.
- Diberikan oksigen.

XX. BENDA ASING DALAM ESOFAGUS


BATASAN
Benda asing dalam espfagus adalah terhentinya benda asing dalam esofagus.

PATOFISIOLOGI
Sering terjadi pada anak-anak berusia < 6 tahun.
Jenis benda asing:
- Pada anak-anak yang tersering uang logam.
- Pada dewasa/orang tua yang sering: daging, gigi palsu.
Pada anak-anak, biasanya karena secara naluriah memasukkan segala
sesuatu ke dalam mulut dan ditambah pula karena kelalaian orang tua
yang meletakkan sesuatu secara sembarangan sehingga mudah dicapai
anak.
Pada orang dewasa/orang tua, sebagai akibat mengunyah makanan dengan
kurang sempurna karena gigi geligi yang kurang baik/lengkap (memakai
gigi palsu/ompong).

DIAGNOSIS
1. Anamnesis
- Tertelan sesuatu
- Terasa ngganjel pada tenggorok
- Sakit/sulit waktu menelan
- Muntah bila ada obstruksi total

2. Pemeriksaan fisik:
- Pada pemeriksaan telinga, hidung, tenggorok, tak ditemukan kelainan yang khas.

3. Pemeriksaan tambahan:
- Tes minum:
Obstruksi total (biasanya pada benda asing daging): muntah.
Sebagian (biasanya benda asing uang logam): masih dapat minum sedikit-sedikit.
- Pemeriksaan X-foto:
Dibuat foto leher-toraks-abdomen AP (anak-anak) atau foto leher
AP/lateral (dewasa/orang tua) bila benda asing radio-opaque. Foto
leher ini harus dibuat sebab sebagian besar (>90%) benda asing
berhenti pada daerah krikofaring (just bellow cricopharynx).
Dibuat foto esofagus dengan kontras (barium + kapas), bila benda
asing tidak radio-opaque dan kecil.
Untuk benda asing daging, tidak perlu dibuat foto.

DIAGNOSIS BANDING
- Faringitis akut.
- Esofagitis.

PENYULIT
- Dehidrasi.
- Lesi esofagus.
- Perforasi esofagus, dengan tanda-tanda: pendarahan, nyeri dada
krepitasi dan febris.
- Infeksi, sepsis, terutama pada penderita diabetes melitus.

TERAPI
- Dipersiapkan esofagoskopi yang bersifat urgent dengan pembiusan umum
untuk diagnosis pasti dan sekaligus ekstraksi benda asing.

XXI. ANGIOFIBROMA NASOFARING JUVENILIS


BATASAN
Suatu tumor pembuluh darah yang berasal dari dinding posterolateral nasofaring.
Secara hispatologi jinak, namun secara klinis ganas karena mempunyai sifat
ekspansi kuat dan progresif sehingga menekan tulang dan jaringan sekitarnya.

PATOFISIOLOGI
Penyebab terjadinya angiofibroma nasofaring juvenilis (ANJ) masih
belum jelas, diduga terbentuknya berkaitan dengan ketidakseimbangan hormonal.
Pada awalnya tumor tumbuh pada mukosa bagian postero lateral
nasofaring; bila perluasan ke arah depan membentuk tonjolan ke rongga hidung;
perluasan ke arah lateral menuju ke fossa spenopalatina masuk ke fisura
pterigomaksilaris dan akan mendesak dinding belakang sinus maksila, bila
berkembang akan memasuki fossa intra temporalis sehingga terjadi benjolan di
pipi. Perluasan ke intrakranial biasa terjadi melalui intra temporalis atau fissura
pterigomaksila menuju ke fosa media, sedangkan bila melalui sinus ethmoid
menuju fosa anterior.
Secara makroskopis ANJ berupa tumor berbentuk oval/bulat, padat kenyal,
berwarna merah ke abu-abuan atau merah keunguan. Gambaran mikroskopis
terbentuk dari pembuluh darah dan jaringan ikat fibrous, dimana pembuluh darah
tersebut berdinding tipis tanpa lapisan otot.
GEJALA KLINIS
- Gejala khas adalah adnya epistaksis yang hebat dan berulang karena tumor kaya
pembuluh darah.
- Gejala akibat tumor yang progresif ke anterior, dengan masuk ke rongga hidung
menimbulkan buntu hidung unilateral/bilateral.
- Mendesak dorsum nasi menimbulkan frog face.
- Masuk ke orbita menimubulkan protusio bulbi.
- Ke lateral menutup tuba Eustachius menyebabkan otitis media.
- Bila masuk ke fisura pterigomaksilaris, fossa temporalis timbul benjolan di pipi.
- Ke inferior: mendesak palatum mole, menyebabkan bombans, dan bila masuk ke
orofaring menyebabkan gangguan menelan dan sesak nafas.
- Perluasan ke superior: mendesak dasar tengkorak dan masuk ke rongga
tengkorak mendesak otak.

DIAGNOSIS
1. Anamnesis:
- Laki-laki, usia muda (pubertas).
- Sering epistaksis.
- Gejala-gejala yang berhubungan dengan pertumbuhan tumor.
2. Pemeriksaan fisik:
- Inspeksi: tampak mata menonjol dan bentuk muka frog face.
- Rinoskopi anterior: Didapatkan tumor di bagian posterior rongga hidung
, Fenomena palatum mole negatif.
- Rinoskpoi posterior: tampak tumor di nasofaring yang berwarna merah
keunguan.
3. Pemeriksaan tambahan:
- Foto Water's dan tengkorak lateral untuk mengetahui perluasan tumor.
- Perlu dilakukan CT-Scan untuk melihat perluasan tumor pada tumor yang besar.
- Angiografi untuk melihat vaskularisasi tumor.
Biopsi tidak dianjurkan mengingat bahaya pendarahan, sehingga diagnosa
angiofibroma nasofaring juvenilis dapat ditegakkan secara klinis.

Untuk menentukan derajat perluasan tumor:


T1 = Terbatas di nasofaring.
T2 = Tumor meluas ke rongga hidung atau ke sinus sfenoid.
T3 = Tumor meluas ke satu atau lebih jaringan sekitar a.l.:
Antrum, etmoid, fosa pterigomaksilaris, fosa intra temporal,
orbita dan atau pipi.
T4 = Tumor meluas ke intra cranial.

DIAGNOSIS BANDING
- Polip koanal: permukaan rata, pucat mengkilap.
- Adenoid: permukaan tak rata, posisi di tengah, tak ada keluhan epistaksis.
- Karsinoma nasofaring: usia 30-50 tahun. Sering disertai pembesaran
kelenjar leher.

TERAPI
1. Operatif; dengan pendekatan
Ekstraksi melalui mulut dengan kabel. (khusus tumor yang bertangkai).
Transpalatal.
Rinotomi lateral.
Mid facial degloving.
2. Radiasi
Untuk tumor yang besar (T4) atau untuk tumor yang residif, sisa tumor
setelah operasi.
3. Hormonal
Pemberian hormon estrogen, bertujuan untuk mengecilkan tumor dan
mengurangi risiko pendarahan sehingga pembedahan lebih mudah
dilakukan

XXII. KARSINOMA LARING


BATASAN
Karsinoma yang mengenai laring (supraglotik, glotik, subglotik).
ETIOLOGI
Diperkirakan rokok dan alkohol berpengaruh besar terhadap timbulnya karsinoma
laring. Merupakan 2,5% keganasan daerah kepala dan leher. Umum tersering 40-
50 tahun, laki-laki lebih banyak daripada wanita dengan perbandingan 10:1.

DIAGNOSIS
1. Anamnesis:
Gejala dini: suara parau. Suara parau pada orang tua lebih dari 2 minggu perlu
pemeriksaan laring yang seksama. Gejala lanjut: sesak napas dan stridor inspirasi,
sedikit demi sedikit, progresif. Kesulitan menelan terjadi pada tumor supraglotik,
atau apabila tumor sudah meluas ke faring atau esofagus. Pembesaran kelenjar
leher (kadang-kadang).
2. Pemeriksaan fisik:
- Pemeriksaan THT: pada laringoskopi indirekta (LI) dan laringoskopi
direkta (LD) atau laringoskopi serat optik(LSO) dapat diketahui adanya
tumor di laring.
- Pemeriksaan leher:
Inspeksi: teutama untuk melihat pembesaran kelenjar leher, laring dan tiroid.
Palpasi: untuk memeriksa pembesaran pada membran krikotiroid atau
tirohioid, yang merupakan tanda ekstensi tumor ke ekstra laringeal.
Infiltrasi tumor ke kelenjar tiroid menyebabkan tiroid membesar dan
keras. Memeriksa ada tidaknya pembesaran kelenjar getah bening leher.
3. Pemeriksaan tambahan:
Pemeriksaan radiologik:
- X-foto leher AP dan Lateral (jaringan lunak).
- Tomogram laring atau CT Scan (bila tersedia fasilitas).
Biopsi:
Biopsi dilakukan dengan LI, LD, atau melalui bedah laring mikroskopik (BLM).
PENENTUAN STADIUM
Tumor supraglotik
T1 = Tumor terbatas di supraglotik, gerakan pita suara normal.
T2 = Tumor keluar dari supraglotik, tanpa fiksasi.
T3 = Tumor masih terbatas di laring dengan fiksasi dan/atau ekstensi
tumor ke pos-krikoid, sinus piriformis atau daerah epiglotis.
T4 = Tumor sudah keluar laring, mengenai orofaring, jaringan lunak
leher, atau merusak tulang rawan tiroid.
Tumor glotik
T1 = Tumor terbatas di korda vokalis, gerakan normal.
T2 = Ekstensi ke supraglotik/subglotik dengan gerakan normal, atau
sedikit terganggu.
T3 = Tumor terbatas di laring dengan fiksasi korda vokalis.
T4 = Tumor masif dengan kerusakan tulang rawan tiroid dan/atau
ekstensi keluar laring.
Tumor subglotik
T1 = Tumor terbatas di daerah subglotik.
T2 = Mengenai korda vokalis dengan gerakan normal atau sedikit terganggu.
T3 = Tumor terbatas pada laring, dengan fiksasi korda vokalis.
T4 = Tumor masif dengan kerusakan pada tulang rawan atau ekstensi keluar
laring.

M0 = Belum ada metastasis jauh.


M1 = Metastasis jauh.

Stadium I T1 N0 M0
Stadium II T2 N0 M0
Stadium III T3 N0 M0
T1-3 N1 M0
Stadium IV T4 N0 M0
T1-4 N2-3 M0
T1-4 N0-3 M0
T1-4 N0-3 M1

DIAGNOSIS BANDING
Tuberkulosis laring
Tumor jinak laring (papiloma, kista, polip).
Nodul vokal.

TERAPI
Trakeotomi:
Dilakukan pada penderita yang mengalami sesak napas.

Pembedahan:
- Laringektomi parsial (LP
- Laringektomi total (LT)
Dapat dikombinasi dengan:
Deseksi leher fungsional (DLF).
Deseksi leher radikal (DLR).

Radioterapi dan kemoterapi:


Stadium I : Radiasi, bila gagal, diteruskan dengan tindakan
pembedahan (LP/LT).
Stadium II : LP/LT.
Stadium III: dengan/tanpa N1: LT dengan/tanpa DLF/DLR, diikuti radiasi.
Stadium IV: tanpa N/M: LT + DLF diikuti radiasi
Stadium IV lainnya: radioterapi dan kemoterapi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Lane M, Donovan DT. Neoplasms of the head and neck. In: Calabresi
P, Schein PS. Eds. Medical Oncology. 2nd ed New York: Mc Graw Hill,
Inc. 1993:565-92.
2. Thawley SE. Cyst and tumours of the larynx. I2307-70n: Paparella
NN, Shumrick DD, Stuckman JL, Meyerhoff WL, eds. Otolaryngology 3rd
ed. Vol. III, Head and Neck. Philadelphia, London, Toronto, WB
Saunders, Co, 1991: 2307-70.
3. Kaiser TN, Spector GJ. Tumor of the larynx and laryngopharynx. In:
Ballenger JJ. Ed. Diseases of the Nose, Throat, Ear, Head and Neck.
14th ed. Philadelphia, London: Lea & Febiger, 1991: 682-746.
4. Fried MP, Girdhar-Gopal HV. Advance cancer of the larynx. In:
Bailey BJ and Pillsburry III HC. Eds. Head and Neck Surgery
Otolaryngology Vol. I Philadelphia: JB Lippincott Company.
1993:1347-60.
5. DeSanto LW. Supraglottic laryngectomy. In: Bailey BJ and Pillsburry
III HC. Eds. Head and Neck Surgery Otolaryngology Vol. I
Philadelphia: JB Lippincott Company. 1993:1334-46.

XXIII. KARSINOMA NASOFARING

BATASAN
Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas yang berasal dari epitel
mukosa nasofaring atau kelenjar yang terdapat di nasofaring.

ETIOLOGI
Penyebab timbulnya karsinoma nasofaring masih belum jelas. Namun
banyak yang berpendapat bahwa berdasarkan penelitian-penelitian
epidiomologik dan eksperimental, ada tiga faktor yang berpengaruh,
yakni:
- Faktor genetik (ras mongolid)
- Faktor virus (virus EIPSTEIN BARR)
- Faktor lingkungan (polusi asap kayu bakar, bahan karsinogenik, dll).

Banyak ditemukan pada usia 40-50 tahun, laki-laki lebih banyak


daripada wanita dengan perbandingan 3:1.

HISTOPATOLOGI
Klasifikasi histopatologi menurut WHO (1982).

Tipe WHO 1:
- Termasuk disini karsinoma sel skuamosa (KSS).
- Diferensiasi baik sampai sedang.
- Sering eksofitik (tumbuh di permukaan).

Tipe WHO 2:
- Termasuk disini karsinoma non keratinisasi (KNK).
- Paling banyak variasinya.
- Menyerupai karsinoma transisional.

Tipe WHO 3:
- Karsinoma tanpa diferensiasi (KTD).
- Termasuk disini antara lain: limfoepitelioma, karsinoma anaplastik,
clear cell carcinoma, varian sel spindel.
- Lebih radiosensitif, prognosis lebih baik.

Indonesia \

Tipe WHO 1 29% 35%


2 14% 23%
3 57% 42%

- Klasifikasi TNM

T menggambarkan keadaan tumor primer, besar dan perluasannya.


T1 : Tumor terbatas pada nasofaring
T2 : Tumor meluas ke orofaring dan/atau fosa nasal.
T2a : tanpa perluasan ke parafaring
T2b : dengan perluasan ke parafaring
T3 : Invasi ke struktur tulang dan/atau sinus paranasal.
T4 : Tumor meluas ke intrakranial dan/atau mengenai saraf otak, fosa
infratemporal, hipofaring atau orbita

N menggambarkan keadaan kelenjar limfe regional


N0 : Tidak ada pembesaran kelenjar
N1 : Terdapat pembesaran kelenjar ipsilateral < 6cm.
N2 : Terdapat pembesaran kelenjar bilateral < 6 cm
N3 : Terdapat pembesaran kelenjar > 6cm atau ekstensi ke supraklavikular.

M menggambarkan metastasis jauh.


M0 : Tidak ada metastasis jauh
M1 : Terdapat mertastasis jauh

Berdasarkan TNM tersebut diatas, stadium penyakit dapat ditentukan :


Stadium I : T1, N0, M0
Stadium IIA : T2a, N0, M0
Stadium IIB : T1, N1, M0, T2a, N1, M0, atau T2b, N0-1, M0
Stadium III : T1-2, N2, M0, atau T3, N0-2, M0.
Stadium IVA : T4, N0-2, M0
Stadium IVB : Tiap T, N3, M0
Stadium IVC : Tiap T, Tiap N, M1

GEJALA KLINIK
1 Gejala dini: merupakan gejala pada saat tumor masih terbatas pada nasofaring.
i) Telinga: tinitus, pendengaran berkurang, grebek-grebek.
ii) Hidung: pilek lronik, ingus/dahak bercampur darah.
2 Gejala lanjut: merupakan gejala yang timbul oleh penyebaran tumor
secara ekspansif, iniltratif, dan metastasis.

- Ekspansif
Ke muka: menyumbat koane, terjadi buntu hidung.
Ke bawah: mendesak palatum mole("bombans"). Terjadi gangguan
menelan/sesak.
- Iniltratif
Ke atas: masuk ke foramen laserum, menyebabkan sakit kepala,
paresis/paralisis N III, IV, V, VI secara sendiri atau bersama-sama,
menyebabkan gangguan pada mata (ptosis, diplopi, oftalmoplegi,
neuralgi trigeminal).
Ke samping:
Menekan N IX, X: paresis palatum mole, faring, gangguan menelan.
Menekan N XI: gangguan fungsi otot sternokleido-mastoideus dan otot
trapezius.
Menekan N XII: deviasi lidah.

- Metastasis
Melalui aliran getah bening, menyebabkan pembesaran kelenjar getah
bening leher. (kaudal dari ujung mastoid, dorsal dari angulus
mandibula, medial dari otot sternokleiodo-mastoideus).
Metastasis jauh ke: hati, paru, ginjal, limpa, tulang dan sebagainya.

DIAGNOSIS
- Anamnesis yang cermat.dan lengkap.

- Pemeriksaan fisik:
Inspeksi luar: wajah, mata, rongga mulut, leher.
Pemeriksaan THT
- Otoskopi: liang telinga, membran timpani.
- Rinoskopi anterior:
Pada tumor endofitik tak jelas kelainan di rongga hidung, mungkin
hanya banyak sekret.
Pada tumor eksofitik, tampak tumor di bagian belakang ringga hidung,
tertutup sekret mukopurulen, fenomena palatum mole negatif.
- Rinoskopi Posterior:
Pada tumor endofitik tak terlihat masa, mukosa nasofaring tampak agak
menonjol, tak rata dan vaskularisasi meningkat.
Tumor eksofitik tampak masa kemerahan.
Bila perlu rinoskopi posterior dilakukan dengan menarik palatum mole
ke depan dengan kateter Nelaton.
- Faringoskopi dan Laringoskopi:
Kadang-kadang faring menyempit karena penebalan jaringan retrofaring.
Refleks muntah dapat menghilang (negatif).
Dapat dijumpai kelainan fungsi laring.

- Pemeriksaan tambahan
Biopsi:
Biopsi sedapat mungkin diarahkan pada tumor/daerah yang dicurigai.
Dilakukan dengan anestesi lokal.
Biopsi minimal dilakukan pada dua tempat (kiri dan kanan), melalui
rinoskopi anterior, bila perlu dengan bantuan cermin melalui rinoskopi
posterior. Bila perlu biopsi dapat diulang sampai tiga kali.
Bila tiga kali biopsi hasil negatif, sedang secara klinis mencurigakan
adanya karsinoma nasofaring, biopsi dapat diulangi dengan anestesi
umum.
Biopsi melalui nasofaringoskopi dilakukan bila penderita trismus, atau
keadaan umum kurang baik.
Biopsi kelenjar getah bening leher dengan aspirasi jarum halus
dilakukan untuk konfirmasi.
X-foto: "CT scan". Untuk melihat perluasan tumor serta untuk
kepentingan pemberian radiasi.

DIAGNOSIS BANDING
- TBC nasofaring
- Adenoid persisten (pada anak)
- Angiofibroma nasofaring juvenilis (pada laki-laki muda).

TERAPI
- Terapi utama: radiasi (4000-6000 R).
- Terapi ad juvan: kemoterapi

Empat minggu setelah radiasi selesai dilakukan evaluasi klinis, dan


biopsi. Bila hasil biopsi negatif dan klinis membaik, dilakukan
pemeriksaan fisik serta biopsi ulang setiap bulan (pada tahun
pertama). Bila hasil biopsi positif, radiasi ditambah (booster).
Setelah dosis radiasi penuh, biopsi tetap positif diberikan
kemoterapi. Dapat dilakukan CT-scan untuk konfirmasi.
Bila tetap negatif, pada tahun kedua pemeriksaan ulang dilakuakn
setiap 3 bulankemudianpada tahun ketiga setiap 6 bulan, seterusnya
setiap tahun sampai 5 tahun.

PROGNOSIS
Karena umumnya penderita datang pada stadium III/IV, prognosis biasanya jelek.

Anda mungkin juga menyukai