Anda di halaman 1dari 13

BLOK ORAL BIOMEDICINE

SELF LEARNING REPORT


DISCOVERY LEARNING MQD

Dosen Pembimbing :

Disusun oleh :
Afiatul Mukarromah
G1G012030

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN GIGI
PURWOKERTO

2014
BENTUK LESI PRIMER DAN SEKUNDER PADA LESI RONGGA
MULUT

Lesi, menurut Dorland (2011) merupakan suatu diskontinuitas jaringan


patologis atau traumatis, bisa juga merupakan hilangnya fungsi atau bagian.
Menurut tipe atau strukturnya, lesi diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu lesi
primer dan lesi sekunder (Berman, dkk., 2009).

A. Lesi Primer
Lesi primer merupakan lesi yang muncul pertama kali, sebagai respon
terhadap beberapa perubahan lingkungan internal maupun eksternal kulit
(Berman, dkk., 2009). Jenis-jenis lesi yang tergolong lesi primer yaitu :
1. Makula
Makula merupakan daerah kecil terbatas dan terletak pada
epidermis atau mukosa yang berdasarkan warnanya dapat dibedakan dari
daerah sekitarnya. Lesi ini memiliki ciri-ciri berdiameter kurang dari 1
cm, tidak cembung juga tidak cekung, dan dapat muncul secara soliter
atau berkelompok sebagai noda warna atau bercak yang berwarna merah,
biru, coklat atau hitam. Makula dapat menunjukkan keadaan normal,
varian keadaan normal, bahkan suatu penyakit normal maupun sistemis.
Warna dan bentuk makula dapat membantu penegakan diagnosis. Secara
klinis, istilah ini dapat digunakan untuk mendeskripsikan kondisi seperti
makula melanotik rongga mulut, ephelis, tato amalgam, tato tinta india
atau tato pencil, dan argirosis fokal (Langlais, dkk., 2014).

Gambar 1. Makula
Sumber : Langlais, dkk., 2014
2. Bercak
Merupakan lesi yang berbatas tegas dan dapat dibedakan dengan
jaringan sekitar berdasar warna, tekstur ataupun keduanya, namun
memiliki ukuran yang lebih besar dari makula. Bercak memiliki
persamaan, yaitu bercak tidak cempung dan tidak juga cekung. Lesi
intraoral yang dapat disebut bercak yaitu argirosis fokal, lichen planus,
bercak mukus sifilis sekunder, dan bercak snuff dipper (Langlais, dkk.,
2014).

Gambar 2. Bercak
Sumber : Langlais, dkk., 2014

3. Papula
Papula merupakan lesi yang strukturnya padat, kecil, berada pada
superficial, menonjol dan berdiameter kurang dari 1 cm, dapat berwarna
apapun dan dapat bertangkai atau memiliki basis yang kuat. Istilah
papula dapat mewakili lesi jinak atau lesi yang tumbuh lambat,
penyebabnya bisa berupa infeksi, peradangan, hiperplasia, atau neoplasia.
Contoh lesi jinak yang berbentuk papula yaitu kondiloma akuminatum,
parulis, dan papiloma skuamosa. Selain itu karsinoma sel basal (kanker
kulit) yang tumbuh lambat juga dapat muncul sebagai papula (Langlais,
2014).
Gambar 3. Papula
Sumber : Langlais, dkk., 2014

4. Plak
Merupakan lesi pada daerah kulit atau mukosa dengan ciri-ciri
datar, padat, menonjol, berdiameter lebih dari 1 cm, tepinya landai,
kadang disertai proliferasi keratin di permukaan (disebut juga
likenifikasi). Dasar lesi superfisial, namun demikian plak dapat menyebar
jauh hingga ke dalam dermis dibangingkan papula. Lesi yang berwujud
plak antara lain lichen planus, leukoplakia, atau melanoma yang awalnya
tampak sebagai plak (Langlais, dkk., 2014).

Gambar 4. Plak
Sumber : Langlais, dkk., 2014

5. Nodula
Nodula merupakan benjolan atau massa jaringan padat dan
menonjol, berdiameter lebih dari 1 cm, dan dapat meluas ke dalam
dermis. Ciri-ciri lain nodula yaitu dapat dideteksi dengan palpasi dan
epidermis diatasnya mudah lepas dari lesi karena tidak cukup cekat.
Nodula muncul secara asimptomatik ataupun simptomatik yaitu
menimbulkan rasa sakit, selain itu lesi ini biasanya tumbuh lambat.
Nodula dalam rongga mulut antara lain tumor mesenkimal jinak seperti
fibroma, lipoma, lipofibroma, dan neuroma (Langlais, dkk., 2014).

Gambar 5. Nodula
Sumber : Langlais, dkk., 2014

6. Tumor
Merupakan istilah untuk lesi dengan massa jaringan padat,
berdiameter lebih dari 1 cm yang memiliki dimensi kedalaman. Tumor
juga dapat digunakan untuk mewakili neoplasma yaitu pertumbuhan
jaringan baru dan mandiri dengan pembelahan sel yang tidak terkontrol
dan progresif, serta tidak memiliki manfaat fisiologis. Tumor dapat
berwarna apa saja dan terletak dimana saja baik jaringan lunak maupun
keras, intraoral maupun ekstraoral. Klasifikasi tumor yaitu (Langlais,
dkk., 2014):
a. Tumor Jinak
Tumor jinak sering tampak sebagai lesi bulat , menonjol,
mempunyai tepi yang jelas (secara klinis maupun radiografis), tidak
bermetastasis. Selain itu tumor jinak tumbuh lebih lambat dan
kurang agresif dibandingkan tumor ganas. Istilah tumor sering
digunakan untuk menyebutkan massa jaringan jinak misalnya
neurofibroma, tumor sel granular, atau tumor kehamilan.
b. Tumor Ganas
Lesi ini terbentuk dari beberapa sel neoplastik dengan nukelus
yang gelap dan besar (hiperkromatik). Tumor ganas menyebar dan
dan menyerang jaringan sekitarnya dengan cepat yang secara klinis
dan radiografis seringkali mempunyai tepi yang kurang jelas. Tumor
ganas pada jaringan epitel disebut karsinoma, sedangkan sarcoma
digunakan untuk neoplasma ganas yang berasal dari jaringan ikat
embrionik seperti osteosarkoma (neoplasma yang ganas). Keganasan
lesi ini merusak jaringan lain melalui serangan langsung dan
perluasan, serta penyebaran ke daerah daerah yang jauh oleh
metastasis melalui darah, limfe, atau permukaan serosa.

Gambar 6. Tumor
Sumber : Langlais, dkk., 2014

7. Vesikel
Vesikel merupakan penonjolan kecil berisi cairan pada epidermis
kulit atau mukosa dengan diameter kurang dari 1 cm. Cairan tersebut
terdiri dari limfe atau serum, darah, dan agen penginfeksi. Vesikel
umumnya terjadi karena peradangan akibat infeksi virus, dan pada
infeksi ini cairan vesikel mengandung pula virus yang infeksius.
Selubung epitel yang menyelimuti vesikel pada umumnya tipis serta
menyebabkan terjadinya ulkus dan eschar (borok di permukaan)
(Langlais, dkk., 2014).
Gambar 7. Vesikel
Sumber : Langlais, dkk., 2014

8. Pustula
Merupakan tonjolan bundar yang berisi nanah yang merupakan
eksudat purulen terdiri atas campuran sel radang dan cairan yanng
berasal dari infeksi. Ukuran diameter lesi ini kurang dari 1 cm dan dapat
didahului vesikel atau papula. Ciri lain pustula yaitu berwarna putih
seperti krim atau kekuningan, selain itu sering pula dikaitkan dengan pori
epidermal seperti jerawat. Pustula di dalam mulut tampak pada puncak
abses atau parulis. Misalnya herpes zooster menimbulkan pustula yang
dapat berubah menjadi ulkus yang menimbulkan rasa nyeri yang hebat
(Langlais, dkk., 2014).

Gambar 8. Pustula
Sumber : Langlais, dkk., 2014

9. Bulla
Merupakan lesi melepuh berukuran lebih dari 1 cm yang berisi
cairan. Lesi terjadi akibat akumulasi cairan di dalam pertautan epidermis-
dermis atau terpisah pada dermis. Permukaan bulla halus, berbentuk
kubah, serta mudah pecah oleh trauma yang sangat ringan. Berdasarkan
ukurannya, bulla merupakan penyakit yang lebih parah jika dibandingkan
dengan vesikel. Bulla dapat terlihat pada penyakit pemfigus, pemfigoid,
luka bakar, trauma gesekan, sindroma Steven-Johnson, dan epidermis
bullosa (Langlais, dkk., 2014).

Gambar 9. Bulla
Sumber : Langlais, dkk., 2014

10. Kista
Kista merupakan kantong tertutup yang dilapisi oleh epitelium
(kapsul) yang terletak pada dermis, jaringan subkutaneus, ataupun tulang.
Lesi ini berasal dari terjebaknya epitelium atau sisa epitelium yang
tumbuh dan membentuk rongga yang disebut lumen. Aspirasi dapat
menghasilkan cairan luminal maupun tidak tergantung sifat kista. Pada
kista yang mengandung cairan bening tampak berwarna merah muda
hingga biru, sedangkan kista berisi keratin sering berwarna putih atau
kuning seperti krim. Yang termasuk contoh kista yang ada dalam rongga
mulut yaitu kista dermoid, kista limfoepitelial, kista retensi mukus, kista
nasoalveolar, kista radikular, keratokista odontogenik, kista dentigerous,
dan kista periodontal lateral (Langlais, dkk., 2014).
Gambar 10. Kista
Sumber : Langlais, dkk., 2014

B. Lesi Sekunder
Lesi sekunder merupakan lesi yang tidak muncul pertama kali dan
merupakan akibat dari modifikasi misalnya kronisitas, trauma, atau infeksi
pada lesi primer. Sebagai contoh yaitu vesikel yang merupakan lesi primer
dapat ruptur menjadi erosi yang tergolong lesi sekunder. Lesi-lesi yang
tergolong lesi sekunder, yaitu:
1. Erosi
Merupakan istilah klinis untuk lesi jaringan lunak yang terkelupas
kulit atau mukosanya, misalnya epitelium yang aus atau rusak. Erosi
biasanya lembab, sedikit cekung, dan sering kali berasal dari vesikel
yang pecah, kerusakan epitel, ataupun trauma. Pada keadaan ini
epitelium diatas lapisan sel basal hilang. Karena sel basal tetap utuh,
proses penyembuhan jarang menyebabkan jaringan parut. Penyakit yang
dapat menyebabkan erosi antara lain pemfigus, lichen planus erosifa
(gingivitis deskuamasi), dan eritema multiformes (Langlais, dkk., 2014).
Gambar 11. Erosi
Sumber : Langlais, dkk., 2014

2. Ulser
Ulser merupakan lesi yang berbentuk seperti kawah pada kulit atau
mukosa mulut. Istilah ini digunakan untuk luka pada jaringan kutaneus
atau mukosa yang terbuka dan menunjukkan disintegrasi jaringan secara
perlahan-lahan disertai nekrosis. Tepi lesi sering kali bulat atau dapat
juga tidak teratur. Ulser dapat meluas dari lapisan basal epitelium hingga
dermis (jaringan ikat), sehingga terdapat kemungkinan munculnya
jaringan parut setelah lesi sembuh. Penyebab ulser dapat berupa trauma,
stomatitis aftosa, infeksi virus seperti herpes simpleks, variola (small
pox) dan varisela zooster (chicken pox dan shingles), kanker, atau
penyakit granulomatosis. Lesi ini biasanya menyebabkan penderita
merasakan sakit, sehingga seringkali memerlukan terapi obat topikal atau
sistemik untuk penatalaksanaan yang efektif (Langlais, dkk., 2014).

Gambar 12. Ulser


Sumber : Langlais, dkk., 2014
3. Jaringan Parut (Cicatrix)
Jaringan parut merupakan tanda (cicatrix) yang tertinggal setelah
proses penyembuhan suatu luka. Lesi ini menjadi tanda adanya perbaikan
luka dan menunjukkan adanya gangguan pada integritas epidermis dan
dermis serta penyembuhan epitelium melalui pembentukan jaringan
fibrosa (ikat kolagen). Namun demikian, jaringan parut jarang ditemukan
dalam rongga mulut karena jaringan mulut bersifat lebih elastik dan
kurang rentan terhadap pembentukan jaringan parut daripada kulit.
Bentuk dan ukuran lesi ini bermacam-macam, tidak identik dengan
jaringan sekitarnya, warna lesi biasanya lebih muda dibandingkan warna
mukosa sekitarnya. Dilihat dari segi histologi, lesi lebih padat dibanding
epitelium di sekitarnya, kurang mempunyai kelenjar keringat atau saliva
dan mempunyai pembuluh darah yang lebih sedikit. Jaringan parut dapat
terjadi akibat trauma rongga mulut, akibat operasi, dan luka bakar
(Langlais, dkk., 2014).

Gambar 13. Jaringan Parut


Sumber : Langlais, dkk., 2014

4. Fisura
Merupakan lesi yang berbentuk celah linear normal atau abnormal
atau lipatan epidermis baik kulit maupun mukosa yang terjadi pada lidah,
bibir, dan jaringan perioral. Munculnya lesi ini fisura dapat merupakan
varian normal ataupun penyakit. Lidah berfisura merupakan contoh
variasi normal yang berhubungan dengan mulut kering dan dehidrasi.
Penyebab terjadinya fisura yang berhubungan penyakit yaitu organisma
patogen yang menyerang fisura, menyebabkan rasa sakit, ulserasi, dan
peradangan. Contoh fisura yang berhubungan dengan penyakit yaitu
keilitis angularis dan keilitis eksfoliasi (Langlais, dkk., 2014).

Gambar 14. Fisura


Sumber : Langlais, dkk., 2014
DAFTAR PUSTAKA

Berman, A., Snyder, S., Kozier, B., Erb, G., 2009, Kozier & Erb Buku Ajar
Praktik Keperawatan Klinis : edisi 5, EGC, Jakarta.
Dorland, W.A.N., 2011, Kamus Saku Kedokteran Doerland : edisi 28, EGC,
Jakarta.
Langlais, R., Miller, C.S., Nield-Gehrig, J.S., 2014, Atlas Berwarna : Lesi Mulut
yang Sering Ditemukan edisi 4, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai