Anda di halaman 1dari 18

AYAT DAN HADITS TENTANG FILANTROPI

(KEDERMAWANAN)
Diajukan untuk memenuhi mata kuliah
Kajian Ayat dan Hadis Ekonomi
Dosen Pengampu:
Mochamad Chobir Sirad, M.Pd.I

Disusun oleh
Kelompok 11:

1. Wahyu Zhunu Ramadhan (17403163150)


2. Anindya Ayu Paramitha (17403163162)
3. Khairully Normaliza (17403163173)

JURUSAN AKUNTANSI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMIS DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
MARET 2017
AYAT DAN HADITS TENTANG FILANTROPI (KEDERMAWANAN)

A. Surah Al Baqarah ayat 195


a. Ayat QS. Al-Bqarah ayat 195







Artinya :
Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu
menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah,
karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.

b. Kosakata

: Belanjakanlah

: Janganlah kamu menjatuhkan

: Kebinasaan


: Dan berbuat baiklah


: Orang-orang yang berbuat baik

c. Asbabun Nuzul
Imam Bukhari meriwayatkan dari Hudzaifah, dia berkata, Ayat
ini turun pada masalah sedekah.
Abu Dawud , at-Tirmidzi (dan dia mensahihkannya), Ibnu Hibban,
al-Hakim, dan yang lainnya meriwayatkan dari Abu Ayyub al-Anshari,
dia berkata, Ayat ini turun pada kami, orang-orang Anshar, ketika
Allah SWT membuat kami jaya dan para penolongnya berjumlah
banyak. Ketika itu secara diam-diam sebagian dari kami ada yang
berkata kepada sebagian yang lainnya, Sesungguhnya sudah banyak
harta kita yang hilang. Dan kini Allah telah membuat Islam jaya.
Bagaimana kalau kita merawat harta agar kita dapat mengembalikan
jumlah yang telah hilang itu? Maka Allah menurunkan ayat yang
membantah apa yang kami katakan tadi, yaitu firman-Nya.
Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan
janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan,...
Maka, kebinasaan adalah menjaga dan merawat harta dengan
meninggalkan perang melawan musuh Islam.
Ath-Thabrani meriwayatkan dengan sanad yang sahih dari Abu
Jabirah bin Dhahhak, dia berkata, Dulu orang-orang Anshar
menginfakkan harta mereka dengan jumlah yang banyak. Lalu pada
suatu ketika paceklik menimpa mereka, sehingga mereka pun tidak
berinfak lagi, maka Allah SWT. Menurunkan ayat,
Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam
kebinasaan.....
Ath-Thabrani juga meriwayatkan dengan sanad sahih dari an-
Numan bin Basyir, dia berkata, Dulu ada orang yang melakukan
sebuah perbuatan dosa, lalu karena putus asa dia berkata, Allah tidak
akan mengampuniku. Maka Allah menurunkan firman-Nya,
.....Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam
kebinasaan, ....

d. Kandungan Ayat
Ayat ini mengeluarkan perintah jihad dan menyikapi musuh
dengan perbuatan serupa, namun jelas sekali, setiap perang tidak akan
memungkinkan tanpa dukungan uang dan jika Muslimin tidak bersedia
melepaskan harta dan jiwanya di jalan Allah, maka akan mengalami
kekalahan dan binasa.
Di dalam keadaan aman dan damai sekalipun, jika orang-orang
kaya tidak peduli dengan orang-orang tertindas dan lemah, dan tidak
membayat khumus, zakat dan infak, maka sewajarnyalah bila
kesenjangan sosial akan semakin melebar dan akan tercipta berbagai
bentuk ketidakamanan dan ketidakadilan dalam masyarakat.
Oleh karena itu, infak dan ihsan kepada orang lain akan melahirkan
keseimbangan kekayaan, atau bisa disebut dengan pemelihara
kekayaan dan modal. Ali bi Ali Talib AS berkata, Peliharalah harta
kekayaan kalian dengan memberikan zakat.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik,
1. Setiap kali kebatilan telah menguasai, maka kehidupan dan
kemuliaan masyarakat berada dalam ancaman bahaya dan
kebinasaan.
2. Setiap pekerjaan yang membahayakan jiwa manusia, identik
dengan sumber kebinasaan.

e. Kajian Ayat
Dalam ayat ini, Allah SWT memerintahkan para hamba-Nya agar
berinfak (membelanjakan harta) di jalan Allah, yaitu mengeluarkan
harta di jalan-jalan menuju Allah. Yakni setiap jalan kebaikan seperti
bersedekah kepada si miskin, kerabat atau memberikan nafkah kepada
orang yang menjadi tanggungan.

Yang paling agung dan hal pertama yang termasuk kategori itu
adalah infak dalam jihad fi sabilillah. Sesungguhnya, berinfak dalam
hal itu merupakan jihad dengan harta yang juga wajib, sama seperti
jihad dengan badan. Infak tersebut banyak sekali mashlahatnya seperti
membantu dalam memperkuat barisan kaum Muslimin, melemahkan
syirik dan para pelakunya, mendirikan dienullah dan memperkuatnya.

Jadi, jihad fi sabilillah tidak akan terealisasi kecuali dengan


adanya infak sebab infak ibarat roh (nyawa) baginya, yang tidak
mungkin ada tanpanya. Dengan tidak berinfak di jalan Allah, itu
artinya membatalkan jihad, memperkuat musuh dan menjadikan
persekongkolan mereka semakin menjadi. Dengan begitu, firman Allah
SWT, Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam
kebinasaan menjadi seperti alasan atas hal itu. Menjatuhkan diri
sendiri ke dalam kebinasaan (teks arabnya, al-Ilqaa bi al-Yad)
kembali kepada dua hal: Pertama, meninggalkan apa yang seharusnya
diperintahkan kepada seorang hamba, jika meninggalkannya itu
mengandung konsekuensi -atau hampir mendekati- binasanya badan
atau jiwa dan mengerjakan apa yang menjadi sebab kebinasaan jiwa
atau roh. Termasuk juga ke dalam kategori ini beberapa hal pula, di
antaranya: meninggalkan jihad fi sabilillah atau berinfak di jalannya di
mana konsekuensinya adalah menjadikan musuh berkuasa, tipuan diri
untuk berperang, bepergian yang mengandung resiko, ke tempat yang
banyak binatang buas atau ularnya, memanjat pohon, bangunan yang
berbahaya dan semisalnya. Ini dan semisalnya termasuk kategori orang
yang menjatuhkan diri sendiri ke dalam kebinasaan. Di antara hal lain
yang termasuk menjatuhkan diri sendiri ke dalam kebinasaan adalah
melakukan maksiat terhadap Allah SWT dan berputus asa untuk
bertaubat.

Kedua, meninggalkan kewajiban-kewajiban yang diperintahkan


Allah dimana meninggalkannya merupakan bentuk kebinasaan bagi
jiwa dan agama.

Manakala infak di jalan Allah tersebut merupakan salah satu


jenis berbuat baik (Ihsan), maka Allah menyuruh berbuat baik secara
umum. Dia berfirman, Dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. Ini mencakup semua
jenis berbuat kebaikan sebab Dia tidak mengaitkannya dengan sesuatu
tanpa harus adanya sesuatu yang lain, sehingga termasuk di dalamnya
berbuat baik dengan harta seperti yang telah dikemukakan di atas.

Termasuk juga, berbuat baik dengan kehormatan diri berupa


pemberian syafaat (pertolongan) dan sebagainya. Termasuk pula,
beramar maruf nahi munkar, mengajarkan ilmu yang bermanfaat,
membantu orang yang sedang dalam kesusahan, menjenguk orang
sakit, melawat jenazah, menunjuki jalan kepada orang yang tersesat,
membantu orang yang mengerjakan suatu pekerjaan, bekerja untuk
orang yang tidak bisa melakukannya dan bentuk kebaikan lainnya yang
diperintahkan Allah SWT. Termasuk juga berbuat baik (ihsan) dalam
beribadah kepada Allah SWT. Hal ini sebagaimana yang disebutkan
Rasulullah SAW dalam haditsnya mengenai apa itu ihsan, Bahwa
kamu menyembah Allah SWT seakan-akan kamu melihat-Nya, jika
kamu tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.

f. Kesimpulan
Dalam ayat ini, Allah memerintahkan kaum Mukminin agar
menginfakkan harta mereka di jalan jihad untuk dengan menyiapkan
perbekalan, memudahkan perjalanan satuan-satuan perang khusus dan
para pejuang serta melarang mereka untuk meninggalkan infak di jalan
Allah -yang tidak lain adalah jihad- sebab bilamana mereka
meninggalkan infak dan jihad, maka itu sama dengan orang yang
menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan. Hal ini dikarenakan,
bila musuh yang selalu mengintai melihat mereka tidak lagi berjihad,
maka mereka akan menyerang dan memerangi mereka bahkan bisa
mengalahkan mereka sehingga karenanya mereka akan binasa.
Disamping itu, Allah juga memerintahkan meraka agar berlaku
baik dalam seluruh perbuatan mereka. Berlaku baik dalam perbuatan
artinya menekuninya, memperbagusnya dan membersihkannya dari
segala ketimpangan dan kerusakan. Allah juga berjanji kepada mereka
bahwa jika mereka berlaku baik dalam perbuatan-perbuatan mereka
tersebut, maka Dia akan menolong dan membantu mereka.
Firman-Nya, Dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang berbuat baik ; siapa saja yang dicintai
Allah, maka Dia akan memuliakan dan menolongnya, tidak akan
menghina dan mengerdilkannya. (Aysar at-Tafaasiir, al-Jazaairi)

g. Daftar Pustaka
Mardani, Ayat-ayat dan Hadits Ekonomi Syariah, (Depok: PT.
Rajagrafindo Persada, 2014)

B. Surah Al- Baqarah ayat 245


a. Ayat Surah Al- Baqarah ayat 245





Artinya:
Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang
baik ( menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan
melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang
banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan
kepada-Nya lah kamu dikembalikan.

b. Kosakata


: Memberi Pinjaman


: Melipatgandakan

: Menyempitkan


: Melapangkan


: Kamu dikembalikan

c. Asbabun Nuzul
Ibnu Hibban di dalam sahihnya dan Ibnu Mardawaih meriwayatkan
dari Ibnu Umar, dia berkata, Ketika turun firman Allah,
Perumpamaan orang yang menginfakan hartanya dijalan Allah
seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap
tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia
kehendaki, dan Allah Maha Luas, Maha Mengetahui. (QS Al-
Baqarah [2]:261)

Rasullulah bersabda,

Ya Allah, berilah tambahan untuk umatku.


Maka turunlah firman Allah SWT,
Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman
yang baik ( menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan
melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang
banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan
kepada-Nya lah kamu dikembalikan.

d. Kandungan Ayat
Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban, Ibnu Abu Hatim dan Ibnu
Murdawaih dari Ibnu Umar ketika turunnya ayat 261 surah Al-Baqarah
yang menerangkan bahwa orang orang yang menafkahkan hartanya
dijalan Allah nafkahnya itu adalah seperti sebutir benih yang
menumbuhkan tujuh tangkai, pada tiap tiap tangkai seratus biji, maka
Rasullulah SAW memohon, Ya Tuhanku, tambahlah balasan itu bagi
umatku ( lebih dari 700 kali).
Setelah Allah SWT mengisahkan tentang umat yang binasa
disebabkan karena ketakutan dan kelemahan keyakinan, maka dalam
ayat ini Allah menganjurkan supaya umat rela berkorban menafkahkan
hartanya di jalan Allah dan nafkah itu dinamakan pinjaman kepada
Nya. Sebabnya Allah SWT menamakannya pinjaman padahal Allah
SWT sendiri Maha kaya ialah karena Allah SWT mengetahui bahwa
dorongan untuk mengeluarkan harta bagi kemslahatan umat itu sangat
lemah pada sebagian besar manusia. Hal ini dapat dirasakan bahwa
seorang hartawan kadang kadang mudah saja mengeluarkan
kelebihan hartanya untuk menolong kawan- kawannya, mungkin
dengan niat untuk menjaga diri dari kejahatan atau untuk memelihara
kedudukan yang tinggi, terutama jika ditolong itu kerabatnya sendiri.
Akan tetapi jika pengeluaran harta itu untuk mempertahankan
agama dan memelihara keluhurannya, dan meninggikan kalimat Allah
yang didalamnya tidak terdapat hal hal yang menguntungkan bagi
dirinya sendiri, maka tidak mudah baginya untuk melepaskan harta
yang dicintainya itu, kecuali jika secara terang terangan atau melaui
saluran resmi. Oleh karena itu ungkapan yang dipergunakan untuk
menafkahkan hartabenda di jalan Allah itu sangat menarik yaitu,
Siapakah yang mau memberikan pinjaman kepada Allah suatu
pinjaman yang baik.
Pinjaman yang baik itu yang sesuai dengan bidang dan
kemanfaatannya dan dikeluarkan dengan penuh keikhlasan semata
mata untuk mencapai ridho Allah SWT. Dan Allah menjanjikan akan
memberi balasan yang berlipat ganda. Allah memberikan
perumpamaan tentang balasan Allah yang berlipat ganda itu, seperti
sebutir benih padi yang ditanam dapat menghasilkan tujuh tangkai
padi. Setiap tangkai berisi 100 butir sehingga menghasilkan 700 butir
bahkan Allah membalasi itu tanpa batas sesuai dengan yang
dimohonkan Rasullulah bagi umatnya dan sesuai dengan keikhlasan
orang yang memberikan nafkah.
Allah SWT menyempitkan rezeki kepada orang yang tidak
mengetahui sunnatullah dalam soal soal pencairan harta benda dan
karena mereka tidak giat membangun di berbagai bidang yang telah
ditunjukkan oleh Allah SWT. Dan Allah melapangkan rezeki kepada
manusia yang lain yang pandai menyesuaikan diri dengan sunnatullah
dan mengharap berbagai bidang usaha sehingga merasakan hasil
manfaatnya. Bila Allah menjadikan seorang miskin jadi kaya atau
sebaliknya, maka yang demikian itu adalah sepenuhnya di tangan
kekuasaan Allah. Maka anjuran Allah menafkahkan sebagian harta di
jalan Allah, semata mata untuk kemanfaatan manusia sendiri dan
memberi petunjuk kepadanya supaya mensyukuri itu akan bertambah
banyaklah berkahnya.
Kemudian Allah menjelaskan bahwa sekalian makhluk akan
dikembalikan kepada Nya pada hari kiamat untuk menerima balasan
amalnya masing masing.

e. Kajian Ayat
Ayat tersebut di atas menjelaskan anjuran berinfak di jalan
Allah Azza wa Jalla. Pertanyaan ( Man Dzalladzii) di ayat tersebut
adalah berfaidah makna anjuran dan motivasi.

Bahwa pahala (balasan) terhadap suatu amalan adalah terjamin,


sebagaimana jaminan hutang bagi yang menghutangi.

Perhatian terhadap ikhlas dalam beramal, yaitu hendaknya


seseorang menginfakkan hartanya hanya bagi Allah Azza wa Jalla
dengan cara ikhlas, atas dasar suka rela, dari harta yang halal, dan tidak
menyertai dalam infaknya (sedekahnya) tersebut dengan menyebut-
nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima); sebagaimana ayat di
atas, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan
Allah). Dan Pinjaman yang baik adalah apa yang sesuai dengan
syariat, yaitu memenuhi hal-hal berikut:

Pertama; Ikhlas karena Allah Taala, maka jika dilakukan


dengan riya, sumah maka pinjaman tersebut bukan
pinjaman yang baik, sebagaimana disebutkan dalam hadits
Qudsi, Barang siapa yang melakukan suatu amalan yang ia
menyekutukan di dalam amal tersebut bersamaKu dengan
selain Aku, maka Aku tinggalkan ia beserta sekutunya..
(Muslim, no. 2985, dan Ibnu Majah, no. 4202).
Kedua; Dari harta yang halal, maka jika berasal dari harta
yang haram maka bukan termasuk pinjaman yang baik,
karena Allah Taala Maha Baik dan tidak menerima kecuali
sesuatu yang baik.
Ketiga; Dengan suka rela dan hati yang senang; dan bukan
terpaksa, tidak pula berkeyakinan hal itu adalah sebuah
pajak atau denda yang harus diberikan, sebagaimana
persangkaan sebagian orang yang mengira bahwa zakat
adalah pajak, hingga sebagian penulis (zakat)
mengungkapkan dengan ungkapan Pajak zakat wal
iyadzu billah.
Keempat; Diberikan sesuai dengan tempatnya (yang di
perintahkan oleh Allah), yaitu dengan menyedekahkan
kepada para fuqoro, dan orang-orang miskin, atau untuk
kemashlahatan orang banyak; adapun jika diinfakkan
kepada sesuatu yang dimurkai oleh Allah maka hal itu
bukanlah termasuk pinjaman yang baik.
Kelima; Hendaknya tidak menyertai sedekah yang
diberikan dengan mengungkit-ngungkitnya, dan menyakiti
perasaan penerima. Maka jika seseorang menyertai amal
baiknya dengan mengungkit-ngungkit dan menyakiti
perasaan penerima maka batal (hilanglah) pahala amalan
baiknya tersebut, Allah Taala berfirman, Hai orang-
orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan
(pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan
menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang
menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan
dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian( al-
Baqarah : 264)

Bahwa karunia Allah Taala dan pemberianNya adalah


sangatlah luas, dan balasan bagi orang yang berbuat kebaikan adalah
balasan yang berupa karunia kebaikan dariNya; sebagaimana
firmanNya, maka Allah akan melipat gandakan pembayaran
kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Disamping bahwa
taufiq Allah Taala bagi seseorang untuk beramal shalih adalah
merupakan karunia dariNya, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam kepada orang-orang faqir dari kalangan anshor ketika
mereka menyebutkan keutamaan orang-orang kaya dalam bersedekah
dan memerdekakan budak, Demikian itulah karunia Allah yang
diberikan kepada siapa saja yang Dia kehendaki (Muslim, no.
1347); maka dengan demikian bahwa bagi seorang hamba yang
diberikan taufiq untuk beramal dengan amal yang shalih maka baginya
mendapat dua karunia: karunia yang datang terlebih dahulu yaitu
diberikannya taufiq untuk melakukan amal shalih, dan karunia yang
kedua yang datang mengikutinya yaitu berupa pahala atasnya dengan
berlipat ganda. Adapun balasan bagi ahli maksiat maka berkisar antara
keadilan dan karuniaNya; jika maksiatnya berupa kekufuran maka
balasannya dari keadilannya dan jika maksiat tersebut lebih ringan dari
kekufuran maka balasannya berkisar dari karunia dan keadilannya;
Allah Taala berfirman, artinya, Sesungguhnya Allah tidak akan
mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang
selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya. Barangsiapa
yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa
yang besar. (QS. An-Nisaa : 48)

Kesempurnaan rububiyyah Allah Azza wa Jalla, sebagaimana


ayat, Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rizki)...

f. Kesimpulan
Dalam ayat di atas terdapat isyarat bahwa mengeluarkan infak atau
sodaqah bukanlah sebab seseorang menjadi faqir dan kekurangan;
karena penyebutan kalimat ini Dan Allah menyempitkan dan
melapangkan (rizki), setelah anjuran untuk berinfak, ini
mengisyaratkan bahwa berinfak tidaklah menyebabkan seseorang
menjadi tidak memiliki apa-apa atau dalam kesempitan; karena segala
urusan adalah di tangan Allah subhanahu wataala; sabda Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam, Tidaklah sodaqah mengurangi
harta.. (Muslim, no. 6592). Berapa banyak manusia yang menahan
hartanya dan tidak menginfakkan harta tersebut di jalan Allah, maka
Allah menguasakan atas hartanya penyakit atau musibah seperti
kehilangan, kebakaran, dicuri, dirampok dan yang semisalnya; atau
penyakit-penyakit yang menimpa pemilik harta tersebut pada badannya
atau keluarganya sehingga membutuhkan biaya yang besar untuk
menyembuhkannya; dan disisi lain seseorang yang mensedekahkan
hartanya dan menginfakkan hartanya di jalan Allah maka Allah
luaskan rizki baginya.

g. Daftar Pustaka
Mardani, Ayat-ayat dan Hadits Ekonomi Syariah, (Depok: PT.
)Rajagrafindo Persada, 2014

C. Hadis Utama
Bukhari-85

































Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyar berkata,
telah menceritakan kepada kami Ghundar berkata, telah menceritakan
kepada kami Syu'bah dari Abu Jamrah aku pernah menjadi penerjemah
antara Ibnu 'Abbas dan orang-orang, katanya; bahwasanya telah datang
rombongan utusan menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam lalu Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam berkata: "Utusan siapakah ini atau kaum
manakah ini?" Utusan itu menjawab: "Rabi'ah". Lalu Nabi shallallahu
'alaihi wasallam berkata: "Selamat datang kaum atau para utusan dengan
sukarela dan tanpa menyesal". Para utusan berkata: "Wahai Rasulullah
kami datang dari perjalanan yang jauh sementara diantara kampung kami
dan engkau ada kampung kaum kafir (suku) Mudlor, dan kami tidak
sanggup untuk mendatangi engkau kecuali di bulan suci. Ajarkanlah kami
dengan satu perintah yang jelas, yang dapat kami amalkan dan kami
ajarkan kepada orang-orang di kampung kami dan dengan begitu kami
dapat masuk surga."Lalu mereka bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam tentang minuman. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
memerintahkan mereka dengan empat hal dan melarang dari empat hal,
memerintahkan mereka untuk beriman kepada Allah satu-satunya, beliau
berkata: "Tahukah kalian apa arti beriman kepada Allah satu-satunya?"
Mereka menjawab: "Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui." Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam menjelaskan: "Persaksian tidak ada ilah
yang berhak disembah kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah
utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan
Ramadlan dan kalian mengeluarkan seperlima dari harta rampasan
perang". Dan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melarang mereka dari
empat perkara, yaitu dari meminum dari dari al hantam, ad Dubbaa` dan
al Muzaffaat. Syu'bah menerangkan; terkadang beliau menyebutkan an
naqir dan terkadang muqoyyir (bukan naqir). Kemudian Nabi shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "jagalah semuanya dan beritahukanlah
kepada orang-orang di kampung kalian".

a. Kosakata

: Menceritakan

: Penerjemah


: Utusan / Delegasi
: Selamat datang

: Sukarela

: Menyesal

: Kami datang


: Perjalanan jauh


: Sanggup

: Masuk

: Melarang

: Tahukah kalian

: Mengeluarkan seperlima

: Harta rampasan perang

Al Hantam : yaitu, bejana yangg terbuat dari


campuran tanah liat, rambut dan darah
(HR. Nasai No. 5540)
Al Muzafat : yaitu bejana yang di cat dengan ter.
An Naqir : yaitu sebatang kayu yang dilubangi
tengahnya.

b. Asbabul Wurud
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyar
berkata, telah menceritakan kepada kami Ghundar berkata, telah
menceritakan kepada kami Syu'bah dari Abu Jamrah aku pernah
menjadi antara Ibnu 'Abbas dan orang-orang, katanya; bahwasanya
telah datang rombongan utusan Abdul Qais menemui Nabi shallallahu
'alaihi wasallam. Para utusan berkata: "Wahai Rasulullah kami datang
dari perjalanan yang jauh sementara diantara kampung kami dan
engkau ada kampung kaum kafir (suku) Mudlor, dan kami tidak
sanggup untuk mendatangi engkau kecuali di bulan suci. Ajarkanlah
kami dengan satu perintah yang jelas, yang dapat kami amalkan dan
kami ajarkan kepada orang-orang di kampung kami dan dengan begitu
kami dapat masuk surga."

c. Status hadits
1. Sanad
Nama Lengkap : Muhammad bin Basysyar bin Utsman
Kalangan : Tabiul Atba kalangan tua
Kuniyah : Abu Bakar
Negeri : Bashrah
Wafat : 252 H

Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthallib bin Hasyim

Nashr bin Imran

Syubah bin Al Hajjaj bin Al Warad

Muhammad bin Jafar

Muhammad bin Basysyar bin Utsman

ULAMA KOMENTAR
Abu Hatim Shaduuq

An Nasai Shalih

An Nasai La ba sa bih

Ibnu Hibban Disebutkan dalam ats tsiqaat

Ibnu Hajar al Asqalani Tsiqah

Adz Dzahabi Hafizh

2. Matan
Dari semua hadits diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa hadits
utama tersebut sahih.

d. Kandungan hadits
Nabi Muhammad SAW memerintahkan mereka dengan empat hal
dan melarang dari empat hal, memerintahkan mereka untuk beriman
kepada Allah satu-satunya, beliau berkata: Tahukah kalian apa arti
beriman kepada Allah satu-satunya? Mereka menjawab: Allah dan
Rasul-Nya yang lebih mengetahui. Nabi shallallahu alaihi wasallam
menjelaskan: Persaksian tidak ada ilah yang berhak disembah kecuali
Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan sholat,
menunaikan zakat, berpuasa dibulan Ramadhan dan kalian mengeluarkan
seperlima dari harta rampasan perang. Dan Nabi shallallahu alaihi
wasallam melarang mereka dari empat perkara, yaitu dari meminum dari al
hantam, ad Dubbaa dan al Muzzaffat. Syubah menerangkan; terkadang
beliau menyebutkan an naqir dan terkadang muqoyyir (bukan naqir).
e. Kajian Hadis
Tersimpannya banyak kebaikan bagi para hamba dalam amalan-
amalan yang dititahkan-Nya, dan adanya berbagai kerusakan serta
bahaya dibalik perkara-perkara dilarang-Nya.

f. Kesimpulan
Sesungguhnya sungguh sangat jelas sekali yang telah di paparkan
oleh hadits diatas bawasannnya apa yang sudah disabdakan oleh
Rasullulah iyalah datang dari Allah SWT dan harus kita patuhi meliputi,
menegakkan sholat, menunaikan zakat, berpuasa dibulan Ramadhan dan
mengeluarkan seperlima dari harta rampasan perang.
Yang artinya kita harus menjalankan segala yang diperintahkan
oleh Allah dan menjahui segala larangannya. Serta menginfakan sebagian
dari harta kita kepada yang berhak untuk menerimanya. Karena didalam
harta yang kita miliki terdapat hak orang lain yang harus kita keluarkan
melalui bersedekah atau menginfakan harta kita dijalan Allah SWT.

g. Daftar pustaka

Syaifulloh, Eef, Kumpulan Hadits Ekonomi,(Cirebon: Percetakan Cirebon


Com, 2015)

Anda mungkin juga menyukai