Anda di halaman 1dari 11

J. MANUSIA DAN LINGKUNGAN, Vol. 22, No.

2, Juli 2015: 260-270

STATUS BERKELANJUTAN KOTA TANGERANG SELATAN-BANTEN DENGAN


MENGGUNAKAN KEY PERFORMANCE INDICATORS
(Sustainable Status of South Tangerang City-Banten Using Key Performance Indicators)

Heri Apriyanto1,2*, Eriyatno1, Ernan Rustiadi1 dan Ikhwanuddin Mawardi2


1
Sekolah Pascasarjana, Insitut Pertanian Bogor, Pusat Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan
Lingkungan, Kampus IPB Baranangsiang, Bogor, 16144.
2
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Kawasan Puspiptek Serpong,
Tangerang Selatan, 15413.
*
Penulis korespondensi. No Tel: +6281282985911.; Email: heriap@yahoo.com.

Diterima: 25 Maret 2015 Disetujui: 7 Mei 2015

Abstrak
Pembangunan kota yang tidak terkendali akan mengakibatkan tekanan terhadap lingkungan dan beban masyarakat
meningkat, sebaliknya degradasi lingkungan akan mengakibatkan pembatasan pengembangan ekonomi dan penurunan
kualitas hidup. Guna mencegah terjadinya dampak-dampak negatif, maka diperlukan prinsip-prinsip pembangunan kota
yang berkelanjutan. Evaluasi terhadap pelaksanan pembangunan kota yang berkelanjutan perlu dilakukan untuk
mengetahui apakah pembangunan suatu kota sudah atau belum/tidak berkelanjutan. Penelitian ini bertujuan untuk
menyusun Key Performance Indicators (KPI) guna menilai status pembangunan kota berkelanjutan. Perumusan KPI ini
dilakukan dengan pendekatan Analytic Hierarchy Process (AHP). KPI yang dihasilkan terdiri dari 21 indikator dan 9
elemen dari 3 pilar pembangunan berkelanjutan (ekonomi, sosial, dan lingkungan). Implementasi KPI dilakukan untuk
pengukuran status keberlanjutan Kota Tangerang Selatan. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa kota ini termasuk
dalam tahap awal pembangunan berkelanjutan. Secara umum perkembangan ekonomi dan sosial relatif cukup baik,
namun tidak demikian dengan kondisi lingkungannya.
Kata kunci: key performance indicators, kota berkelanjutan, pembangunan kota, status, Tangerang Selatan

Abstract
Uncontrolled urban development will result in pressure on the environment and the burden of the people. On the
contrary, environmental degradation will lead to restricted economic development and decreased quality of life. In
order to prevent negative impacts, it is necessary to implement the principles of sustainable city development.
Evaluation of the implementation of sustainable city development is needed to determine whether the development of a
city is sustainable or not. This study aimed to develop Key Performance Indicators (KPI) to assess the status of
sustainable city development. The formulation of KPI is done with Analytic Hierarchy Process (AHP). KPI generated
consists of 21 indicators and 9 elements of the 3 pillars of sustainable development (economic, social, and
environmental). Implementation of KPI conducted to measure the sustainable status of South Tangerang City. The
results show that the city is in the early stages of sustainable development. In general, economic and social
development is relatively good, but not so good with the environmental conditions.
Keywords: city development, key performance indicators, sustainable city, status, South Tangerang

PENDAHULUAN sehingga pada akhirnya akan mengarah pada


pembangunan kota yang tidak berkelanjutan (Dou
Pertumbuhan penduduk perkotaan semakin dkk., 2013). Beberapa tahun terakhir ini, isu
pesat seiring dengan perkembangan perekonomian, lingkungan yang terkait dengan perkembangan
pemukiman, pendidikan, dan budaya. Daya tarik ekonomi yang pesat semakin menjadi perhatian
kota yang sangat besar bagi penduduk desa penting oleh pemerintah pusat dan daerah (Guan
mendorong angka laju urbanisasi semakin cepat. dkk., 2011). Terjadi umpan balik di mana degradasi
Peningkatan jumlah penduduk daerah perkotaan lingkungan akan mempengaruhi pengembangan
menimbulkan tekanan cukup besar terhadap ekonomi dan sosial dengan adanya batas nyata
sumberdaya dan lingkungan perkotaan (Setyowati, untuk pertumbuhan dan memburuknya kualitas
2008). Perkembangan dan keberlangsungan sebuah hidup (Diaz, 2011). Permasalahan yang sering
kota selalu dikaitkan dengan peningkatan konsumsi dijumpai di kawasan perkotaan antara lain adanya
terhadap material dan sumber daya alam yang ada. kawasan kumuh, pencemaran, kurangnya sanitasi,
Limbah yang dihasilkan dalam proses ini konflik masyarakat, kemacetan, dan sebagainya.
berdampak buruk terhadap lingkungan alam
Juli 2015 HERI APRIYANTO DKK.: STATUS BERKELANJUTAN KOTA 261

Salah satu upaya untuk mengatasi ataupun yang akan datang untuk menikmati kondisi yang
mencegah timbulnya permasalahan secara lebih lebih baik.
meluas adalah dengan pembangunan kota baru Perencanaan pembangunan berkelanjutan pada
yang lebih terencana. Konsepsi pembangunan kota sistem perkotaan menitikberatkan pada
baru ini telah diterapkan oleh Pemerintah Indonesia keseimbangan aspek ekonomi, sosial, dan
sebagai salah satu alternatif dalam mengatasi lingkungan (Chen dkk., 2006). Hal itu karena kota
permasalahan perkotaan, khususnya di kota besar merupakan suatu ekosistem yang kompleks, di
dan metropolitan. Pembangunan kota baru ini mana dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial,
merupakan salah satu implementasi dari kebijakan ekonomi, lingkungan, dan budaya. Upaya untuk
pemerintah melalui Instruksi Presiden No. 13 mencapai pembangunan perkotaan yang
Tahun 1976 tentang Pengembangan Wilayah berkelanjutan ini merupakan suatu tantangan
Jabotabek (Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi). penting. Perkembangan indikator evaluasi dan
Pembangunan Kota Bumi Serpong metode untuk menilai status pembangunan
Damai/BSD (di Kecamatan Serpong), Bintaro Jaya berkelanjutan perkotaan akan diperlukan untuk
(di Kecamatan Pondok Aren), dan Alam Sutera (di mendukung perencanaan ekologi perkotaan,
Kecamatan Serpong Utara), serta Pamulang-Ciputat konstruksi, dan manajemen (Li dkk., 2009).
merupakan beberapa kota baru sebagai alternatif Pelaksanaan evaluasi memerlukan suatu instrumen
pusat-pusat pertumbuhan untuk bagian sebelah untuk penilaian status berkelanjutan. Instrumen ini
barat Jakarta. Pusat-pusat pertumbuhan tersebut terdiri dari berbagai indikator (ekonomi, sosial, dan
pada akhirnya menjadi pilar utama terbentuknya lingkungan) sebagai tolok ukur untuk penilaiannya.
Kota Baru Tangerang Selatan sebagai Daerah Indikator-indikator tersebut selanjutnya diwujudkan
Otonom Baru (DOB) pada tahun 2008. Setelah sebagai Key Performance Indicators (KPI) untuk
menjadi daerah otonom, maka kota ini bergerak pembangunan kota baru berkelanjutan. KPI ini
cepat menggerakkan roda perekonomiannya. dapat diartikan sebagai ukuran yang akan
Berdasarkan data PDRB tahun 2012-2013, kondisi memberikan informasi sejauh mana tingkat suatu
perekonomian kota ini relatif tinggi, di mana sektor keberhasilan dalam mewujudkan pembangunan
tersier lebih dominan, yaitu pengangkutan dan kota yang berkelanjutan.
komunikasi, perdagangan, hotel dan restoran, jasa- Berdasarkan review terhadap beberapa
jasa dan bank, serta persewaan dan jasa perusahaan, indeks/indikator berkelanjutan yang diterapkan
telah memberikan kontribusinya lebih dari 70% untuk menilai keberlanjutan kota, disimpulkan
dari struktur ekonomi yang ada. Sektor sekunder bahwa perlu untuk menyusun City Sustainability
(industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih, dan Index (CSI) baru. CSI yang baru ini diharapkan
konstruksi) memberikan kontribusi sekitar 27%, mampu digunakan untuk penilaian dan
dan sektor primer (pertanian; pertambangan dan perbandingan kinerja keberlanjutan kota dan
penggalian) hanya memberikan kontribusi kurang pemahaman dampak global kota (kontribusi
dari 1% (Anonim, 2013). ekonomi) terhadap lingkungan dan kehidupan
Pembangunan Kota Tangerang Selatan pada manusia (Mori dan Christodoulou, 2012). Saat ini
saat ini masih cenderung mengedepankan orientasi belum terdapat indeks atau indikator yang
keekonomian saja. Tentunya hal ini nantinya dapat komprehensif dan terintegrasi untuk penilaian
menimbulkan kerentanan bahaya aspek lingkungan status kota berkelanjutan.
(daya dukung yang tidak mampu lagi untuk Penelitian ini bertujuan menyusun KPI untuk
menunjang perkembangan kota) dan sosial (beban menentukan status pembangunan kota baru
masyarakat meningkat). Dampak negatif tersebut berkelanjutan. KPI ini digunakan untuk menilai
harus dicegah atau diminimalisir dengan upaya status pembangunan kota baru berkelanjutan di
pengendalian pembangunan kawasan perkotaan Indonesia yang sesuai dengan kondisi wilayahnya.
dengan menerapkan prinsip pembangunan Implementasi pengukuran status keberlanjutan
berkelanjutan. Untuk itu agar pembangunan kota ini dengan menggunakan instrumen ini dilakukan
dapat secara berkelanjutan, maka diperlukan suatu terhadap Kota Tangerang Selatan, Banten.
kebijakan yang mengharmonisasikan tatanan
ekonomi, tatanan ekologis, dan tatanan sosial. METODE PENELITIAN
Sistim ekonomi hanyalah merupakan salah satu dari
totalitas tatanan yang ada, dengan demikian Kerangka kerja penyusunan KPI dalam
kepentingan ekonomi tidak lagi mendominasi, penelitian ini meliputi pemilihan indikator, tahapan
tetapi justru tergantung secara ekologis dan sosial. pembobotan, dan penentuan status pembangunan
Hal tersebut dimaksudkan untuk menjamin adanya berkelanjutan. Kerangka kerja tersebut disajikan
keberlanjutan dalam pemanfaatan sumberdaya alam pada Gambar 1.
yang tersedia, tanpa mengurangi peluang generasi

262 J. MANUSIA DAN LINGKUNGAN Vol. 22, No.2

Gambar 1. Kerangka kerja penyusunan KPI.


Pemilihan indikator Sustainable Development Indicators SSDIs) yang
Tahapan pertama ini diawali dengan disusun oleh Setiadi, dkk. (2008); Indicators of
pengumpulan dan review indikator atau indeks Urban Sustainable Development disusun oleh Li,
yang sudah ada. Saat ini cukup banyak indikator dkk. (2009); Indeks Kualitas Lingkungan Hidup
pembangunan berkelanjutan yang disusun (IKLH) yang disusun oleh Kementerian
berdasarkan sudut kepentingan masing-masing Lingkungan Hidup (Anonim, 2012); Indicator for
terutama yang terkait dengan kualitas lingkungan Sustainable Development of Small City yang
hidup dan pembangunan perkotaan. Beberapa disusun oleh Visvaldisa dkk. (2013); Indikator
referensi yang digunakan untuk direview dan Pembangunan Berkelanjutan Indonesia 2013 yang
dipilih indikatornya meliputi: City Development disusun oleh Badan Pusat Statistik (Anonim, 2013);
Index (CDI) yang disusun oleh United Nation- dan Indicators for System Sustainable Assessment
Habitat (Anonim, 2001); Indikator Pembangunan in Yangzhou Ecocity Development yang disusun
Berkelanjutan Kota Semarang (Semarangs
Juli 2015 HERI APRIYANTO DKK.: STATUS BERKELANJUTAN KOTA 263

oleh The China Sustainable Development Database Proses kedua adalah penilaian setiap level
(Anonim, 2012). hirarki dinilai melalui perbandingan berpasangan.
Tahapan kedua adalah penentuan kriteria. Menurut Saaty (1983), untuk berbagai persoalan,
Berdasarkan beberapa referensi kemudian skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik dalam
diidentifikasi beberapa prinsip-prinsip penting mengekspresikan pendapat. Skala dengan sembilan
dalam penentuan indikator yang relevan, yaitu: satuan dapat menggambarkan derajat sampai mana
spesifik sehingga dapat secara jelas untuk kita mampu membedakan intensitas tata hubungan
mengidentifikasi hasil; terukur sehingga sifatnya antar elemen. Nilai dan definisi pendapat kualitatif
menjadi kuantitatif; praktis sehingga dapat mudah dari skala perbandingan Saaty dapat dilihat pada
digunakan; dinamis sehingga mampu Tabel 1.
menggambarkan perubahan dari waktu ke waktu; Proses ketiga adalah penentuan prioritas di
tersedia sehingga pengumpulan data yang mana untuk setiap level hirarki dilakukan
diperlukan untuk indikator dapat dilakukan; perbandingan berpasangan untuk menentukan
transparan dalam metodologi dan seleksi dengan prioritas. Langkahnya dengan memberi bobot setiap
didasarkan pada standar ilmiah; dan indikator harus vektor dengan prioritas sifatnya. Proses
mencakup aspek-aspek sosial, ekonomi, dan perbandingan berpasangan dimulai pada elemen
lingkungan suatu kota yang sesuai dengan aspek yang digunakan untuk melakukan pembandingan
pembangunan kota baru berkelanjutan. Indikator pertama. Kemudian turun ke level indikator. Nilai
tersebut harus dapat menunjukkan fakta, nilai perbandingan relatif kemudian diolah untuk
berorientasi jangka panjang, dan independen. menentukan peringkat relatif dari seluruh elemen.
Tahapan ketiga selanjutnya adalah Proses keempat adalah mengukur konsistensi
memodifikasi indikator yang akan dipergunakan. logis. AHP mengukur konsistensi menyeluruh dari
Penyusunan indikator-indikator didasarkan pada berbagai pertimbangan melalui suatu rasio
kriteria-kriteria yang sudah ada, kondisi lapangan konsistensi. Nilai rasio konsistensi (CR) harus
yang ada, dan masukan dari para pakar. Indikator- 0,1. Jika lebih dari nilai yang sudah ditentukan
indikator diambil dan diolah dari referensi-referensi maka pembobotan oleh pakar perlu ditinjau
indikator yang sudah ada. Seperti diketahui bahwa kembali.
jumlah indikator harus dibatasi, di mana yang
terpilih hanya indikator-indikator yang benar-benar Tabel 1. Skala perbandingan.
terkait dengan penilaian kinerja pembangunan kota Nilai Keterangan
yang berkelanjutan yang terdiri dari aspek ekonomi, 1 Faktor vertikal sama penting dengan faktor
sosial, dan lingkungan. horizontal
3 Faktor vertikal lebih penting dari faktor
Pembobotan indikator dengan pendekatan AHP horisontal
5 Faktor vertikal jelas lebih penting faktor
Tahapan pembobotan ini terbagi dalam 4
horisontal
(empat) proses dalam memecahkan persoalan 7 Faktor vertikal sangat jelas lebih penting
dengan analisis logis eksplisit. Proses pertama dari faktor horisontal
adalah melakukan penyusunan hirarki, di mana 9 Faktor vertikal mutlak lebih penting dari
susunan hirarkis AHP terdiri dari tujuan, pilar, faktor horisontal
elemen, dan indikator untuk penilaian 2,4,6,8 Apabila ragu-ragu antara dua nilai elemen
pembangunan kota baru berkelanjutan. Diagram yang berdekatan
pada Gambar 2 mempresentasikan keputusan untuk 1/(2-9) Kebalikan dari keterangan nilai 2-9
pembobotan pilar, elemen dan indikatornya. Sumber: Saaty (1983)

Gambar 2. Struktur hirarki AHP untuk pembobotan elemen dan indikator.

264 J. MANUSIA DAN LINGKUNGAN Vol. 22, No.2

Tahapan penentuan status berkelanjutan suatu kota sudah berkelanjutan disajikan pada
Status perkembangan suatu kota baru dapat Tabel 2. Nilai akhir dari perhitungan ini merupakan
dikatakan berkelanjutan atau belum, maka indeks komposit dari 3 (tiga) pilar pembangunan
diperlukan suatu klasifikasi indikator dan elemen berkelanjutan (ekonomi, sosial, dan lingkungan).
terpilih yang didasarkan pada hasil pembobotan Pendekatan ini bersifat komprehensif dan
dengan nilai dari suatu kondisi indiktor yang ada. terintegrasi karena sudah mengagregatkan nilai
Untuk itu perlu terlebih dahulu dilakukan kondisi semua indikator dan elemen kota dalam
pemberian nilai pada klasifikasi kondisi masing- kaitannya dengan konsep pembangunan
masing indikatornya. Penilaian tersebut adalah: berkelanjutan.
nilai 1 jika indikator yang ada masuk dalam
klasifikasi buruk; nilai 2 jika indikator yang ada HASIL DAN PEMBAHASAN
masuk dalam klasifikasi sedang; dan nilai 3 jika
indikator yang ada masuk dalam klasifikasi baik. Kota Tangerang Selatan berada di bagian
Penyusunan indeks berkelanjutan disusun sebelah timur Provinsi Banten, dan berbatasan
berdasarkan nilai total tertinggi (baik) dan nilai langsung dengan Ibukota Negara RI, yaitu Jakarta.
terendah (jelek) yang mungkin tercapai dari Kota ini berfungsi sebagai daerah penyangga Kota
perkalian antara hasil skoring (data kondisi kota) Jakarta, dan masuk ke dalam konsep megapolitan
dan pembobotan. Nilai tertinggi yang mungkin Jabodetabekpunjur (Jakarta, Bogor, Depok,
tercapai adalah 3, sedangkan nilai terendah adalah Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur). Secara
1. Selanjutnya dengan mempergunakan kelas administratif terdiri dari 7 (tujuh) kecamatan, 49
interval yang dihitung berdasarkan rentang dari (empat puluh sembilan) kelurahan dan 5 (lima) desa
nilai tertinggi dan terendah, maka status apakah dengan luas wilayah 147,19 km2. Secara astronomis
wilayah ini terletak pada 106o38 106o47 BT dan
Tabel 2. Indeks komposit pengembangan kota 06o1330- 06o2230 LS dengan batas wilayah
baru berkelanjutan. secara administrasi yaitu: sebelah utara berbatasan
Indeks berkelanjutan Kriteria dengan Kota Tangerang, sebelah timur dengan
Berkelanjutan Nilai total 2,35 3,00 Provinsi DKI Jakarta, sebelah selatan dengan
Salah satu nilai pilar tidak Kabupaten Bogor dan Kota Depok (Provinsi Jawa
boleh kurang dari 0,75 Barat), dan sebelah barat dibatasi dengan Sungai
Tahap awal Nilai total 1,67 2,34 Cisadane, Kabupaten Tangerang. Peta wilayah
berkelanjutan administrasi Kota Tangerang Selatan disajikan pada
Belum berkelanjutan Nilai total 1,00 1,66 Gambar 3.

Gambar 3 Wilayah administrasi Kota Tangerang Selatan.


Juli 2015 HERI APRIYANTO DKK.: STATUS BERKELANJUTAN KOTA 265

Wilayah kota ini merupakan dataran rendah indikator-indikator ekonomi, sosial, dan
dengan topografi relatif datar, yaitu kemiringan lingkungan. Berdasarkan hasil pemilihan indikator
lereng rata-rata 0-3% hingga kurang dari 8%. dengan mengacu kriteria-kriteria yang ada,
Intensitas curah hujan tahunan di wilayah ini pembahasan dengan para pakar, dan hasil studi
berdasarkan data tahun 1998-2012 dari Stasiun referensi maka dapat ditentukan indikator-indikator
Klimatologi Pondok Betung Tangerang cukup sebagai KPI pembangunan kota baru berkelanjutan.
bervariasi, yakni berkisar antara 1.080 2.910 Tabel 3 menunjukkan indikator-indikator yang
mm/tahun dengan rata-rata 2.240 mm/tahun. terpilih beserta klasifikasinya.
Temperatur rata-rata di wilayah ini adalah 27,6oC. Berdasarkan matrik perbandingan yang dibuat
Penggunaan lahan di wilayah kota ini oleh para pakar melalui dengan metoda AHP
didominasi oleh penggunaan lahan untuk terhadap 9 elemen dan 21 indikator maka dapat
perumahan dan permukiman, yaitu sudah dapat diperoleh bobot dari masing-masing elemen
mendekati 70% dari luas wilayah seluruhnya atau dan indikator tersebut. Secara lengkap hasil
hampir sekitar 100 km2. Dominasi penggunaan pembobotan dapat dilihat pada Tabel 4.
lahan ini karena dipengaruhi adanya beberapa pusat Perbandingan-perbandingan yang dilakukan oleh
pertumbuhan dari fungsi permukiman dan pakar yang selanjutnya diolah dengan
perdagangan, yaitu Kecamatan Ciputat, Pamulang, menggunakan perangkat lunak komputer Expert
dan Pondok Aren dengan perumahan Bintaro dan Choice 2000 menunjukkan konsisten, di mana nilai
Kecamatan Serpong dan Serpong Utara dengan rasio konsistensi (CR) nya seluruhnya di bawah 0,1.
perumahan BSD dan Alam Sutera. Pembangunan Hasil pembobotan para pakar terhadap elemen
perumahan di wilayah kota ini sudah terdapat 128 dan indikator yang digunakan dalam KPI
kawasan perumahan. pembangunan kota baru berkelanjutan maka dapat
Penduduk Kota Tangerang Selatan pada tahun diketahui bahwa elemen untuk pilar ekonomi paling
2012 berjumlah 1.355.926 jiwa dengan rata-rata berpengaruh adalah pendapatan masyarakat dan
tingkat kepadatan penduduknya adalah sebesar daerah, untuk pilar sosial adalah penduduk dan
9.544 jiwa/km2. Laju pertumbuhan penduduknya kemiskinan, dan untuk pilar lingkungan adalah
per tahun selama sepuluh tahun terakhir yakni dari kondisi sumber daya air yang ada. Indikator-
tahun 2000 sampai dengan 2010 sebesar 4,74%. indikator yang mempunyai pengaruh signifikan
Secara umum tingkat pendidikan yang telah adalah PDRB/kapita atau pendapatan masyarakat,
ditamatkan bagi penduduk usia 10 tahun ke atas kemudian tingkat kesenjangan pendapatan (gini
cukup memadai. Penduduk yang sudah ratio), dan keseimbangan air serta kualitas air.
menamatkan SMA, sebanyak 33%, sedangkan Pengukuran status pembangunan keberlanjutan
lulusan perguruan tinggi mencapai 20%. Penduduk untuk Kota Tangerang Selatan dengan
kota ini sebagian besar bekerja di sektor menggunakan KPI dengan menggunakan data kota
perdagangan dan jasa, yakni sebesar 39%, tahun 2012 yang bersumber dari BPS, laporan dinas
kemudian yang bekerja sebagai PNS sebesar 19%. terkait, dan dokumen yang lainnya menunjukkan
Tingkat pengangguran terbuka (TPT) cukup nilai akhir indeks komposit sebesar 1,949 yang
berfluktuasi, di mana pada tahun 2010 hanya berarti kota ini termasuk dalam tahap pembangunan
sekitar 8,22%, namun pada tahun 2011 melonjak kota yang mulai berkelanjutan. Nilai dari masing-
sekitar 3,76% menjadi 11,98%. TPT pada tahun masing pilar secara umum menunjukkan taraf yang
2012 kembali mengalami penurunan yang dratis sama, yang berarti ke tiga pilar tersebut mempunyai
menjadi sekitar 8,07% (Anonim, 2013). tingkat pengaruh yang sama dalam pembangunan
Kondisi perekonomian kota salah satunya kota ini.
dicerminkan dengan PDRB (atas dasar harga Indikator pendapatan masyarakat yang
berlaku) perkapita sekitar Rp9.849.328.000.000. dicerminkan dari nilai PDRB/kapita masih rendah
Laju pertumbuhan ekonominya sebesar 8,5% jika dibandingkan dengan kota-kota baru hasil
(Anonim, 2013). Perkembangan PDRB kota ini pemekaran tahun 1999-2014, yaitu sekitar
cenderung menunjukkan peningkatan dari tahun ke Rp21.000.000,-. Pendapatan asli daerah Kota
tahun, demikian juga dengan PDRB/kapita. Sektor Tangerang Selatan mempunyai kontribusi sekitar
tersier menjadi sektor basis dan unggulan kota ini. 33,9% terhadap pendapatan daerah secara
Perkembangan sektor primer terutama sektor keseluruhan. Nilai ini menunjukkan bahwa kota ini
pertanian semakin melambat, seiring dengan mulai tahapan awal untuk mandiri dalam keuangan
berkurangnya lahan sawah akibat terjadinya alih dan pembangunan daerah di mana ketergantungan
fungsi menjadi lahan terbangun. terhadap pusat mulai berkurang.
Penilaian status keberlanjutan pembangunan Laju investasi yang terjadi di Kota Tangerang
suatu kota baru diperlukan KPI yang terdiri dari Selatan cukup menjanjikan. Untuk itu pemerintah

266 J. MANUSIA DAN LINGKUNGAN Vol. 22, No.2


Juli 2015 HERI APRIYANTO DKK.: STATUS BERKELANJUTAN KOTA 267

268 J. MANUSIA DAN LINGKUNGAN Vol. 22, No.2


Juli 2015 HERI APRIYANTO DKK.: STATUS BERKELANJUTAN KOTA 269

kota sudah menyiapkan sarana dan prasarana untuk daya air tanah ini harus dijaga dan dikendalikan
menciptakan iklim usaha yang baik, antara lain pemanfaatannya. Air permukaan dalam hal ini air
dengan membentuk Badan Pelayanan Perijinan Sungai Cisadane berdasarkan data pemantauan
Terpadu, di mana institusi ini sudah menerapkan rutin dari Kementerian Lingkungan Hidup
sistem daring. Bahkan pemerintah kota ini juga diketahui kualitas airnya sudah tercemar bahkan
sudah membentuk suatu Badan Usaha Milik Daerah tidak dapat digolongkan untuk klasifikasi
(BUMD) untuk mengelola dan mengembangkan peruntukan air baku minum. Namun kenyataannya
investasi, yaitu PT Pembangunan Investasi Sungai Cisadane ini masih digunakan sebagai salah
Tangerang Selatan (PITS). satu sumber air baku untuk PDAM dalam rangka
Elemen penduduk dan kemiskinan di Kota melayani kebutuhan air untuk semua sektor di Kota
Tangerang Selatan dapat digambarkan bahwa pada Tangerang Selatan.
dasarnya tingkat kemiskinan penduduknya dan Hal lain yang menunjukkan bahwa
kesenjangan pendapatan relatif cukup rendah. pembangunan kota ini belum berkelanjutan adalah
Namun yang menjadi masalah ke depan adalah laju permasalahan persampahan, di mana timbulan
pertumbuhan penduduknya yang masih tinggi, sampah yang semakin meningkat yang dihasilkan
yakni di atas 4. Nilai ini jauh di atas rata-rata laju dari berbagai kegiatan penduduk maupun kegiatan
pertumbuhan penduduk secara nasional, yang perekonomian kota masih banyak yang belum dapat
berkisar sedikit di atas 2. Pertambahan penduduk terangkut ke TPS maupun ke TPA. TPA yang ada
ini tidak sekedar pertambahan kelahiran anak, belum optimal untuk pengelolaannya, sehingga
namun juga semakin banyak migrasi masuk ke kota masih mengandalkan pihak wilayah lain dalam
ini. Tingkat kesenjangan pendapatan penduduknya mengelola sampah kota ini.
masih rendah yang dicerminkan dengan nilai
koefisien gini sebesar 0,23. Nilai ini KESIMPULAN
menggambarkan bahwa ketimpangan pendapatan
yang terjadi di kota ini relatif masih dalam taraf KPI yang dihasilkan ini pada dasarnya
rendah di mana pendapatan masyarakat menengah berupaya untuk memenuhi berbagai kriteria-kriteria
ke atas dengan masyarakat menengah ke bawah yang sudah ditentukan untuk dapat digunakan
tidak jauh berbeda. Data BPS Kota Tangerang secara komprehensif untuk menilai status
Selatan (Anonim, 2013) menunjukkan bahwa 40% keberlanjutan pembangunan kota baru
penduduk yang berpenghasilan rendah dapat berkelanjutan. Jumlah indikator tidak perlu terlalu
menikmati 24,76% dari total pendapatan penduduk banyak sehingga perlu dibatasi, di mana yang
Kota Tangerang Selatan, sedangkan sisanya terpilih adalah indikator-indikator yang benar-benar
50,16% dinikmati oleh 40 persen penduduk terkait dengan penilaian kinerja pembangunan kota
berpenghasilan menengah, dan 25,08% dinikmati baru berkelanjutan yang terdiri dari aspek ekonomi,
oleh 20% penduduk penghasilan tinggi. Hal ini sosial, dan lingkungan.
menjadi cerminan sudah adanya pemerataan Hasil implementasi KPI untuk mengukur
pendapatan di kota ini. status keberlanjutan pembangunan Kota Tangerang
Perkembangan ekonomi dan sosial di Kota Selatan menunjukkan bahwa kota ini masih belum
Tangerang relatif cukup baik, namun tidak berlanjutan secara penuh, namun masih dalam
demikian dengan pilar lingkungan. Hal ini tahapan memulai. Kontribusi masing-masing pilar
tergambarkan dari element penggunaan lahan, di (ekonomi, sosial dan lingkungan) yang ada mulai
mana semua indikator yang termasuk ke dalam menunjukkan adanya keseimbangan. Berdasarkan
klasifikasi buruk (nilai 1). Indikator tutupan lahan analisis lebih rinci maka diketahui bahwa pilar
menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah ini lingkungan dalam kondisi rentan. Jika tidak
didominasi oleh lahan terbangun. Lahan-lahan yang dilakukan suatu skenario perlindungan terhadap
mempunyai vegetasi permanen semakin sempit. pilar ini, khususnya pada sumber daya air dan lahan
RTH yang ada masih di bawah batas minimal dari bukan tidak mungkin pembangunan kota ini dapat
aturan luas RTH di suatu kota (minimal 30% dari menjadi tidak berkelanjutan karena adanya faktor
luas wilayah kota). RTH yang ada baru berkisar keterbatasan. Lahan semakin banyak yang
18%. RTH publik sulit untuk dikembangkan karena terbangun, sedangkan luasan lahan bervegetasi jauh
sebagian besar wilayah di kota ini, sekitar 80% dari standar yang ada. Sampah yang dihasilkan
merupakan milik pengembang/swasta. masyarakat dan kegiatan perekonomian semakin
Elemen sumber daya air dari tinjauan meningkat tetapi pengelolaannya belum dilakukan
keseimbangan air cukup memadai. Cadangan air secara optimal.
tanah, baik air tanah dangkal maupun dalam di
wilayah ini cukup besar. Namun demikian sumber

270 J. MANUSIA DAN LINGKUNGAN Vol. 22, No.2

UCAPAN TERIMAKASIH Guan, D., Gao,W., Su, W., Li, H., dan Hokao, K.,
2011. Modeling and Dynamic Assessment of
Kami menyampaikan ucapan terima kasih Urban EconomyResourceEnvironment
kepada Kementerian Riset, Teknologi dan System with a Coupled System Dynamics
Pendidikan Tinggi; Badan Pengkajian dan Geographic Information System Model .
Penerapan Teknologi; dan Institut Pertanian Bogor Ecological Indicators, 11:13331344.
yang telah memberikan kemudahan dan dukungan Li, F., Liu, X., Hu, D., Wang, R., Yang, W., Li, D.,
terhadap pelaksanaan penelitian ini. dan Zhao, D., 2009. Measurement Indicators
and an Evaluation Approach for Assessing
DAFTAR PUSTAKA Urban Sustainable Development: A Case
Study for Chinas Jining City. Landscape and
Anonim, 2001. Global Urban Indicator Database Urban Planning, 90:134-142.
Version 2. UN-HABITAT Publications, Mori, K. dan Christodoulou, A., 2012. Review of
Nairobi. Sustainability Indices And Indicators:
Anonim, 2012. Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Towards a New City Sustainability Index
2011. Kementerian Lingkungan Hidup, (CSI). Environmental Impact Assessment
Jakarta. Review, 32:94106
Anonim, 2012. Indicators for Sustainability: How Setiadi, R., Jawoto, S., Sophianingrum, M., dan
Cities are Monitoring and Evaluating Their Rosalia, D., 2008. Indikator Pembangunan
Success. The China Sustainable Development Berkelanjutan Kota Semarang. Riptek, 1(2):1-
(CSD) Database. CSD, China. 15.
Anonim, 2013. Kota Tangerang Selatan dalam Saaty, T.L., 1983. Decision Making For Leaders:
Angka 2012. Badan Pusat Statistik, Tangerang The Analytical Hierarchy Process for
Selatan. Decision in Complex World. RWS
Anonim, 2013. Indikator Pembangunan Publication, Pittsburgh.
Berkelanjutan 2013. Badan Pusat Statistik, Setyowati, D.L., 2008. Iklim Mikro dan Kebutuhan
Jakarta. Ruang Terbuka Hijau di Kota Semarang.
Chen, M.C., Ho, T.P., dan Jan, C.G., 2006. A Jurnal Manusia dan Lingkungan, 15(3):125-
System Dynamics Model of Sustainable Urban 140.
Development: Assessing Air Purification Todaro, M.P. dan Smith, S.C., 2012. Economic
Policies at Taipei City. Asian Pacific Planning Development. 11th edition. Pearson Education
Review, 4(1):29-52. Inc, Boston.
Diaz, R. A., 2011. Planning for Sustainable Visvaldisa, V., Ainhoab, G., dan Ralfsc, P., 2013.
Development: Strategic Alignment in Selecting Indicators for Sustainable
Peruvian Regions and Cities. Futures, 43: Development of Small Towns: The Case of
908918. Valmiera Municipality. Procedia Computer
Dou, X., Li, S., dan Wang, J., 2013. Ecological Science, 26:21 32.
Strategy of City Sustainable Development.
APCBEE Procedia, 5:429 434.

Anda mungkin juga menyukai