Oleh:
Pembimbing :
dr.
BAB I
1
PENDAHULUAN
2
BAB II
STATUS PENDERITA
I. IDENTITAS
Nama : Tn AS
Umur : 47 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku : Jawa
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Karyawan swasta
Alamat : Wanasari, Sragen
Tgl pemeriksaan : 26 Mei 2017
No. RM : 0138xxxx
II. ANAMNESIS
A. Keluhan utama :
Mata kanan kabur setelah terkena paku
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien dirujuk dari RS Mata, Surakarta ke IGD RSDM dengan
keluhan mata kanan terkena paku sejak 11 jam SMRS. Pasien
mengeluhkan pandangan mata kanan menjadi kabur seketika setelah
terkena paku dan hanya dapat melihat dari jarak 1 meter. Pasien merasa
pandangan mata kanannya seperti diselimuti kabut, melihat silau, dan
terasa nyeri. Mata kanan juga merah, bengkak, dan nyerocos. Pasien
telah diberi obat tetes cendo floxa namun saat ini keluhan belum
membaik.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
1. Riwayat hipertensi : disangkal
3
2. Riwayat kencing manis : disangkal
3. Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal
4. Riwayat trauma mata : disangkal
5. Riwayat kacamata : disangkal
D. Riwayat Penyakit Keluarga
1. Riwayat hipertensi : disangkal
2. Riwayat kencing manis : disangkal
3. Riwayat keluhan serupa : disangkal
D. Kesimpulan Anamnesis
OD OS
B. Vital Sign
TD : 140/80 mmHg RR : 20 x/menit
HR : 86 x/menit T : 36.5 0C
C. Pemeriksaan subyektif
OD OS
A. Visus Sentralis
4
b. koreksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
B. Visus Perifer
D. Pemeriksaan Obyektif
1. Sekitar mata OD OS
2. Supercilia
5
e. enophtalmus Ada Tidak ada
6. Kelopak mata
a. pasangannya
b. gerakannya
c. rima
1.) lebar 10 mm 10 mm
6
d. kulit
9. Tekanan intraocular
10. Konjungtiva
7
b. konjungtiva palpebra inferior
c. konjungtiva fornix
d. konjungtiva bulbi
semilunaris
11. Sclera
12. Kornea
8
a. ukuran 11 mm 11 mm
14. Iris
15. Pupil
a. ukuran 3 mm 3 mm
16. Lensa
e. shadow test -
9
17. Corpus vitreum
B. Visus perifer
10
O. Sklera Dalam batas normal Dalam batas normal
OD OS
V. DIAGNOSIS BANDING
1. OD laserasi kornea
2. OD ruptur kornea
3. OD katarak traumatik
VI. DIAGNOSIS
1. OD laserasi kornea dan katarak traumatik
11
VII. TERAPI
1. LFX ED 1 tetes/ 3 jam (OD)
2. Ciproflocacin tab 2 x 500 mg po
3. Na Diclofenac tab 2 x 50 mg po
VIII. PLANNING
1. (OD) jahit kornea dan ekstraksi katarak
2. Pemeriksaan Lab
IX. PROGNOSIS
OD OS
12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Trauma Mata
Trauma dapat mengakibatkan spektrum yang luas dari jaringan lesi saraf,
dunia optik, dan adneksa, mulai dari yang relatif dangkal dengan visi mengancam.
Pemahaman tentang patofisiologi dan manajemen dari gangguan ini telah maju
pesat selama 30 tahun terakhir, dan itu sangat penting bahwa standarisasi sistem
klasifikasi terminologi dan penilaian akan digunakan oleh kedua dokter mata dan
nonophthalmologists ketika menggambarkan dan memberitahukan temuan klinis.
Sebuah sistem klasifikasi yang seragam memungkinkan dan memfasilitasi
pemberian perawatan pasien yang optimal serta lanjut analisis kemanjuran medis
dan bedah intervensi. Berdasarkan klasifikasi aspek klinis dari Brimingham Eye
Trauma Therminology (BETT), maka trauma pada mata dibedakan atas :
13
Trauma open globe trauma closed globe
Pada open globe injury, zona terbagi menjadi 3 , dimana zona I luka hanya
mengenai kornea. Zona I ini terjadi pada daerah kornea dan limbus. zona II , luka
14
meluas sampai ke 5mm anterior dari sclera. Zona III luka mencakup lebih dari 5
mm dari limbus. Pada kasus yang mencakup trauma perforasi,defek posterior
sering terjadi, biasanya tempat keluar digunakan untuk menentukan zona yang
terlibat.
15
Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-
beda: lapisan epitel (yang bersambung dengan lapisan epitel konjungtiva
bulbaris), membran bowman, stroma, membran descemet, dan lapisan endotel.1
a. Epitel Kornea
Epitel kornea trediri dari sel epitel skuamosa bertingkat dan
berkontribusi terhadap ketebalan kornea sekitar 5% (0,05mm). Lapisan
tear film dan epitel membuat permukaan kornea licin. Tight junction antara
sel epitel superficial mencegah penetrasi dari cairan air mata kedalam
stroma. Proliferasi yang berkelanjutan dari sel epitel basal perilimbus
(stem sel limbus) memberikan pertumbuhan untuk lapisan lainnya yang
akan berdiferensiasi menjadi lapisan superficial. Karena proses maturasi,
sel ini dibungkus oleh mikrovili pada permukaan yang paling jauh (yang
menyebabkan mereka terlihat gelap pada skening mikroskop electron dan
lebih terang pada mikrosop spekular) dan kemudian mengalami
deskuamasi kedalam air mata. Proses diferensiasi ini berlangsung sekitar
7-14 hari, sel epitel basal mensekresikan membrane basalis dengan
ketebalan 50nm yang terdiri dari kolagen tipe IV, laminin dan protein lain.
b. Stroma
Kondisi kornea yang optimal membutuhkan suatu permukaan yang
licin dengan taer film dan epitel yang sehat. Kejernihan kornea bergantung
16
kepada sel epitel yang kuat untuk menghasilkan suatu lapisan dengan
indeks bias yang seragam dan penyebaran cahaya yang minimal. Susunan
regular dari sel stroma dan makromolekul lainnya juga penting untuk
kejernihan kornea. Keratosit bervariasi dalam densitas dan ukuran
disepanjang stroma dan membentuk jaringan spiral 3 dimensi pada kornea.
Hal ini ditemukan sebagai fibroblast yang tipis antara lamella kolagen.
Fibroblast kornea ini secara kontinu mencerna dan menghasilkan molekul
stroma. Di bagian bawah lapisan aselular bowman, stroma kornea disusun
oleh matriks ekstrasel yang terbentuk dari kolagen dan proteoglikan.
Kolagen fibrillar tipe I dan V berhubungan dengan kolagen tipe IV.
Proteoglikan utama pada cornea adalah decorin (berhubungan dengan
dermatan sulfat) dan lumican (berhubungan dengan keratan sulfat).
Konsentrasi dan ratio dari proteoglikan bevariasi dari anterior sampai
posterior. Pada stroma bagian posterior lebih basah dibandingkan
dengan anterior (3,85 mgH2O/mg berat kering vs 3.04). protein larut air
lainnya yang berhubungan dengan lensa kristalin bisa dihasilkan oleh
keratosit atau terkandung dalam sel epitel untuk mengontrol komposisi
optic kornea. Kornea manusia memiliki elastisitas dan regangan yang kecil
yaitu 0,25% pada tekanan intra ocular yang normal.
Pola susunan fibril kolagen yang menempel pada matriks
ekstraselular berpengaruh terhadap kejernihan kornea. Pola ini berperan
dalam penguraian cahaya (difraksi) untuk mengurangi sebaran cahaya
pada gangguan destruktif. Scattering lebih besar pada bagian anterior yang
menghasilkan indeks bias yang lebih besar yang menurun dari 1,401 di
epitel menjadi 1,380 di stroma dan dibagian posterior 1,373. Kornea yang
transparan terjadi karena ukuran komponen kornea yang lebih kecil dari
panjang gelombang cahaya yang terlihat.
Tranparansi kornea juga bergantung pada komponen air dari stroma
kornea yang tetap sekitar 78%. Kondisi hidrasi kornea ini dikontrol oleh
epitel yang utuh, barrier endothel dan fungsi pompa endotel, yang
dihubungkan dengan suatu proses transport ion yang diatur oleh
temperature dependent enzyme seperti Na+, K+, ATP ase.
17
c. Membran Descemet
Membrane descemet merupakan struktur homogen dengan ketebalan
yang meningkat dari 3m saat lahir menjadi 10-12m saat dewasa. Terdiri
atas susunan filament kolagen halus yang membentuk jalinan 3 dimensi
d. Endotel
Endotel kornea merupakan epitel selapis gepeng. Sel-sel ini memiliki
organel untuk sekresi yang khas untuk sel yang terlibat dalam transport
aktif dan sintesis protein, dan memiliki organel yang mungkin
berhubungan dengan sintesis dan ketahanan membrane descemet. Endotel
dan epitel kornea bertanggung jawab mempertahankan kejernihan kornea.
Kedua lapisan tersebut sanggup mentranspor ion Natrium ke permukaan
apikalnya. Ion klorida dan air ikut secara pasif, dan mempertahankan
stroma kornea pada keadaan yang relative terhidrasi. Keadaan ini bersama
susunan serabut kolagen yang teratur dan sangat halus di stroma,
menyebabkan kornea menjadi transparan.
e. Biomekanik kornea
Kornea merupakan materi gabungan yang terdiri dari fibril-fibril
kolagen yang teregang dari limbus ke limbus di lamella yang tersusun
secara parallel dan menempel pada suatu matriks ekstraselular
glycosaminoglycan. Ketika kornea berada dalam kondisi dehidrasi,
ketegangan didistribusikan terutama ke lapisan posterior secara merata
melewati keseluruhan struktur. Ketika kornea sehat atau edema, lamella
anterior akan meregang. 10
18
kuman menyerang kornea sehingga mengakibatkan terjadinya infeksi sekunder.
Erosi kornea sering kali diawali dengan trauma pada mata. Segera sesudah trauma
atau masuknya benda asing, penderita akan merasa sakit sekali, akibat erosi
merusak kornea yang mempunyai serat sensibel yang banyak, mata menjadi
berair, fotofobia dan penglihatan akan terganggu oleh media yang keruh. Dapat
pula disertai dengan blefarospasme, yaitu kelopak mata menjadi kaku dan sulit
dibuka.
Kornea memiliki sifat penyembuhan yang luar biasa. Epitel yang berdekatan
dapat mengembang untuk mengisi daerah yang luka, biasanya dalam waktu 24-48
jam. Lesi yang murni pada epitel sering sembuh dengan cepat dan tanpa jaringan
parut, sementara lesi yang menembus hingga lapisan Bowman lebih cenderung
meninggalkan bekas luka permanen.
Penegakkan diagnosis pada kasus erosi kornea dapat dilakukan melalui
anamnesis, pemeriksaan fisik terutama pada mata, serta pemeriksaan tambahan
seperti tes fluoresein. Kertas tes fluoresein dapat digunakan untuk mengetahui
adanya kerusakan pada kornea.
Laserasi kornea
Laserasi kornea adalah luka pada keseluruhan tebal dinding konea yang
disebabkan oleh benda tajam. Bila sampai terjadi robekan kornea, akan terjadi
pengeluaran isi bola mata dimulai dari lapisan yang paling depan. Keluarnya
bagian bola mata di sebut dengan prolaps. Bila yang keluar iris maka disebut
prolaps iris. Robekan kornea bila sembuh akan menimbulkan sikatrik yang
disebut Lekoma cornea, apabila iris ikut melekat kea rah cornea karena proses
penyembuhan disebut lekoma adheren. Synechia anterior yang terjadi dapat
menyebabkan aliran aquos terganggu, menyebabkan glaucoma sekunder.
Kenaikan TIO yang terjadi selama proses penyembuhan akan di teruskan ke
seluruh penjuru, karena bagian lekoma paling lemah, maka peningkatan TIO
menimbulkan penonjolan disebut stapyloma cornea. 11
D. Manifestasi Klinis
Trauma yang disebabkan benda tajam atau benda asing masuk ke dalam bola
mata, maka akan terlihat tanda-tanda bola mata tembus, seperti tajam penglihatan
19
yang menurun, laserasi kornea, tekanan bola mata rendah, bilik mata dangkal,
bentuk dan letak pupil yang berubah, terlihat ruptur pada kornea atau sklera,
terdapat jaringan yang prolaps seperti cairan mata, iris, lensa, badan kaca, atau
retina, katarak traumatik, dan konjungtiva kemosis.6
Pada perdarahan yang hebat, palpebra menjadi bengkak, berwarna kebiru-
biruan, karena jaringan ikat palpebra halus. Ekimosis yang tampak setelah trauma
menunjukkan bahwa traumanya kuat, sehingga harus dilakukan pemeriksaan dari
bagian-bagian yang lebih dalam dari mata, juga perlu dibuat foto rontgen kepala.
Perdarahan yang timbul 24 jam setelah trauma, menunjukkan adanya fraktur dari
dasar tengkorak. Sebagian besar cedera tembus menyebabkan penurunan
penglihatan yang mencolok, tetapi cedera akibat partikel kecil berkecepatan tinggi
yang dihasilkan oleh tindakan menggerinda atau memalu mungkin hanya
menimbulkan nyeri ringan dan kekaburan penglihatan. Tanda-tanda lainnya
adalah kemosis hemoragik, laserasi konjungtiva, kamera anterior yang dangkal
dengan atau tanpa dilatasi pupil yang eksentrik, hifema, atau perdarahan korpus
vitreus. Tekanan intraokuler mungkin rendah, normal, atau yang jarang sedikit
meninggi. 3,6
20
Penyembuhan stroma kornea avascular. Tidak sepeti jaringan lainnya,
penyembuhan pada stroma kornea terjadi karena fibrosis daripada proliferasi
fibrovaskular. Aspek avaskular kornea ini penting untuk keberhasilan keratoplasti
penetrasi seperti photorefractive keratectomy (PRK), laser in situ keratomileusis
(LASIK), laser epithelial keratomileusis (LASEK), dan prosedur operatif refratif
kornea lainnya.
Adanya luka kornea sentral, mengakibatkan neutrophil dibawa oleh air
mata ke bagian tersebut dan ke pinggir pembengkakan luka. tidak ada Factor
penyembuhan yang berasal dari pembuluh darah. Glikosaminoglikan, yang ada
didalam kornea merupakan sulfate keratin dan sulfat kondroitin, hancur di pinggir
luka. Fibroblast kornea teraktivasi, bahkan bermigrasi ke seluruh luka, di bawah
kolagen dan fibronektin. Arah fibroblast dan kolagen tidak sejajar dengan lamella
stroma. Sel-sel tersebut menuju anterior dan posterior luka yang selalu terlihat
mikroskopis sebagai bentuk irregular di stroma dan klinisnya opak. Jika pinggir
luka terpisah, gap tidak diisi lengkap oleh fibroblast yang berproliferasi, sehingga
menghasilkan suatu kawah yang terisi sebagian,
21
rapuh. Factor pertumbuhan dari epitelium merangsang dan meneruskan
penyembuhan. Sel endotel di atas luka menyebrang ke posterior kornea, beberapa
sel diganti melalui aktivitas mitosis. Endothelium membentang di bawah lapisan
tipis yang baru dari membrane Descemet. Jika batas interna luka tidak ditutupi
oleh membrane Descemet, fibroblast stroma berproliferasi terus-menerus ke ruang
anterior sebagai fibrous ingrowth, atau posterior luka mungkin terbuka permanen.
Kolagen fibrillar pertama diganti oleh kolagen yang lebih kuat pada pada akhir
bulan-bulan penyembuhan. Lapisan Bowman tidak berdegenerasi ketika luka
ataupun hancur. Pada ulkus, permukaan ditutupi oleh epitelium, tetapi sedikitnya
dari stroma yang hilang diganti dengan jaringan fibrosa. Modisikasi proses
penyembuhan ini karena penggunaan antimetabolite topical, seperti 5-fluorouracil
dan mitomycin C, meungkin dibutuhkan dalam situasi klinis tertentu. 10
F. Diagnosis
Diagnosis trauma tajam okuli dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesa, informasi yang
diperoleh dapat berupa mekanisme dan onset terjadinya trauma, bahan/benda
penyebab trauma dan pekerjaan untuk mengetahui penyebabnya. Anamnesis harus
mencakup perkiraan ketajaman penglihatan sebelum dan segera sesudah cedera.
Harus dicatat apakah gangguan penglihatan bersifat progresif lambat atau
berawitan mendadak. Harus dicurigai adanya benda asing intraokuler apabila
terdapat kegiatan memahat, mengasah atau adanya ledakan. Cedera pada anak
dengan riwayat yang tidak sesuai dengan cedera yang di derita, harus dicurigai
adanya penganiayaan pada anak. Riwayat kejadian harus diarah secara khusus
pada detail terjadinya trauma, riwayat pembedahan okuler sebelumnya, riwayat
penyakit sebelumnya dan energi.12
Pemeriksaan fisik dimulai dengan pengukuran dan pencatatan ketajaman
penglihatan. Apabila gangguan penglihatannya parah, maka periksa proyeksi
cahaya, diskriminasi dua titik, dan adanya defek pupil aferan. Periksa motilitas
mata dan sensasi kulit periorbita, dan lakukan palpasi untuk mencari defek ada
bagian tepi tulang orbita.12,13 Pemeriksaan slit lamp juga dapat dilakukan untuk
melihat kedalam cedera di segmen anterior bola mata. Tes fluoresein dapat
22
digunakan untuk mewarnai kornea, sehingga cedera kelihatan dengan jelas.
Pemeriksaan tonometri perlu dilakukan untuk mnegetahui tekanan bola mata.
Pemeriksaan fundus yang di dilatasikan dengan oftalmoskop indirek penting
untuk dilakukan untuk mengetahui adanya benda asing intraokuler. Bila benda
asing yang masuk cukup dalam, dapat dilakukan tes seidel untuk mengetahui
adanya cairan yang keluar dari mata. Tes ini dilakukan dengan cara memberi
anestesi pada mata yang akan di periksa, kemudian diuji pada strip fluorescein
steril. Penguji menggunakan slit lamp dengan filter kobalt biru, sehingga akan
terlihat perubahan warna strip akibat perubahan pH bila ada pengeluaran cairan
mata.
Pemeriksaan ct-scan dan USG B-scan digunakan untuk mengetahui posisi
benda asing. MRI kontraindikasi untuk kecurigaan trauma akibat benda logam.
Electroretinography (ERG) berguna untuk mengetahui ada tidaknya degenarasi
pada retina dan sering digunakan pada pasien yang tidak berkomunikasi dengan
pemeriksa. Bila dalam inspeksi terlihat ruptur bola mata, atau adanya
kecenderungan ruptur bola mata, maka tidak dilakukan pemeriksaan lagi. Mata
dilindungi dengan pelindung tanpa bebat, kemudian dirujuk ke spesialis mata. 12
G. Tatalaksana
Penatalaksanaan laserasi berdasarkan beratnya laserasi dan komplikasi:
23
4. Laserasi tanpa prolaps jaringan
Jika bola mata ditembus dari depan tanpa adanyabukti prolaps intraocular dan
jika lukanya bersih dan kelihatan bebas dari kontaminasi,biasanya dapat
diperbaiki dengan jahitan interrupted menggunakan benang silk ataucatgut.
Bekuan darah dapat dibersihkan dengan mudah dari bilik depan dengan
irigasikemudian bilik di bentuk kembali setelah kornea diperbaiki dengan
injeksi dari larutansalin atau air. Midriatik sebaiknya diberikan dan larutan
antibiotic harus dimasukkan kedalam kantung konjungtiva lalu pinggir mata
diplester. Pasien harus tirah baring untuk beberapa hari dan antibiotik
sistemik diberikan untuk mengurangi infeksi intraocular.
5. Laserasi dengan prolaps
Jika sebagian kecil dari iris prolaps melalui luka, maka harusdipegang
dengan forsep dan dipotong tepat pada batas luka. Jaringan uvea dalam
jumlahyang sedikit juga dapat dibuang dengan cara yang sama.Luka harus
ditutup dengan carayang sama seperti menutup luka pada laserasi tanpa
prolaps. Jika jaringan uveamengalami cedera, maka ophtalmia simpatetik
kemungkinan akan muncul.Jika lukanya luas dan kehilangan isi intraocular
berat sehingga prognosis fungsi mataburuk, maka eviserasi dan enukleasi
diindikasikan sebagai prosedur pembedahan utama.
6. Laserasi kornea dengan kerusakan lensa
Diterapi dengan menjahit laserasi dan memindahkan lensa dengan
phacoemulsification atau dengan vitreus cutter jika vitreus terlibat. Laserasi
sklera anterior yang tidak melewati bagian posterior terhadap insersi otot
ekstraokular mempunyai prognosis yang lebih baik dari pada lesi yang lebih
posterior dan melibatkan retina. Luka pada sklera anterior dapat berhubungan
dengan komplikasi serius seperti prolaps uvea dan inkarserasi vitreus.
Inkarserasi vitreus meskipun dengan manajemen yang tepat, dapat
menimbulkan traksi vitreoretina dan ablasio retina. Setiap usaha harus
dikerjakan untuk reposit jaringan uvea viabel yang terekspos dan memotong
vitreus yang prolaps. 11
24
H. Prognosis
Prognosis berhubungan dengan sejumlah faktor seperti visus awal, tipe
dan luasnya luka, adanya atau tidak adanya ablasio retina, atau benda
asing. Secara umum, semakin posterior penetrasi dan semakin besar laserasi atau
ruptur, prognosis semakin buruk. Trauma yang disebabkan oleh objek besar yang
menyebabkan laserasi kornea tapi menyisakan badan vitreus, sklera dan retina
yang tidak luka mempunyai prognosis penglihatan yang baik dibandingkan
laserasi kecil yang melibatkan bagian posteror. Trauma tembus akibat benda asing
yg bersifat inert pun mempunyai prognosis yang baik. Trauma tembus akibat
benda asing yang sifatnya reaktif magnetik lebih mudah dikeluarkan dan
prognosisnya lebih baik. Pada luka penetrasi, 50-75% mata akan mencapai visus
akhir 5/200 atau lebih baik. 11
25
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Trauma okular merupakan salah satu penyebab utama gangguan
penglihatan. Pada kasus ini trauma menyebabkan ruptur kornea dan katarak
traumatik. Tindakan yang segera dibutuhkan pada kasus untuk mencegah
komplikasi lebih lanjut. Prognosis tergantung pada beberapa faktor seperti
mekanisme cedera, visus preoperatif, waktu antara cedera dan operasi, relative
afferent pupillary defect (RAPD), ukuran dan lokasi luka.
B. Saran
Menghindari memegang mata yang sakit dengan tangan atau bahan yang
tidak bersih.
Pasien disarankan untuk banyak beristirahat untuk memulihkan daya tahan
tubuh sampai kondisi mata kembali normal.
Pencegahan pada trauma mata dilakukan dengan menggunakan alat
perlindungan diri (APD) mata. Untuk di tempat yang banyak benda
26
berterbangan (misal, debu, serpihan besi, gandum), perlu menggunakan
kacamata pelindung
27
DAFTAR PUSTAKA
28
13. Chew, Chris. Trauma. Dalam : James. Lecture Notes : Oftalmologi.
Jakarta: Erlangga. 2006; 176 85.
29