Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Syurmita
Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi
Universitas Al Azhar Indonesia
Abstract
This study using a statistical model to predicted financial distress condition of local
governments in Indonesia. Whereas financial distress in the private sector has been
equated with failure to meet financial commitments, but in this research financial
distress is interpreted as an inability to provide public service at pre-existing levels.
Several indicators are used to predict financial distress i.e composition of revenues,
financial commitments, population, and splitting phenomenon after the autonomy era.
100 sampel local governments (Kabupaten/Kota) were randomly and proportionally
selected from The Audit Board of The Republic of Indonesia (BPK-RI) and The Ministry
of Domestic Affairs data. The research findings showed that financial distress ware
statistically significant associated with the degree of financial independency (sig. 0,027),
the degree of decentralization (sig. 0,024), size of population (sig. 0,004), and local
governments age (sig. 0,005).
PENDAHULUAN
Setelah lebih dari satu dasawarsa pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia, keberhasilan
program ini mulai banyak dipertanyakan. Otonomi daerah yang tadinya diharapkan mampu
memperbaiki masalah ketimpangan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan, justru
menimbulkan masalah baru akibat penyalahgunaan wewenang yang telah diberikan pemerintah
pusat kepada daerah. Adanya temuan lembaga independen yang ikut mengawasi pelaksanaan
Terima kasih kepada LP2M Universitas Al Azhar Indonesia yang telah mendukung pendanaan riset ini, dan presentasi di
Konferensi Regional Akuntansi 2014 di FEB Universitas Airlangga (20-21 Mei)
TINJAUAN PUSTAKA
Kajian Teori
Otonomi Daerah
Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia sudah diselenggarakan lebih dari
satu dasawarsa. Otonomi daerah untuk pertama kalinya mulai diberlakukan di Indonesia melalui
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang hingga saat ini telah
mengalami beberapa kali perubahan. Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia tersebut telah
mengakibatkan perubahan dalam sistem pemerintahan di Indonesia yang kemudian juga
membawa pengaruh terhadap kehidupan masyarakat di berbagai bidang.
Secara konseptual, pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dilandasi oleh tiga tujuan
utama yang meliputi tujuan politik, tujuan administratif dan tujuan ekonomi. Hal yang ingin
diwujudkan melalui tujuan politik dalam pelaksanaan otonomi daerah diantaranya adalah upaya
untuk mewujudkan demokratisasi politik melalui partai politik dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah. Perwujudan tujuan administratif yang ingin dicapai melalui pelaksanaan otonomi daerah
adalah adanya pembagian urusan pemerintahan antara pusat dan daerah, termasuk sumber
Pengembangan Hipotesis
Pengaruh Kemandirian Keuangan terhadap Prediksi Financial Distress
Teori ketergantungan sumber daya menjelaskan mengenai hubungan antar organisasi.
Sebuah organisasi dipandang memiliki sifat seperti makhluk hidup (organisme) yang
survavilitasnya akan tergantung pada lingkungan. Organisasi mengambil sumber daya dari
lingkungannya, seperti bahan baku dan tenaga kerja. Organisasi yang mampu menguasai sumber
daya vital atau bisa mengurangi ketidakpastian dalam hubungannya dengan organisasi lain akan
memiliki kekuatan (power) yang paling besar (Peffer dan Salancik, 1978 dalam Gudono, 2009).
Pada pemerintah daerah, kekuatan (power) sumber daya keuangan dapat tercermin dari
besarnya pendapatan yang dihasilkan oleh pemerintah daerah tersebut. Menurut Undang-
Undang, Pemerintah daerah memiliki tiga komponen sumber pendapatan, yaitu Pendapatan Asli
Daerah (PAD), Pendapatan Transfer, dan Pendapatan Lain-Lain. Pemerintah daerah yang
Komposisi Pendapatan
Kemampuan Pemerintah Daerah
memobilisasi pendapatan
(R.Kemandirian dan Derajat Desentralisasi)
Indikator
keuangan
Komitmen Keuangan
Kemampuan melunasi utang
mengandalkan potensi yang
dimiliki (R.Solvabilias)
FINANCIAL DISTRESS
Kompleksitas
Populasi penduduk yang
mencerminkan jumlah
pembayaran trasfer
Indikator
non-keuangan Ketidakmampuan pemerintah daerah
menyediakan fasilitas pelayanan publik,
Umur indikasi habisnya anggaran untuk
Fenomena Pemekaran belanja pengawai (pengeluaran rutin)
(Pembentukan) Daerah
Otonomi Baru
METODE PENELITIAN
Objek Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia.
Pemerintah Provinsi dikecualikan dari populasi dengan pertimbangan adanya ketidaksetaraan
wewenang dan sifat hubungan antara pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota. Pemilihan
sampel dilakukan secara acak dan proporsional terhadap pemerintah daerah kabupaten/kota dari
33 provinsi di Indonesia.
Derajat Desentralisasi
Derajat desentralisasi menunjukkan kontribusi pendapatan asli daerah dalam
menyelenggarakan kebijakan desentralisasi.
Solvabilitas
Kemampuan pemerintah daerah dalam memenuhi seluruh kewajiban finansialnya, baik
kewajiban jangka pendek maupun jangka panjang tercermin dari rasio solvabilitas
pemerintah daerah.
Sebuah organisasi dinilai memiliki solvabilitas baik jika rasio solvabilitas 1 (lebih besar
atau sama dengan satu), dan dinilai kurang baik jika rasio solvabilitas <1 (lebih kecil dari
satu).
Populasi Penduduk
Populsi penduduk suatu wilayah mencerminkan banyaknya sumber daya yang dimiliki
oleh wilayah (pemerintah daerah) tersebut.
Financial distress merupakan variabel dummy, dimana pemerintah daerah yang memiliki
proporsi Belanja Pegawai tehadap total belanja >50% dianggap mengalami financial
distress dan diberi skor 0, sedangkan pemerintah daerah yang memiliki proporsi Belanja
Pegawai terhadap total belanja kurang dari <50% dianggap tidak mengalami financial
distress dan diberi skor 1.
Metode Pengujian Hipotesis
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi logistik biner (binary logistic
regression) dengan bantuan perangkat lunak SPSS versi 18. Regresi logistik biner digunakan
apabila variabel dependennya berupa variabel dikotomi atau variabel biner. Dalam penelitian ini,
financial distress merupakan variabel dikotomi yang memiliki dua tingkatan berbeda, yaitu
pemerintah derah yang mengalami financial distress dan pemerintah daerah yang tidak
mengalami financial distress. Selain untuk melihat pengaruh sejumlah variabel independen
Kemandirian Keuangan
Kemandirian keuangan mencerminkan sejauh mana pendapatan asli daerah mampu memenuhi
kebutuhan daerah. Kemandirian keuangan daerah diukur dengan membandingan pendapatan asli
daerah (PAD) terhadap total belanja. Hasil statistik deskriptif menunjukkan terdapat 100 data
pemerintah daerah (N), dengan rasio kemandirian keuangan terendah (minimum) adalah 0,007
(0,7%) untuk Kabupaten Mesuji, dan rasio kemandirian keuangan tertinggi (maximum) adalah
0,278 (27,8%) untuk Kota Denpasar. Rata-rata (mean) rasio kemandirian daerah dari 100
pemerintah daerah adalah 0,0616 (6,1%) dengan deviasi standar 0,040.
Derajat Desentralisasi
Derajat desentralisasi menunjukkan kontribusi pendapatan asli daerah dalam menyelenggarakan
kebijakan desentralisasi. Derajat desentralisasi diukur dengan membandingkan pendapatan asli
daerah (PAD) terhadap total pendapatan. Hasil statistik deskriptif menunjukkan terdapat 100
pemerintah daerah (N), dengan rasio derajat desentralisasi terendah (minimum) adalah 0,006
(0,06%) untuk Kabupaten Mesuji, dan resio derajat desentralisasi tertinggi (maksimum) 0,288
(28,8%) untuk Kota Denpasar. Rata-rata (mean) rasio derajat desentralisasi dari 100 pemerintah
daerah adalah 0,060 (6%) dengan deviasi standar 0,041.
Solvabilitas
Solvabilitas menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam memenuhi seluruh kewajiban
finansialnya, baik kewajiban jangka pendek maupun jangka panjang. Rasio solvabilitas diukur
dengan membandingkan total aset terhadap total utang. Sebuah organisasi dinilai memiliki
solvabilitas baik jika rasio solvabilitas 1 (lebih besar atau sama dengan satu), dan dinilai
Populasi Penduduk
Populasi penduduk suatu wilayah mencerminkan banyaknya sumber daya yang dimiliki oleh
wilayah (pemerintah daerah) tersebut. Berdasarkan hasil statistik deskriptif 100 pemerintah
daerah (N), diketahui bahwa pemerintah daerah yang memiliki jumlah penduduk terendah
(minimum) adalah Kabupaten Tana Tidung yaitu sebanyak 18.915 jiwa dan pemerintah daerah
yang memiliki penduduk tertinggi (maximum) adalah Kabupaten Tanggerang yaitu sebanyak
2.838.592 jiwa. Rata-rata (mean) jumlah penduduk dari 100 pemerintah daerah adalah 512.627
jiwa dengan deviasi standar sebesar 480.532.
Pemekaran
Pemekaran atau penggabungan wilayah merupakan fenomena yang tidak bisa dihindari sejak
mulai diberlakukannya kebijakan desentralisasi. Data dirjen otonomi daerah menunjukkan sejak
tahun 1999-2013 telah terdapat terdapat 7 Provinsi, 175 Kabupaten dan 34 Kota yang dipecah
atau bergabung menjadi satu wilayah (Daerah Otonomi Baru).
Financial Distress
Financial distress atau kesulitan keuangan pada pemerintah daerah mencerminkan
ketidaktersediaan dana yang dimiliki pemerintah daerah untuk menyediakan pelayaan publik
sesuai standar mutu yang telah ditetapkan. Financial distress diukur dengan membandingkan
pengeluaran untuk belanja pegawai dengan total belanja. Pemerintah daerah yang menghabiskan
dana terlalu besar untuk belanja pegawai dapat dipastikan tidak lagi memiliki kecukupan dana
untuk membangun infrastruktur pelayanan publik, karna uangnya sudah habis untuk membayar
gaji pegawai (belanja rutin).
Tabel 4.4
Overall Model Fit
Keterangan -2 log likelihood
Block Number = 0 120.430
Block Number = 1 86.521
Sumber: Pengolahan Data SPSS
Dari table 4.4 dapat dilihat nilai -2 log likelihood yang terjadi. Pada Block Number 0
nilai -2 log likelihood adalah sebesar 120.430, sedangkan pada Block Number 1 nilai -2 log
likelihood adalah sebesar 86.521. Pada Tabel 4.5 diperoleh nilai Chi-square sebesar 33.909 yaitu
selisih antara 120.430 dengan 33.909 yang menunjukkan model penelitian ini fit dengan data.
Negelkerke R2
Nilai Nagelkerke R square sebesar 0,411 menunjukkan bahwa 41,1 persen variasi dari
variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen, sedangkan sisanya sebanyak 58,9
persen dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dijelaskan dalam penelitian ini. Variasi yang
terjadi pada variabel financial distress dijelaskan oleh variabel kemandirian keuangan, derajat
desentralisasi, solvabilitas, populasi penduduk, dan pemekaran wilayah.
Tabel 4.6
Model Summary
-2 Log Cox & Snell Nagelkerke
Step likelihood R Square R Square
1 86,521a ,288 ,411
Sumber: Pengolahan Data SPSS
Classification Table
Tingkat ketepatan prediksi model dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.8
Classification Tablea
Predicted
Financial_Distress Percentage
Observed Distress Non-Distress Correct
Step 1 Financial_Distress Distress 63 8 88,7
Non-Distress 14 15 51,7
Overall Percentage 78,0
Predicted
Financial_Distress Percentage
Observed Distress Non-Distress Correct
Step 1 Financial_Distress Distress 63 8 88,7
Non-Distress 14 15 51,7
Overall Percentage 78,0
Sumber: Pengolahan Data SPSS
Tabel 2 x 2 Classification Table menunjukkan nilai estimasi financial distress dan non
financial distress. Terdapat 71 pemerintah daerah yang diprediksi mengalami financial distress,
namun observasi menunjukkan hanya 63 pemerintah daerah yang mengalami financial distress,
sedangkan sisanya 8 pemerintah daerah diprediksi secara tidak tepat sebagai non financial
distress. Jadi ketepatan prediksi financial distress adalah 63/71 (88,7%).
Pemerintah daerah yang diprediksi tidak mengalami kesulitan keuangan (non financial
distress) sebanyak 29 pemerintah daerah, namun observasi mununjukkan hanya 15 pemerintah
daerah yang tidak mengalami financial distress, sedangkan sisanya 14 pemerintah daerah
diprediksi secara tidak tepat sebagai financial distress. Jadi ketepatan prediksi non financial
distress adalah 15/29 (51,7%). Secara keseluruhan tingkat ketepatan prediksi adalah 78
pemerintah daerah atau sebesar 78%.
Cut off value yang digunakan adalah sebesar 0,5. Pemerintah daerah dianggap
mengalami financial distress apabila hasil estimasi dari model lebih atau sama dengan 0,5.
Estimasi data yang benar secara keseluruhan adalah 78 data atau sebesar 78%. Besarnya
kesalahan tipe I adalah sebannyak 14 atau 14% dan besarnya kesalahan tipe II adalah sebanya 8
data atau sebesar 8%.
Estimasi Parameter dan Interpretasinya
Hasil pengujian hipotesis dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.10
Variables in the Equation
Koefisien Signifikansi Kesimpulan
Kemandirian -197,978 0,027 Ha1 Terdukung
Desentralisasi 193,655 0,024 Ha2 Terdukung
Solvabilitas 0,014 0,805 Ha3 Tidak Terdukung
Kompleksitas -1,005 0,004 Ha4 Terdukung
Pemekaran 1,721 0,005 Ha5 Terdukung
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian statistik yang dilakukan terhadap 100 sampel pemerintah
daerah kabupaten dan kota di Indonesia pada periode 2010, maka dapat diperoleh kesimpulan
sebagai berikut:
1. Hasil analisis statistik deskriptif diketahui bahwa bahwa dari 100 sampel pemerintah daerah,
hanya 29 pemerintah daerah yang tidak mengalami financial distress, sedangkan sisanya
sebanyak 71 pemerintah daerah diprediksi mengalami financial distress. Hal ini
menunjukkan bahwa 71% pemerintah daerah mengalami financial distress yang artinya
pemerintah daerah tidak memiliki kecukupan dana untuk belanja modal atau belanja yang
terkait dengan infrastruktur, pembangunan daerah dan belanja fasilitas publik lainnya,
dikarenakan uang yang dimilikinya telah habis untuk kebutuhan operasional daerah.
2. Kemandirian keuangan dan populasi penduduk berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
financial distress. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah yang memiliki
kemandirian keuangan tinggi (tidak bergantung pada dana transfer dari pemerintah pusat atau
provinsi), diprediksi tidak mengalami financial distress atau memiliki ketersediaan dana
untuk membiayai pengeluaran diluar kebutuhan rutin. Disamping itu, pemerintah daerah
yang memiliki jumlah penduduk yang besar, diketahui tidak akan mengalami financial
DAFTAR PUSTAKA
Amitabh, Joshi (2006). Disclosure in Corporate Reporting of Public Sector Financial Institutions
(PSFs). www.ssrn.com. Diakses 12 Januari 2010.
Cheng, R.,H. (1992). An Empirical Analysis of Theories on Factors Influencing State
Government Accounting Disclosure. Journal of Accounting and Public Policy, 11, 1-14.
Christiaens, Johan (1999). Financial Accounting Reform in Flemish Municipalities: An
Empirical Investigation. Financial Accountability & Management, 15(1), 0267-4424.
Christiaens, Johan and Vincent V. Pateghem (2007). Governmental Accounting Reform:
Evolution of The Implementation in Flemish Municipalities. Financial Accountability &
Management, 23(4), 0267-4424.
Website:
www.bpk.go.id , diakses 1 Juni 2013
www.bps.go.id, diakses 10 Juni 2013
www.kemendagri.go.id , diakses 1 Juni 2013
setnasfitra.org , diakses 10 Juni 2013
Supported by: