Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar istilah akuntansi dan pajak melalui
media massa seperti buku,koran,televisi,radio maupun melalui orang-orang di sekitar kita.
Biasanya akutansi dan pajak digunakan dalam berbagai bidang mulai dari kegiatan usaha,
pemerintah, maupun pendidikan. Yaitu dengan melakukan pencatatan terhadap semua
kegiatan yang berkaitan dengan keuangan.

Akuntansi perpajakan merupakan suatu seni dalam mencatat, menggolongkan,


mengikhtisarkan serta menafsirkan transaksi-transaksi financial yang dilakukan oleh
perusahaan dan bertujuan untuk menentukan jumlah penghasilan kena pajak ( penghasilan
yang di gunakan sebagai dasar penetapan beban dan pajak penghasilan yang terutang) yang
diperoleh atau diterima dalam satu tahun pajak untuk dipakai sebagai dasar penetapan
beban/pajak penghasilan yang terutang oleh perusahaan sebagai wajib pajak.

Salah satu akun yang sering dicatat dalam akuntansi,ialah piutang dan persediaan.
Ketika perusahaan memperoleh piutang dari customer , maka piutang tersebut dapat ditagih
sehingga memperoleh pendapatan. Dan pendapatan itulah yang akan dikenakan perhitungan
pajak. Begitupun juga dengan persediaan yaitu salah satu aktiva yang paling aktif dalam
operasi kegiatan perusahaan dagang yang juga dikenakan perhitungan pajak. Dari
pembahasan di atas, maka dari itu kami membuat makalah mengenai akuntansi piutang dan
akuntansi persediaan.
BAB II

PEMBAHASAN MATERI

2.1 Akuntansi Piutang

2.1.1 Definisi Piutang

Piutang merupakan bagian dari aset lancar. Aset lancar merupakan aset yang
diharapkan akan direalisasi dalam siklus aset operasi berjalan. Apabila ditinjau dari sumber
terjadinya, piutang digolongkan menjadi dua kategori, sebagai berikut:

1. Piutang Usaha (Account Receivable)


Meliputi piutang yang timbul karena adanya penjualan produk atau penyerahan jasa
dalam rangka kegiatan usaha normal perusahaan. Piutang ini seluruhnya dapat
dimasukan ke dalam aset lancar, dengan syarat jangka waktu penagihan kurang dari
satu tahun atau satu siklus normal. Selain itu piutang usaha ialah hak perusahaan
kepada pihak lain yang akan diterima dalam bentuk kas.
2. Piutang lain-lain (Other Receivable)
Piutang lain-lain timbul dari transaksi di luar kegiatan usaha normal perusahaan.
Piutang ini diharapkan akan direalisasi dalam waktu satu tahun.

2.1.2 Penyajian Dalam Laporan Keuangan


Penyajian piutang usaha dalam laporan keuangan harus secara terpisah dengan
menggunakan identifikasi yang jelas. Piutang dalam laporan keuangan tersebut dinyatakan
sebesar jumlah kotor tagihan diikuti dengan jumlah taksiran piutang yang tidak dapat ditagih
atau piutang yang diragukan.
Bentuk piutang lain-lain seperti piutang yang dijaminkan disyaratkan harus
diungkapkan dalam catatan laporan keuangan. Demikian pula diperlukan penjelasan untuk
penjualan yang diikuti perjanjian untuk dibeli kembali.
Kemungkinan tidak semua jumlah piutang dapat ditagih. Jika jumlah piutang tidak
dapat ditagih relatif kecil, maka perusahaan tidak membentuk cadangan atau penyisihan.
Sebaliknya, apabila piutang jumlahnya cukup besar dan beresiko, sebaiknya perusahaan
membentuk cadangan.
Metode pengahapusan piutang yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Metode penghapusan langsung (Direct Write-off Method)
Pada periode dimana terdapat piutang yang tidak dapat ditagih, maka pada saat itu
dilakukan pencatatan.
2. Metode penyisihan/ pencadangan (Allowance Method)
Dengan metode ini, piutang yang diperkirakan tidak dapat ditagih dicatat melalui ayat
jurnal.

Pada prinsipnya, terdapat dua cara dalam menetapkan penyisihan piutang tak tertagih,
yaitu:

1. Atas dasar saldo piutang


Cara ini dilakukan dengan menetapkan suatu persentase terhadap saldo piutang rata-
rata atau golongan umur piutang pada akhir periode. Apabila dasar yang digunakan
adalah golongan umur piutang pada akhir periode, maka pada akhir periode
perusahaan membuat daftar umur piutang.
2. Atas dasar saldo penjualan
Seperti cara sebelumnya, cara ini juga dilakukan dengan menetapkan persentase
tertentu terhadap penjualan. Dasar yang digunakan dapat menggunakan penjualan
kredit atau total penjualan. Apabila cara ini yang digunakan, maka jumlah penyisihan
sama dengan yang dibebankan sebagai biaya.

2.1.3 Akuntansi Pajak atas Piutang

Dalam pasal 6 ayat 1 huruf h Undang-Undang Pajak Penghasilan telah mengatur


pembebanan sebagai biaya atas piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih atau lebih
dikenal dengan penghapusan piutang dengan syarat :

1. Telah dibebankan sebagai biaya pada laporan laba rugi komersial


2. Wajib pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada
Direktorat Jendral Pajak
3. Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau adanya
perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/ pembebasan utang antara kreditur
dan debitur yang bersangkutan, atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya
telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu.
Masalah yang bersangkutan dengan penghapusan piutang ini sebelumnya telah diatur
Keputusan Mentri Keuangan Nomor 130/KMK.04/1998 tentang penghapusan piutang tak
tertagih yang boleh dikurangkan sebagai biaya. Dimana yang perlu diperhatikan adalah
sebagai berikut :
1. Piutang tak tertagih yang dapat dibebankan sebagai biaya dalam menghitung
penghasilan kena pajak adalah piutang tidak tertagih yang timbul di bidang usaha
bank, lembaga pembiayaan, industri, dagang, dan jasa lainnya.
2. Piutang tidak tertagih yang dapat dihapuskan adalah piutang usaha sesuai dengan
bidang usaha dari wajib pajak yang bersangkutan.
3. Terdapat persyaratan dalam pengelompokan sebagai piutang tak tertagih seperti yang
dimuat dalam pasal 6 ayat1 huruf h Undang-Undang Pajak Penghasilan. Persyaratan
yang diatur dalam keputusan mentri keuangan bersifat kumulatif, namun untuk
pelaksanaan tahun 2001 mengacu pada undang-undang.

Ketentuan pasal 9 ayat 1 huruf c tentang pajak penghasilan menyatakan bahwa tidak
diperkenankan melakukan pembentukan atau pemupukan dana cadangan untuk dibebankan
sebagai biaya. Namun ada pengecualian yang memperkenankan pembentukan atau
pemupukan dana cadangan pembentukan, seperti:

1. Cadangan piutang tidak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang
menyalurkan kredit, sewa dengan hak opsi, perubahan pembiayaan konsumen, dan
perusahaan anak piutang
2. Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh
badan penyelenggaraan jaminan sosial
3. Cadangan penjaminan untuk lembaga penjaminan simpanan
4. Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan
5. Cadangan biaya penanaman kembali untuk kehutanan
6. Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri
untuk usaha pembuangan limbah industri.

2.1.4 Pembentukan Cadangan Piutang Tidak Tertagih Usaha Bank


Sesuai keputusan mentri keuangan No. 235/KMK.01/1998 tanggal 14 April 1998
tentang besarnya dana cadangan yang boleh dikenakan sebagai biaya yang menyatakan
bahwa bank dapat membentuk dana cadangan piutang tidak tertagih. Dimana besar nya yaitu:
1. 5% dari kredit yang digolongkan perhatian khusus
2. 15% dari kredit yang digolongkan kurang lancar
3. 50% dari kredit yang digolongkan diragukan
4. 100% dari kredit yang digolongkan macet

Penggolongan tersebut telah sesuai dengan yang digariskan dalam lampiran keputusan
Direksi Bank IndonesiaNo. 31/147/KEP/DIR tanggal 12 November 1998. Masing-masing
setelah dikurangkan dengan nilai agunan tunai. Agunan tunai dimaksud adalah agunan berupa
giro, deposito, atau tabungan yang diblokir oleh bank. Pembentukan cadangan dan
perhitungannya haru di audit oleh kantor akuntan publik yang menyatakan perhitungan dana
cadangan piutang tidak tertagih tersebut dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku dan
telah diperhitungkan ke laba rugi komersial. Dalam hal cadangan piutang tak tertagih atau
tidak seluruhnya dipakai untuk menutupi kerugian, maka kelebihan cadangan diperhitungkan
sebagai penghasilan, demikian pula sebaliknya.

2.2 Akuntansi Persediaan

Pada umumnya persediaan mencakup barang jadi yang telah diproduksi atau barang
dalam penyelesaian, termasuk bahan serta perlengkapan yang akan digunakan dalam proses
produksi. Dalam perusahaan dagang, persediaan meliputi barang yang dibeli dan disimpan
untuk dijual kembali, sedang dlam perusahaan jasa, persediaan termasuk biaya jasa, seperti
upah dan biaya personalia lainnya yang berhubungan langsung dengan pemberian jasa.
Dengan demikian pengertian persediaan menurut PSAK No. 14 (Revisi 2008) digunakan
untuk menyatakan aset yang :

1. Tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal


2. Dalam proses produksi dan/ atau dalam perjalan
3. Dalam bentuk bahan atau perlengkapan untuk digunakan dalam proses produksi

Persediaan dapat pula dikaitkan dengan hak pemilikan barang sesuai syarat
penyerahan pada saat transaksi yang meliputi :
1. Barang dalam perjalanan (in transit)
Pemilikan barang ini sangat tergantung pada syarat penyerahannya. Kemungkinan
biaya pengangkutan ditanggung pembeli, maka barang tersebut menjadi milik
pembeli, demukian pula sebaliknya.
2. Barang titipan (barang komisi)
Barang komisi yang belum terjual jelas milik pihak yang menitipkan barang. Ditinjau
dari pihak yang menitipkan, barang tersenut sering disebut barang konsinyasi.

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 14 Revisi 2008 bertujuan


mengatur perlakuan akuntansi untuk persediaan. Selanjutnya permasalahan pokok dalam
akuntansi persediaan ini yaitu menentukan jumlah biaya yang diakui sebagai aset dan
perlakuan akuntansi berikutnya atas aset tersebut berkaitan dengan pendapatan yang diakui.

2.2.1 Pengukuran Persediaan

Dalam pengukuran persediaan bahwa persediaan harus diukur berdasarkan biaya atau
nilai realisasi neto, mana yang lebih rendah. Biaya persediaan dimaksud dalam PSAK No. 14
meliputi semua biaya pembelian, biaya konversi, dan biaya lain yang timbul sampai
persediaan berada dalam kondisi dan lokasi saat ini. Untuk lenih menjelaskan pengertian
biaya persediaan perlu dipahami pengertian berikut.

1. Biaya pembelian
Meliputi harga beli, bea impor, pajak lainnya,biaya pengangkutan, biaya penanganan,
dan biaya lainnya secara langsung dapat didistribusikan pada perolehan barang jadi,
bahan, dan jasa. Diskon dagang, rabat, dan hal lain yang serupa dikurangkan dalam
menentukan biaya pembelian.
2. Biaya konversi
Biaya konversi persediaan meliputi biaya yang secara langsung terkait dengan unit
yang diproduksi contoh biaya tenaga kerja langsung termasuk juga alokasi sistematis
overhead produksi tetap dan variabel yang timbul dalam mengonversi bahan menjadi
barang jadi.
3. Biaya-biaya lain
Biaya-biaya lain hanya dibebankan sebagai biaya persediaan sepanjang timbul, agar
persediaan berada dalam kondisi dan lokasi saat ini.
2.2.2 Pengakuan sebagai Beban
Nilai tercatat persediaan harus diakui sebagai beban pada saat persediaan dijual dan
pada periode diakuinya pendapatan atas penjualan tersebut. Demikian bila terjadi penurunan
nilai di bawah biaya menjadi nilai realisasi bersih, seluruh kerugian persediaan tersebut
diakui sebagai beban pada periode terjadinya penurunan atau kerugian tersebut. Demikian
pada SAK ETAP menyatakan bila persediaan dijual, maka jumlah tercatatnya diakui sebagai
beban periode saat pendapatan yang terkait diakui. Untuk beberapa persediaan dapat
dialokasikan ke aset lain. Sebagai contoh persediaan yang digunakan sebagai komponen aset
tetap yang dibangun sendiri. Sedangkan alokasi persediaan ke aset lain diakuinya sebagai
beban selama umur manfaat aset tersebut.

2.2.3 Pencatatan Persediaan


Dalam akuntansi terdapat dua sistem pencatatan persediaan, yaitu:
1. Sistem perpetual
Dalam sistem perpetual ini persediaan biasanya dapat diketahui secara terus menerus
tanpa melakukan inventarisasi fisik (stock opname). Oleh karena itu, setiap jenis
barang dibuat kartu, dan setiap mutasi persediaan dicatat dalam kartu, baik harga
maupun jumlah barang. Sehingga pengendalian persediaan menjadi sangat mudah,
yaitu dengan melakukan pencocokan antara kartu persediaan dan hasil inventarisasi
fisik.
2. Sistem periodik
Dalam sistem periodik, persediaan dihitung dengan melakukan inventarisasi pada
akhir periode. Hasil perhitungan tersebut dipakai untuk menghitung harga pokok
penjualan. Pada sistem periodik, setiap mutasi persediaan tidak dibuatkan pencatatan
dan perhitungan persediaannya, seperti telah disebutkan dan tetap dilakukan
pengendalian persediaan.

2.2.4 Metode Penilaian Persediaan


Penetapan besarnya nilai persediaan akhir atau harga pokok penjualan dapat
menggunakan metode berikut ini.
1. Berdasarkan harga perolehan
a. Metode identifikasi khusus
Metode ini berasumsi bahwa arus barang harus sama dengan arus biaya, sehingga
setiap kelompok barnag diberi identifikasi dan dibuat kartu. Dengan demikian
harga pokok untuk setiap barang dapat diketahui, sehingga harga pokok penjualan
terdiri atas harga pokok barang yang dijual dan sisanya sebagai persediaan akhir.
Metode identifikasi khusus umumnya digunakan untuk perusahaan yang
mempunyai persediaan barang relatif sedikit tetapi harga per unitnya relatif besar.
b. Metode FIFO (First In First Out)
Metode ini mendasarkan pada asumsi bahwa barang yang pertama masuk akan
dikeluarkan pertama.
c. Metode LIFO (Last In First Out)
Cara ini digunakan dengan mendasarkan asumsi bahwa arus pembebanan ke harga
pokok penjualan berdasarkan pada harga pembelian terakhir.
d. Metode Rata-rata (Average)
Dengan metode rata-rata pembebanan ke harga pokok untuk barang yang dijual
atau untuk persediaan akhir menggunakan harga rata-rata. Metode harga rata-rata
terdiri atas:
1) Rata-rata Sederhana (Simple Average)
Harga rata-rata dihitung dengan cara menjumlahkan harga pokok per unit
(tanpa mengalikan jumlah barang) dibagi dengan banyaknya harga.
2) Rata-rata Bergerak (Moving Average)
Seperti perhitungan pada rata-rata tertimbang, pembebanan ke harga pokok
penjualan dilakukan setiap terjadi pembelian. Metode ini dilakukan pada
perpetual.

2. Berdasarkan estimasi
a. Metode laba kotor
Pada metode ini nilai persediaan akhir dihitung mundur dan biasanya digunakan
dalam keadaan khusus.
b. Metode eceran (ritel)
Dalam metode eceran, penetapan nilai persediaan akhir berdasarkan pada harga
yang berlaku di pasar. Harga pokok persediaan diestimasi atas dasar hubungan
antara harga pokok dengan harga jual eceran untuk persediaan yang sama dengan
mengakumulasi semua harga eceran dari persediaan yang dijual.

Metode penilaian lainnya tidak hanya berdasarkan pada harga poko penjualan atau
harga perolehan. Hal ini terjadi apabila ternyata manfaat persediaan tidak sepadan dengan
harga pokoknya, sebagai contoh akibat kerusakan fisik barang atau sebab lainnya. Oleh
karena itu digunakan :

1. Harga terendah antara harga perolehan dan harga pasar (Lower of Cost or Market
whichever is Lower-LOCOM)
Kenyataan yang ada di perusahaan bahwa persediaan barang di gudang secara fisik
mengalami kerusakan sehingga manfaatnya tidak lagi sepadan dengan harga pokok
atau akibat kainnya seperti perubahan tingkat harga. Oleh karena itulah pada
umumnya persediaan dinyatakan sebesar harga terendah antara harga perolehan dan
harga pasarnya. Selisih penurunan tersebut diakui sebagai kerugian pada saat
terjadinya.
2. Nilai jual
Terhadap produk yang harga jual dapat ditentukan secara pasti, tetapi harga
perolehannya sulit ditetapkan, maka nilai persediaan ditetapkan sebesar harga jual
dikurangi taksiran biaya-biaya penjualan yang dapat terjadi. Metode ini digunakan
untuk menetapkan persediaan produk pertanian atau logam mulia.

2.2.5 Akuntansi Pajak pada Persediaan


Dari sisi praktik akuntansi komersial dan akuntansi pajak, tidak ada perbedaan prinsip
dalam pencatatan. Mengacu pada batang tubuh pasal 10 ayat 6 Undang-Undang Pajak
Penghasilan tersebut bahwa persediaan dan pemakaian persediaan untuk menghitung harga
pokok dinilai berdasarkan harga perolehan.
1. dilakukan secara rata-rata
2. dengan cara mendahulukan persediaan yang diperoleh pertama (FIFO)

Masalah pelaporan persediaan, sebagaimana diatur dalam PSAK No. 14 tahun 2008
bahwa persediaan dalam neraca dinyatakan sebesar harga pokok atau harga perolehan atau
dinyatakan berdasarkan :
1. harga terendah antara harga pokok dan harga pasar, atau
2. harga jual

Untuk kepentingan perhitungan pajak penghasilan, pasal 10 ayat 6 undang-undang


pajak penghasilan menyatakan bahwa persediaan harus dinilai berdasarkan harga perolehan.
Oleh karena itu, apabila wajib pajak melakukan penilaian berdasarkan metode selain harga
perolehan, maka diperlukan penyesuaian.

Ketentuan yang menyangkut akuntansi persediaan untuk kepentingan akuntansi


komersial berlaku untuk kepentingan fiskal. Undang-undang pajak penghasilan tidak
diwajibkan menggunakan metode fisik sebagai dasar perhitungannya, tetapi menyarankan
untuk menggunakan metode perpetual.

Sebagian telah dijelaskan bahwa SAK memberlakukan alternatif dasar penilaian


persediaan, yaitu metode harga perolehan dan metode harga terendah antara harga perolehan
dengan harga pasar. Undang-undang pajang penghasilan memberlakukan satu metode, yaitu
nilai perolehan. Dasar ini menimbulkan perbedaan waktu yang memunculkan pajak
tangguhan pada neraca/ laporan posisi keuangan komersial.

Anda mungkin juga menyukai