Anda di halaman 1dari 62

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan

Plastik merupakan penyumbang terbesar dalam permasalahan limbah di Indonesia.

Seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk, banyak nya limbah plastik semakin

tidak tertangani. Berdasarkan data Jambeck (2015), Indonesia berada di peringkat

kedua dunia penghasil limbah plastik yang mencapai sebesar 187,2 juta ton (CNN,

2016). Pada umumnya plastik terbuat dari polyethylene dan polyprophylene yang

sulit terurai oleh mikroorganisme di lingkungan (Gonzales-Gutierrez, 2010). Hal

ini menyebabkan semakin banyak nya limbah plastik di lingkungan. Semakin

seriusnya masalah limbah yang dihadapi, membuat inovasi baru banyak dilakukan,

salah satunya dengan membuat bioplastik sebagai alternatif yang menjanjikan.

Bioplastik merupakan alternatif untuk mengganti plastik konvensional yang banyak

digunakan pada saat ini. Bioplastik dibuat dengan polimer alam sebagai bahan

utama sehingga mudah dicerna oleh mikroorganisme (Hartatik dkk, 2014).

Penggunaan dari bioplastik ini mampu mengurangi jumlah limbah plastik yang

semakin banyak. Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan bioplastik ini

adalah senyawa-senyawa yang banyak terdapat pada alam, salah satu bahan yang

dapat digunakan dalam pembuatan bioplastik adalah pati. Di Indonesia sendiri

penggunaan pati sebagai bahan baku untuk plastik mempunyai potensi besar,
2

karena Indonesia memiliki banyak tanaman penghasil pati, dan salah satunya adalah

sorgum.

Penelitian ini akan menggunakan sorgum sebagai sumber pati, sorgum dapat

digunakan karena memiliki potensi yang baik untuk dibudidayakan di Indonesia

dan bukan bahan pangan. Pati dari sorgum memiliki kekurangan, dimana sifat

sorgum adalah hidofilik. Sifat hidrofilik yang dimiliki sorgum menyebabkan plastik

yang dihasilkan memiliki tingkat penyerapan air yang buruk. Untuk menutupi

kekurangan dari pati sorgum tersebut, dapat ditambahan nya zat kitosan. Kitosan

merupakan modifikasi dari kitin yang ditemukan pada kulit udang, kepiting, lobster

dan serangga. Kitosan mempunyai sifat yang baik untuk dibentuk menjadi plastik

dan mempunyai sifat antimikrobakterial. Kitosan juga mudah terdegredasi dan

mudah digabungkan dengan material lainnya (Hartatik dkk, 2014). Kitosan sudah

digunakan pada penelitian sebelumnya dengan bahan baku sama, untuk

memperbaiki ketahanan air pada bioplastik yang memiliki penyerapan air tinggi

(Manalu, 2013).

Untuk menghasilkan bioplastik yang memiliki sifat mekanik yang baik, perlu

dicampurkan filler atau pengisi yang dapat meningkatkan kekuatan mekanis pada

pati. Adanya bahan filler akan memberikan pengaruh pada sifat-sifat bioplastik

yang terbentuk (Bayandori, 2009). Penambahan filler dapat meningkatan kerapatan

partikel penyusun bioplastik sehingga, bioplastik yang mempunyai tingkat

kerapatan tinggi akan membuat bahan tersebut semakin kuat, begitu juga sebaliknya

(Darni, 2015). Penelitian ini akan menggunakan micro filler yang berupa selulosa
3

dari batang sorgum. Batang sorgum merupakan salah satu penguat yang memiliki

komposisi sukrosa (10 - 14,40 % nira sorgum), gula reduksi (0,75 1,35 % nira

sorgum) serta amilum (209 1764 ppm). Selain pati dan penguatnya, gliserol

dibutuhkan dalam pembuatan bioplastik. Gliserol memiliki peran sebagai

plasticizer yang akan memacu proses pencetakan fleksibilitas bioplastik serta dapat

menghasilkan bahan bioplastik yang memiliki sifat mekanik, morfologi dan tingkat

biodegredasi yang optimal. Bedasarkan penjelasan diatas, penelitian ini perlu

dilakukan untuk mengetahui formulasi yang tepat antara pati, kitosan dan micro

filler sehingga dapat menghasilkan bioplastik dengan kualitas yang baik.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan saran pada penelitian yang dilakukan oleh saudara Binur Muharis

yaitu perlu melakukan perubahan terhadap filler yang digunakan, penelitian ini

akan menggunakan mikro selulosa yang berukuran lebih kecil dari penelitian

sebelumnya yaitu, 8m. Dimana penggunaan filler yang berukuran lebih kecil dapat

meningkatkan kekuatan mekanik pada bioplastik. Untuk mendapatkan bioplastik

dengan kualitas yang diinginkan, penelitian ini akan memvariasikan formula untuk

pati sorgum-kitosan-filler. Dengan harapan akan didapatkan formulasi pati sorgum-

kitosan-filler dengan gliserol 10 % berat sebagai plasticizer terbaik untuk membuat

plastik biodegradable yang menyerupai LDPE (low density polyethylene) sebagai

kantong plastik.
4

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

Menentukan formula terbaik untuk menghasilkan bioplastik yang memiliki kualitas

optimal, dengan cara memvariasikan formula antara pati sorgum-kitosan dengan

filler yang diperoleh dari ekstraksi serbuk batang tanaman sorgum serta gliserol

10% berat.

1.4 Hipotesis

Diduga penambahan micro filler dan kitosan pada campuran pati sorgum serta

gliserol 10% berat sebagai plasticizer akan meningkatkan karakteristik fisik dan

mekanik serta menurunkan penyerapan air pada bioplastik.

1.5 Ruang Lingkup

Dalam penelitian ini dilakukan studi mengenai pengaruh penambahan mikro

selulosa filler dalam kondisi terbaik terhadap sifat fisik dan mekanik bioplastik.

Untuk kecepatan pengadukan sebesar 375 rpm. Konsentrasi gliserol 10% (persen

berat) adalah kondisi terbaiknya berdasarkan penelitian sebelumnya dengan rasio

formulasi antara pati dan kitosan yaitu 10:0, 9,5:0,5, 8,5:1,5, 7,5:2,5, 6,5:3,5,

5,5:4,5 (gr/gr) dan ukuran ayakan pati dan kitosan sebesar 63 mikron yang didapat

sebagai kondisi terbaik dari penelitian sebelumnya dengan suhu gelatinisasi 95oC.

Untuk variasi penambahan micro filler yaitu 0%, 1%, 2%, 3% berat kering total

10gr. Kemudian dilakukan uji sifat mekanik (kekuatan tarik, persen perpanjangan

dan modulus young), uji sifat fisik (uji ketahanan air dan uji densitas), SEM

(Scanning Electron Microscope), analisis gugus fungsi dengan FTIR (Fourier


5

Transform InfraRed), XRD (X-Ray Diffraction) dan DSC (Differential Scanning

Calorimetry).
6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Plastik

Plastik merupakan nama lain dari polimer rantai-panjang dari atom yang mengikat

satu sama lain. Rantai ini membentuk banyak unit molekul berulang, atau disebut

juga monomer. Plastik dapat dibentuk menjadi film atau fiber sintetik. Hampir

setiap produk menggunakan plastik baik sebagai kemasan atau bahan dasar karena

plastik mempunyai keunggulan seperti ringan, kuat, transparan, tahan air serta

harganya relatif murah dan terjangkau oleh semua kalangan masyarakat. Monomer-

monomer yang dapat ditemukan dalam banyak benda plastik meliputi senyawa

senyawa organik seperti etilen, propilen, phenol, formaldehide, ethilen glicol, vynil

cloride dan asetonitrile. Karena begitu banyaknya monomer monomer yang dapat

digabungkan satu sama lain dengan berbagai cara, maka kita dapat membuat

berbagai jenis plastik (Sinaga, 2014).


7

2.1.1 Jenis-Jenis Plastik

Secara umum plastik digolongkan menjadi dua macam, yaitu:

a) Termoset

Plastik jenis ini adalah tipe plastik yang tidak bisa didaur-ulang

atau dicetak lagi. Pemanasan ulang akan menyebabkan kerusakan

molekul-molekul penyusunnya. Contoh plastik jenis ini adalah

resin epoksi, bakelit, resin melamin, urea-formaldehida, polyester

dan polyurethane. Contoh pemakaian: peralatan makan dari

melamin, komponen/suku cadang pada kendaraan, peralatan

listrik dan serat tekstil seperti dakron dan tetoron (polyester).

b) Termoplastik

Jenis plastik ini bisa didaur-ulang atau dicetak lagi dengan proses

pemanasan ulang. Contoh plastik jenis ini adalah Acrylic

(Perspex), Polyethylene (Polythene), Polypropylene, Poly Vinyl

Acetate (PVA), Poly Vinyl Chloride (PVC), Polystyrene dan

ABS, PTFE (Teflon). Jenis plastik ini banyak digunakan sebagai

bahan pembungkus makanan, kantong plastik, botol

(Polyethylene), pelapis alat-alat masak (teflon), bahan insulator

listrik, styrofoam, mainan anak (Polystyrene), dan komponen

mesin elektronik & mekanik (Maindakon, 2009).


8

2.1.2 Plastik Jenis Polyethylene

Polimer yang paling umum terdapat dalam plastik ialah polyethylene

yang dihasilkan dari reaksi polimerisasi adisi pada ethylene (CH2=CH2).

Terdapat dua cara yang dapat dilakukan dalam proses polimerisasi, yaitu

polimerisasi dalam bejana bertekanan tinggi (1000-300 atm) yang akan

menghasilkan molekul makro dengan banyak percabangan yakni

campuran dari rantai lurus dan bercabang. Cara kedua, polimerisasi

dengan bejana bertekanan rendah (10-40 atm) yang menghasilkan

molekul makro berantai lurus dan tersusun paralel. Polietilen merupakan

film yang lunak, transparan dan fleksibel, mempunyai kekuatan benturan

dan kekuatan sobek yang baik. Pemanasan polietilen pada suhu 110 OC

akan menyebabkan polietilen melunak dan cair. Sifat permeabilitasnya

yang rendah dan sifat mekaniknya yang baik, maka polietilen dengan

ketebalan 0.001 0.01 inchi banyak digunakan unttuk mengemas bahan

pangan. Plastik polietilen termasuk golongan termoplastik sehingga

dapat dibentuk menjadi kantung dengan derajat kerapatan yang baik.

Berdasarkan densitasnya, maka plastik polietilen dibedakan atas:

1. Polietilen densitas rendah (LDPE atau Low Density

Polyethylene)

Plastik polietilen jenis ini dihasilkan dengan cara polimerisasi

pada tekanan tinggi. Kekakuan dan kuat tarik dari LDPE lebih

rendah daripada HDPE (Modulus Young 20.000-30000 psi, dan

kuat tarik 1200-2000 psi), tapi karena LDPE memiliki derajat


9

elongasi yang tinggi (400-800%) maka plastik ini mempunyai

kekuatan terhadap kerusakan dan ketahanan untuk putus yang

tinggi. Titik lelehnya berkisar antara 105-115OC. Karakteristik

LDPE ialah lunak dan fleksibel sehingga pertama kali

diaplikasikan sebagai isolator kawat listrik, namun saat ini

aplikasinya telah berkembang diantaranya untuk pembuatan

film, wraps (pembungkus makanan), botol, kantong sampah,

dan sarung tangan yang sekali pakai buang.

2. Polietilen densitas menengah (MDPE atau Medium Density

Polyethylene)

Plastik jenis ini lebih kaku dari LDPE dan titik lelehnya lebih

tinggi dari LDPE, yaitu antara 115-125OC, serta mempunyai

densitas 0.927-0.940 g/cm3.

3. Polietilen Densitas Tinggi (HDPE atau High Density

Polyethylene)

Plastik polietilen jenis ini dihasilkan dengan cara polimerisasi

pada tekanan dan suhu yang rendah (10 atm, 50-70OC). HDPE

lebih kaku dibanding LDPE dan MDPE, tahan terhadap suhu

tinggi sehingga dapat digunakan untuk produk yang akan

disterilisasi.
10

4. Linear-low-density polyethylene (LLDPE)

Plastik jenis ini terdiri dari koplimer etilen dengan sejumlah

kecil butana, heksana atau oktana, sehingga mempunyai cabang

pada rantai utama dengan interval (jarak) yang teratur. LLDPE

lebih kuat daripada LDPE dan memiliki sifat heat sealing lebih

baik.

Sifat-Sifat pada plastik polietilen sebagai berikut:

1. Bersifat jernih, kuat, liat, dimensinya stabil, tahan nyala api,

tidak beracun

2. Tingkat permeabilitas terhadap gas, aroma maupun air rendah.

3. Mempunyai kekuatan (strength)-nya tinggi, kaku (stiffness),

dimensinya stabil

4. Tahan bahan kimia dan panas

5. Mempunyai sifat elektrikal yang baik.

6. Memiliki daya serap air dan uap air yang rendah

7. Dapat diproses dengan proses pada suhu tinggi 270-320OC

(Mujiarto, 2009)

2.2 Plastik Biodegradable

Plastik biodegradable adalah plastik yang terbuat dari bahan-bahan alami,

dapat diperbaharui, dan dapat terdegredasi. Bahan-bahan yang digunakan

dalam pembuatan plastik biodegradable ini didapatkan dari alam, seperti pati,

minyak nabati dan microbiota. Pembuatan plastik biodegradable dengan bahan


11

dasar pati sangat berpotensi dilakukan, Indonesia mempunyai banyak sumber

pati. Selain itu, plastik dengan bahan dasar pati memiliki biodegradabilitas

yang tinggi sehingga dapat mengurangi permasalahan limbah plastik

konvensional. Dengan kelebihan yang dimiliki oleh plastik berbahan dasar pati,

plastik jenis ini juga mempunyai beberapa kekurangan yaitu rendahnya

kekuatan mekanik serta bersifat hidrofilik. Untuk mengatasi kekurangan ini,

pati akan ditambahkan dengan plasticizer, sehingga diperoleh plastik yang

lebih fleksibel dan elastis. Dalam studi lain, pati juga dapat dicampurkan

dengan filler untuk mendapatkan produk bioplastik dengan kekuatan mekanik

yang optimal.

Proses degradasi dari bahan yang terbuat dari polimer dan plastik terjadi pada

kondisi biotik yang dimediasi oleh aksi makroorganisme (fragmentasi) atau

mikroorganisme (biodegradasi) atau pada kondisi abiotik yang dimediasi oleh

agen kimia atau fisika-kimia. Degradasi biotik dimediasi oleh mikroorganisme

yang terjadi pada lingkungan yang berbeda dan dapat diklasifikasikan menurut

ada (aerobik) atau tidak adanya (anaerobik) oksigen. (Ummah, 2013)

Faktor utama yang mempengaruhi degredasi pada bioplastik yaitu kondisi

lingkungan dan karakterisasi dari bioplastik tersebut. Pada Tabel 2.1 akan

dijelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi degredasi sebuah bioplastik

sebagai berikut:
12

Tabel 2.1 Faktor yang mempengaruhi degredasi bioplastik

Kondisi Lingkungan Karakteristik Bioplastik

Suhu Susunan kimia

Kelembapan Kelenturan rantai

pH Berat molekul

Populasi Mikroorganisme Bentuk kristal

Enzim Komposisi polimer

Sumber: Pilla 2011

2.3 Pati Tanaman Sorgum

Sorgum merupakan tanaman sereal yang banyak ditemui di Indonesia.

Pengembangan inovasi dalam menghasilkan produk berbasis sorgum di

Indonesia memiliki peluang yang besar. Hal ini disebabkan oleh beberapa

kelebihan yang dimiliki oleh tanaman sorgum, yaitu mudah ditanam, tahan

terhadap serangan hama, tahan terhadap peyakit tanaman, memiliki ketahanan

yang tinggi pada kondisi kering, daya adaptasi terhadap lahan tinggi, serta

biaya produksi yang rendah. Suhu optimum yang diperlukan sorgum untuk

tumbuh berkisar antara 25-30C. Sorgum juga tidak terlalu peka terhadap pH

tanah.

Salah satu bagian sorgum yang banyak dimanfaatkan adalah biji. Secara

morfologi biji sorgum memiliki ciri-ciri fisik berbentuk bulat (flattened


13

spherical) dengan berat 25-55 mg (Litbang Pertanian, 2014). Biji sorgum

berbentuk butiran dengan ukuran 4,0 x 2,5 x 3,5 mm. Biji sorgum tertutup

sekam dengan warna coklat muda, krem atau putih, bergantung pada varietas.

Gambar biji sorgum dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Biji Tanaman Sorgum


Sumber: Badan Litbang Pertanian Indonesia, 2014

Pati sorgum memiliki suhu gelatinisasi tertinggi di antara jenis pati lainnya,

mencapai 68-78 oC. Hal ini diduga disebabkan oleh panjangnya rantai

amilopektin a yang saling berikatan satu sama lain. Tingginya suhu

gelatinisasi menyebabkan dibutuhkannya waktu yang lebih lama dan energi

panas yang lebih tinggi untuk memasak.

Pati sorgum mengandung 20-30% amilosa dan 70-80% amilopektin.

Sementara pati sendiri adalah polimer alami yang ketersediaannya berlimpah

dan berasal dari kentang, jagung, beras, tapioka dll. Berikut ilustrasi struktur

molekul pati:
14

Gambar 2.2 Struktur molekul Pati

Sumber: (Avrous, 2012)

Sorgum memiliki kandungan nutrisi yang baik, bahkan kandungan protein dan

nutrisi penting sorgum lebih tinggi dibandingkan dengan beras. Menurut Badan

Litbang Pertanian (2014), Komposisi kimia biji sorgum tidak banyak berbeda

dengan beras atau terigu yakni mengandung karbohidrat sorgum sebesar 73,8%

serta protein 9,8%. Kesamaan dengan beras atau terigu merupakan indikasi

bahwa sorgum dapat mensubtitusi beras karena nilai gizinya tinggi, tepung

sorgum juga dapat menjadi bahan dasar kue, kue kering dan bahan baku

industri. Nira batang sorgum merupakan sumber bioetanol, dan ampas batang

dan daun dapat digunakan sebagai pakan ternak. Pada Tabel 2.2. terlihat bahwa

kandungan pati dalam sorgum cukup tinggi dibandingkan terigu dan jagung,

sehingga berpotensi besar sebagai bahan baku alternatif.

Tabel 2.2. Komposisi Kimia Beberapa Tepung Serelia

Komposisi (%) Terigu Sorgum Beras Jagung


Lemak 2,09 3,65 1,88 5,42
Serat kasar 1,92 2,74 1,05 4,24
Abu 1,83 2,24 1,52 1,35
Protein 14,45 10,11 9,28 11,02
Pati 78,74 80,42 86,45 79,95
Sumber : Suarni, 2009

2.4 Selulosa
15

Selulosa adalah polisakarida yang terdiri dari rantai linier dari beberapa ratus

hingga lebih dari sepuluh ribu ikatan 1-4-glukosida. Selulosa adalah

karbohidrat utama yang disintesis oleh tanaman dan menempati hampir 60%

komponen penyusun struktur kayu. Selulosa merupakan serat-serat panjang

yang bersama-sama hemiselulosa, lignin dan pektin membentuk struktur

jaringan yang memperkuat dinding sel tanaman.

Gambar 2.3. Struktur Molekul Selulosa

(Sumber: Bertolini, 2010)

Selulosa berperan besar dalam memberikan kekuatan tarik sedangkan lignin

memberi kekuatan tekan dan mencegah pelipatan mikrofibril. Selulosa dan

lignin diikat dengan hemiselulosa. Gugus fungsional dari gugus selulosa adalah

gugus hidroksil. Gugus hidroksil selulosa menyebabkan permukaan selulosa

menjadi hidrofilik. Struktur rantai selulosa distabilkan oleh ikatan hidrogen

yang kuat disepanjang rantai. Di dalam selulosa alami dari tanaman, rantai

selulosa diikat bersama-sama membentuk mikrofibril yang sangat terkristal

(highly cristalline) dimana setiap rantai selulosa diikat bersama-sama oleh

ikatan hidrogen (Dewi, 2011).

Sifat serat selulosa adalah:

1. Memiliki kekuatan tarik yang tinggi

2. Mampu membentuk jaringan.

3. Tidak mudah larut dalam air, alkali dan pelarut organic


16

4. Relatif tidak berwarna.

5. Memiliki kemampuan mengikat yang lebih kuat

(Harsini dan Susilowati, 2010)

Ditinjau dari strukturnya, selulosa memiliki kelarutan yang besar dalam air,

karena banyak kandungan gugus hidroksil yang dapat membentuk ikatan

hidrogen dengan air (antaraksi yang tinggi antara pelarut-terlarut). Akan tetapi

pada kenyataannya selulosa tidak larut didalam air dan juga dalam pelarut lain.

Penyebabnya ialah kekakuan rantai dan tingginya gaya antar-rantai akibat

ikatan hidrogen antar gugus hidroksil yang berdekatan. Faktor ini dipandang

menjadi penyebab kekristalan yang tinggi dari serat selulosa. Penambahan

selulosa diharapkan dapat meningkatkan kekuatan bioplastik yang dihasilkan

karena selulosa memilik serat yang lebih kuat, lebih tahan terhadap pengaruh

kimia, cahaya dan mikroorganisme. Keunggulan material selulosa juga sangat

luas, diantara nya edibility, tidak beracun, non-polluting dan biaya murah serta

melimpah luas di bumi (Marbun, 2012).

2.4.1 Cellulose Micro Filler

Cellulose Micro Filler adalah filler yang berasal dari selulosa yang

memiliki ukuran mikro. Penambahan cellulose micro filler dapat

meningkatkan sifat material bioplastik. Cellulose micro filler terdiri atas

dua jenis yaitu MCS (Micro Crystal Cellulose) dan MFC (Micro

Fibrillated Cellulose). Perbedaan kedua nya didasarkan pada metode

pembuatan nya. MCS dihasilkan melalui hidrolisis asam sulfat pekat


17

sedangkan MFC dihasilkan dengan metode mekanis ataupun

semimekanis (adanya treatment secara kimiawi).

2.5 Kitosan

Kitosan adalah produk modifikasi protein dari kitin yang banyak ditemukan

pada kulit udang, lobster dan serangga (Hartatik dkk, 2014). Kitosan memiliki

bentuk yang unik dan memiliki manfaat yang banyak bagi pangan, agrikultur,

dan medis. Namun, untuk melarutkan kitosan ini cukup sulit karena kitosan

dapat larut apabila dilarutkan pada asam dan kitosan memiliki viskositas yang

tinggi.

Gambar 2.4. Struktur molekul kitosan

(Sumber: Bertolini, 2010)

Kitosan mempunyai beberapa sifat, yaitu:

1. Kitosan mudah mengalami degradasi secara biologis

2. Tidak beracun

3. Merupakan kationik kuat

4. Merupakan flokulan dan koagulan yang baik

5. Mudah membentuk gel dengan anion bervalensi ganda.


18

Kitosan tidak dapat larut dalam air dan pelarut-pelarut organik. Kitosan dapat

larut dalam asam piruvat, asam laktat, asam butirat, propionat, trikloroasetat,

dan asam-asam organik.

2.6 Plasticizer Gliserol

Plasticizer adalah bahan organic dengan berat molekul rendah yang

ditambahkan dengan pada suatu produk dengan tujuan menurukan kekakuan

polimer, sekaligus meningkatkan fleksibilitas dan ekstensibilitas polimer

(Anita dkk, 2013). Zat ini dapat meningkatkan sifat fisik dan kimia dari plastik.

Umumnya plasticizer yang digunakan untuk bioplastik adalah polyols

(gliserol, sorbitol, dan polietilen glikol 400, dan lainnya), mono-, di- atau

oligosakarida, lipid, dan turunannya.

Pada kandungan plasticizer (gliserol atau sorbitol) yang rendah, plasticizer

tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap elastisitas film plastik

berbahan pati. Fenomena ini dikenal dengan efek antiplasticization. Elastisitas

(perpanjangan) akan meningkat dengan kandungan plasticizer kira-kira

mencapai 15 % lebih untuk gliserol. Sebaliknya kuat tarik pada plastik akan

menurun seiring penambahan gliserol (Darni dan Elpita, 2015).

Gambar 2.5. Struktur Gliserol


(Sumber: Nutrients Review, 2015)
19

Gliserol merupakan senyawa alkohol yang memiliki 3 gugus hidroksil. Gliserol

memiliki nama baku 1,2,3-propanatriol. Senyawa ini berwujud cair, tidak

berwarna dengan titik didih 290oC. Titik didih tinggi yang dimiliki oleh

senyawa dengan bobot molekul 92,09 g/mol ini disebabkan adanya ikatan

hidrogen yang sangat kuat antar molekul gliserol. Gliserol adalah senyawa

gliserida yang paling sederhana. Nama lain dari gliserol adalah 1,2,3-

propanatriol. Penambahan gliserol pada pembuatan bioplastik bertujuan untuk

memperbaiki fleksibilitas film plastik yang dihasilkan.

2.7 Penelitian Tedahulu

Diharapkan bioplastik yang dihasilkan memiliki sifat fisik dan mekanik yang

menyerupai atau lebih baik dari plastik konvensional. Berdasarkan penelitian

sebelumnya kuat tarik dari bioplastik yang dihasilkan dapat diperbaiki dengan

penambahan plasticizer gliserol untuk menambah sifat plastisnya dan

biopolimer kitosan. Namun ketahanan air yang dimiliki oleh bioplastik masih

tergolong rendah, yaitu bioplastik tersebut masih banyak menyerap air (Darni

dan Harnist, 2011).

Pada tahun 2011 Yuli Darni melakukan penelitian dengan judul Penentuan

Kondisi Optimum Ukuran Partikel dan Bilangan Reynold Pada Sintesis

Bioplastik Berbasis Sorgum. Pada penelitian ini digunakan formulasi pati

sorgum, gliserol dan kitosan. Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan

kondisi pencampuran terbaik dalam membuat bioplastik dengan

memvariasikan ukuran partikel dan kecepatan pengadukan sehingga dapat


20

menghasilkan bioplastik dengan sifat mekanik yang telah menyamai plastik

komersial HDPE (High Density Polyethilene). Kondisi optimum sintesis

bioplastik pada penelitian tersebut diperoleh pada ukuran partikel 63 mikron

dan bilangan Reynold 959 dengan kecepatan pengadukan 375 rpm. Penyerapan

air 31,79 %, persen perpanjangan 19,27 %, Modulus Young 757,046 MPa dan

tensile strength 142,875 MPa.

Pada tahun 2012 Santika Manalu melakukan penelitan tentang pembuatan

bioplastik campuran pati sorgum, kitosan, dan gliserol sebagai plasticizer

dengan memvariasikan konsentrasi gliserol dengan rasio formulasi antara pati

dan kitosan yaitu 65:35 (gr/gr) dan ukuran ayakan pati dan kitosan sebesar 63

mikron yang didapat sebagai kondisi terbaik dari penelitian sebelumnya

dengan suhu gelatinisasi 95oC. Waktu pengadukan campuran selama 35 menit

dan temperatur pengeringan dalam oven adalah 60oC selama 12 jam. Pada

penelitian ini, kondisi optimum diperoleh pada saat rasio pati-kitosan sebesar

sebesar 6,5:3,5, konsentrasi plasticizer sebesar 10%, kecepatan pengadukan

375rpm.

Pada tahun 2014, Binur Muharis melakukan penelitian tentang Pengaruh

Penambahan Filler Serbuk Batang Sorgum Untuk Meningkatkan Kekuatan

Mekanik Bioplastik Berbasis Sorgum. Penelitian ini menggunakan filler pada

ukuran 100mesh dan memvariasikan formulasi pati-kitosan dan jumlah filler

yang ditambahkan. Untuk formulasi pati-kitosan digunakan (10:0, 9.5:0.5,

8.5:1.5, 7.5:2.5, 6.5:3.5, 5,5:4,5 (gr/gr)) dan variasi jumlah penambahan filler
21

serbuk batang sorgum (0.25, 0.5, dan 1.0 gram). Kondisi terbaik diperoleh

dengan variasi formulasi pati: kitosan 7,5:2,5 (gr/gr) dengan penambahan filler

0,25 gr. Nilai kuat tarik (tensile strength) terbaik adalah formulasi pati-kitosan-

filler 7,5:2,5:0,25 (gr/gr) dengan nilai 13,9957 Kpa.

Variabel yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada penelitian yang

telah dilakukan sebelumnya oleh Binur Muharis sehingga diperoleh waktu

pengadukan 35 menit, ukuran ayakan pati 63 mikron, untuk formulasi pati-

kitosan 10:0, 9.5:0.5, 8.5:1.5, 7.5:2.5, 6.5:3.5, 5,5:4,5 (gr/gr). Untuk kecepatan

pengadukan diperoleh 375 rpm dan konsentrasi gliserol 10 % berat. Pada

penelitian ini divariasikan dua variabel, yaitu variasi formulasi pati-kitosan

(10:0, 9.5:0.5, 8.5:1.5, 7.5:2.5, 6.5:3.5, 5,5:4,5 (gr/gr)) dan variasi jumlah

penambahan nano selulosa filler yang di ekstrak dari serbuk batang sorgum

(0%, 1%, 2%, 3% berat total 10gr).


22

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Terapan, Jurusan Teknik

Kimia, Universitas Lampung. Waktu penelitian dimulai pada bulan Oktober

2016 hingga April 2017. Analisis bioplastik yang akan dilakukan yaitu uji

kekuatan mekanik (kuat tarik, perpanjangan, modulus young) dilakukan di

Laboratorium Terpadu Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB, uji densitas dan

ketahanan bioplastik terhadap air yang dilakukan di Laboratorium Kimia

Terapan, Jurusan Teknik Kimia, Universitas Lampung, pengujian gugus fungsi

dengan FTIR dan XRD dilakukan di FMIPA Universitas Negeri Lampung,

DSC dilakukan di BATAN Serpong, serta pengujian SEM dilakukan

Laboratorium Terpadu FMIPA Universitas Lampung.

3.2 Bahan Penelitian

3.2.1. Ekstraksi Selulosa Batang Sorgum

Bahan-bahan yang digunakan dalam ekstraksi selulosa meliputi:

a. Serbuk Batang Sorgum


23

Serbuk Batang sorgum yang akan diekstrak untuk diambil selulosa

nya.

b. Kalium Hidroksida (KOH) 4%

Kalium Hidroksida digunakan untuk menghilangkan Hemiselulosa.

c. Peroksida (H2O2) 6%

H2O2 digunakan dalam proses bleaching

3.2.2. Sintesa Bioplastik

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

a. Pati Sorgum

Sorgum digunakan sebagai bahan utama pembuat bioplastik.

b. Kitosan

Kitosan digunakan sebagai zat penambah untuk memperbaiki sifat-

sifat bioplastik.

c. Gliserol 10% (m/m)

Gliserol yang dipakai adalah gliserol anhydrous sebagai plasticizer.

d. Asam Asetat

Asam asetat digunakan sebagai pelarut kitosan dengan konsentrasi

99%.

e. Aquades

Aquades digunakan sebagai pelarut.


24

3.3 Peralatan Penelitian

1. Peralatan Sintesis Mikro Selulosa Filler

Peralatan yang digunakan dalam Sintesis Mikro Selulosa Filler antara lain:

a. Hot plate, temperatur maksimal 300oC

b. Gelas ukur, Volume: 500 ml, 250 ml, 100 ml dan 10 ml

c. Spatula

d. Termometer

e. pH meter

f. Stopwatch

g. Digital balance, Kapasitas Maks: 220 gram Akurasi: 0,0001

h. Desikator

i. Cawan petri, tempat bahan baku yang akan ditimbang

j. Kertas saring

k. Pipet kaca

l. Oven

m. Krus porselen

n. Alumunium foil

o. Blender berkecepatan 34.000 rpm

p. Magnetic Stirer

q. Ayakan (saringan) ukuran 100 mesh

2. Peralatan pembuatan tepung sorgum

a. Blender

b. Alu & Mortal


25

c. Ayakan (saringan) ukuran 63 mikron

d. Timbangan

3. Peralatan pembuatan bioplastic

a. Gelas ukur, Kapasitas: 500 ml, 200 ml, 100 ml, 50 ml, dan 10 ml.

b. Hot plate dan magnetis stirrer

c. Drying oven

d. Termometer

e. Digital balance, Kapasitas Maks: 220 gram Akurasi: 0,0001

f. Cetakan

g. Zipbag lock, tempat penyimpanan sampel

h. Stopwatch

i. Spatula

j. Cawan petri

k. Almunium foil

4. Peralatan analisis

a. Analisis sifat mekanik menggunakan autograph

b. Analisis ketebalan plastik menggunakan jangka sorong digital

c. Analisis SEM menggunakan ZEIZZ EVO MA 10

d. Analisis FTIR menggunakan Varian 2000 FT-IR

e. Analisis XRD menggunakan Philips Analytical X-Ray, dengan

diffractometer type PW1710 BASED dan tube anode Cu.

f. Analisis DSC menggunakan DSC Q20


26

3.4 Rancangan Percobaan

1. Variabel yang ditentukan berdasarkan penelitian terdahulu:

a. Temperature gelatinisasi yang digunakan adalah sebesar 95oC.

b. Waktu pengadukan 35 menit.

c. Ukuran pati lolos ayakan 63 mikron.

d. Temperatur pengeringan dalam oven 60 oC dan lamanya 8-10 jam.

e. Kecepatan pengaduk skala 5 (375 rpm).

f. Konsentrasi gliserol yaitu 10 % (persen berat) dari total berat kering.

2. Variabel yang divariasikan:

a. Perbandingan massa (m/m) pati sorgum terhadap kitosan yaitu

10:0, 9,5:0,5, 8,5:1,5, 7,5:2,5, 6,5:3,5 dan 5,5:4,5 serta konsentrasi

gliserol yaitu 10% dari total berat kering.

b. Variasi penambahan filler yaitu 0%, 1%, 2%, 3% berat dari 10 gr


total berat kering.

Tabel 3.1 Rancangan Penelitian

No Variasi Penambahan Formulasi Variasi Pati Sorgum terhadap


Filler (% berat) kitosan (gr/gr)
1 0 10:0
9,5:0,5
8,5:1,5
7,5:2,5
6,5:3,5
5,5:4,5
2 1 10:0
9,5:0,5
8,5:1,5
7,5:2,5
6,5:3,5
5,5:4,5
27

Lanjutan Tabel 3.1

No Variasi Penambahan Filler Formulasi Variasi Pati Sorgum terhadap kitosan


(% berat) (gr/gr)
3 2 10:0
9,5:0,5
8,5:1,5
7,5:2,5
6,5:3,5
5,5:4,5
4 3 10:0
9,5:0,5
8,5:1,5
7,5:2,5
6,5:3,5
5,5:4,5

3.5 Prosedur Penelitian

1. Pembuatan pati sorgum

Sorgum dibersihkan dari pengotor kemudian dijemur.

Bahan (sorgum) direndam dalam air agar cukup lunak dan untuk

memisahkan antara sorgum yang baik dengan yang busuk atau

kopong.

Kemudian bahan ditiriskan hingga kering

Kemudian dilakukan penggilingan untuk memisahkan kulit bijinya.

Kemudian hasil gilingan (sorgum) diayak dengan ayakan ukuran

63 mikron atau juga dapat menggunakan alat yang disebut Siever.

Setelah diayak kemudian dikeringkan kembali, penjemuran tepung

sorgum dihentikan ketika berat tepung sorgum konstan.

Tepung sorgum yang lolos dari ayakan dikemas dalam kantong

plastik agar tidak tumbuh jamur.


28

2. Sintesis Mikro Selulosa Filler

Metode sintesis mikro selulosa filler pada penelitian ini menggunakan metode

semi-mekanis. Dimana bahan baku yang berupa batang sorgum akan

mendapatkan pre-treatment dengan kimiawi dan dilanjutkan secara mekanis.

Bahan yang berupa serbuk batang sorgum yang telah lolos ayak 100 mesh

ditimbang sebanyak 10 gr kemudian ditempatkan dalam gelas ukur volume

500 ml. Batang sorgum tersebut kemudian dicampur dengan larutan KOH

konsentrasi 4%. Perbandingan bahan dan larutan KOH yang ditambahkan

adalah 1:10 (berat/volume). Ekstraksi ini dilakukan menggunakan hot plate

pada temperatur 80oC selama 1 jam. Setelah 1 jam proses proses

pemasakan, selanjutnya dilakukan penyaringan bahan hasil ekstraksi

menggunakan kain saring. Bahan yang disaring kemudian dicuci sehingga

menghasilkan air cucian dengan pH 11. Setelah dicuci, bahan kemudian

dipucatkan (bleaching) sebanyak dua kali menggunakan H2O2 6% pada suhu

70oC masing-masing selama 1 jam sambil diaduk. Bahan yang sudah dicuci,

kemudian dicampur lagi dengan larutan KOH konsentrasi 4%. Lakukan hal

ini pada suhu 80oC selama 1 jam. Untuk tahap akhir, bahan yang sudah

cuci dan menghasilkan air cucian dengan pH 7 tersebut, dihomogenisasi

menggunakan blender dengan kecepatan 13.000 rpm selama 20 menit.

Hasil dari blender tersebut kemudian di oven dengan suhu 100 oC sampai

berat konstan.
29

3. Pembuatan plastik dengan metode ban, langkah langkahnya sebagai

berikut:

a. Water bath dihidupkan pada 95oC

b. Pati dan kitosan ditimbang sesuai dengan yang dibutuhkan.

c. Gliserol, asetat dan aquades diukur sesuai volume masing-masing.

Contoh perhitungan volume pada rasio massa sorgum-kitosan

(6.5;3.5), gliserol 10%(m/m):

Massa total = 10 gram

Massa sorgum = 6,5 gram

Massa kitosan = 3,5 gram

V kitosan =

Massa gliserol = 10 % berat x 10 gr

= 1 gram

= 1,26 gram/mL

V gliserol =

Volume air = V total V larutan kitosan V gliserol

= 200 mL 17,5 mL 0,8 mL

= 181.7 mL

d. Buat larutan pati dengan mencampurkan pati yang telah ditimbang

dan aquades dicampurkan pada gelas ukur 500 ml.

e. Kemudian larutkan kitosan dengan asam asetat dan diaduk hingga

tercampur pada piringan kecil.

f. Larutan pati dalam gelas beaker 500 ml diletakkan di atas water bath

pada temperatur 95oC dan diaduk pada kecepatan 375 rpm.


30

g. Larutan kitosan kemudian ditambahkan ke dalam gelas beaker yang

berisi larutan pati.

h. Gliserol dengan konsentrasi 10% berat ditambahkan ke dalam gelas

beaker yang berisi larutan pati dan kitosan

i. Campuran bioplastik diaduk selama 35 menit. Setelah 35 menit

motor pengaduk dimatikan.

j. Gelas ukur yang berisi larutan bioplastik dikeluarkan dari water

bath dan didinginkan sesaat. Kemudian tuangkan larutan bioplastik

masing-masing sebanyak 100 ml ke dalam cetakan (piring kotak

lebar).

k. Oven dinyalakan hingga 60oC kemudian cetakan dimasukkan dalam

oven selama 10 jam.

l. Setelah 10 jam, plastik dilepaskan dari cetakan dan disimpan dalam

zip bag lock

m. Langkah pertama pada kecepatan pengadukan 375 rpm dengan

perbandingan konsentrasi pati-kitosan (10:0, 9,5:0,5, 8,5:1,5,

7,5:2,5, 6,5:3,5, 5,5:4,5) dan juga penambahan filler sebanyak 0%

n. Langkah berikutnya pada kecepatan yang sama dengan

perbandingan konsentrasi pati-kitosan (10:0, 9,5:0,5, 8,5:1,5,

7,5:2,5, 6,5:3,5, 5,5:4,5) dan juga penambahan filler sebanyak 1%,

2% dan 3% berat dari 10gr total berat kering.

o. Plastik siap dianalisis.


31

Berikut adalah skema prosedur penelitian pembuatan bioplastik yang akan

dilakukan:

Larutan Pati Larutan Kitosan Gliserol dengan Mikro filler


(Pati + Aquades) (Kitosan + CH3COOH) konsentrasi 10% (Selulosa batang sorgum)

Dicampurkan bahan pada suhu 95oC selama 35 menit pada kecepatan pengadukan 375 rpm.

Setelah 35 menit, matikan motor pengaduk kemudian didinginkan hingga suhu


ruangan.

Tuangkan campuran bioplastik kedalam cetakan kemudian masukkan


cetakan-cetakan tersebut kedalam oven dengan suhu 60oC selama 8-10 jam.

Dilepaskan bioplastik yang sudah kering dari cetakan dan ditaruh dalam zip
bag lock.

Plastik sudah siap untuk dilakukan analisa.

Gambar 3.1 Skema pembuatan Bioplastik


32

3.6 Analisa Bioplastik

3.6.1. Pengujian Sifat Mekanik

Pada penelitian ini sifat mekanik bahan ditentukan melalui kekuatan tarik

(ultimate tensile strength), persen perpanjangan (elongation at break) dan

modulus young.

1. Kekuatan Tarik

Kekuatan (tegangan) tarik atau kekuatan tarik maksimum (ultimate

tensile strength) adalah beban maksimum (Fm) dibagi luas

penampang lintang awal benda uji (Ao = lebar x tebal sampel awal).

2. Perpanjangan (elongation at break)

Perpanjangan merupakan salah satu cara dalam pengukuran keliatan

(keuletan) suatu bahan yang diperoleh dari uji tarik. Pengukuran ini

didapat setelah putus atau regangan teknik pada saat putus (). Nilai

perpanjangan biasanya dinyatakan dalam persentase.

Dimana Lo [mm] merupakan panjang awal spesimen dan L1 [mm]

adalah panjang spesimen saat diberi gaya tarik maksimum.

3. Elastisitas (Modulus young)

Gradien bagian linier awal kurva tegangan regangan adalah modulus

elastisitas. Modulus elastisitas adalah ukuran kekakuan suatu bahan.


33

Makin besar modulus elastisitas, makin kecil regangan elastis yang

dihasilkan akibat pemberian tegangan.

[MPa] merupakan kuat tarik dan [%] sebagai perpanjangan.

Berikut Gambar kurva elastisitas:

Gambar 3.1 Kurva Elastisitas

3.6.2. Pengujian Sifat Fisik

1. Uji Penyerapan Air

Mula-mula sampel digunting dengan panjang 2 cm dan lebar 2 cm,

kemudian ditimbang berat awal sampel (Wo) dengan menggunakan

neraca digital. Kemudian sampel dimasukkan ke dalam gelas piala

yang berisi aquades sebanyak 5 ml. Setelah 15 menit, sampel

dikeluarkan dari gelas piala dan disingkirkan air yang menempel

pada permukaan sampel dengan tangan. Selanjutnya ditimbang

berat akhir sampel (W) dengan neraca digital dan dihitung persen

air yang diserap oleh sampel dengan persamaan 4:


34

Dimana:

Wo = berat sampel kering (gram)

W = berat sampel setelah didiamkan dalam air (gram)

2. Uji Densitas

Prosedur penentuan densitas plastik biodegradable adalah sebagai

berikut: Timbang sejumlah massa sampel yang akan diuji, misal 0,2

gram agar memudahkan untuk melihat kenaikan volum air

dalam gelas piala. Selanjutnya gelas piala 10 ml diisi dengan

aquades sebanyak 5 ml. Setelah itu sampel dimasukkan ke dalam

gelas piala yang berisi aquades. Volume air yang baru dicatat,

kemudian dihitung volume bioplastik sebenarnya yaitu selisih

volume akhir dengan volume awal. Setelah itu dapat dihitung

densitas sample bioplastik dengan persamaan 5:

3. Scanning Electron Microscopy (SEM)

SEM adalah suatu instrumen penghasil berkas elektron pada

permukaan spesimen target dan mengumpulkan serta menampilkan

sinyal-sinyal yang diberikan oleh material target. Analisis SEM ini

dilakukan untuk mengetahui struktur morfologi dari bioplastik yang


35

dihasilkan. Pada prinsipnya SEM terdiri dari kolom elektron, ruang

sampel dan sistem vakum.

4. Analisis Gugus Fungsi dengan FTIR

Analisis IR atau FTIR dilakukan dengan metode IR atau metode

elusidasi struktur untuk mengetahui gugus fungsi apa saja yang

terdapat pada suatu sampel. Sampel yang berupa film, ditempatkan

ke dalam set holder, kemudian dicari spektrum yang sesuai. Hasilnya

di dapat berupa difraktogram hubungan antara bilangan gelombang

dengan intensitas. Spektrum FTIR di rekam menggunakan

spektrometer pada suhu ruang.

5. Analisis XRD

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui derajat kristalinitas

bioplastik yang dihasilkan. Derajat kristalinitas sangat

mempengaruhi sifat mekanik dan sifat fisik polimer. Sifat-sifat

mekanik yang dipengaruhi oleh derajat kristalinitas misalnya

kekakuan, kekerasan dan keuletan. Sedangkan sifat fisik yang

berhubungan dengan derajat kristalinitas misalnya sifat optik dan

density polimer (Pengetahuan bahan, 2008). Semakin besar

kristalinitas suatu bahan maka semakin kecil penyerapan airnya.

Perhitungan persen kristalinitas dilakukan berdasarkan metode

Gauss, dengan prosedur penggunaan alat sebagai berikut:

a. Sampel dimasukkan ke dalam shutter


36

b. Sinar X ditembakkan ke sampel untuk mendapatkan

difraction spectrum

c. Hasil XRD berupa grafik, angka 2 dan angka d- spacing

yang selanjutnya akan dilakukan prosedur search/match

sesuai dengan ICDD untuk mengetahui komposisi kristal.

6. Differential Scanning Calorimetry (DSC)

DSC merupakan suatu teknik analisa yang digunakan untuk

mengukur energi yang diperlukan untuk membuat perbedaan

temperatur antara sampel dan pembanding mendekati nol, yang

dianalisa pada daerah suhu yang sama, dalam lingkungan panas atau

dingin dengan kecepatan yang teratur.


37

3.7 Jadwal Penelitian

Tabel 3.2 Jadwal Penelitian

Bulan

No Kegiatan
Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags
Persiapan

Proposal
1.
Penelitian

2. Seminar UP

Pengumpulan

Bahan Baku
3.
dan Pre-

treatment

Pelaksanaan
Bahan Baku

4. Penelitian

Pengolahan
5 Data dan

Analisis

Penulisan

6. Laporan

7. Seminar Hasil
38

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Terapan, Jurusan Teknik
Kimia, Universitas Lampung pada bulan Oktober 2016 April 2017. Adapun
telah dilakukan beberapa pengujian guna mengetahui sifat fisik dan mekanik
pada bioplastik antara lain, uji mekanik yang dilakukan di Laboratorium
Terpadu Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB, uji densitas dan penyerapan
bioplastik terhadap air yang dilakukan di Laboratorium Kimia Terapan,
Jurusan Teknik Kimia, Universitas Lampung. Pengujian FTIR dan XRD
dilakukan di FMIPA Universitas Negeri Lampung. Pengujian SEM dilakukan
Laboratorium Terpadu Universitas Lampung. Penelitian ini dimulai dengan
perlakuan awal terhadap batang sorgum guna menyiapkan batang sorgum
menjadi filler dalam pembuatan bioplastik. Perlakuan awal yang dilakukan
pada batang sorgum dengan ukuran 100 mesh adalah delignifikasi, hal ini
bertujuan untuk menghilangkan lignin dan hemiselulosa yang terkandung
didalam batang sorgum. Batang sorgum pada saat sesudah dan sebelum
delignifikasi, dianalisa untuk melihat kandungan selulosa, lignin dan
hemiselulosa didalamnya, analisis ini di lakukan di Laboratorium Teknologi
Hasil Pertanian, Politeknik Negeri Lampung. Untuk hasil analisis kandungan
batang sorgum yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 4.1:

Tabel 4.1 Kandungan Batang Sorgum


Nama Bahan Hemiselulosa Selulosa Lignin
(%) (%) (%)
Batang sorgum tanpa delignifikasi 23.4755 42.0338 12.6190
Batang sorgum dengan 4.4374 86.7570 1.7556
delignifikasi
39

Setelah melakukan perlakuan awal terhadap batang sorgum, selanjutkan dilakukan


pembuatan bioplastik yang kemudian diuji untuk mengetahui sifat fisik dan
mekaniknya. Data hasil pengujian bioplastik dapat dilihat pada Tabel 4.2:

Tabel 4.2. Hasil Pengolahan Data Penelitian

Rasio Air Modulus


Densitas Stress Strain
Run Pati:Kitosan Filler Terserap young
(gr/ml) (Mpa) (%)
(gr/gr) (%berat) (%) (MPa)

1 10;00 108.33 0.420 1.64 21.42 7.64


2 9.5;0.5 100.93 0.535 2.39 20.99 11.40
3 8.5;1.5 93.58 0.545 6.22 20.13 30.91
0
4 7.5;2.5 87.40 0.635 6.62 19.73 33.55
5 6.5;3.5 71.01 0.690 6.88 19.02 36.20
6 5.5;4.5 60.40 0.745 7.08 16.02 44.23
7 10;00 91.23 0.570 2.09 16.37 12.76
8 9.5;0.5 84.66 0.665 3.10 15.67 19.81
9 8.5;1.5 78.81 0.685 7.69 10.62 72.39
1
10 7.5;2.5 60.51 0.785 8.55 10.27 83.18
11 6.5;3.5 57.04 0.710 9.29 8.74 106.38
12 5.5;4.5 40.30 1.005 7.25 10.80 67.15
13 10;00 80.47 0.640 3.45 15.26 22.58
14 9.5;0.5 77.60 0.815 3.66 14.39 25.45
15 8.5;1.5 67.04 0.825 7.87 10.15 77.51
2
16 7.5;2.5 54.55 0.890 8.87 9.75 90.90
17 6.5;3.5 46.80 0.905 9.19 7.86 116.89
18 5.5;4.5 30.88 1.050 8.21 15.18 54.04
40

Lanjutan Tabel 4.2


Rasio Air Modulus
Densitas Stress Strain
Pati:Kitosan Filler Terserap young
Run (gr/ml) (Mpa) (%)
(gr/gr) (%berat) (%) (MPa)
19 10;00 78.01 0.705 3.79 18.46 20.54
20 9.5;0.5 65.36 0.870 3.94 13.97 28.24
21 8.5;1.5 38.30 0.915 11.64 10.98 105.96
3
22 7.5;2.5 32.70 0.920 10.42 10.74 97.03
23 6.5;3.5 27.21 0.925 10.41 10.85 95.98
24 5.5;4.5 23.44 1.075 5.39 11.16 48.32
0.91- 6.89- 225-
100-250
0.925 24.13 600

4.2 Pembahasan
Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh dari formulasi bioplastik
terhadap sifat fisik dan mekanik bioplastik yang dibentuk dan untuk
mengetahui konsentrasi optimum pada filler yang digunakan. Bioplastik ini
dibuat dengan menggunakan kondisi optimum yang diperoleh dari penelitian
sebelumnya. Temperatur gelatinisasi yang digunakan sebesar 95oC, waktu
pengadukan selama 35 menit, ukuran pati dan kitosan lolos ayakan 63 mikron,
temperatur pengeringan dalam oven 60oC dengan lamanya pengeringan 10
jam, konsentrasi gliserol yang digunakan adalah 10% berat dan kitosan sebesar
20%. Penelitian ini memiliki variasi pada formulasi bioplastik yaitu, 10:0,
9,5:0,5, 8,5:1,5, 7,5:2,5, 6,5:3,5 dan 5,5:4,5 serta variasi terhadap konsentrasi
filler yang digunakan yaitu, 0%, 1%, 2%, 3% dari 10gr total berat kering.
Pembuatan bioplastik pada penelitian ini dilakukan dengan dua tahap yaitu,
pembuatan filler dari batang sorgum dan pembuatan bioplastic.

Pembuatan filler dari batang sorgum, dilakukan dengan metode mekanik dan
kimia. Dengan metode mekanik, batang sorgum yang telah dicuci bersih,
digiling sehingga dapat lolos saringan 100 mesh dan dilanjutkan dengan
41

metode kimia yaitu, delignifikasi. Seperti pada Tabel 4.1, telah di paparkan
kandungan yang ada pada batang sorgum yang sudah didelignifikasi dan
batang sorgum yang belum didelignifikasi. Dari Tabel 4.1, terlihat bahwa
kandungan yang tidak diinginkan yaitu, lignin dan hemiselulosa mengalami
penurunan drastis. Kandungan selulosa yang diperlukan untuk menjadi bahan
baku filler, mengalami peningkatan dua kali lipat setelah mengalami
delignifikasi. Dengan begitu, dapat dikatakan bahwa delignifikasi pada
penelitian ini memiliki keberhasilan yang tinggi untuk menghasilkan serat yang
kuat.

Tahap selanjutnya adalah pembuatan bioplastik. Pada tahap ini dibutuhkan


bahan-bahan pembuat bioplastik yaitu, pati biji sorgum, kitosan dan juga
gliserol sebagai plasticizer. Pati sorgum yang digunakan beurukuran 63
mikron, karena bahan dengan ukuran partikel yang besar akan menyebabkan
segregasi, untuk ukuran pati yang digunakan mengacu dengan penelitian
sebelumnya (Putri, 2012).

Pada penelitian ini pati dicampurkan dengan kitosan dan gliserol sehingga
diperoleh bioplastik dengan struktur seperti persamaan 4.1 (Ekaherdiansa,
2009) :

a(C6H10O5)n + b(C6H11NO4) + cC3H8O3 d(C12H16O8)Nn + eH2O (4.1)


pati kitosan gliserol bioplastik air

Dari persamaan 4.1 terlihat bahwa polimerisasi yang terjadi adalah


polimerisasi kondensasi. Pada polimerisasi ini terjadi adanya pelepasan
molekul H2O. Pada bioplastik yang dihasilkan juga banyak mengandung gugus
OH yang berasal dari pati, kitosan dan gliserol serta terdapat juga gugus ester
dan karboksilat yang menyebabkan bioplastik ini mudah terdegradasi di dalam
tanah.

Film bioplastik yang didapatkan dari campuran pati dan kitosan dengan gliserol
sebagai plasticizer pada penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai
42

plastik kemasan pembungkus makanan, peralatan plastik pada rumah sakit dan
kemasan pada produk jika memenuhi/mendekati standar sifat fisik dan
mekanik tertentu dari suatu polipropilena (PP) atau polietilen (LDPE dan
HDPE). Oleh karena itu bioplastik tersebut harus memiliki kemiripan sifat agar
dapat menggantikan plastik sintetik (polipropilena ataupun polietilen). Sifat
fisik dan mekanik dari bioplastik yang dibandingkan dengan plastik
konvensional PP dan PE dapat dilihat pada Tabel 4.3:

Tabel 4.3. Perbandingan sifat fisik dan sifat mekanik dari plastik HDPE dengan
plastik berbahan pati
No Sifat Plastik *Polipropilen *LDPE *HDPE Bioplastik
1 Kuat Tarik ( Mpa) 33.095 6,89-24,13 20,67-51,68 11.64
2 Persen Perpanjangan (%) 600 225-600 10-500 10.98
3 Modulus young (MPa) 1344.5 100-250 400-1200 105.96
4 Densitas (g/ml) 0.90 0.91-0,925 0,941-0,965 0.915
Sumber : Rosato, 2004

Dari Tabel 4.3 terlihat bahwa bioplastik yang dihasilkan lebih menyerupai
plastik konvensional LDPE dibandingkan dengan HDPE ataupun PP. Hal ini
terlihat dari kemiripan nilai kuat tarik dan modulus young bioplastik yang
memenuhi standar kuat tarik dan persen perpanjangan plastik konvensional
LDPE. Namun untuk persen pemanjangan berada dibawah standart LDPE dan
densitas bioplastik memiliki nilai di atas range standar plastik konvensional
LDPE. Bioplastik ini juga memiliki bau yang cukup menyengat yang berasal
dari asam asetat yang digunakan untuk melarutkan kitosan.

Berdasarkan sifat fisik dan mekanik bioplastik yang dihasilkan dan


kemiripannya dengan plastik konvensional LDPE seperti pada Tabel 4.2 dapat
dilihat bahwa hasil terbaik diperoleh pada bioplastik dengan formulasi
pati;kitosan sebesar 8.5;1.5 dengan konsentrasi filler sebesar 3% berat. serta
konsentrasi plasticizer sebesar 10% berat. Bioplastik ini memiliki nilai
penyerapan air yang cukup tinggi sebesar 38.30%, nilai kuat tarik 11.64 MPa,
persen perpanjangan 10.98%, modulus young 105.96 MPa, dan densitas 0.915.
43

Nilai kuat tarik, densitas dan modulus young pada bioplastik ini sudah
memenuhi standar pada plastik konvensional LDPE namun nilai penyerapan
air dan persen perpanjangannya masih di bawah standar plastik konvensional
LDPE.

4.2.1 Pengaruh Formulasi Pati : Kitosan dan Konsentrasi Filler Terhadap


Sifat Mekanik Bioplastik
Uji sifat mekanik yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui besarnya nilai
kuat tarik, persen perpanjangan dan modulus young dari sampel bioplastik
tersebut sehingga dapat diketahui pengaruh dari formulasi pati:kitosan dan
konsentrasi filler terhadap sifat mekanik bioplastik. Hasil uji ini tidak
digunakan untuk meneliti keadaan cacat tetapi untuk memeriksa kualitas
produk yang dihasilkan berdasarkan suatu standar spesifikasi.

a. Kuat tarik
Kuat tarik atau yang disebut dengan stress adalah salah satu uji untuk
mengetahui tegangan maksimum suatu bahan. Kuat tarik pada bioplastik
dipengaruhi oleh konsentrasi penambahan kitosan dan konsentrasi filler
yang digunakan. Pada Gambar 4.1 dapat dilihat pengaruh dari formulasi
pati:kitosan dan konsentrasi filler terhadap kuat tarik yang dimiliki
bioplastik.

Konsentrasi
Konsentrasi
Filler
Filler
(%berat)
(% berat)

Gambar 4.1. Pengaruh formulasi pati:kitosan dan konsentrasi filler


terhadap kuat tarik bioplastik
Dari Gambar 4.1 terlihat bahwa kuat tarik terbaik diperoleh pada
konsentrasi filler 3% dengan formulasi pati 8.5;1.5 yaitu sebesar 11.64 MPa.
44

Kuat tarik bioplastik yang dihasilkan mengalami kenaikan seiring dengan


penambahan kitosan pada bioplastik. Pada umumnya kitosan memang
mempunyai fungsi sebagai bahan penguat yang dicampurkan kedalam
bioplastik. Namun, seiring dengan penambahan kitosan yang semakin
banyak dapat dilihat bahwa kuat tarik mengalami penurunan. Hal itu
membuktikan bahwa, adanya kondisi optimum pada formulasi bioplastik
ini, penambahan kitosan terus menerus tidak serta merta menambah kuat
tarik nya semakin bertambah. Hasil yang didapat telah sesuai dengan
penelitian terdahulu, yaitu dengan kandungan kitosan yang semakin besar
maka, semakin besar juga kuat Tarik pada bioplastik (Darni dkk, 2015).

Kuat tarik pada bioplastik juga dipengaruhi oleh penambahan filler, dapat
diliat pada Gambar 4.1 bahwa terjadi peningkatan yang signifikan terhadap
penambahan konsentrasi filler yang dicampurkan. Kuat tarik tertinggi
berada pada konsentrasi filler 3%. Hal ini terjadi karena filler yang
diberikan telah tercampur dengan baik sehingga filler tersebut dapat mengisi
rongga-rongga pada bioplastik dengan baik sehingga dapat meningkatkan
kuat tarik. Perpaduan kitosan dan filler pada pembuatan bioplastik secara
keseluruhan dapat meningkatkan kuat tarik.

Untuk membuat bioplastik yang dapat menggantikan plastik konvensional


LDPE, maka kuat tarik yang dimiliki bioplastik tersebut harus memenuhi
standar kuat tarik plastik konvensional LDPE yaitu 6.89-24.13 MPa. Dari
Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa run 21 (11.64 Mpa), run 222 (10.42 Mpa)
dan run 23 (10.42 Mpa) memiliki kesamaan kuat tarik untuk plastik
konvensional LDPE, sehingga dapat disimpulkan bahwa kuat tarik
bioplastik ini mampu menyamai plastik konvensional LDPE.

b. Perpanjangan
45

Persen perpanjangan atau strain menunjukkan besarnya keelastisan


bioplastik saat ditarik hingga putus. Pengaruh formulasi pati:kitosan dan
konsentrasi filler terhadap persen perpanjangan dapat dilihat pada Gambar
4.2.
25.00

20.00
Konsentrasi
Perpanjangan (%)

Filler
15.00
(% berat)

10.00 0
1
5.00 2
3
0.00
10;00 9.5;0.5 8.5;1.5 7.5;2.5 6.5;3.5 5.5;4.5
Formulasi Pati;Kitosan (gr/gr)

Gambar 4.2 Pengaruh formulasi pati:kitosan dan konsentrasi filler


terhadap persen perpanjangan bioplastik

Persen Perpanjangan (Elongation at break) menunjukan keuletan suatu


bahan bioplastik. Persen perpanjangan tertinggi terdapat pada konsentrasi
filler 0% dengan formulasi pati:kitosan 10;0 yaitu sebesar 21.42%. Dapat
dilihat pada Gambar 4.2, persen perpanjangan mengalami penurunan seiring
dengan penambahan kitosan. Hal ini disebabkan oleh kitosan yang memiliki
kemampuan untuk menguatkan bioplastik dikarenakan sifatnya yang
hidrofobik, sehingga bioplastik tersebut akan cenderung melepaskan
molekul air pada ikatan molekulnya.

Penambahan filler juga mempengaruhi persen perpanjangan yang ada pada


bioplastik, bisa dilihat bahwa persen perpanjangan pada setiap variasi filler
cenderung mengalami penurunan. Penambahan filler pada penelitian ini,
membuat bioplastik yang dihasilkan memiliki ikatan antar molekul yang
baik karena filler dapat mengisi setiap rongga pada bioplastik. Akibatnya,
semakin kuat nya bioplastik bisa menurunkan nilai persen pemanjangan.
Penurunan persen perpanjangan hampir terjadi disetiap variasi run, namun
46

pada filler dengan konsentrasi 3% persen perpanjangan mengalami


kenaikan walaupun tidak signifikan. Hal ini dapat disebabkan oleh filler
yang tidak tercampur sempurna pada bioplastik tersebut sehingga, filler
tidak dapat mengisi rongga pada ikatan molekul bioplastik dengan baik.

Range perpanjangan plastik konvensional LDPE adalah 225-600%, Range


tersebut memiliki nilai yang cukup tinggi sedangkan semua sampel
bioplastik yang dihasilkan tidak ada yang mampu memenuhi kriteria
tersebut. Jika dilihat dari persen perpanjangan yang dihasilkan, bioplastik
ini lebih menyerupai plastik konvensional HDPE.

c. Modulus young
Modulus young diperoleh dari perbandingan antara kekuatan tarik (tensile
strength) terhadap persen perpanjangan (elongation at break). Modulus
young sering dikatakan sebagai ukuran kekakuan suatu bahan. Pengaruh
formulasi pati:kitosan dan konsentrasi filler terhadap Modulus young
bioplastik dapat dilihat pada Gambar 4.3.
120.00

100.00
Modulus Young (Mpa)

80.00 Konsentrasi
Filler
(% berat)
60.00
0
40.00
1
2
20.00
3
0.00
10;00 9.5;0.5 8.5;1.5 7.5;2.5 6.5;3.5 5.5;4.5
Formulasi Pati;Kitosan (gr/gr)

Gambar 4.3. Pengaruh formulasi pati:kitosan dan konsentrasi filler


terhadap modulus young bioplastik

Dari Gambar 4.3 terlihat bahwa modulus young tertinggi dimiliki bioplastik
dengan konsentrasi filler 2% dengan formulasi pati:kitosan 6.5;3.5 yaitu
47

sebesar 116.89 Mpa. Nilai modulus young yang didapat cenderung


mengalami kenaikan. Besarnya nilai modulus young tersebut disebabkan
karena semakin banyaknya penambahan kitosan dan filler yang
dicampurkan. Seperti penjelasan sebelumnya bahwa kitosan dan filler
menyebabkan bioplastik memiliki ikatan antar molekul yang kuat sehingga
membuat persen perpanjangan menjadi rendah dengan kuat tarik yang besar.
Hal ini menyebabkan modulus young pun semakin besar, karena nilai
modulus young sebanding dengan nilai kuat tarik.

Nilai modulus young yang didapat pada run 17 dengan konsentrasi filler 2%
dengan formulasi pati:kitosan 6.5;3.5 yaitu sebesar 116.89 Mpa. Nilai
tersebut masuk dalam standar modulus young LDPE yaitu 100-250 MPa.

4.2.2 Pengaruh Formulasi Pati:Kitosan dan Konsentrasi Filler terhadap Sifat


Fisik Bioplastik
Sifat fisik merupakan sifat yang dapat dilihat dari hasil dan dapat berubah,
contohnya densitas dan ketahan air. Uji sifat fisik yang dilakukan bertujuan
untuk mengetahui besarnya nilai penyerapan air dan densitas dari sampel
bioplastik yang dihasilkan.

a. Penyerapan air
Uji penyerapan air yaitu uji yang dilakukan untuk mengetahui seberapa
besar daya serap bioplastik tersebut terhadap air. Pada bioplastik diharapkan
air yang terserap pada bahan sangat sedikit atau dengan kata lain daya serap
bahan tersebut terhadap air harus rendah. Gambar 4.4 dapat menunjukkan
pengaruh formulasi pati:kitosan dan konsentrasi filler terhadap penyerapan
air pada bioplastik.
48

120.00
Konsentrasi
100.00
Filler

Penyerapan Air (%)


80.00 (% berat)
60.00 0
40.00 1
2
20.00
3
0.00
10;00 9.5;0.5 8.5;1.5 7.5;2.5 6.5;3.5 5.5;4.5
Formulasi Pati;Kitosan (gr/gr)

Gambar 4.4 Pengaruh formulasi pati:kitosan dan konsentrasi filler


terhadap penyerapan air sampel bioplastik

Dari Gambar 4.4 dapat dilihat bahwa penyerapan air terbaik terdapat pada
konsentrasi filler 3% dengan formulasi pati:kitosan 5.5;4.5 yaitu sebesar
23.44%. Sedangkan penyerapan air terburuk terdapat pada konsentrasi filler
0% dengan formulasi pati:kitosan 10;0 yaitu sebesar 98.81%. Bioplastik
dengan formulasi pati:kitosan 8.5;1.5 dengan filler 3% adalah run terbaik
pada penelitian, namun nilai penyerapan air pada bioplastik ini masih tinggi
yaitu 38.30%.

Bila dibandingkan dengan nilai penyerapan air plastik LDPE, penyerapan


air bioplastik tersebut masih tergolong tinggi, hal ini disebabkan karena pati
sorgum yang bersifat hidrofilik. Penggunaan kitosan pada penelitian ini
bertujuan untuk memodifikasi pati dengan proses grafting untuk mereduksi
sifat hidrofilik dari pati. Hasil yang didapat pada Tabel 4.4 sesuai dengan
penelitian lain yang dilakukan oleh Yusmina (2012), bahwa semakin besar
perbandingan kitosan terhadap pati yang digunakan maka semakin baik juga
penyerapan air sampel bioplastik tersebut terhadap air. Adanya gugus
hidroksida (OH-) pada plastik yang berasal dari gliserol juga mempengaruhi
bioplastik ini bersifat hidrofilik.
49

Berdasarkan Tabel 4.4 dapat disimpulkan bahwa penyerapan air semua run
pada penelitian ini masih tergolong tinggi dan tidak memenuhi standar nilai
penyerapan air plastik LDPE.

b. Densitas
Densitas atau kerapatan dapat didefinisikan sebagai massa per satuan
volume bahan. Densitas atau kerapatan merupakan sifat fisik suatu polimer.
Semakin rapat suatu bahan, maka sifat mekaniknya semakin baik sehingga
film plastik yang dihasilkan mempunyai kekuatan tarik (tensile strength)
yang baik. Densitas bioplastik ini ditentukan dengan menggunakan metode
kenaikan fluida dalam gelas ukur. Pengaruh formulasi pati:kitosan dan
konsentrasi filler terhadap densitas dapat dilihat pada Gambar 4.5.

1.000
0.900
0.800
Konsentrasi
Densitas (gr/ml)

0.700
Filler
0.600
(% berat)
0.500
0.400 0
0.300 1
0.200
2
0.100
0.000 3
10;00 9.5;0.5 8.5;1.5 7.5;2.5 6.5;3.5 5.5;4.5
Formulasi Pati;Kitosan (gr/gr)

Gambar 4.5 Pengaruh formulasi pati:kitosan dan konsentrasi filler


terhadap densitas bioplastik

Range densitas untuk plastik konvensional LDPE adalah 0,91 gr/ml 0,925
gr/ml ( Rosato,2004). Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa run 21
sebagai run terbaik memiliki densitas yang sudah memenuhi kriteria plastic
konvensional LDPE yaitu 0,915 gr/ml,
50

Umumnya, semakin tinggi densitas maka semakin tinggi kerapatannya yang


menyebabkan semakin baik sifat mekanik bioplastik yang dihasilkan.
Namun tidak demikian pada penelitian ini. Hal ini disebabkan karena kurang
akuratnya pengukuran densitas yang dilakukan. Pengukuran densitas pada
penelitian ini dilakukan dengan membagi massa bioplastik dengan kenaikan
volume fluida pada gelas ukur setelah sampel bioplastik dimasukkan pada
gelas tersebut. Gelas ukur 10 ml tersebut memiliki skala 0,2 ml dan sampel
lembaran bioplastik dipotong dengan ukuran 1 x 1 cm, sehingga kenaikan
fluida pada gelas ukur kurang signifikan yang berakibat pada kurang
akuratnya pembacaan data perubahan volume fluida. Perhitungan densitas
dengan menggunakan sampel berbentuk bola atau kubus dengan volume
sampel yang lebih besar sangat dianjurkan dalam penelitian selanjutnya
dalam menghitung densitas sampel. Hal ini dilakukan karena semakin berat
sampel maka akan semakin besar kenaikan fluida saat sampel dimasukkan
ke dalam gelas ukur sehingga data perubahan volume fluida yang dihasilkan
lebih signifikan.

c. Analisis SEM (Scanning Electron Microscopy)


SEM merupakan alat yang dapat digunakan untuk mempelajari atau
mengamati rincian maupun struktur mikro permukaan suatu objek yang
tidak dapat dilihat dengan mata atau dengan mikroskop optik. Analisis ini
dilakukan untuk mengetahui struktur morfologi dari sampel bioplastik.
Analisis SEM ini dilakukan pada beberapa sampel, yang mengacu dengan
bioplastik yang memiliki hasil terbaik. Hasil analisis SEM ini dapat dilihat
melalui Gambar 4.6, Gambar 4.7, Gambar 4.8 dan Gambar 4.9.
51

Gambar 4.6 SEM bioplastik dengan formulasi pati;kitosan 8.5;1.5 dan


konsentrasi filler 0% dengan perbesaran 500x, 5.000x dan 10.000x

10.00 K X

Gambar 4.7 SEM bioplastik dengan formulasi pati;kitosan 8.5;1.5 dan


konsentrasi filler 1% dengan perbesaran 500x, 5.000x dan 10.000x
52

Gambar 4.8 SEM bioplastik dengan formulasi pati;kitosan 8.5;1.5 dan


konsentrasi filler 2% dengan perbesaran 500x, 5.000x dan 10.000x
53

Gambar 4.9 SEM bioplastik dengan formulasi pati;kitosan 8.5;1.5 dan


konsentrasi filler 3% dengan perbesaran 500x, 5.000x dan 10.000x

Dapat dilihat pada Gambar 4.6 dengan perbesaran 500x, permukaan


bioplastik tampak bahwa menyatu dengan baik, namun terlihat beberapa
gumpalan. Hal ini disebabkan oleh pelarutan kitosan yang tidak sempurna.
Untuk melihat permukaan bioplastik lebih cermat lagi, maka dilakukan
perbesaran yang lebih besar. Dapat dilihat pada Gambar 4.6 dengan
perbesaran 5.000x dan 10.000x, permukaan yang terlihat baik tadi terdiri
dari banyak lapisan yang tidak menyatu satu dengan lain sehingga,
terbentuknya rongga yang cukup besar dan menyebabkan penyerapan air
yang tinggi. Hal ini terjadi, karena bioplastik pada Gambar 4.6 tidak
menggunakan filler. Filler sendiri berfungsi untuk mengisi rongga pada
permukaan bioplastik, dengan tujuan meningkatkan kerapatan antar partikel
penyusun bioplastik. Faktor lain yang dapat menyebabkan hal ini adalah
terjadinya kesalahan saat pencetakan. Proses pencetakan yang berlapis
dapat membuat plastic tidak menyatu dengan baik. Larutan bioplastik yang
pertama dituang dalam cetakan akan cepat mengering, sehingga ketika
larutan bioplastik kembali dituang pada cetakan yang sama, dapat
menyebabkan permukaan yang berlapis.

Pada Gambar 4.7 dengan perbesaran 500x dapat dilihat bahwa bioplastik
memiliki permukaan kerapatan yang baik. Terlihat bahwa, partikel
penyusun bioplastik menyatu dengan baik namun, pada bioplastik ini
terdapat beberapa rongga berupa garis lurus. Konsentrasi filler yang
digunakan sebagai bahan pengisi belum mampu mengisi semua rongga yang
ada permukaan bioplastik pada Gambar 4.7 ini. Hal ini semakin diperjelas
dengan hasil analisa dengan perbesaran 5.000x dan 10.000x. Dapat dilihat
pada perbesaran ini, permukaan bioplastik memiliki beberapa rongga kecil
dan juga gumpalan. Gumpalan yang ada pada permukaan bioplastik berasal
dari kitosan yang sulit dilarutkan. Jika dibandingkan dengan Gambar 4.6,
permukaan bioplastik pada Gambar 4.7 jauh lebih baik. Hal ini dikarenakan
54

rongga yang ada pada permukaan bioplastik pada Gambar 4.7, jauh lebih
kecil dan lebih sedikit jika dibandingkan dengan bioplastik pada Gambar
4.6. Penggunaan filler pada bioplastik di Gambar 4.7, sudah berhasil
memperbaiki kondisi permukaan bioplastik.

Dari Gambar 4.8 dapat dilihat bahwa bioplastik yang dihasilkan sudah lebih
rapat jika dibandingkan dengan Gambar 4.7 dan Gambar 4.6. Hal ini
disebabkan oleh partikel penyusun bioplastik yang menyatu dengan cukup
baik. Penemuan gumpalan dan beberapa rongga kecil masih terjadi. Namun,
bila dilihat dari jumlah gumpalan dan seberapa besar rongga yang ada, hal
ini jauh lebih baik dari bioplastik pada Gambar sebelumnya. Penambahan
filler, sangat mempengaruhi kerapatan dari permukaan bioplastik. Hal ini
sesuai dengan penelitian Siti Sumartini pada tahun 2015, bahwa semakin
meningkatnya penambahan filler maka semakin rapat permukaan
bioplastik.

Gambar 4.9 merupakan gambaran permukaan pada bioplastik yang


memiliki sifat mekanik terbaik pada penelitian ini. Hal tersebut dapat dilihat
dari kuat Tarik yang dihasilkan yaitu 11.64 Mpa dan modulus young sebesar
105.96%. Densitas yang dimiliki bioplastik ini sudah sesuai dengan standar
plastic kovensional LDPE yaitu, 0.915 gr/ml. Jika dilihat pada Gambar 4.9,
permukaan bioplastik yang dihasilkan sangat rapat. Pada perbesaran 500x
dan 5.000x tidak ditemukan adanya rongga kosong. Namun, pada
permukaan bioplastik dapat ditemui banyak sekali gumpalan. Gumpalan
tersebut berasal dari kitosan yang tidak dapat larut dengan sempurna dan
filler yang tidak mengisi rongga kosong pada permukaan. Hal ini dapat
dibuktikan pada perbesaran 10.000x. pada perbesaran ini dapat terlihat
rongga kecil yang ada di permukaan bioplastik. Faktor lain yang
menyebabkan ini terjadi adalah pencampuran yang tidak homogen.

d. Analisis Fourier Transform Infra Red Spectroscopy (FTIR)


55

Analisis FTIR dilakukan untuk mengetahui gugus fungsi apa saja yang
terdapat pada polimer tersebut. FTIR merupakan teknik spektroskopi yang
paling banyak digunakan untuk mempelajari mekanisme interaksi yang
terlibat dalam campuran. Prinsip dasar FTIR adalah radiasi inframerah pada
suatu molekul senyawa, sehingga pada tingkat energi tertentu ikatan
molekul akan bervibrasi. Pada keadaan ini molekul akan berada pada
keadaan vibrasi tereksitasi. Panjang gelombang adsorpsi suatu ikatan
tertentu bergantung pada jenis getaran dari ikatan tersebut, sehingga tipe
ikatan yang berlainan menyerap radiasi inframerah pada panjang gelombang
yang berlainan. Banyaknya frekuensi yang diserap, diukur sebagai persen
transmittance (%T). Bila suatu senyawa menyerap radiasi pada suatu
panjang gelombang tertentu, intensitas radiasi yang diteruskan oleh
senyawa tersebut akan berkurang. Hal ini mengakibatkan suatu penurunan
dalam %T (persen transmittance) dan tampak di dalam spektrum sebagai
suatu dip (lembah) yang disebut puncak absorbsi atau pita absorbsi (peak
atau band). Hal penting yang harus diketahui dalam identifikasi dengan
FTIR adalah area sidik jari (fingerprint region). Karena dalam area sidik jari
ini setiap senyawa yang berbeda menghasilkan pola lembah yang berbeda-
beda.

Gambar 4.10. Hasil Analisis FTIR Pada Batang Sorgum


56

Gambar 4.11. Hasil Analisis FTIR Bioplastik dengan Formulasi Pati Sorgum-
Kitosan 10;0 Pada Konsentrasi Filler 0%, 1%, 2% dan 3%

Gambar 4.12 Hasil Analisis FTIR Bioplastik dengan Formulasi Pati Sorgum
Kitosan 8.5;1.5 Pada Konsentrasi Filler 0% dan 3%
57

Gambar 4.13 Hasil Analisis FTIR Bioplastik dengan Formulasi Pati Sorgum-
Kitosan7.5;2.5 Pada Konsentrasi Filler 0%, 1%, 2% dan 3%

Gambar 4.14 Hasil Analisis FTIR Bioplastik dengan Formulasi Pati Sorgum-
Kitosan 9.5;0.5, 6.5;3.5 dan 5.5;4.5 Pada Konsentrasi Filler 0%
58

Berdasarkan hasil uji FTIR yang dapat dilihat pada Gambar 4.10 dapat kita
tentukan gugus fungsi yang terdapat pada batang sorgum seperti pada Tabel
4.5.

Tabel 4.5. Hasil Analisis Gugus Fungsi Batang Sorgum dengan FTIR
Batang Sorgum
Panjang Gelombang (cm -1) Identifikasi Pustaka
3331.17 Hidroksil 3100-3700
2893.03 Metil 2870-2960
2037.11 (Fenol) O-H 2000-2400
1640.3 Alkena (C=C) 1620-1680
1424.13 Aromatik (C=C) 1300-1475
1326.34 Aromatik (C=C) 1300-1475
1030.37 Ester (C-O) 1000-1300
664.75 C-Br 500-750

Berdasarkan hasil uji FTIR yang dapat dilihat pada Gambar 4.11 dapat kita
tentukan gugus fungsi yang terdapat pada bioplastik seperti pada Tabel 4.6
dan Tabel 4.7.

Tabel 4.6. Hasil Analisis Gugus Fungsi dengan FTIR Bioplastik dengan
Formulasi Pati Sorgum-Kitosan 10;0 Pada Konsentrasi Filler 0% dan 1%.

RUN 1 RUN 7
Bioplastik dengan komposisi pati;kitosan 10;0 dan filler 0% Bioplastik dengan komposisi pati;kitosan 10;0 dan filler 1%
Panjang Gelombang (cm -1) Identifikasi Pustaka Panjang Gelombang (cm -1) Identifikasi Pustaka
3291.44 Hidroksil 3100-3700 3293.2 Hidroksil 3100-3700
2926.09 Metil 2870-2960 2925.23 Metil 2870-2960
2161.09 CC 2100-2260 2031.74 (Fenol) O-H 2000-2400
2042.28 (Fenol) O-H 2000-2400 1644.96 Alkena (C=C) 1620-1680
1645.19 Alkena (C=C) 1620-1680 1363.48 Aromatik (C=C) 1300-1475
1365.43 Aromatik (C=C) 1300-1475 1014.33 Ester (C-O) 1000-1300
1014.85 Ester (C-O) 1000-1300 855.87 C-H Vinyl Alkenes 670-990
855.99 C-H Vinyl Alkenes 670-990 761.42 C-Cl 750-850
761.35 C-Cl 750-850 689.92 C-Br 500-750
697.82 C-Br 500-750
59

Tabel 4.6. Hasil Analisis Gugus Fungsi dengan FTIR Bioplastik dengan
Formulasi Pati Sorgum-Kitosan 10;0 Pada Konsentrasi Filler 2% dan 3%.
RUN 13 RUN 19
Bioplastik dengan komposisi pati;kitosan 10;0 dan filler 2% Bioplastik dengan komposisi pati;kitosan10;0 dan filler 3%
Panjang Gelombang (cm -1) Identifikasi Pustaka Panjang Gelombang (cm -1) Identifikasi Pustaka
3292.12 Hidroksil 3100-3700 3295.77 Hidroksil 3100-3700
2924 Metil 2870-2960 2924.16 Metil 2870-2960
2088.32 (Fenol) O-H 2000-2400 2194.36 CC 2100-2260
1647.27 Alkena (C=C) 1620-1680 1647.98 Alkena (C=C) 1620-1680
1364.96 Aromatik (C=C) 1300-1475 1359.67 Aromatik (C=C) 1300-1475
1014.62 Ester (C-O) 1000-1300 1013.33 Ester (C-O) 1000-1300
855.98 C-H Vinyl Alkenes 670-990 855.74 C-H Vinyl Alkenes 670-990
761.13 C-Cl 750-850 761.17 C-Cl 750-850
697.7 C-Br 500-750 700.02 C-Br 500-750

Berdasarkan hasil uji FTIR yang dapat dilihat pada Gambar 4.12 dapat kita
tentukan gugus fungsi yang terdapat pada bioplastik seperti pada Tabel 4.8

Tabel 4.8 Hasil Analisis Gugus Fungsi dengan FTIR Bioplastik dengan
Formulasi Pati Sorgum-Kitosan 8.5;1.5 Pada Konsentrasi Filler 0% dan 3%.

RUN 3 RUN 21
Bioplastik dengan komposisi pati;kitosan 8.5;1.5 dan filler 0% Bioplastik dengan komposisi pati;kitosan 8.5;1.5 dan filler 3%
Panjang Gelombang (cm -1) Identifikasi Pustaka Panjang Gelombang (cm -1) Identifikasi Pustaka
3278.54 Hidroksil 3100-3700 3285.26 Hidroksil 3100-3700
2924.94 Metil 2870-2960 2923.35 Metil 2870-2960
2161.44 CC 2100-2260 2210.57 CC 2100-2260
1639.28 Alkena (C=C) 1620-1680 1910.98 (Fenol) O-H 2000-2400
1551.42 NO2 1500-1600 1644.74 Alkena (C=C) 1620-1680
1406.68 Aromatik (C=C) 1300-1475 1550.85 NO2 1500-1600
1016.93 Ester (C-O) 1000-1300 1404.3 Aromatik (C=C) 1300-1475
855.66 C-H Vinyl Alkenes 670-990 1012.74 Ester (C-O) 1000-1300
760.72 C-Cl 750-850 855.15 C-H Vinyl Alkenes 670-990
698.36 C-Br 500-750 760.94 C-Cl 750-850
699.76 C-Br 500-750

Berdasarkan hasil uji FTIR yang dapat dilihat pada Gambar 4.13 dapat kita
tentukan gugus fungsi yang terdapat pada bioplastik seperti pada Tabel 4.9
dan Tabel 4.10.
60

Tabel 4.9 Hasil Analisis Gugus Fungsi dengan FTIR Bioplastik dengan
Formulasi Pati Sorgum-Kitosan 7.5;2.5 Pada Konsentrasi Filler 0% dan 1%.
RUN 4 RUN 10
Bioplastik dengan komposisi pati;kitosan 7.5;2.5 dan filler 0% Bioplastik dengan komposisi pati;kitosan 7.5;2.5 dan filler 1%
Panjang Gelombang (cm -1) Identifikasi Pustaka Panjang Gelombang (cm -1) Identifikasi Pustaka
3275.74 Hidroksil 3100-3700 3271.86 Hidroksil 3100-3700
2924.48 Metil 2870-2960 2923.84 Metil 2870-2960
2172.53 CC 2100-2260 2164.32 CC 2100-2260
2026.68 (Fenol) O-H 2000-2400 1634.32 Alkena (C=C) 1620-1680
1637.97 Alkena (C=C) 1620-1680 1550.4 NO2 1500-1600
1549.18 NO2 1500-1600 1405.59 Aromatik (C=C) 1300-1475
1405.91 Aromatik (C=C) 1300-1475 1018.16 Ester (C-O) 1000-1300
1019.35 Ester (C-O) 1000-1300 855.84 C-H Vinyl Alkenes 670-990
856.19 C-H Vinyl Alkenes 670-990 761.01 C-Cl 750-850
760.84 C-Cl 750-850 652.79 C-Br 500-750
637.24 C-Br 500-750

Tabel 4.10 Hasil Analisis Gugus Fungsi dengan FTIR Bioplastik dengan
Formulasi Pati Sorgum-Kitosan 7.5;2.5 Pada Konsentrasi Filler 2% dan 3%.
RUN 16 RUN 22
Bioplastik dengan komposisi pati;kitosan 7.5;2.5 dan filler 2% Bioplastik dengan komposisi pati;kitosan 7.5;2.5 dan filler 3%
Panjang Gelombang (cm -1) Identifikasi Pustaka Panjang Gelombang (cm -1) Identifikasi Pustaka
3274.6 Hidroksil 3100-3700 32.85.46 Hidroksil 3100-3700
2923.43 Metil 2870-2960 2924.53 Metil 2870-2960
2159.14 CC 2100-2260 2161.22 CC 2100-2260
1638.39 Alkena (C=C) 1620-1680 1643.2 Alkena (C=C) 1620-1680
1548.55 NO2 1500-1600 1552.16 NO2 1500-1600
1405.23 Aromatik (C=C) 1300-1475 1405.96 Aromatik (C=C) 1300-1475
1016.55 Ester (C-O) 1000-1300 1014.28 Ester (C-O) 1000-1300
856.34 C-H Vinyl Alkenes 670-990 855.67 C-H Vinyl Alkenes 670-990
760.93 C-Cl 750-850 760.75 C-Cl 750-850
700.64 C-Br 500-750

Berdasarkan hasil uji FTIR yang dapat dilihat pada Gambar 4.14 dapat kita
tentukan gugus fungsi yang terdapat pada bioplastik seperti pada Tabel 4.11
dan Tabel 4.12.

Tabel 4.11 Hasil Analisis Gugus Fungsi dengan FTIR Bioplastik dengan
Formulasi Pati Sorgum-Kitosan 9.5;0.5 dan 6.5;3.5 Pada Konsentrasi Filler
0%.
RUN 2 RUN 5
Bioplastik dengan komposisi pati;kitosan 9.5;0.5 dan filler 0% Bioplastik dengan komposisi pati;kitosan 6.5;3.5 dan filler 0%
Panjang Gelombang (cm -1) Identifikasi Pustaka Panjang Gelombang (cm -1) Identifikasi Pustaka
3286.3 Hidroksil 3100-3700 3269.48 Hidroksil 3100-3700
2925.81 Metil 2870-2960 2925.17 Metil 2870-2960
2162.01 CC 2100-2260 2166.06 CC 2100-2260
1643.34 Alkena (C=C) 1620-1680 1636.41 Alkena (C=C) 1620-1680
1551.78 NO2 1500-1600 1548.35 NO2 1500-1600
1407.61 Aromatik (C=C) 1300-1475 1405.67 Aromatik (C=C) 1300-1475
1016.52 Ester (C-O) 1000-1300 1021.08 Ester (C-O) 1000-1300
855.46 C-H Vinyl Alkenes 670-990 855.87 C-H Vinyl Alkenes 670-990
761.22 C-Cl 750-850 648.3 C-Br 500-750
699.69 C-Br 500-750 270.78 C-I 200-500
61

Tabel 4.12 Hasil Analisis Gugus Fungsi dengan FTIR Bioplastik dengan
Formulasi Pati Sorgum-Kitosan 5.5;4.5 Pada Konsentrasi Filler 0%.
RUN 6
Bioplastik dengan komposisi pati;kitosan 5.5;4.5 dan filler 0%
Panjang Gelombang (cm -1) Identifikasi Pustaka
3275.49 Hidroksil 3100-3700
2923.22 Metil 2870-2960
2168.56 CC 2100-2260
1636.29 Alkena (C=C) 1620-1680
1549.54 NO2 1500-1600
1405.62 Aromatik (C=C) 1300-1475
1017.6 Ester (C-O) 1000-1300
856.07 C-H Vinyl Alkenes 670-990
760.59 C-Cl 750-850

Dapat dilihat dari Tabel 4.6 sampai Tabel 4.12 bahwa gugus fungsi yang
terdapat pada hasil analisis sampel bioplastik merupakan gabungan dari
gugus fungsi spesifik yang terdapat pada komponen penyusunnya (pati,
kitosan dan filler). Dan dari sini juga terlihat bahwa tidak ditemukannya
gugus fungsi yang baru dan inilah yang menyebabkan bahan bioplastik
tersebut masih memiliki sifat hidrofilik seperti sifat bahan penyusunnya
sehingga mampu menyerap banyak air.

Dapat dilihat dari Gambar 4.11 sampai Gambar 4.14, semua analisis FTIR
pada bioplastik menunjukkan puncak serapan yang khas terletak diantara
bilangan gelombang 3100 cm-1 - 3700 cm-1. Lembah yang cukup besar itu
menunjukkan adanya gugus (OH) yang merupakan ikatan hidrogen. Ikatan
hidrogen adalah gaya tarik antar molekul yang terjadi antar dua muatan
listrik parsial dengan polaritas yang berlawanan (Fessenden, 1999). Ikatan
hidrogen terjadi ketika sebuah molekul memiliki atom N, O, dan F yang
mempunyai pasangan elektron bebas. Hidrogen dari molekul lain akan
berinteraksi dengan pasangan elektron bebas ini membentuk suatu ikatan
hidrogen dengan besar ikatan bervariasi mulai dari yang lemah (1-2 kJ mol-
1
) hingga tinggi (>155 kJ mol-1). Kekuatan ikatan hidrogen ini dipengaruhi
oleh perbedaan elektronegativitas antara atom-atom dalam molekul
62

tersebut. Semakin besar perbedaannya, akan semakin besar pula ikatan


hidrogen yang terbentuk. Besarnya persen transmittance gugus (OH) pada
hasil analisis FTIR menunjukkan daya serap bahan terhadap air (Santika,
2012).

Anda mungkin juga menyukai