Anda di halaman 1dari 87

i

LAPORAN TETAP
PRAKTIKUM TERMOBAKTERIOLOGI

OLEH :

KELOMPOK V

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PANGAN DAN AGROINDUSTRI
UNIVERSITAS MATARAM
2017
ii

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan mata
kuliah Termobakteriologi pada Semeseter Genap Tahun 2017/2018 di Fakultas
Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram.

Mataram, 07 Juni 2017


Mengetahui,
Co Assisten Termobakteriologi Praktikan,

Dewi Laely Sugita Mia Ulpiana


NIM. J1A013030 NIM. J1A014065

Hariani Mirriyadhil Jannah


NIM. J1A013045 NIM. J1A014067

Hariyono Saputra Mussawir


NIM. J1A013047 NIM. J1A014069

Rohmi Maadah Nadawiatul Hardianti


NIM. J1A0130115 NIM. J1A014071

Rusy Dina Nasrillah Hafiz


NIM. J1A0130117 NIM. J1A014073

Shufia Hazmi Putri Ni Putu Windy Mulya S.


NIM. J1A013120 NIM. J1A014075

Siti Malika Azizatun F.M


NIM. J1A013

Sitta Fitri Ra
NIM. J1A014126

Zaifa Ayu Wahyuni


NIM. J1A013146

Menyetujui,
Koordinator Praktikum Mikrobiologi Umum

Moegiratul Amaro, S.TP., M.P., M.Sc


NIP. 19870506 201504 2 004
iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan, karena atas berkat dan

rahmat-Nya laporan tetap Termobakteriologi ini dapat terselesaikan sesuai

dengan waktu yang telah ditentukan. Laporan ini disusun sebagai salah satu

syarat mata kuliah Termobakteriologi di Fakultas Teknologi Pangan dan

Agroindustri Universitas Mataram.

Dalam kesempatan ini tidak lupa kami haturkan terima kasih kepada

dosen, koordinator praktikum, dan para Co. Assisten yang telah banyak

membantu serta membimbing kami baik dalam praktikum maupun dalam

penyusunan laporan ini. Kami menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih

banyak kekurangannya baik dari segi isi, penampilan maupun teknik

pengetikannya. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran-saran yang

sifatnya membangun demi perbaikan dan penyempurnaan laporan ini

selanjutnya.

Akhirnya kami mengharap agar laporan ini dapat menjadi sumbangan

ilmu pengetahuan bagi rekan-rekan yang lain dan juga dapat menambah

pengetahuan kita.

Mataram, 06 Juni 2017

Penyusun
iv

DAFTAR ISI

HALAMAN

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN....................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................. iii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iv
DAFTAR TABEL ....................................................................................... vii
ACARA I. STERILISASI SUSU BEAR BRAND DENGAN PENAMBAHAN
SPOBA Bacillus cereus
Pendahuluan ................................................................................ 1
Tinjauan Pustaka ......................................................................... 2
Pelaksanaan Praktikum ............................................................... 4
Hasil Pengamatan dan Perhitungan ............................................. 6
Pembahasan ................................................................................ 9
Kesimpulan .................................................................................. 12
ACARA II. PENGARUH PEMANASAN SUBLETAL DAN PENYEMBUHAN
TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI
Pendahuluan ................................................................................ 13
Tinjauan Pustaka ......................................................................... 15
Pelaksanaan Praktikum ............................................................... 17
Hasil Pengamatan dan Perhitungan ............................................. 19
Pembahasan ................................................................................ 24
Kesimpulan .................................................................................. 27
ACARA III. KINETIKA KEMATIAN BAKTERI
Pendahuluan ................................................................................ 28
Tinjauan Pustaka ......................................................................... 29
Pelaksanaan Praktikum ............................................................... 31
Hasil Pengamatan dan Perhitungan ............................................. 33
Pembahasan ................................................................................ 37
Kesimpulan .................................................................................. 41
ACARA IV. UJI STERILITAS BEBERAPA MAKANAN KALENG
Pendahuluan ................................................................................ 42
Tinjauan Pustaka ......................................................................... 43
Pelaksanaan Praktikum ............................................................... 45
Hasil Pengamatan dan Perhitungan ............................................. 47
Pembahasan ................................................................................ 57
Kesimpulan .................................................................................. 61
ACARA V. KERUSAKAN SUBLETAL MIKROORGANISME PADA
PASTEURISASI SUSU
Pendahuluan ................................................................................ 62
Tinjauan Pustaka ......................................................................... 63
Pelaksanaan Praktikum ............................................................... 64
Hasil Pengamatan dan Perhitungan ............................................. 66
Pembahasan ................................................................................ 75
Kesimpulan .................................................................................. 77
DAFTAR PUSTAKA
v

DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1.1 Hasil Pengamatan Total koloni Bacillus cereus ........................... 6
Tabel 1.2. Hasil Pengamatan Pemanasan Bakteri ...................................... 19
Tabel 2.2. Hasil Pengamatan Penyembuhan Bakteri .................................. 19
Tabel 3.1. Hasil Pengamatan Kinetika Kematian Bakteri ............................ 33
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Informasi Produk Makanan Kaleng................ 47
Tabel 4.2. Hasil Pengamatan Uji Total Mikroba .......................................... 51
Tabel 4.3. Hasil Pengamatan Uji Total Jamur ............................................. 51
Tabel 4.4. Hasil Pengamatan Uji Total Koliform .......................................... 52
Tabel 5.1 Hasil Pengamatan Uji Total Bakteri dan Koliform
Sebelum Penyembuhan ................................................................... 66
Tabel 5.2. Hasil Pengamatan Uji Total Bakteri dan Koliform
Sebelum Penyembuhan .................................................................... 67
Tabel 5.3. Hasil Pengamatan Uji Total Bakteri dan Koliform
Setelah Penyembuhan ...................................................................... 68
Tabel 5.4. Hasil Pengamatan Uji Total Bakteri dan Koliform
Setelah Penyembuhan ...................................................................... 69
vi
vii
ACARA I
STERILISASI SUSU BEAR BRAND DENGAN PENAMBAHAN SPORA
Bacillus Cereus

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Susu merupakan bahan makanan yang memiliki nilai gizi yang tinggi,
karena mengandung unsur kimia yang dibutuhkan oleh tubuh seperti kalsium,
fosfor, vitamin A, vitamin B dan riboflavin yang tinggi. Susu memiliki kandungan
nutrisi yang tinggi, komposisi susu terdiri dari air (87,1%), laktosa (5%), lemak
(3,3%) dan mineral (0,7%), susu yang rentan akan kontaminasi bakteri
memerlukan pengolahan agar tidak rusak (Abu Bakar, 2000).
Salah satu proses pengolahan yang digunakan untuk mencegah terjadinya
kerusakan pada susu yaitu sterilisasi. Sterilisasi merupakan pemanasan dengan
menggunakan suhu tinggi dengan waktu singkat yang bertujuan membunuh
seluruh mikroorganisme dan spora yang terdapat di dalamnya. Selain itu
pemanasan dengan waktu yang singkat juga dilakukan untuk mencegah
kerusakan nilai gizi serta sifat sensoris (warna, aroma dan rasa) pada olahan
susu (Zakarya, 2011).
Cemaran bakteri pada susu dapat terjadi kapan dan dimana saja mulai dari
tempat budidaya (peternakan), pengolahan hingga produk sampai ketangan
konsumen. Terdapat berbagai Janis bakteri yangsering ditemukan dalam susu
seperti Lactobacillus, Staphylococcus, Clostridium, Micrococci serta Bacillus.
Proses sterilisasi pada olahan susu dilakukan dengan memanaskan susu sampai
mencapai temperatur diatas titik didih sehingga bakteri dan sporanya akan mati,
oleh karena itu, dilakukan praktikum sterilisasi susu BEAR BRAND dan Ultra Milk
dengan penambahan spora Bacillus cereus untuk menguji efektivitas sterilisasi
susu pada suhu yang berbeda.

Tujuan praktikum
Adapun tujuan dilakukan praktikum ini adalah untuk menguji efektivitas
strelisasi pada susu BEAR BRAND dan Ultra Milk pada suhu 90 oC dan 121 oC
melalui perhitungan koloni Bacillus cereus yang tumbuh.

1
TINJAUAN PUSTAKA

Susu merupakan salah satu produk ternak mempunyai kandungan zat gizi
yang lengkap seperti protein, lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin. Sifat zat
gizi tersebut mudah dicerna dan diserap serta sempurna. Kondisi zat gizi yang
baik pada susu tersebut juga memberi peluang yang baik bagi pertumbuhan
mikroorganisme seperti bakteri, kapang dan khamir. Karena dalam
pertumbuhannya mikroba juga membutuhkan bahan makanan. Pertumbuhan
berbagai mikroba tersebut akan mengubah mutu susu ditandai dengan
perubahan rasa, aroma, warna dan penampakan yang akhirnya menyebabkan
susu tersebut rusak (Abu Bakar, 2000).
Susu merupakan salah bahan makanan yang mudah dicerna dan
mengandung nilai tinggi yang sangat dibutuhkan oleh manusia dari berbagai
umur. Susu juga mempunyai sifat yang mudah rusak sehingga sangat cepat
mengalami perubahan rasa, warna dan bau. Salah satu proses penanganan agar
kesegaran susu dapat dipertahankan yaitu melalui proses sterilisasi susu. Susu
sterilisasi dibuat dari susu cair segar yang diolah menggunakan pemanasan
dengan suhu tinggi dan dalam waktu yang sangat singkat untuk membunuh
seluruh mikroba serta mamiliki kualitas yang baik. Kelebihan proses ini yaitu tidak
menghilangkan kandungan nutrisi mikro seperti vitamin dan mineral (Zakarya,
2011).
Susu UHT (Ultra High Temprature) adalah susu segar, susu rekontruksi
atau susu rekombinasi yang telah mengalami proses pemanasan pada tempratur
minimal 133 oC selama 1 detik kemudian segera didinginkan sampai suhu kamar
dan selanjutnya diperlakukan secara aseptis. Pemanasan dengan suhu tinggi
bertujuan untuk membunuh seluruh mikroorganisme (baik pembusuk maupun
patogen) dan spora. Waktu pemanasan yang singkat dimaksudkan untuk
mencegah kerusakan nilai gizi susu serta untuk mendapatkan warna, aroma dan
rasa yang relatif tidak berubah seperti susu segar (Amanatidis, 2002).
Bacillus cereus merupakan golongan bakteri gram positif, aerob fakultatif
dan dapat membentuk spora (endospora). Selnya berbentuk batang besar dan
sporanya tidak membekakkan sporangiumnya. Ukuran sel-sel vegetatif Bacillus
cereus sekitar 1,0 x 3,0 sampai 5,0 dalam bentuk rantai. Sebagian galur bersifat
psikrotrofik (tumbuh pada suhu 4-5 oC). Galur lain bersifat mesofilik dan dapat

2
tumbuh antara 15 oC atau 55 oC. Sedangkan suhu optimum pertumbuhan
berkisar 30 - 40 oC. Umumnya tidak tumbuh pada pH 4,8 dalam media yang
diasamkan dengan HCl atau pH 5,6 dalam media yang diasamkan dengan laktat.
Makanan yang akan disimpan harus didinginkan dengan cepat (Amanatidis,
2002).

3
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Waktu dan Tempat Praktikum


Praktikum ini dilaksanaka pada hari Selasa, 4 April 2017 di Laboratorium
Mikrobiologi Pangan Fakultas Tekologi Pangan dan Agroindustri Universitas
Mataram.

Alat dan Bahan Praktikum


a. Alat-Alat Praktikum
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah laminar
air flow, autoklaf, inkubator, water bath, tabung reaksi, vortex, cawan petri,
alat sentriguasi, tube, botol UC, lampu Bunsen, microtube, termometer,
penjepit, hot plate, gelas beaker, jarum ose dan termometer.
b. Bahan-Bahan Praktikum
Adapun bahan-bahan yag digunakan dalam praktikum ini adalah
susu Bear Brand, larutan buffer fosfat, medium Tryipticase Soy Agar (TSA),
Nutrient Broth (NB), suspensi Bacillus cereus.

Prosedur Kerja
a. Persiapan Spora
1. Dimasukkan 1 ose suspensi Bacillus cereus ke dalam 1 tabung reaksi
berisi 10 ml Nutrient Broth sebanyak 4 tabung reaksi.
2. Diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam
3. Diambil 1 ml suspensi B. cereus kemudian dimasukkan microtube.
4. Disentrifugasi selama 5 menit dengan 5000 rpm, T = 3 oC untuk
diperoleh supernatan.
5. Ditambahkan 1 ml larutan BF ke dalam microtube.
6. Dimasukkan pellet tersebut ke dalam 100 ml larutan BF kemudian
divortex.
7. Divortex kemudian dipasteurisasi pada suhu 62,8 oC selama 30 menit.
8. Diperoleh suspensi spora.
b. Menentukan Jumlah Spora Sebelum Sterilisasi
1. Dimasukkan 1 ml suspensi spora kedalam 9 ml larutan pengencer.
2. Dilakukan pengenceran hingga 10-4

4
3. Diambil 1 ml untuk pengenceran 10-2, 10-3, 10-4
4. Dimasukkan kedalam cawan petri (secara duplo)
5. Ditambahkan medium TSA dengan metode tuang
6. Diinkubasi selama 37 oC selama 48 jam
7. Dihitung jumlah spora yang tumbuh (cfu/ml)
c. Menentukan Jumlah Koloni Spora Setelah Pasteurisasi
1. Dimasukkan 1ml suspensi spora kedalam 2 tabung reaksi yang berisi 9
ml susu Bear Brand.
2. Divortex kemudian disterilisasi pada suhu 90 oC selama 5 menit, dan
pada suhu 121oC selama 5 menit.
3. Diencerken masing-masing sampai 103
4. Dimasukkan masing- masing 1 ml hasil pengenceran ke dalam cawan
steril
5. Dimasukkan medium TSA
6. Diinkubasi dengan suhu 37 oC selama 48 jam
7. Dihitung jumlah spora yang tumbuh (cfu/ml)

5
HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

Hasil pengamatan
Tabel 1.1 Hasil Pengamatan Total koloni Bacillus cereus
Setelah Sterilisasi
Sebelum sterilisasi
T=90oC T=121oC
No 10-2 10-3 10-4 koloni 10-2 10-3 10-4 koloni
koloni 10-2 10-3 10-4
(cfu/mL) (cfu/mL)
U1 U2 U1 U2 U1 U2 (cfu/mL) U1 U2 U1 U2 U1 U2
U1 U2 U1 U2 U1 U2
1 >250 >250 >250 >250 >250 >250 >2,5x106
2 107 72 42 54 20 44 8,9x102
3 31 23 17 57 13 8 2,7x102
4 >250 >250 >250 >250 5 3 >2,5x106
5 22 6 19 4 19 14 <2,5x102
6 >250 >250 >250 >250 >250 >250 >2,5x106
7 >250 >250 >250 >250 >250 >250 >2,5x106
8
9 >250 >250 >250 >250 >250 >250 >2,5x106
10

6
Hasil Perhitungan:

A. Sebelum Sterilisasi
Kelompok 1
U1 +U2
koloni = x 104
2
>250+>250
= 2
x 104
= > 2,5 x 106 cfu/ml
Kelompok 6
U1 + U2
koloni = 2
x 104
>250+>250
= x 104
2
= > 2,5 x 106 cfu/ml
B. Setelah Sterilisasi (suhu 90 oC)
Kelompok 3
U1 + U2
koloni = x 101
2
31+23
= x 101
2
= 2,7 x 102 cfu/ml
Kelompok 4
U1 + U2
koloni = 2
x 103
>250+>250
= 2
x 103
= > 2,5 x 105 cfu/ml
Kelompok 7
U1 + U2
koloni = x 103
2
>250 + >250
= x 103
2
= > 2,5 x 105 cfu/ml
Kelompok 8
U1 + U2
koloni = 2
x 101
161 + >250
= 2
x 101
= > 2,5 x 103 cfu/ml
C. Setelah Sterilisasi (Suhu 121 oC)
Kelompok 2
U1 + U2
koloni = x 101
2
107 + 72
= 2
x 101
= 8,95 x 102 cfu/ml
Kelompok 5
U1 + U2
koloni = 2
x 101
= < 2,5 x 102 cfu/ml
Kelompok 9

7
U1 + U2
koloni = 2
x 103
>250 + >250
= x 103
2
= > 2,5 x 105 cfu/ml
Kelompok 10
U1 + U2
koloni = x 101
2
= < 2,5 x 102 cfu/ml

8
PEMBAHASAN

Susu BEAR BRAND merupakan susu yang terbuat dari susu murni dengan
kualitas tinggi tanpa penambahan bahan pengawet yang telah mengalami proses
sterilisasi sehingga dapat langsung dikonsumsi. Kemurnian susu BEAR BRAND
membantu menjaga kesehatan dan proses pemuliahan tubuh. Susu BEAR
BRAND mengandung seluruh kebaikan susu dan nutrisi serta tidak mengandung
gula. Susu BEAR BRAND mengandung banyak protein, vitamin, mineral dan
lemak sehingga baik untuk pertumbuhan dan menjaga kualitas kesehatan
kandungan yang terdapat di dalam susu BEAR BRAND diantaranya vitamin A,
B1, B12, B6, dan vitamin C, D serta kalori, kandungan ekstrak white tea, kalsium
tinggi, dan low fat atau susu rendah lemak (Anonim, 2012).
Susu pada umumnya banyak mengandung nutrisi yang cukup tinggi, dan
merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroba. Tindakan pencegahan
terhadap bahaya konsumsi susu dapat ditangani dengan pemanasan. Suhu
tinggi diterapkan baik dalam pengawetan maupun dalam olahan susu. Proses
pemanasan umumnya akan membuat susu menjadi lebih aman. Salah satu
pengawetan dangan menggunakan pemanasan adalah dengan teknik sterilisasi
(Sabil, 2015).
Sterilisasi adalah salah satu teknik pengawetan bahan pangan dengan
penggunaan suhu tinggi (suhu lebih itnggi dari suhu pasteuriasasi >105 oC).
Penggunaan suhu tinggi dalam proses steriliasasi peranannya dapat membunuh
semua jenis mikroorganisme, baik jenis mikroorganisme pembusuk atau
patogen. Sel vegetatif mikroorganisme akan mati akibat adanya perlakuan
pemasan tinggi ini, begitu pula dengan spora bakterinnya. Spora adalah salah
satu jenis pertahanan diri untuk beberapa jenis bakteri apabila suhu yang
digunakan tidak sesuai dengan suhu pertumbuhannya. Spora bakteri akan
bergeminasi apabila suhu pertumbuhannya sesuai untuk pertumbuhannya.
B. cereus adalah salah satu jenis bakteri yang tahan terhadap suhu
pemanasan yang biasanya mengkontaminasi susu dan dapat membentuk spora.
B. cereus adalah salah satu kelompok bakteri gram positif, bersifat aerob
fakultatif, berspora dan dapat membentuk toksin. Toksin yang dihasilkan dapat
berupa toksin penyebab diare dan toksin penyebab muntah. Akibat adanya toksin

9
ini maka perlu adanya penanganan khusus seperti penggunaan suhu
pemanasan sterilisasi.
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, jumlah total koloni
bakteri sebelum disterilisasi dan setelah sterilisasi cukup signifikan. Jumlah total
koloni bakteri B. cereus sebelum disterilisasikan pada suhu 90 oC masih >2,5x106
cfu/ml dan setelah sterilisasi pada suhu 90 oC masih menunjukkan jumlah total
koloni bakteri sebesar >2,5x105 cfu/ml, >2,5x103 cfu/ml dan 2,7x103 cfu/ml.
Jumlah total koloni bakteri B. cereus setelah steriliasasi pada suhu 121 oC
sebesar 8,95x102 cfu/ml, dan <2,5x102 cfu/ml. Berdasarkan hasil tersebut dapat
dijealskan bahwa penggunaan sterilisasi pada suhu 90 oC hanya mematikan sel
vegetatif saja dan spora bakteri masih ada, sehingga dapat bergeminasi kembali
disaat suhunya sesuai untuk pertumbuhannya. Kemudian, penggunaan suhu 121
o
C menunjukkan berkurangnya jumlah sel vegetatif bakteri ini dan tidak
mematikan keseluruhan spora bakteri karena ada spora bakteri yang sangat
tahan panas. Syarat mutu susu UHT (SNI 01-3950-1998) adalah memiliki bau,
rasa, warna yang khas, kadar lemak 2,80% b/b min, tolal plate count maksimal
10 ml, tresumptive coliform minimal 0, kadar logam berbahaya maksimal 1 ppm,
total kuman maksimal 106 cfu/ml, Salmonella, E. coli, Streptococcus grup B harus
negatif. Coliform sebanyak 20 cfu/ml, Sterptococcus aureus 100 cfu/ml. Dengan
demikian susu merk Bear Brand dan Ultra Milk memenuhi kriteria SNI 01-3950-
1998 hal ini dikarenakan jumlah koloni sebelum dan sesudah pasteurisasi
kurang dari 106 cfu/ml.
B. cereus adalah salah satu bakteri Gram positif, aerob fakultatif dan dapat
membentuk spora. Spora B. cereus lebih tahan panas kering daripada tahan
lembab dan dapat bertahan lama pada produk kering. Selnya berbentuk
batantang besar (basil) dan sporanya tidak membengkakkan sporangiumnya.
Sifat-sifat dan karakteristik lainnya termasuk sifat biokimia digunakan untuk
membedakan dan menentukan keberadaan B. cereus, walaupun sifat ini juga
dimiliki oleh Bacillus cereus var, Mycoides, Bacillus thuringensis, dan Bacillus
anthracis. Derajat patogenitas bakteri ini adalah kemampuannya membentuk
toksin, baik itu toksin penyebab muntah maupun penyebab diare (Anonim, 2014).
Proses pembentukan spora bakteri tidak terlepas dari adanya proses
pasteusrisasi terlebih dahulu. Pasteurisasi ini bertujuan untuk membunuh
mikroba patogen atau untuk menonaktifkan sel vegetatif pada B. cereus

10
sehingga yang tersisa adalah spora bakteri. Spora bakteri umumnya tidak akan
mati apabila dilakukan pemanasan pada suhu pasteurisasi. Spora bakteri
umumnya dapat mata pada suhu sterilisasi (>105 oC). Sterilisasi adalah proses
termal untuk mematikan mikroba beserta sporanya. Spora-spora umumnya
bersifat tahan panas, dan diperlukan pemanasan selama 15 menit pada suhu
121oC. Tujuannya adalah untuk mematikan spora bakteri, sel vegetatif pada
bahan, sehingga mikroba penyebab kerusakan dan keracunan makanan dapat
dicegah. Sterilisasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu sterilisasi biologis dan
sterilisasi komersial, sterlisasi biologis yaitu suatu tingkat pemanasan yang
mengakibatkan musnahnya segala macam kehidupan yang ada pada bahan
yang dipanaskan. Sedangkan sterilisasi komersial yaitu suatu tingkatan
pemanasan dimana semua bakteri yang bersifat patogen dan pembentuk racun
telah mati. Pada produk yang steril komersial masih terdapat spora-spora
mikroba tertentu dalam keadaan penyimpanan yang normal tidak dapat
berkembang biak atau tumbuh. Jika spora tersebut diberi kondisi untuk tumbuh
maka spora akan bergeminasi dan tumbuh kembali (Anonim, 2013). Terdapat
beberap faktor yang mempengaruhi kualitas susu adalah suhu pemanasan
(misalnya sterilisasi dan pasteurisasi), pendinginan, penambahan bahan
pengawet, tempat penyimpanan dan kondisi pH.

11
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat dismpulkan


sebagai berikut:
1. Pasteurisasi ini bertujuan untuk membunuh mikroba patogen atau untuk
menonaktifkan sel vegetatif pada B. cereus sehingga yang tersisa adalah
spora bakteri.
2. Bacillus cereus adalah salah satu spesies bakteri yang dapat membentuk
spora-spora bakteri ini dapat bergeminasi apabila suhunya sesuai untuk
pertumbuhannya dan dapat memproduksi toksin.
3. Jumlah koloni bakteri Bacillus cereus sebelum sterilisasi adalah >2,5x106
cfu/ml, kemudian setelah disterilisasi pada suhu 90 oC berkurang menjadi
2,7x102 cfu/ml dan sterilisasi pada suhu 121 oC menjadi <2,5x102 cfu/ml.
4. Syarat mutu susu (SNI 01-3950-1998) adalah memiliki bau, rasa, warna yang
khas cemaran mikroba Salmonella, E. coli, Streptococcus, Bacillus cereus
grup B harus negatif, total TPC harus 10 cfu/ml.
5. Faktor yang mempengaruhi kualitas susu adalah suhu pemanasan (misalnya
sterilisasi dan pasteurisasi), pendinginan, penambahan bahan pengawet,
tempat penyimpanan dan kondisi pH.

12
ACARA II
PENGARUH PEMANASAN SUBLETAL DAN PENYEMBUHAN TERHADAP
PERTUMBUHAN BAKTERI

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Bakteri (dari kata Latin bacterium; jamak: bacteria) adalah kelompok
organisme yang tidak memiliki membran inti sel. Organisme ini termasuk ke
dalam domain prokariota dan berukuran sangat kecil (mikroskopik), serta
memiliki peran besar dalam kehidupan di bumi. Beberapa kelompok bakteri
dikenal sebagai agen penyebab infeksi dan penyakit, sedangkan kelompok
lainnya dapat memberikan manfaat dibidang pangan, pengobatan, dan industri.
Struktur sel bakteri relatif sederhana: tanpa nukleus/inti sel, kerangka sel, dan
organel-organel lain seperti mitokondria dan kloroplas. Hal inilah yang menjadi
dasar perbedaan antara sel prokariot dengan sel eukariot yang lebih kompleks
(Irianto, 2013).
Kerusakan pada bakteri dapat didefinisikan secara sederhana sebagai efek
dari satu atau lebih perlakuan subletal pada mikroorganisme. Dengan katalain,
kerusakan subletal merupakan konsekuensi dari paparan proses kimia atau fisik
yang merusak tetapi tidak membunuh mikroorganisme. Istilah stres telah
digunakan untuk menjelaskan akibat dari Perlakuan subletal. Namun, beberapa
peneliti menganggap istilah kerusakan/cedera lebih disukai, karena pada
organisme yang kompleks deskripsi kerusakan menggambarkan "kerusakan fisik
yang bersifat sementara dan dapat dipulihkan" sedangkan, istilah stres
membawa arti yang lebih halus, yakni belum tentu menyebabkan kerusakan fisik
tetapi hanya mengubah perilaku organisme (Budiyono, 2009).
Pada umumnya semakin tinggi suhu pertumbuhan bakteri, resistensi
terhadap pemanasan semakin tinggi. Dengan demikian bakteri thermofil lebih
resisten terhadap pemanasan daripada bakteri mesofil. Pemanasan yang
digunakan untuk membunuh spora mesofil mungkin saja tidak cukup untuk
mencegah terjadinya kebusukan oleh spora thermofil, kecuali jika makanan
tersebut disimpan pada suhu di bawah thermofil. Untuk produk-produk makanan,
seperti kacang polong, jagung, makanan bayi dan daging yang beresiko busuk

13
karena thermofil, para pengolah makanan harus ekstra hati-hati dalam mencegah
terjadinya kebusukan karena germinasi dan pertumbuhan spora thermofil.
Bahan-bahan yang digunakan seperti gula, tepung dan rempah-rempah harus
terbebas dari spora thermofil.

Tujuan praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui pengaruh
pemanasan subletal terhadap pertumbuhan bakteri.

14
TINJAUAN PUSTAKA

Mikroorganisme merupakan jasad hidup yang mempunyai ukuran sangat


kecil. Setiap sel tunggal mikroorganisme memiliki kemampuan untuk
melangsungkan aktivitas kehidupan antara lain dapat mengalami pertumbuhan,
menghasilkan energi dan bereproduksi dengan sendirinya. Mikroorganisme
memiliki fleksibilitas metabolisme yang tinggi karena mikroorganisme ini harus
mempunyai kemampuan menyesuaikan diri yang besar sehingga apabila ada
interaksi yang tinggi dengan lingkungan menyebabkan terjadinya konversi zat
yang tinggi pula.Akan tetapi, karena ukurannya yang kecil, maka tidak ada
tempat untuk menyimpan enzim-enzim yang telah dihasilkan. Dengan demikian
enzim yang tidak diperlukan tidak akan disimpan dalam bentuk persediaan.
Enzim-enzim tertentu yang diperlukan untuk pengolahan bahan makanan akan
diproduksi bila makanan tersebut sudah ada (Dwyana, 2012).
Kerusakan subletal merupakan konsekuensi dari paparan proses kimia
atau fisik yang merusak tetapi tidak membunuh mikroorganisme. Istilah stres
telah digunakan untuk menjelaskan akibat dari Perlakuan subletal. Namun,
beberapa peneliti menganggap istilah kerusakan/cedera lebih disukai, karena
pada organisme yang kompleks deskripsi kerusakan menggambarkan
"kerusakan fisik yang bersifat sementara dan dapat dipulihkan" sedangkan,
istilah stres membawa arti yang lebih halus, yakni belum tentu menyebabkan
kerusakan fisik tetapi hanya mengubah perilaku organisme. Literatur saat ini
yang berkaitan dengan kerusakan mikroba biasanya tidak mempermasalahkan
perbedaan ini, dan istilah yang sering digunakan secara bergantian (Budiyono,
2009).
Kerusakan pada bakteri dapat diketahui secara sederhana sebagai efek
dari satu atau lebih perlakuan subletal pada mikroorganisme. Dengan kata lain,
kerusakan subletal merupakan akibat dari perlakuan proses kimia atau fisik yang
merusak tetapi tidak membunuh microorganisme. Perlakuan fisik yang dapat
menyebabkan kerusakan mikroba seperti pengeringan, pemanasan, khusunya
pemanasan subletal. Sedangkan perlakuan kimia yaitu seperti pembersih kimia,
perlakuan oksidatif dan lain sebagainya. Tetapi setelah perlakuan dihentikan
biasanya bakteri yang mengalami subletal dapat pulih kembali (Sumiarsih, 2010).

15
Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme
adalah temperatur. Sebagian besar mikroorganisme tumbuh baik pada suhu 25-
45 oC. Namun ada beberapa jenis mikroba yang tumbuh dengan baik pada suhu
tinggi dan suhu rendah. Setiap organisme memiliki suhu optimum pertumbuhan,
waktu regenerasi akan meningkat pada setiap kenaikan atau penurunan suhu
dari suhu optimum. Kontrol suhu merupakan salah satu metode pengawetan
makanan yang paling utama dalam penghambatan mikroba. Suhu tinggi akan
menyebabkan kematian mikroba, sedangkan suhu rendah akan meningkatkan
waktu regenerasi dan memperlambat pertumbuhan sel mikroba (Martoharsono,
2012).
Pada umumnya semakin tinggi suhu pertumbuhan bakteri, resistensi
terhadap pemanasan semakin tinggi. Dengan demikian bakteri thermofil lebih
resisten terhadap pemanasan daripada bakteri mesofil. Pemanasan yang
digunakan untuk membunuh spora mesofil mungkin saja tidak cukup untuk
mencegah terjadinya kebusukan oleh spora thermofil, kecuali jika makanan
tersebut disimpan pada suhu di bawah thermofil. Untuk produk-produk makanan,
seperti kacang polong, jagung, makanan bayi dan daging yang beresiko busuk
karena thermofil, para pengolah makanan harus ekstra hati-hati dalam mencegah
terjadinya kebusukan karena germinasi dan pertumbuhan spora thermofil.
Bahan-bahan yang digunakan seperti gula, tepung dan rempah-rempah harus
terbebas dari spora thermofil (Irianto, 2013).

16
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Waktu dan Tempat Praktikum


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Selasa, 11 April 2017 di Laboratorium
Mikrobiologi Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindutri Universitas
Mataram.

Alat dan Bahan Praktikum


a. Alat-alat Praktikum
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah tabung
reaksi, cawan petri, botol kaca, lampu bunsen, pipet mikro, blue tip, vortex,
plastic, laminar air flow, rak tabung reaksi, blue tip dan label.
b. Bahan-bahan Praktikum
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah kultur
murni Pseudomonas aeruginosa, kultur murni Bacillus cereus, larutan buffer
fosfat, media Trypticase Soy Agar (TSA), media TSAS (TSA + 7% NaCl), dan
media Nutrient Broth.

Prisedur Kerja
a. Proses Pemanasan
1. Diambil 1 ose kultur murni (Pseudomonas aeruginosa dan Bacillus cereus)
kemudian dimasukkan ke dalam 10 ml media NB.
2. Diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37C.
3. Dimasukkan 10 ml kultur ke dalam 30 ml buffer fosfat.
4. Diinkubasi pada suhu 55C selama 10 menit.
5. Dimasukkan 1 ml suspensi ke dalam 4 tabung reaksi berisi 9 ml buffer
fosfat.
6. Diinkubasi pada suhu 37C dengan variasi waktu 0, 30, 60 dan 90 menit.
7. Dilakukan pengenceran sampai 106.
8. Diambil 1 ml dari 3 pengenceran terakhir
9. Ditumbuhkan pada media TSA dengan metode tuang secara duplo.
10. Diinkubasi pada suhu 37C selama 48 jam.
11. Diamati pertumbuhan koloni mikroba.

17
b. Proses Penyembuhan
1. Dimasukkan suspensi mikroba ke dalam 45 ml TSB dan TSBS masing-
masing 5 ml.
2. Diambil 10 ml kemudian dimasukkan ke dalam 3 tabung.
3. Diinkubasi pada suhu 37C dengan variasi waktu 0, 30, 60 dan 90 menit.
4. Sisa suspense diinkubasi 0 menit pada suhu 37C.
5. Dilakukan pengenceran hingga 10-5 untuk media TSB dan 10-4 untuk
media TSBS.
6. Diambil 1 ml dari 3 pengenceran terakhir.
7. Ditumbuhkan pada media TSA untuk TSB dan media TSAS untuk TSBS,
dilakukan secara duplo.
8. Diinkubasi pada suhu 37C selama 48 jam.
9. Diamati pertumbuhan koloni mkroba.

18
HASIL PENGAMATAN

Hasil Pengamatan
Tabel 2.1 Hasil Pengamatan Pemanasan Bakteri
Pengenceran
Kel Waktu Koloni
Kultur 10-4 10-5 10-6
. (menit) (cfu/gram)
U1 U2 U1 U2 U1 U2
0 13 16 23 14 36 20 3,6 107
Pseudomonas 30 76 120 30 40 114 30 9,8 105
1
aeruginosa 60 104 108 108 188 >250 >250 1 106
90 180 245 124 88 49 43 2,1 106
0 70 76 4 18 63 104 7,3 105
30 51 37 28 100 64 58 4,4 105
6 Bacillus cereus
60 71 104 25 30 92 181 8,7 105
90 41 47 68 36 80 161 4,4 105

Tabel 2.2 Hasil Pengamatan Penyembuhan Bakteri


Media
Trypticase Soy Agar (TSA) Trypticase Soy Agar Salt (TSAS)
Kel. Kultur Waktu
Koloni Koloni
10-3 10-4 10-5 10-2 10-3 10-4
(cfu/mL) (cfu/mL)
2 0 >250 >250 96 138 148 176 1,16x106 1 3 12 3 25 13 <1,0x102
3 Pseudomonas 30 >250 >250 52 124 47 864 8,8x105 0 2 0 9 5 21 <1,0x102
4 aeruginosa 60 >250 >250 54 >250 120 184 >1,0x105 4 12 1 13 24 2 <1,0x102
5 90 >250 108 >250 204 >250 55 3,2x103 32 16 7 6 8 0 3,2x103
7 0 >250 >250 38 40 5 20 3,9x105 20 2 20 26 1 29 2,6x103
8 Bacillus 30 118 >250 >250 244 80 49 3,9x106 >250 14 10 8 37 16 1,3x104
9 cereus 60 >250 >250 >250 >250 >250 >250 >1,0x105 5 6 10 7 3 6 <1,0x102
10 90 >250 >250 122 >250 132 92 1,14x107 22 40 6 34 104 92 9,7x105

19
Hasil Perhitungan
a. Pemanasan Bakteri
Kelompok 1 (Pseudomonas aeruginosa)
Waktu 0 menit
U1+U2
Koloni = 2
10-6

3,6 +20
= 2
106

=3,6 107 cfu/ml


Waktu 30 menit
U1+U2
Koloni = 2
10-4

76 +120
= 2
104

=9,8 105 cfu/ml


Waktu 60 menit
U1+U2
Koloni = 2
10-4

104 +108
= 2
104

=1,06 106 cfu/ml


Waktu 90 menit
U1+U2
Koloni = 2
10-4

180 +245
= 2
104

=2,125 107 cfu/ml


Kelompok 6 (Bacillus cereus)
Waktu 0 menit
U1+U2
Koloni = 10-4
2

70 +76
= 2
104

=7,3 105 cfu/ml

20
Waktu 30 menit
U1+U2
Koloni = 2
10-4

51 +37
= 104
2

=4,4 105 cfu/ml


Waktu 60 menit
U1+U2
Koloni = 2
10-4

71+104
= 2
104

=8,75 106 cfu/ml


Waktu 90 menit
U1+U2
Koloni = 2
10-4

41 +47
= 2
104

=4,4 105 cfu/ml


b. Penyembuhan Bakteri
Media TSA (Trypticase Soy Agar) (Pseudomonas aeruginosa)
waktu 0 menit
U1+U2
Koloni = 104
2
96+36
= 104
2

= 1,16 106 cfu/mL


waktu 30 menit
U1+U2
Koloni = 2
104
52+124
= 2
104

= 8,8 105 cfu/ mL


waktu 60 menit
U1+U2
Koloni = 2
106

= > 1,0 105 cfu/mL


waktu 90 menit
U1+U2
Koloni = 106
2

= 3,2 103 cfu/mL

21
Media TSA (Trypticase Soy Agar) (Bacillus cereus)
waktu 0 menit
U1+U2
Koloni = 2
106
38+40
= 2
106

= 3,9 105 cfu/mL


waktu 30 menit
U1+U2
Koloni = 2
105
80+49
= 105
2

= 6,45 106 cfu/mL


waktut 60 menit
U1+U2
Koloni = 105
2

= > 1,0 105 cfu/mL


waktu 90 menit
U1+U2
Koloni = 2
105
132+92
= 105
2

= 1,12 107 cfu/mL


Media TSAS (Trypticase Soy Agar Salt) (Pseudomonas aeruginosa)
waktu 0 menit
U1+U2
Koloni = 2
103

= <1,0 102 cfu/mL


Waktu 30 menit
U1+U2
Koloni = 104
2

= <1,0 102 cfu/mL


waktu 60 menit
U1+U2
Koloni = 2
103

= <1,0 102 cfu/mL


waktut 90 menit
U1+U2
Koloni = 2
103

= 3,2 103 cfu/mL

22
Media TSAS (Trypticase Soy Agar Salt) (Bacillus cereus)
waktu 0 menit
U1+U2
Koloni = 2
103

= <1,0 102 cfu/mL


waktu 30 menit
U1+U2
Koloni = 104
2
137+118
= 104
2

= 1,27 106 cfu/mL


waktu 60 menit
U1+U2
Koloni = 2
103

= <1,0 102 cfu/mL


waktu 90 menit
U1+U2
Koloni = 104
2
102+92
= 2
104

= 9,7 105 cfu/mL

23
PEMBAHASAN

Bakteri (dari kata Latin bacterium; jamak: bacteria) adalah kelompok


organisme yang tidak memiliki membran inti sel. Organisme ini termasuk ke
dalam domain prokariota dan berukuran sangat kecil (mikroskopik), serta
memiliki peran besar dalam kehidupan di bumi. Kerusakan pada bakteri dapat
didefinisikan secara sederhana sebagai efek dari satu atau lebih perlakuan
subletal pada mikroorganisme. Dengan kata lain, kerusakan subletal merupakan
konsekuensi dari paparan proses kimia atau fisik yang merusak tetapi tidak
membunuh mikroorganisme. Pemanasan subletal merupakan kondisi bakteri
yang mengalami kerusakan dan bersifat sementara. Hal ini karena kerusaka
subletal terjadi karena perlakuan-perlakuan tertentu, seperti perlakuan fisik dan
perlakuan kimia.
Bakteri yang digunakan sebagai pengaruh pemanasan subletal dan
penyembuhan terhadap pertumbuhan bakteri Pseudomonas aeruginosa dan
Bacillus cereus. Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri yang mampu
menguraikan glukosa dan mampu tumbuh pada semua jenis media. Dalam
jumlah kecil bakteri ini hidup sebagai flora normal tractus intesitinalis manusia
dan hewan.Pseudomonas aeruginosa merupakan golongan bakteri patogen,
Bacillus cereus merupakan bakteri gram-positif, aerobik, batang pembentuk
spora, kadang-kadang memperlihatkan reaksi gram-negatif. Bacillus cereus
merupakan bakteri fakultatif anaerob dengan ukuran sel-sel vegetatif dalam
bentuk rantai. Beberapa galur bersifat psikotropik, dan galur lainnya bersifat
mesofilik dan termofilik. Beberapa tidak dapat tumbuh pada makanan dingin yang
disimpan panas pada suhu di atas 60C (Anonim, 2014).
Berdasarkan hasil pengamatan total koloni yang telah mengalami
pemanasan subletal didapatkan hasil koloni yang beragam. Proses
pemanasan pada Pseudomonas aeruginosa dengan variasi waktu 0, 30, 60 dan
90 menit dan dilakukan pengenceran hingga 106. Didapatkan hasil yaitu untuk
waktu 0 menit 3,6 107 cfu/mL , untuk waktu 30 menit didapatkan hasil yaitu 9,8
105 cfu/mL, untuk waktu 60 menit didapatkan hasil 1,06 106 cfu/mL, dan
untuk waktu 90 menit didapatkan hasil yaitu 2,125 107 cfu/mL. kemudian untuk
kultur bakteri Bacillus cereus dengan variasi waktu yang sama didapatkan hasil
koloninya yaitu untuk waktu 0 menit 7,3 105 cfu/mL, untuk waktu 30 menit

24
didapatkan hasil yaitu 4,4 105 cfu/mL, untuk waktu 60 menit didapatkan hasil
8,75 106 cfu/mL, dan untuk waktu 90 menit didapatkan hasil yaitu 4,4 105
cfu/mL.
Berdasarkan hasil pengamatan untuk total koloni bakteri yang telah
mengalami penyembuhan yaitu didapatkan hasil yang berbeda untuk setiap jenis
bakteri yang digunakan. Hasil yang didapatkan untuk media TSA (Trypticase Soy
Agar) pada bakteri Pseudomonas aeruginosa dengan variasi waktu 0, 30, 60,
dan 90 menit didapatkan hasil koloni yaitu pada waktu 0 menit yaitu 1,16 106
cfu/mL, untuk waktu 30 menit didapatkan hasil yaitu 8,8 105 cfu/mL, untuk
waktu 60 menit didapatkan hasil <1,0 105 cfu/mL, dan untuk waktu 90 menit
didapatkan hasil yaitu 3,2 103 cfu/mL. Sedangkan untuk kultur bakteri Bacillus
cereus dengan variasi waktu yang sama didapatkan hasil koloni yaitu pada
waktu 0 menit yaitu 3,9 105 cfu/mL, untuk waktu 30 menit didapatkan hasil yaitu
3,9 106 cfu/mL, untuk waktu 60 menit didapatkan hasil >1,0 105 cfu/mL, dan
untuk waktu 90 menit didapatkan hasil yaitu 1,14 107 cfu/mL. Kemudian untuk
media TSAS (Trypticase Soy Agar Salt) pada bakteri Pseudomonas aeruginosa
dengan variasi waktu 0, 30, 60, dan 90 menit didapatkan hasil koloni yaitu
pada waktu 0 menit yaitu <1,0 102 cfu/mL, untuk waktu 30 menit didapatkan
hasil yaitu <1,0 102 cfu/mL, untuk waktu 60 menit didapatkan hasil <1,0 102
cfu/mL, dan untuk waktu 90 menit didapatkan hasil yaitu 3,2 103 cfu/mL.
Sedangkan untuk untuk kultur bakteri Bacillus cereus dengan variasi waktu yang
sama didapatkan hasil koloni yaitu pada waktu 0 menit yaitu 2,6 104 cfu/mL,
untuk waktu 30 menit didapatkan hasil yaitu 1,27 106 cfu/mL, untuk waktu 60
menit didapatkan hasil <1,0 102 cfu/mL, dan untuk waktu 90 menit didapatkan
hasil yaitu 9,7 105 cfu/mL. Dari hasil pengamatan tersebut terdapat
peningkatan jumlah koloni pada suhu 90 oC hal tersebut dikarenan proses
pemanasan menyebabkan perubahan aktivitas metabolisme sehingga terjadi
penurunan ketahanan dari Pseudomonas aeruginosa dan Bacillus cereus. Akan
tetapi kerusakan sel yang belum parah dapat disembuhkan kembali.
Faktor yang mempengaruhi kerusakan subletal yaitu karena perlakuan fisik
dan perlakuan kimia. Perlakuan fisik dapat menyebabkan mikroorganisme rusak
atau cidera, misalnya yaitu karena pengeringan, termasuk udara, vakum, dan
pengeringan beku panas, khususnya proses pemanasan subletal tekanan
hidrostatik tinggi, suhu rendah, termasuk pendinginan dan pembekuan, radiasi

25
dan padatan seperti kosentrasi gula dan garam. Sedangkan perlakuan kimia
yaitu seperti pembersih kimia, perlakuan oksidatif, H2O, pH, dan pengawet.
Akibat dari kerusakan subletal yaitu sel mikroba mengalami kerusakan dan
mengalami stress, tetapi tidak mengalami kematian.

26
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan maka dapat ditarik


beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Pemanasan subletal merupakan kondisi bakteri yang mengalami kerusakan
dan bersifat sementara.
2. Pada umumnya semakin tinggi suhu pertumbuhan bakteri, resistensi
terhadap pemanasan semakin tinggi. Dengan demikian bakteri thermofil
lebih resisten terhadap pemanasan daripada bakteri mesofil.
3. Pseudomonas aeruginosa merupakan golongan bakteri pathogen,
sedangkan Bacillus cereus merupakan golongan bakteri pembusuk.
4. Proses penyembuhan sel yang rusak dapat dikembalikan pada keadaan
normal setelah diinkubasi pada media penyembuhan
5. Jumlah koloni terbanyak pada proses pemanasan yaitu kultur Pseudomonas
aeruginosa sebesar 9,8 105 cfu/ml dan Bacillus ceresus yaitu 8,7 105
cfu/ml, sedangkan pada proses penyembuhan jumlah koloni terbanyak pada
media TSA yaitu 8,8 105 cfu/ml dan 6,4 105 cfu ml serta pada TSAS yaitu
3,2 106 cfu/ml.

27
ACARA III
KINETIKA KEMATIAN BAKTERI

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pertumbuhan mikroba dapat dibedakan antara pertumbuhan masing-


masing individu sel dan pertumbuhan koloni sel/populasi. Pertumbuhan tersebut,
dapat diukur secara langsung maupun tidak langsung. Pengukuran langsung
akan diperoleh jumlah keseluruhan mikroba, baik yang hidup maupun yang mati.
Sedangkan pengukuran tidak langsung hanya menghitung mikrobia yang hidup
saja. Pengukuran langsung dilakukan secara mikroskopis, yaitu menghitung
jumlah bakteri dalam satuan isi yang kecil.
Kinetika pertumbuhan populasi mikroba dapat dilihat berdasarkan sistem
biakannya yaitu pada sistem tertutup (batch culture) dan biakan terbuka
(continues culture). Pertumbuhan sel bakteri biasanya mengikuti suatu pola
pertumbuhan sigmoid. Fase pertumbuhan dimulai pada fase lag, fase log,
eksponensial, fase stationer dan kematian. Fase stationer adalah fase dimana
jumlah sel hidup bakteri sama dengan jumlah sel mati. Kemudian, fase kematian
adalah sebuah fase dimana tidak terdapat mikroorganisme hidup, melainkan
yang mati saja (Budiyanto, 2005).
Kematian suatu organisme tidak terlepas dari pengaruh faktor-faktor luar
yang mempengaruhinya seperti, suhu, pH, tekanan osmotik, sumber nutrisi,
oksigen, maupun karena pengaruh zat kimia (bahan pengawet). Perubahan
lingkungan ini akan menyebabkan sifat perubahan morfologi dan fisiologi
mikrobia. Perubahan lingkungan yang tidak sesuai umumnya akan membunuh
mikroorganisme sehingga mikrobia akan mati. Oleh karena itu, perlu dilakukan
praktikum ini untuk mengetahui kinetika kematian bakteri selama fase
pertumbuhan sigmoidnya.

Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui laju kinetika
kematian bakteri yang dihitung melalui nilai D.

28
TINJAUAN PUSTAKA

Proses termal merupakan suatu ilmu yang berkembang sejak termokopel


digunakan untuk mengukur suhu. Secara industri, teknik pengemasan untuk
mengawetkan makanan sudah sangat berkembang, sehingga dapat
memperpanjang masa simpan produk pangan hingga waktu beberapa bulan
hingga beberapa tahun. Ada beberapa keuntungan dari proses termal.
Keuntungan dari proses pemanasan atau pemasakan ini adalah terbentuknya
tekstur dan cita rasa yang khas dan disukai, rusak atau hilangnya beberapa
komponen anti gizi, peningkatan ketersediaan beberapa zat gizi, terbunuhnya
mikroorganisme sehingga meningkatkan keamanan dan keawetan pangan, serta
menyebabkan inaktifnya enzim-enzim perusak sehingga mutu produk lebih stabil
selama penyimpanan (Hariyadi, 2000).
Salah satu proses termal yang umum digunakan adalah sterilisasi.
Sterilisasi secara komersial dengan cara menggunakan suhu tinggi dalam waktu
cukup lama, sehingga tidak ada lagi mikroorganisme yang hidup pada suhu
penyimpanan normal. Proses sterilisasi merupakan tahap yang paling penting
dan kritis dalam proses pengalengan yang menentukan sukses tidaknya proses
sterilisasi secara keseluruhan. Proses ini dilakukan setelah kaleng ditutup dan
dimasukkan ke dalam ketel uap atau retort. Suhu sterilisasi adalah 121,1 oC (250
o
F) (Kusnandar, 2006).
Desain proses termal untuk pengolahan pangan (pengalengan) memiliki
dua parameter kinetika inaktivasi mikroba yang harus diperhatikan, yaitu nilai D
dan Z. Nilai D merupakan waktu dalam menit pada suhu tertentu yang diperlukan
untuk menurunkan jumlah spora atau sel vegetatif tertentu yang diperlukan untuk
menurunkan jumlah spora atau sel vegetatif tertentu sebesar 90% atau satu
logaritmik. Sedangkan nilai Z adalah perubahan suhu yang diperlukan untuk
merubah nilai D sebesar 90% atau satu siklus logaritma (Yuswita, 2014).
Nilai D dan Z yang menggambarkan ketahanan panas dari bakteri akan
berbeda untuk masing-masing bakteri. Semakin besar nilai D menunjukkan
bahwa bakteri tersebut tahan terhadap panas pada suhu tertentu. Nilai Z adalah
suhu yang diperlukan untuk menurunkan atau meningkatkan 1 siklus log nilai D.
Semakin besar nilai D dan Z bararti mikroba tersebut daya tahannya akibat
perubahan suhu sangat besar dan sebaliknya jika nilai Z kecil, maka mikroba

29
akan sangat peka terhadap panas. Nilai Z diperoleh dengan rumus = nilai Z =
1/slope (Mailia, 2015).
Ketahanan panas mikroba adalah kemampuan suatu mikroba untuk tetap
bertahan (survive) pada saat memperoleh perlakuan panas yang dinyatakan
dengan besarnya nilai D dan nilai Z. Makin besar nilai D dan nilai Z suatu
mikroba makin besar pula ketahanan panasnya. Daya tahan panas mikroba pada
umumnya berkaitan dengan suhu pertumbuhan optimum sehingga bakteri
thermofilik lebih tahan panas dibanding mesofilik dan psikrofilik (Diana, 2014).

30
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Waktu dan Tempat Praktikum


Praktikum ini dilaksanakan pada hari selasa, 18 April 2017 di Laboratorium
Mikrobiologi Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas
Mataram.

Alat dan Bahan Praktikum


a. Alat-alat Praktikum
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah tabung
reaksi, pipet mikro, inkubator, laminar air flow, blue tip, hot plate, penjepit
tabung reaksi, rak tabung reaksi, cawan petri, bunsen, termometer, gelas
kimia, vortex, botol UC, stopwatch, plastik, karet gelang, dan kertas label.
b. Bahan-bahan Praktikum
Adapun bahan-bahan yang diguanakan pada praktikum ini adalah kultur
bakteri Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Medium Trypticase Soy
Agar (TSA), medium Trypticase Soy Broth (TSB), Buffer fosfat dan
Aquades.

Prosedur Kerja
1. Diambil masing-masing 1 mL kultur bakteri.
2. Dilarutkan ke dalam larutan Buffer fosfat 6 tabung reaksi dengan label
masing-masing 0, 5, 10, 20 dan 30 menit.
3. Diinkubasi pada suhu 85 oC sesuai waktu yang ditentukan.
4. Dilakukan pengenceran pada tabung 0 dan 5 menit sampai 10-5, dan tabung
10 menit sampai 10-4 dan tabung 20 dan 30 menit sampai pengenceran 10-3.
5. Dipipet 1 mL pada 3 pengeceran terakhir.
6. Ditambahkan media TSA dengan metode tuang secara duplo.
7. Diinkubasi pada suhu 37 oC selama 48 jam.
8. Dihitung jumlah koloni yang tumbuh dan dicari nilai D nya dengan rumus :
t
D = log a- log b

31
Keterangan : t = waktu (menit)
Log a = jumlah bakteri awal (0)
Log b = jumlah bakteri waktu tertentu (jumlah akhir)

32
HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

Hasil Pengamatan
Tabel 3.1 Hasil Pengamatan Kinetika Kematian Bakteri
Klp Kultur Waktu Pengenceran Koloni Nilai D D
10-1 10-2 10-3 10-4 10-5 (cfu/ml) (menit) (menit)
U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2
1 Escherichia 0 >250 >250 >250 176 164 68 1,6 x 107 0 4,93
2 coli 5 >250 >250 84 >250 >250 >250 8,4 x 105 4,39
3 10 156 >250 150 130 32 4 1,93 x 105 5,62
4 20 14 77 24 25 1 25 2,5 x 105 4,79
5 30 4 16 7 23 6 9 <1,0 x 101 -
6 Staphylococcu 0 >250 >250 76 69 44 37 7,4 x 105 0 4,125
7 s aureus 5 37 12 12 11 9 4 3,7 x 104 3,84
8 10 20 40 16 13 >250 >250 4,0 x 103 4,41
9 20 10 1 12 16 16 23 <1,0 x 101 -
10 30 1 12 4 2 5 5 <1,0 x 101 -

33
Hasil Perhitungan
1. Escherichia coli
- Waktu 0
U1 + U2
Koloni = 2
x 105
164+68
= 2
x 105

= 1,16 x 107 cfu/ml.


Nilai D =0
- Waktu 5
U1 + U2
Koloni = 2
x 104

= 8,4 x 105 cfu/ml.


t
Nilai D = log a- log b
5
=
log 1,16 x 107 + log 8,4 x 105
5
=
7,064-5,924

= 4,39 menit
- Waktu 10
U1 + U2
Koloni = 2
x 103
156+230
= x 103
2

= 1,93 x 105 cfu/ml.


t
Nilai D = log a- log b
5
=
log 1,16 x 107 + log 1,93 x 105
5
= 7,064-5,285

= 5,62 menit
- Waktu 20
U1 + U2
Koloni = x 102
2

= 2,5 x 103 cfu/ml.


t
Nilai D = log a- log b
5
=
log 1,16 x 107 + log 2,5 x 103
5
= 7,064-2,886

34
= 4,79 menit
- Waktu 30
U1 + U2
Koloni = 2
x 101

= <1,0 x 101 cfu/ml.


t
Nilai D =
log a- log b
5
=
log 1,16 x 107 + log < 2,5 x 102

= - (tidak ada)
(4,39+5,62+4,79)
Nilai D = 3

= 4,93 menit
2. Staphylococcus aureus
- Waktu 0
1 + 2
Koloni = 2
x 104
79+69
= 2
x 104

= 7,4 x 105 cfu/ml.


Nilai D =0
- Waktu 5
U1 + U2
Koloni = 2
x 103

= 3,7 x 104 cfu/ml.


t
Nilai D =
log a- log b
5
=
log 7,4 x 105 + log 3,7 x 104
5
= 5,869-4,568

= 3,84 menit
- Waktu 10
U1 + U2
Koloni = 2
x 102

= 4,0 x 103 cfu/ml.

t
Nilai D =
log a- log b

35
5
=
log 7,4 x 105 + log 4,0 x 103
5
= 5,869-3,602

= 4,41 menit
- Waktu 20
U1 + U2
Koloni = 2
x 101

= <1,0 x 101 cfu/ml.


t
Nilai D = log a- log b
5
=
log 7,4 x 105 + log< 2,5 x 102

= - (tidak ada)
Waktu 30
U1 + U2
Koloni = x 101
2

= <1,0 x 101 cfu/ml.


t
Nilai D = log a- log b
5
=
log 7,4 x 105 + log< 2,5 x 102

= - (tidak ada)
(3,84+4,41)
Nilai D = 2

= 4,125 menit

36
PEMBAHASAN

Proses termal adalah suatu proses dengan menggunakan metode


pemanasan untuk memperpanjang masa simpan produk pangan, membunuh
mikroorganisme pembusuk dan patogen, memperbaiki mutu sensori, melunakkan
produk, meningkatkan daya cerna protein dan karbohidrat, serta menghancurkan
komponen gizi dan menurunkan mutu sensori produk. Salah satu proses termal
yang umum dilakukan adalah sterlisasi. Sterilisasi ini dipercaya dapat
menghilangkan atau membunuh mikroba secara keseluruhan. Proses ini
dilakukan dalam pengalengan makanan setelah ditutup dengan dimasukkan ke
dalam retort. Suhu sterilisasi standar yang digunakan adalah 121,1 oC (250 oF)
(Kusnandar, 2006).
Ketahanan panas mikroba adalah kemampuan suatu mikroba untuk tetap
bertahan (survive) pada saat memperoleh perlakuan panas yang dinyatakan
dengan besarnya nilai D dan nilai Z. Makin besar nilai D dan nilai Z suatu
mikroba makin besar pula ketahanan panasnya. Daya tahan panas mikroba pada
umumnya berkaitan dengan suhu pertumbuhan optimum sehingga bakteri
thermofilik lebih tahan panas dibanding mesofilik dan psikrofilik (Diana, 2014).
Nilai D juga sangat berhubungan dengan jumlah pertumbuhan bakteri dalam
melakukan proses pemanasan. Apabila nilai D nya tinggi, maka jumlah
mikroorganisme yang resisten terhadap panas menjadi lebih tinggi dan apabila
nilai D nya rendah, maka mikroba tergolong ke dalam jenis mikroba yang sensitif
terhadap panas.
Di dalam mendesain proses termal untuk pengolahan pangan
(pengalengan), ada dua parameter kinetika inaktivasi mikroba yang harus
diperhatikan, yaitu nilai D dan nilai Z. Nilai D merupakan waktu dalam menit pada
suhu tertentu yang diperlukan untuk menurunkan jumlah spora atau sel vegetatif
tertentu sebesar 90 % atau satu logaritmik. Sedangkan nilai Z adalah perubahan
suhu yang diperlukan untuk merubah nilai D sebesar 90% atau satu siklus
logaritmik. Semakin besar nilai D suatu mikrobia pada suhu tertentu, maka
semakin besar ketahanan panas mikroba tersebut pada suhu tertentu pula
(Yuswita, 2014).
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, terdapat dua isolat
bakteri uji yang dipakai yaitu E. coli dan S. aureus. Pada bakteri E.coli, semakin

37
lama pemanasan, maka jumlah bakteri yang tumbuh semakin rendah dan
semakin banyak mikroba yang mengalami kematian. Pada sampel dengan
perlakuan dengan tanpa pemanasan dalam waktu 0 menit, jumlah bakteri yang
tumbuh adalah 1,16 x 107 cfu/ml, kemudian pada waktu pemanasan 5 menit
mencapai 8,4 x 105 cfu/ml, kemudian pada waktu 10 menit, jumlah pertumbuhan
mikroba menurun menjadi 1,93 x 105 cfu/ml, pada waktu pemanasan 20 menit,
jumlah mikroba menurun menjadi 2,5 x 103 cfu/ml dan menurun pada
pemanasan 85 oC selama 30 menit menjadi <1,0 x 101 cfu/ml.
Berdasarkan hasil pengamatan pada bakteri Staphylococcus aureus
menunjukkan jumlah isolat bakteri yang tumbuh semakin menurun dengan
bertambahnya waktu pemanasan. Jumlah bakteri yang tumbuh selama
pemanasan 0 menit sebesar 7,4 x 105 cfu/ml, kemudian waktu pemanasan 5
menit menjadi 3,7 x 104 cfu/ml, pada suhu 85 oC dengan waktu pemanasan 10
menit menjadi 4,0 x 103 cfu/ml, kemudian menurun menjadi <1,0 x 101 cfu/ml
pada pemanasan 85 oC selama 20 menit dan 30 menit.
Sedangkan perhitungan nilai D menunjukkan jumlah pertumbuhan mikroba
E. coli dalam menit bertambah sekaligus menurun sesuai dengan waktu
pemanasan. Nilai D menunjukkan setelah pemanasan selama 5 menit sebesar
4,39 menit, kemudian bertambah jumlah nilai D nya menjadi 5,62 menit setelah
pemanasan selama 10 menit. Selama pemanasan 20 menit, jumlah nilai D
menurun kembali menjadi 4,79 menit dan nilai D menjadi sangat rendah setelah
pemanasan selama 30 menit. Kemudian pada bakteri S. aureus, setelah
pemanasan selama 5 menit, jumlah nilai D nya adalah 3,84 menit, kemudian nilai
D nya bertambah menjadi 4,41 menit setelah pemanasan selama 10 menit.
Setelah pemanasan selama 20 menit dan 30 menit, jumlah nilai D sangat rendah
sehingga tidak dapat dihitung. Penambahan nilai D setelah pemanasan selama
10 menit ini menunjukkan aktivitas mikroba sedang berada pada fase
pertumbuhan logaritmik dan sudah melewati fase adaptasi pada pemanasan
selama 5 menit. Kemudian menurun jumlahnya pada pemanasan selama 20
menit disebabkan karena pada fase ini mikroba berada pada fase pertumbuhan
statis. Sehingga jumlah mikroba sama dengan yang mati dan membutuhkan
waktu yang lebih singkat untuk menurunkan jumlah bakteri yang masih hidup.
Kemudian setelah pemanasan selama 30 menit, membutuhkan waktu yang
sangat singkat untuk menurunkan jumlah bakteri yang tumbuh.

38
E. coli merupakan salah satu golongan bakteri gram negatif, tidak dapat
membentuk spora dan bersifat mesofilik. Sedangkan S. aureus merupakan salah
satu golongan bakteri gram positif berbentuk bulat (coccus) yang tidak dapat
membentuk spora dan tergolong ke dalam bakteri mesofilik. Umumnya resistensi
terhadap panas suatu mikroorganisme antara bakteri gram positif dengan bakteri
gram negatif adalah lebih resisten bakteri gram positif. Hal ini disebabkan karena
bakteri gram positif memiliki lapisan pelindung yang lebih tebal daripada bakteri
gram negatif berupa lapisan peptidoglikan yang tebal sehingga akan mengurangi
laju penetrasi panas ke dalam bagian inti sel bakteri. Sedangkan pada bakteri
gram negatif umumnya memiliki resistensi panas yang cukup rendah karena
bakteri gram negatif memiliki lapisan peptidoglikan yang lebih tipis sehingga laju
penetrasi panas menjadi lebih cepat.
Berdasarkan pengamatan di atas, dapat dilihat bahwa semakin
bertambahnya lama pemanasan, jumlah penurunan mikroorganisme menjadi
semakin meningkat. Penurunan jumlah mikroba akibat panas ini adalah sebesar
1 siklus logaritmik. Rata-rata penurunan jumlah mikroba ini adalah sebesar 1
siklus log saja. Akan tetapi, terdapat hasil yang tidak sesuai dengan literatur pada
hasil pengamatan tersebut yakni bakteri gram negatif lebih resisten daripada
bakteri gram positif. Hal ini menunjukkan bahwa bukan hanya penyusun dinding
selnya saja yang mempengaruhi, tetapi terdapat berbagai jenis faktor lain seperti
jumlah mikroorganisme yang terkandung dalam masing-masing sampel tidaklah
sama sehingga bisa jadi jumlah mikroba gram positif pada sampel pengenceran
lebih rendah dibandingkan dengan sampel bakteri gram negatifnya. Semakin
tinggi jumlah mikroba di dalam satu tabung, maka resistensi panas akan semakin
tinggi pula.
Terdapat berbagai jenis faktor yang mempengaruhi ketahanan panas dari
mikroba yaitu air, lemak, garam, gula, protein, pH, jumlah mikroorganisme, umur
mikroorganisme, suhu pertumbuhan, senyawa penghambat, waktu dan suhu
yang digunakan dalam proses termal. Sel mikroorganisme kering dalam tabung
reaksi dan dipanaskan dalam penangas air lebih resisten daripada
mikroorganisme basah pada kondisi yng sama karena denaturasi protein lebih
cepat terjadi di dalam air daripada udara kering. Adanya kandungan lemak,
garam, gula maupun protein akan meningkatkan ketahanan mikroorganisme
tersebut. Jumlah mikroorganisme yang tinggi di dalam tabung reaksi akan lebih

39
resisten terhadap panas daripada jumlah mikroorganisme yang lebih rendah
jumlahnya. Hal ini karena mikroba akan mensekresikan pelindung yang akan
menyebabkan mikroba menjadi lebih resisten panas. Kemudian semakin tinggi
suhu pertumbuhan suatu mikroba, aka semakin resisten bakteri tersebut. Oleh
karena itu, bakteri termofilik lebih resisten daripada bakteri mesofilik. Kemudian
umur mikroorganisme juga sangat mempengaruhi yakni mikroba yang berada
pada fase adaptasi dan statis lebih resisten terhadap pans daripada mikroba
yang berada pada fase logaritmik. Hal ini karena, pada fase log mikroba sedang
aktif melakukan pembelahan secara biner sehingga selnya berada dalam
keadaan yang lebih sensitif.

40
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan, dapat disimpulkan


sebagai berikut:
1. Ketahanan panas mikroba adalah kemampuan suatu mikroba untuk tetap
bertahan (survive) pada saat memperoleh perlakuan termal.
2. Nilai D merupakan waktu dalam menit pada suhu tertentu yang diperlukan
untuk menurunkan jumlah spora atau sel vegetatif tertentu sebesar 90 %
atau satu logaritmik. Sedangkan nilai Z adalah perubahan suhu yang
diperlukan untuk merubah nilai D sebesar 90% atau satu siklus logaritmik.
Semaikn besar nilai D suatu mikrobia pada suhu tertentu, maka semakin
besar ketahanan panas mikroba tersebut pada suhu tertentu pula.
3. Bakteri gram positif umumnya lebih tahan terhadap panas dibandingkan
dengan bakteri gram negatif karena bakteri gram positif memiliki dinding sel
dengan peptidoglikan yang tebal daripada bakteri gram positif yang memiliki
peptidoglikan yang tipis.
4. Hasil pengamatan menunjukkan e.coli lebih reisten terhadap panas daripada
Staphylococcus aureus, hal ini dapat dilihat pada pemanasan 20 menit,
jumlah koloni S. aureus sebesar <1,0 x 101 cfu/ml dengan nilai D tidak ada.
Sedangkan E.coli untuk menurunkan jumlah bakteri sebesar <1,0 x 101
cfu/ml dibutuhkan waktu sebesar 30 menit.
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan panas dari mikroba yaitu air,
lemak, garam, gula, protein, pH, jumlah mikroorganisme, umur
mikroorganisme, suhu pertumbuhan, senyawa penghambat, waktu dan suhu
yang digunakan dalam proses termal.

41
ACARA IV
UJI STERILISASI BEBERAPA MAKAN KALENG

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Makanan merupakan kebutuhan dasar manusia yang di mana harus bersih


dan memiliki kandungan gizi yang lengkap. Perkembangan industri pangan yang
memberikan penimbahan pada makanan yang menyebabkan perkembangan
bahan makanan yang menyebabkan perkembangan bahan makanan semakin
maju dan pesat, baik itu dari pengawet,perasa, tekstur atau warna dari makanan.
Konsumen membutuhan makanan yang segar murah dan mudah di sajikan
sebagai tuntutan zaman yang semakin praktis.
Pengalengan merupakan salah satu metode pengawetan makanan dengan
cara pemanasan pada suhu tinggi. Keunggulan metode ini adalah makanan ini
dikemas dalam keadaan sudah siap saji dan dapat bertahan cukup lama apabila
disimpan pada kondisi yang tepat. Proses termal yang dilakukan bergantung pH
produk yang akan dikalengkan. Proses termal harus terhindar dari under
processing karena akan member pelunak mikroba patogen untuk tumbuh dan
berkembang (Rusiardy, 2014).
Proses sterilisasi makanan kaleng dapat dikatakan aseptis akan tidak
menutup kemungkinan untuk terjadinya kebusukan. Kebusukan dapat terjadi
karena kadaluarsa produk atau kurang sempurnanya pemanasan, suhu waktu
yang tidak memadai. Akibat tersebut menyebabkan tumbuhannya mikroba.
Jasad renik itulah yang menyebabkan makanan jadi bau, busuk dan bahkan
menjadi beracun. Oleh karena itu pada peraktikum ini akan dilakukan pengujian
sterilisasi pada makanan kaleng.

Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk menguji sterilitas beberapa
makanan kaleng.

42
TINJAUAN PUSTAKA

Sterilisasi merupakan suatu proses yang bertujuan untuk menghilangkan


dan membinasakan semua alat dan media dari gangguan mikroorganisme,
termasuk virus, bakteri, spora dan fungi beserta sporanya. Sterilisasi merupakan
suatu metode atau cara yang digunakan untuk mengeliminasi semua
mikroorganisme. Sterilisasi dilakukan menggunakan autoklaf untuk
menggunakan panas bertekanan, pemanasan kering (oven), sterilisasi kimiawi
(seperti glutaraldehid atau formaldehid) dan secara fisik.Dalam pengolahan
pangan, sterilisasi digunakan hingga titik aman agar memiliki daya simpan yang
cukup lama. Karena spora bakteri bersifat tahan panas, maka umumnya
dilakukan pemanasan selama 15 menit pada suhu 120C atau ekuivalennya,
artinya semua partikel bahan pangan tersebut harus mengalami perlakuan panas
yang sama (Khasani, 2009).
Pengalengan makanan adalah suatu proses pengawetan makanan
dengan mengepak bahan makanan tersebut di dalam wadah gelas atau kaca
yang dapat ditutup secara hermentis sehingga kedap udara. Dipanaskan sampai
suhu yang cukup untuk menghancurkan mikroorganisme pembusuk dan
pathogen di dalam bahan.Kemudian didinginkan dengan cepat untuk mencegah
terjadinya over cooking, dari makanan serta menghindari aktif kembalinya bakteri
tahan panas (thermofilik bacteria).Tetapi diusahakan agar pemanasan yang tidak
diberikan tidak mengakibatkan kerusakan nilai gizi pangan tersebut.Kaleng atau
gelas garis yang digunakan jangan biarkan menjadi dingin sebelum
processing.Produk didinginkan setelah processing dan dikeringkan (Muchtadi,
2012).
Daging ayam merupakan media yang baik untuk pertumbuhan
mikroorganisme. Hal ini disebabkan daging ayam yang mengandung air, kaya
nitrogen, serta pH yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme (Abustam,
2007 dalam Jaelan, 2014). Salah satu cara untuk mencegah atau menghambat
kerusakan tersebut antara lain dengan membungkusnya dengan bahan kemasan
yang kedap udara dan air. Berbagai macam kemasan yang sering digunakan
oleh masyarakat antara lain kertas, aliminium foil, plastik, kaca, kaleng maupun
logam (Jaelani, 2014).

43
Ikan segar merupakan salah satu komoditi yang mudah rusak. Kerusakan
ini dapat disebabkan oleh proses biokimiawi maupun oleh aktivitas mikrobiologi.
Kandungan air hasil perikanan pada umumnya tinggi mencapai 56,79% sehingga
sangat memungkinkan terjadinya reaksi-reaksi biokimiawi. Sementara kerusakan
mikrobiologis disebabkan karena aktivitas mikroorganisme terutama bakteri.
Kandungan protein yang cukup tinggi pada ikan menyebabkan ikan mudah rusak
bila tidak segera dilakukan pengolahan dan pengawetan (Winarno, 1980 dalam
Wulandari, 2009).
Ikan makarel (Scomber japoinicus) adalah jenis ikan pelagis yang
termasuk dalam keluarga Scombridae yaitu keluarga tuna yang merupakan
perenang cepat dan predator. Produk ikan makarel umumnya berupa filiet, ikan
kaleng, ikan beku, ikan kering dan ikan asap. Pemanfaatan ikan makarel di
Indonesia umumnyasebagai bahan baku ikan kaleng. Produksi ikan kaleng
menghasilkan hasil samping berupa kepala dan jeroan ikan. Kepaladan jeroan
ikan digunakan sebagai bahan baku pembuatan tepung ikan. Proses pembuatan
tepung ikan akan menghasilkan produk utama berupa tepung ikan dan produk
samping berupa minyak ikan (Feryana, 2014).

44
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis, 21 Mei 2017 di Laboratorium


Mikrobiologi Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas
Mataram.

Alat dan Bahan Praktikum

a. Alat-alat Praktikum
Adapun alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah cawan petri,
tabung reaksi, rak tabung reaksi, timbangan analitik, vortex, lampu bunsen,
drigalski, pipet mikro, blue tip, kertas label, tisu, inkubator, laminar air flow dan
aluminium foil.
b. Bahan-bahan Praktikum
Adapun bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah larutan
pengencer, media Potato Dextrose Agar (PDA), media Plate Count Agar (PCA),
produk makanan daging sapi kaleng merk Kornet Daging Sapi, produk makanan
ikan kaleng merk Sardines, buffer fosfat dan alkohol.

Prosedur Kerja

a. Pemeriksaan Informasi Makanan Kaleng


1. Disiapkan alat dan bahan praktikum
2. Diamati informasi merek, produsen, komposisi, kode produksi dan
tanggal kadaluarsa
3. Dicatat hasil pengamatan pada tabel pengamatan
b. Uji Total Mikroba
1. Dihancurkan ikan atau daging sampai halus
2. Ditimbang 1 gr ikan atau daging halus
3. Dimasukkan ke dalam botol uc dan di vortex
4. Diencerkan ke dalam tabung reaksi 10-1 sampai 10-6
5. Diambil 3 pengenceran terakhir 10-4, 10-5, 10-6
6. Dipipet 1 ml menggunakan pipet mikro
7. Dimasukkan ke dalam cawan petri

45
8. Dituang media Plate Count Agar untuk pengenceran 10-4, 10-5, 10-6
9. Diinkubasi secara duplo pada inkubator dengan suhu 37 OC selama 48
jam.
c. Uji Total Kapang
1. Dihancurkan ikan atau daging sampai halus
2. Ditimbang 1 gr daging atau ikan halus
3. Dimasukkan ke dalam botol UC
4. Dihomogenkan menggunakan vortex
5. Diencerkan tabung reaksi 10-1, 10-2, 10-3
6. Dipipet 1 ml menggunakan pipet mikro
7. Dimasukkan ke dalam cawan petri berisi media Potato Dextrose Agar
8. Diratakan menggunakan drigalski
9. Diinkubasi secara duplo pada inkubasi menggunakan suhu 37 OC selama
48 jam.
d. Uji Penduga Koliform
1. Dihancurkan ikan atau daging sampai halus
2. Ditimbang 1 gr ikan atau daging halus
3. Dimasukkan ke dalam botol uc dan di vortex
4. Diencerkan ke dalam tabung reaksi 10-1 sampai 10-6
5. Diambil 3 pengenceran terakhir 10-1, 10-2, 10-3
6. Dipipet 1 ml menggunakan pipet mikro
7. Dimasukkan ke dalam cawan petri
8. Dituang media Violet Red Bile Agar untuk pengenceran 10-1, 10-2, 10-3
9. Diinkubasi secara duplo pada inkubator dengan suhu 37 OC selama 48
jam.

46
HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

Hasil Pengamatan
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Informasi Prosuk Makanan Kaleng
Klp. Merk Produsen Komposisi Kode Tanggal Kenampakan Gambar
produk kadaluars produk
a
1 Sardines PT. Indofish Ikan sarden IFIF103 21-08- Kaleng
International (50%), air, pasta 2019 penyok dan
tomat (14%), ring berkarat
gula, bawang
putih, bawang
merah, garam,
pengental, pati
modifikasi.
2 Sardines PT. Indofish Ikan sarden IFIF103 25-08- Datar dan
International (50%), air, pasta 2019 berkarat
tomat (14%), pada ring
gula, bawang
putih, bawang
merah, garam,
pengental, pati
modifikasi.

47
3 Sardines PT. Indofish Ikan sarden IFIF103 25- 08- Korosi,
International (50%), air, pasta 2019 penyok
tomat (14%), bagian
gula, bawang bawah, dan
putih, bawang kaleng
merah, garam, tergores
pengental, pati
modifikasi.
4 Kornet PT. Sriwijaya Daging sapi CBC702 05-05- Normal
Daging Abadi Perkasa (40%), protein 2019
Sapi kedelai, tepung
terigu, minyak
nabati, bumbu
bumbu, garam,
tapioka, gula,
MSG, Natrium
Bisulfat, NaNo3.
5 Kornet PT. Sriwijaya Daging sapi CBC702 Des 2018 Kaleng rata,
Daging Abadi Perkasa (40%), protein berkarat
Sapi kedelai, tepung pada
terigu, minyak tutupnya, dan
nabati, bumbu produk
bumbu, garam, normal.
tapioka, gula,
MSG, Natrium
Bisulfat, NaNo3.

48
6 Sardines PT. Indofish Ikan sarden IFIF103 25-08- Karat pada
International (50%), air, pasta 2019 bbagian ring
tomat (14%), kaleng.
gula, bawang
putih, bawang
merah, garam,
pengental, pati
modifikasi.

7 Sardines PT. Indofish Ikan sarden IFIF103 25-05- Karat pada


International (50%), air, pasta 2019 bagian ring,
tomat (14%), kaleng
gula, bawang penyok
putih, bawang
merah, garam,
pengental, pati
modifikasi.
8 Sardines PT. Indofish Ikan sarden IFIF103 25-05- Normal dan
International (50%), air, pasta 2019 bagian tutup
tomat (14%), berkarat.
gula, bawang
putih, bawang
merah, garam,
pengental, pati
modifikasi.

49
9 Kornet PT. Sriwijaya Daging sapi CBC702 Des 2018 Normal
Daging Abadi Perkasa (40%), protein
Sapi kedelai, tepung
terigu, minyak
nabati, bumbu
bumbu, garam,
tapioka, gula,
MSG, Natrium
Bisulfat, NaNo3.
10 Kornet PT. Sriwijaya Daging sapi CBC702 25-05- Normal
Daging Abadi Perkasa (40%), protein 2019
Sapi kedelai, tepung
terigu, minyak
nabati, bumbu
bumbu, garam,
tapioka, gula,
MSG, Natrium
Bisulfat, NaNo3.

50
Tabel 4.2 Uji Total Mikroba Pada Makanan Kaleng
Klp Sampel Pengenceran koloni
10-4 10-5 10-6 (cfu/ml)
U1 U2 U1 U2 U1 U2
1 Sardines 14 14 11 51 23 25 5,1 x 106
2 Sardines 240 TBUD TBUD TBUD 128 248 1,88 x108
3 Sardines 3 3 1 0 35 1 3,5 x 107
4 Kornet Daging Sapi 168 48 25 16 25 23 1,08 x106
5 Kornet Daging Sapi 10 30 30 23 32 43 3,75 x 108
6 Sardines 90 7 3 1 7 63 9,0 x106
7 Sardines 28 6 2 2 28 4 2,8 x 106
8 Sardines 14 7 11 TBUD 20 19 <1,0 x104
9 Kornet Daging Sapi 40 59 20 21 5 17 4,95 x10
10 Kornet Daging Sapi 7 6 1 5 3 10 <1,0 x104

Tabel 4.3 Uji Total Jamur Makanan Kaleng


Klp Sampel Pengenceran koloni
-1
10 10-2 10-3 (cfu/ml)
U1 U2 U1 U2 U1 U2
1 Sardines 0 0 0 3 2 2 < 1,0 x 10
2 Sardines 8 6 14 26 64 100 2 x 107
3 Sardines 0 0 0 1 2 0 < 1,0 x 10
4 Kornet Daging Sapi 0 2 1 0 2 3 < 1,0 x 10
5 Kornet Daging Sapi 0 0 0 0 2 0 < 1,0 x 10
6 Sardines 0 0 2 0 1 0 < 1,0 x 10
7 Sardines 0 0 0 0 0 0 < 1,0 x 10
8 Sardines 0 0 1 1 0 1 < 1,0 x 10
9 Kornet Daging Sapi 1 1 67 59 11 27 6,3 x 103
10 Kornet Daging Sapi 0 0 0 0 0 0 < 1,0 x 10

51
Tabel 4.4 Uji Total Koliform Maknan Kaleng
Klp Sampel Pengenceran koloni
10 10 10 (cfu/ml)
U1 U2 U1 U2 U1 U2
1 Sardines 0 1 0 2 0 0 < 1,0 x 10
2 Sardines 34 18 56 TBUD 76 TBUD 2,6 x 102
3 Sardines 0 0 0 0 0 1 < 1,0 x 10
4 Kornet Daging Sapi 4 0 1 23 10 18 1,4 x 104
5 Kornet Daging Sapi 0 0 0 0 0 0 < 1,0 x 10
6 Sardines 0 0 1 1 0 0 < 1,0 x 10
7 Sardines 0 0 0 1 0 0 < 1,0 x 10
8 Sardines 0 2 1 1 0 TBUD < 1,0 x 10
9 Kornet Daging Sapi 0 2 1 1 0 0 < 1,0 x 10
10 Kornet Daging Sapi 0 2 1 1 0 0 < 1,0 x 10

52
Hasil Perhitungan
1. Hasil Perhitungan Uji Total Bakteri
Sardines
U1+U2
Koloni = 2

= 5,1 x 106 cfu/gr


Sardines
U1+U2
Koloni = 2
128+148
= 2

= 1,88 x 106 cfu/gr


Sardines
U1+U2
Koloni = 2

= 3,5 x 107cfu/gr
Kornet Daging Sapi
U1+U2
Koloni =
2
168+48
= 2

= 1,08 x 106 cfu/gr


Kornet Daging Sapi
U1+U2
Koloni = 2

= 3.75 x 107 cfu/gr


Sardines
U1+U2
Koloni = 2

= 9,0 x 106 cfu/gr


Sardines
U1+U2
Koloni = 2

= 2,8 x 106 cfu/gr


Sardines
U1+U2
Koloni =
2

= <2,5 x 104 cfu/gr

53
Kornet Daging Sapi
U1+U2
Koloni =
2

= 4,95 x 105 cfu/gr


Kornet Daging Sapi
U1+U2
Koloni = 2

= < 2,5 x 105 cfu/gr


2. Uji Total Jamur
Sardines
U1+U2
Koloni = 2

= <1.0x 102 cfu/gr


Sardines
U1+U2
Koloni = 2
64+100
= 2

= 0,2 x 104 cfu/gr


Sardines
U1+U2
Koloni = 2

= <1.0 x 102 cfu/gr


Kornet Daging Sapi
U1+U2
Koloni =
2

= <1.0x 102 cfu/gr


Kornet Daging Sapi
U1+U2
Koloni = 2

= <1.0 x 102 cfu/gr


Sardines
U1+U2
Koloni = 2

= <1.0 x 102 cfu/gr


Sardines
U1+U2
Koloni = 2

= <1.0 x 102 cfu/gr

54
Sardines
U1+U2
Koloni =
2

= <1.0 x 102 cfu/gr


Kornet Daging Sapi
U1+U2
Koloni = 2
67+7
= 2

= 5,2 x 107 cfu/gr


Kornet Daging Sapi
U1+U2
Koloni = 2

= <1.0 x 102 cfu/gr


3. Uji Total Koliform
Sardines
U1+U2
Koloni = 2

= <1.0 x 102 cfu/gr


Sardines
U1+U2
Koloni = 2

= 3,4 x 102cfu/gr
Sardines
U1+U2
Koloni =
2

= <1.0 x 102cfu/gr
Kornet Daging Sapi
U1+U2
Koloni = 2

= <1.0x 102 cfu/gr


Kornet Daging Sapi
U1+U2
Koloni = 2

= <1.0x 102 cfu/gr


Sardines
U1+U2
Koloni = 2

= <1.0 x 102cfu/gr

55
Sardines
U1+U2
Koloni =
2

= <1.0 x 102cfu/gr
Sardines
U1+U2
Koloni = 2

= <1.0x 102cfu/gr
Kornet Daging Sapi
U1+U2
Koloni = 2

= <1.0 x 102cfu/gr
Kornet Daging Sapi
U1+U2
Koloni = 2

= <1.0 x 102cfu/gr

56
PEMBAHASAN

Bahan pangan dalam keadaan segar mudah mengalami kerusakan


seperti ikan dan daging. Dimana ikan merupakan salah satu perairan yang
banyak dimanfaatkan karena kelebihannya antara lain merupakan sumber
protein hewani yang potennsial karena daging ikan dapat dijumpai senyawa yang
sangat penting yaitu karbohidrat, protein, lemak, garam-garam dan mineral serta
vitamin. Sama halnya daging yang berasal dari hewan ternak mengandung
senyawa yang dibutuhkan oleh tubuh, selain itu bahan ini memiliki bahan
berkadar air yang cukup tinggi yang dapat dimanfaatkan mikroorganisme untuk
tumbuh. Sehingga bahan mengalami kerusakan. Kerusakan tersebut disebut
kerusakan mikrobiologis yang disebabkan aktivitas mikroorganisme terutama
bakteri patogen maupun pembusuk.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah kerusakan bahan
pangan yang disebabkan mikroorganisme adalah dengan proses pengalengan,
pengalengan adalah proses penyimpanan produk dalam wadah yang ditutup
rapat sehingga udara, zat lain dan mikroorganisme tidak dapat masuk. Makanan
yang sudah dikalengkan lalu dipanaskan pada suhu dan waktu tertentu agar
bakteri, jamur tidak dapat hidup. Dengan demikian makanan yang disimpan
dalam kaleng tersebut tidak mengalami pembusukan. Proses termal yang
diterapkan pada proses pengalengan maknan adalah sterilisasi. Sterilisasi yang
digunakan adalah sterilisasi komersil dengan suhu tinggi yang bertujuan untuk
membunuh semua mikroorganisme termasuk sporanya dengan tetap
mempertimbangkan kualitas dari produk akhir dengan cara meminimalkan
kerusakan suhu.
Makanan kaleng adalah makanan yang diawetkan dengan pemanasan
didalam wadah hermatis atau wadah yang tertutup rapat. Pengemasasn secara
hermetis mencegah masuknya gas atau mikroorganisme yang masuk kedalam
kaleng sehingga mencegah kontaminasi dari luar setelah kaleng ditutup. Adapun
kelebihan makanan yang dikalengkan adalah makanan kaleng tetap
mempertahankan nilai gizinya misalnya protein, karbohidrat, lemak, serta vitamin
walaupun jumlahnya berkurang. Selain itu makanan kaleng lebih awet atau
memiliki daya simpan yang lebih lama dibandingkan makaan yang tidak
dikalengkan.

57
Praktikum ini dilakukan untuk menguji sterilisasi makanan kaleng dalam
hal ini adalah ikan kaleng dan daging kaleng. Makanan kaleng yang digunakan
adalah makanan kaleng yang telah beredar dipasaran seperti Sardines dan
Kornet Daging Sapi. Makanan kaleng merk Sardines ini diproduksi oleh PT.
Indofish International. Komposisi Sardines yaitu ikan sarden (50%), air, pasta
tomat (14%), gula, bawang putih, bawang merah, garam, pengental, pati
modifikasi. Sedangkan makaan kaleng merk Kornet Daging Sapi diproduksi oleh
PT. Sriwijaya Abadi Perkasa dengan komposisi daging sapi (40%), protein
kedelai, tepung terigu, minyak nabati, bumbu-bumbu, garam, tapioka, gula, MSG,
Natrium Bisulfat, NaNO3. Pada kaleng produk Kornet Daging Sapitampak normal
dengan adanya karat pada salah satu produk yang diuji. Kerusakan fisik pada
makanan kaleng seperti berkarat dan penyok karena benturan keras, tidak aman
dikonsumsi. Dengan adanya kerusakan fisik tidak menutup kemungkinan terjadi
kerusakan kimia maupun morfologis. Sehingga diperlukan pemeriksaan terlebih
dahulu agar terhindar dari bahaya akibat mengonsumsi makanan kaleng.
Berdasarkan hasil pengamatan uji sterilitas makanan kaleng pada uji total
mikroba diperoleh bahwa jumlah koloni pada kedua jenis produk makanan kaleng
baik Sardines maupun Kornet Daging Sapi, bervariasi pada produk Sardines
diperoleh jumlah koloni terbesar yaitu 1,88 x 108 cfu/gr dan terendah < 1,0 x 105
cfu/gr. Sedangkan pada produk Kornet Daging Sapi diperoleh jumlah koloni
terbesar yaitu 3,75 x 107 cfu/gr dan terendah <1,0 x 105 cfu/gr. Hal tersebut
menunjukan bahwa diantara kedua jenis produk yang diuji, diketahui bahwa
produk Sardines memiliki jumlah koloni bakteri lebih banyak dibandingkan
dengan Kornet Daging Sapi. Hal ini juga didukung berdasarkan penampakan
makanan kaleng lebih banyak terdapat pada produk Sardines. Tetapi dari tanggal
kedaluarsa lebih lama Sardines dibandingkan dengan Kornet Daging Sapi.
Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa produk Kornet Daging Sapi
lebih bagus dibandingkan dengan Sardines.
Menurut Wulandari (2009), ikan merupakan salah satu komoditi yang
mudah mengalami kerusakan, yang disebabkan oleh proses biokimia maupun
aktivitas mikrobiologi. Kandungan air pada hasil perikanan tinggi mencapai
57,78% yang memungkinkan terjadi reaksi biokimia oleh enzim pada tubuh ikan.
Sementara kerusakan mikrobiologis disebabkan oleh aktivitas mikrobiologi
terutama bakteri.Ikan segar lebih cepat mengalami kerusakan dari pada daging

58
mamalia. Hal ini sesuai dengan praktikum yang dilakukan dimana produk
Sardinesberbahan dasar ikan sehingga diperoleh jumlah koloni bakeri yang lebih
banyak dbandiingkan produk Daging Kornet Sapi.
Berdasarkan hasil pengamatan uji sterilisasi makanan kaleng pada uji
total jamur didapatkan bahwa jumlah koloni jamur pada pada produk Sardines
lebih besar dibandingkan pada produk Kornet Daging Sapi. Dimana pada produk
SARDINES diperoleh totoal jamur terbesar yaitu 2 x 103 cfu/gr dan terehdah <1,0
x 102 cfu/gr. Sedangkan pada produk Kornet Daging Sapi diperoleh koloni jamur
terbesar 6,3 x 103 cfu/gr dan terendah < 1,0 x 102 cfu/gr. Hal menunjukan jamur
lebih banyak ditemukan pada produk Kornet Daging Sapidibandingkan Sardines.
Hal ini sesuai literatur Lukman (2000), daging merupakan bahan pangan yang
mudah rusak, kerusakan pada daging dikarenakan reaksi enzimatis
oksidasi,kimia dan aktivitas mikrobiologi.
Berdasarkan hasil pengamatan uji sterilisasi makanan kaleng pada uji
total koliform diperoleh bahwa total koliform terbanyak pada produk Kornet
Daging Sapi dibandingkan Sardines. Pada Kornet Daging Sapi terbesar yaitu 1,4
x 104 cfu/gr dan terendah yaitu <1,0 x 102 cfu/gr. Menurut Jaswadi (2014),
daging sapi merupakan bahan makanan yang mengandung nutrisi berupa air,
protein, lemak, karbohidrat dan mineral. Nutrisi dalam daging sapi tersebut
menjadi media yang sangat baik untuk pertumbuhan koliform dalam jumlah
tertentu yang merupakan indikator kondisi bebahaya dengan adanya kontaminasi
oleh bakteri patogen.
Munurt Widodo (2001), banyak hal yang harus diperhatikan untuk
menjaga mutu ikan kaleng, mutu ikan kaleng tergantung pada kesegaran bahan
mentah, cara penglangen, peralatan dan kecapkapan adalah tolak ukur
membedakan ikan yang sehat dan rusak. SNI ikan kaleng aitu SNI-01-35481-
1994 yaitu rupa dan warna bersih, aroma segar, warna spesifik jenis sarden,
daging, elastis dan kompak, sedangkan SNI daging yaitu SNI (1992) adalah
keadaan kaleng dalam kondisi normal, tidak korosi, tidak bocor, tidak kembung,
dan mengandung pengawet nitrat maksimal 500 mm/kg dapat dikonsumsi pada
jumlah koloni maksimal atau dibawah 102 koloni/gr. Berdasarkan hasil
pengamatan didapatkan bahwa untuk uji total mikroba tidak memenuhi SNI hal
tersebut dikarenakan jumlah total mikroba yng dihasilkan lebih dari 102 koloni/gr,
untuk uji total jamur memenuhu SNI kecuali pada SARDINES yang dilakukan

59
oleh kelompok 3 dihasilkan jumlah jamur 2,0x107 sedangkan untuk uji total
koliform dihasilkan bahwa hanya pada sampel kornet daging sapi yang dilakukan
oleh kelompok 4 tidak memenuhi dikarenakan jumlah koliform yang dihasilkan
lebih besar dari 102 koloni/gr.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kerusakan makanan kaleng
diantaranya aktivits air (Aw) dimana semakin tinggi Aw maka kerusakan
makanan akan lebih cepat karena Aw dimanfaatkan mikroorganisme untuk
tubuh. Nilai pH, makanan berasam rendah dan cenderung lebih besar kerusakan.
Kandungan nilai gizi, semakin tinggi maka tingkat kerusakan produk juga
semakin tinggi. Suhu, jika makanan kaleng disimpan pada suhu yang salah,
contohnya pada suhu ruang kontaminasi oleh mikroorganisme terjadi. Oksigen,
apabila terdapat dalam makanan kaleng akan menjadi sumber kontaminasi.
Kelembaban, semakin tinggi nilai RH semakin mudah makanan kaleng tersebut
rusak.
Mikroorganisme yang terdapat pada makanan kaleng adalah Clostridium
botulinum, Bacillus cereus, Clostridium perfingers, Clostridium sporagenes,
Clostridium botulinum dalam hidup dalam makanan kaleng karena kondisi
didalamnya makanan kaleng yang aerobik.

60
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamtan, hasil perhitungan, pembahsan maka dapat


ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Kerusakan fisik pada makanan kaleng seperti berkarat dan penyok
umumnya tidak membahayakan konsumen tetapi tidak menutup
kemungkinan akan terjadi kerusakan kimia dan morfologi.
2. Berdasarkan hasil pengamatan uji total mikroba produk Sardines memiliki
jumlah koloni bakteri yang lebih besar dibandingkan dengan produk Kornet
Daging Sapi.
3. Berdasrkan hasil pengamatan pada uji total jamur dan koliform, produk
Kornet Daging Sapi mengandung lebih banyak jamur dan koliform
dibandingkan produk Sardines.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kerusakan makanan kaleng antara lain
yaitu Aw, pH, kandungan zat gizi produk, oksigen, suhu dan kelembaban.
5. Mikroorganisme yang terdapat pada makanan kaleng adalah Clostridium
botulinum, Bacillus cereus, Clostridium perfingers, Clostridium sporagenes.

61
ACARA V
KERUSAKAN SUBLETAL MIKROORGANISME PADA PATEURISASI SUSU

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Susu merupakan bahan pangan yang tersusun atas berbagai nilai gizi
dengan proporsi seimbang. Tingginya kandungan gizi pada susu merupakan
media yang baik bagi pertumbuhan mikroba, sehingga susu merupakan salah
satu bahan pangan yang mudah rusak atau perishable. Faktor penyebab
kerusakan susu dapat meliputi faktor kimia, fisik dan mikrobiologi (Hariyadi,
2000).
Susu sangat mudah dicemari oleh mikroba dari awal pemerahan hingga
dilakukan pengolahan, sehingga susu tersebut memiliki masa simpan yang cepat
yaitu 5 jam pada suhu ruang. Dalam hal ini perlu dilakukan teknologi modern
terhadap susu yang berupa pasteurisasi. Pasteurisasi efektif membunuh bakteri
yang berpotensi patogenik di dalam susu (Anonim, 2012).
Namun pada proses pasteurasi, spora bakteri yang tahan terhadap panas
tidak bisa dibunuh atau dimatikan. Bakteri-bakteri tersebut tidak bersifat patogen,
tetapi apabila dalam jumlah yang sangat tinggi dapat mengakibatkan penurunan
mutu susu selama pengimpanan. Oleh karena itu perlu dilakukan uji kerusakan
subletal untuk mengetahui efektivitas pasteurisasi dan menentukan jumlah
bakteri yang mengalami kerusakan subletal.

Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk menentukan jumlah bakteri
yang mengalami kerusakan subletal.

62
TINJAUAN PUSTAKA

Susu merupakan bahan pangan yang mempunyai nilai gizi tinggi karena
mempunyai kandungan nutrisi yang lengkap antara lain lemak, protein, laktosa,
vitamin, mineral dan enzim. Sebagai produk pangan yang kaya nutrisi, pH
mendekati netral dan kandungan airnya tinggi. Oleh karena itu susu sangat
mudah mengalami kerusakan akibat pencemaran mikroba (Handayani dan
Purwanti, 2010).
Susu menjadi minuman yang bergizi dilihat dari komposisi nutrisinya yang
sangat dibutuhkan bagi perkembangan, khususnya pada perkembangan tulang
anak serta untuk menjaga kepadatan tulang pada orang dewasa. Susu juga
dapat membahayakan atau dapat menimbulkan gangguan terhadap kesehatan
manusia apabila terjadi kerusakan pada susu tersebut. Menurunnya mutu atau
kerusakan susu bisa saja disebabkan karena tercemarnya susu oleh
mikroorganisme atau benda asing lainnya seperti penambahan komponen lain
yang berlebihan (gula, lemak nabati, pati dan lain-lain) (Hasanuddin, 2001).
Susu pasteurisasi merupakan susu yang dipanaskan pada suhu di bawah
100C. Adapun tujuan dari pasteurisasi tersebut yaitu untuk membunuh semua
bakteri pathogen, inaktivasi enzim dan memperpanjang daya simpan. Proses
pasteurisasi tidak mematikan semua mikroorganisme vegetatif dan
mikroorganisme pembentuk spora, sehingga produk hasil pasteurisasi harus
dikemas atau disimpan pada suhu rendah untuk mengendalikan pertumbuhan
mikroba (Dyanika dan Kiki, 2015).
Susu pasteurisasi pada suhu penyimpanan 9C dan di atasnya, daya
simpan hanya sekitar 5 hari. Penyimpanan di bawah 9C akan tetap aman,
namun bakteri lainnya yang bersifat Psychrotrophic akan menjadi penyebab
kerusakan dan keracunan pada susu (Valik, 2003).
Pemeriksaan dan penyortiran bahan baku susu berdasarkan TPC menjadi
faktor penting untung menghasilkan susu pasteurisasi yang berkualitas baik dan
memiliki daya simpan yang cukup lama. Pengendalian TPC yang terkandung
pada susu segar dalam negeri masih menjadi persoalan batas jumlah mikroba 3
juta per ml saja masih sulit dicapai, lebih berat lagi apabila dihadapkan pada
standar yang berlaku secara internasional (1 juta per ml) (Fadliah, 2014).

63
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Waktu dan Tempat Praktikum


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Selasa, 30 Mei 2017 di Laboratorium
Mikrobiologi Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas
Mataram.

Alat dan Bahan Praktikum


a. Alat-alat Praktikum
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah cawan
petri, vortex, waterbath, inkubator, tabung reaksi, rak tabung, pipet mikro 1
ml, blue tip, lampu bunsen, tissue, stopwatch, kapas, karet gelang, plastik
pembungkus,hot plate, laminar air flow dan penjepit.
b. Bahan-bahan Praktikum
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah
susu segar, media Plate Count Agar (PCA), media Violet Red Bile Agar
(VRBA), Trypticase Soy Broth (TSB), alkohol dan larutan buffer phosphat.

Prosedur Kerja
a. Pasteurisasi Susu
1) Dimasukkan masing-masing 10 ml susu cair ke dalam 5 buah tabung
reaksi dengan perlakuan yang berbeda-beda untuk masing-masing
tabung.
2) Dipasteurisasi dengan suhu 63oC dengan waktu 10 menit, 20 menit, dan
30 menit.
3) Dimasukkan termometer ke dalam salah satu tabung sebagai parameter
untuk tercapainya suhu paseurisasi.
4) Dimulai perhitungan setelah tabung kontrol mencapai suhu 63oC
b. Penetapan Efisiensi Pasteurisasi Terhadap Total Bakteri
1) Dilakukan pengenceran terhadap susu yang dipasteurisasi hungga
pengenceran 10-6 untuk kontrol, 10-5 untuk pasteurisasi 10 menit, 10-4
untukpasteurisasi 20 menit, dan 10-3 untuk pasteurisasi 30 menit.
2) Diambil masing-masing 3 pengenceran terakhir
3) Dipipet sebanyak 1 ml ke dalam cawan petri yang berisi media PCA
dilakukan secara duplo

64
4) Diratakan dengan drigalski
5) Diinkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam
6) Diamati dan dihitung jumlah total koloni bakteri yang tumbuh.
c. Penetapan Efesiensi Pasteurisasi terhadap Bakteri Koliform
1) Diambil masing-masing 1 ml dari tiga pengenceran terakhir
2) Dimasukkan ke dalam petri kosong, dilakukan secara duplo
3) Ditambahkan medium VRBA ke dalam petri kemudian diratakan
4) Didiamkan hingga media mengeras
5) Diinkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam
6) Diamati dan dihitung jumlah total koloni bakteri yang tumbuh
d. Kegiatan III
1) Dipipet masing-masing 1 ml susu yang telah dipasteurisasi dengan suhu
yang berbeda-beda.
2) Dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml media TSB
3) Diinkubasi pada suhu 37oC selama 90 menit
4) Diinokulasi sejumlah sampel (metode tuang) pad media PCA dan VRBA
5) Dilakukan overlay
6) Diinkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam
7) Diamati dan dihitung jumlah total koloni bakteri yang tumbuh

65
HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

Hasil Pengamatan
Tabel 5.1 Hasil Pengamatan Uji Total Bakteri dan Koliform Sebelum Penyembuhan
Media
PCA
Klp Waktu
10-2 10-3 10-4 10-5 10-6 Koloni
U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2
1 0
2 5 >250 >250 168 224 84 68 1,96 x 106
3 10 84 49 52 34 39 23 6,65 x 104
4 20 48 160 40 104 8 34 1,04 x 104
5 30 >250 >250 >250 >250 78 8 7,8 x 105
6 0 >250 >250 >250 >250 >250 >250 >1,0 x 106
7 5 >250 >250 >250 >250 >250 >250 >1,0 x 106
8 10 80 120 45 19 3 13 1 x 105
9 20 27 38 30 14 15 27 3,25 x 103
10 30 35 52 160 2 1 1 4,35 x 103

66
Tabel 5.2 Hasil Pengamatan Uji Total Bakteri dan Koliform Sebelum Penyembuhan
Media
VRBA
Klp Waktu
10-1 10-2 10-3 Koloni
U1 U2 U1 U2 U1 U2
1 0
2 5 34 10 18 23 14 21 2,2 x 102
3 10 >250 >250 124 144 34 29 1,34 x 104
4 20 120 58 37 24 4 5 8,9 x 102
5 30 0 0 0 0 0 0 <1,0 x 101
6 0 >250 >250 >250 >250 >250 >250 >1,0 x 103
7 5 >250 >250 >250 >250 >250 >250 >1,0 x 103
8 10 107 103 14 17 10 3 1,4 x 102
9 20 3 14 0 0 0 0 <1,0 x 101
10 30 0 0 0 0 0 0 <1,0 x 101

67
Tabel 5.3 Hasil Pengamatan Uji Total Bakteri dan Koliform Setelah Penyembuhan
Media
PCA
Kelompok Waktu
10-2 10-3 10-4 10-5 10-6 Koloni
U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2
1 0
2 5 >250 >250 92 >250 >250 >250 9,2 x 106
3 10 >250 >250 9 10 5 7 >1,0 x 106
4 20 23 16 10 5 5 2 1,95 x 105
5 30 2 8 2 2 17 30 2,35 x 107
6 0 84 60 184 200 160 240 7,2 x 105
7 5 >250 >250 >250 53 86 126 1,06 x 108
8 10 12 10 13 13 160 200 1,8 x 108
9 20 100 40 92 100 80 52 7 x 105
10 30 72 18 14 52 31 36 4,5 x 105

68
Tabel 5.4 Hasil Pengamatan Uji Total Bakteri dan Koliform Setelah Penyembuhan
Media
VRBA Koloni
Klp Waktu
10-1 10-2 10-3
U1 U2 U1 U2 U1 U2
1 0
2 5 >250 >250 84 88 20 14 8,6 x 103
3 10 140 164 40 38 5 3 3,9 x 103
4 20 61 56 7 4 1 0 5,85 x 102
5 30 12 14 0 4 2 6 1,3 x 102
6 0 >250 >250 >250 >250 >250 >250 >1,0 x 103
7 5 >250 >250 >250 >250 >250 >250 >1,0 x 103
8 10 45 34 10 6 1 0 3,95 x 102
9 20 1 1 1 0 0 0 <1 x 102
10 30 170 0 0 0 0 0 1,7 x 103

69
Hasil Perhitungan

A. Sebelum Penyembuhan

1. Media PCA

Tanpa Pemanasan
U1+U2
koloni = 2
x 10

Pemanasan 5
U1+U2
koloni = 2
x 104
168+224
= 2
x 104

= 1,96x106 Cfu/ml

Pemanasan 10
U1+U2
koloni = 2
x 103
84+49
= 2
x 103

= 6,65x104 Cfu/ml
Pemanasan 20
U1+U2
koloni = 2
x 10

Pemanasan 30
U1+U2
koloni = 2
x 104

= 7,8x105
Tanpa Pemanasan
U1+U2
koloni = 2
x 106

= >2,5x108
Pemanasan 5
U1+U2
koloni = 2
x 106

= >2,5x107

70
Pemanasan 10
U1+U2
koloni = 2
x 103
80+120
= 2
x 103

= 1,0x105 Cfu/ml
Pemanasan 20
U1+U2
koloni = 2
x 102
27+38
= 2
x 102

= 3,25x103 Cfu/ml
Pemanasan 30
U1+U2
koloni = 2
x 102
35+52
= 2
x 102

= 4,35x103 Cfu/ml
2. Media VRBA
Tanpa Pemanasan
U1+U2
koloni = 2
x 10

Pemanasan 5
U1+U2
koloni = 2
x 101
34+10
= 2
x 101

= 2,2x102 Cfu/ml
Pemanasan 10
U1+U2
koloni = x 102
2
124+144
= 2
x 102

= 1,34x104 Cfu/ml
Pemanasan 20
U1+U2
koloni = 2
x 10

Pemanasan 30
U1+U2
koloni = x 101
2

= <1,0x10Cfu/ml

71
Tanpa Pemanasan
U1+U2
koloni = 2
x 101

= >1,5x102
Pemanasan 5
U1+U2
koloni = x 104
2

= >1,5x105
Pemanasan 10
U1+U2
koloni = 2
x 103
107+108
= 2
x 101

= 1,07x102 Cfu/ml
Pemanasan 20
U1+U2
koloni = 2
x 101

= 1,4x102 Cfu/ml
Pemanasan 30
U1+U2
koloni = x 101
2

= <1,0x102 Cfu/ml
B. Setelah Penyembuhan
1. Media PCA
Tanpa Pemanasan
U1+U2
koloni = 2
x 10

Pemanasan 5
U1+U2
koloni = 2
x 102
84+88
= x 102
2

= 8,6x103 Cfu/ml
Pemanasan 10
U1+U2
koloni = 2
x 104

= >2,5x105 Cfu/ml
Pemanasan 20
U1+U2
koloni = x 10
2

72
Pemanasan 30
U1+U2
koloni = 2
x 106

= 3,0x107
Tanpa Pemanasan
U1+U2
koloni = x 10
2

Pemanasan 5
U1+U2
koloni = x 106
2

= >2,5x107
Pemanasan 10
U1+U2
koloni = x 106
2
86+126
= 2
x 106

= 1,06x108 Cfu/ml
Pemanasan 20
U1+U2
koloni = 2
x 104
100+40
= x 104
2

= 7,0x105 Cfu/ml
Pemanasan 30
U1+U2
koloni = 2
x 106
31+36
= x 106
2

= 3,35x107 Cfu/ml
3. Media VRBA
Tanpa Pemanasan
U1+U2
koloni = 2
x 10

Pemanasan 5
U1+U2
koloni = 2
x 102
84+88
= x 102
2

= 8,6x103 Cfu/ml

73
Pemanasan 10
U1+U2
koloni = 2
x 101
40+164
= 2
x 101

= 2,04x103 Cfu/ml
Pemanasan 20
U1+U2
koloni = 2
x 10

Pemanasan 30
U1+U2
koloni = 2
x 101
12+14
= 2
x 101

= 1,3x102 Cfu/ml
Tanpa Pemanasan
U1+U2
koloni = 2
x 103

= >1,5x105
Pemanasan 5
U1+U2
koloni = x 103
2

= >1,5x105
Pemanasan 10
U1+U2
koloni = 2
x 101
45+34
= x 101
2

= 3,95x102 Cfu/ml
Pemanasan 20
U1+U2
koloni = 2
x 101

= <1,0x102 Cfu/ml
Pemanasan 30
U1+U2
koloni = 2
x 101

= <1,0x102 Cfu/ml

74
PEMBAHASAN

Susu merupakan salah satu pangan asal ternak yang memiliki kandungan
gizi yang tinggi seperti protein, lemak, mineral dan beberapa vitamin1. Karena
kandungan protein, glukosa, lipida, mineral dan vitamin yang cukup tinggi maka
bakteri mudah tumbuh dan berkembang. Tingginya jumlah bakteri dalam susu
segar dapat menyebabkan kualitas dari susu olahan seperti susu pasteurisasi
berkualitas rendah sehingga akan ditolak oleh konsumen. Susu yang
mengandung mikroba patogenik seperti Salmonella, E. coli, Camphylobacter,
Listeriamonocytogenes, Brucella, Mycobacterium, Yersinia,Staphylococcus
aureus dan Bacillus cereus dapat bertindak sebagai sumber penularan penyakit
yang membahayakan kesehatan manusia. Kualitas mikrobiologi susu merupakan
salah satu parameter yang digunakan untuk mengetahui susu aman untuk
dikonsumsi atau tidak (Widodo dan Andriani, 20112).
Berdasarkan hasil pengamatn didapatkan bahwa sebelum penyembuhan
yaitu pada media PCA didapatkan bahwa dari waktu pemanasan 0-30 menit
didaptkan jumlah koloni yang fluktuasi dimana jumlah koloni tertinggi yaitu pada
waktu 0 menit (kelompok 1 dan 6) dan pada waktu 5 menit (kelompok 7) yang
dihasilkan sekitar >1,0x106 cfu/ml sedangkan untuk media VRBA yaitu untuk
menentukan adanya koliform pada sampel susu pasteurisasi didapatkan hasil
bahwa dari waktu 0-30 menit didapatkan jumlah mikroba yang semakin rendah
yaitu dari 1,45x103 cfu/ml sampai dengan pemanasan 30 menit didapatkan
jumlah yaitu <1,0103 cfu/ml. Hal tersebut menandakan proses termal yaitu
pasteurisasi dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme. Sedangkan setelah
penyembuhan ddapatkan hasil bahwa pada media PCA dari waktu 0 sampai
denagn 30 menit jumlah koloni bakteri yang dihasilkan yaitu semakin sedikit yaitu
dari >1,0x106 sampai dengan 3,0x107 cfu/ ml sedangkan untuk media VRBA hal
yang serupa juga terjadi dimana semakin lama dipasterurisasi yaitu pada waktu
0-30 menit didapatkan bahwa jumlah koloni yang terbentuk semakin kecil yaitu
dari 6,5x103 sampai dengan 1,3x102 cfu/ml. Ditinjau dari hasil pengamatan dan
uraian sebelumnya, didapatkan bahwa suhu dan waktu yang digunakan akan
berpengaruh terhadap efisiensi pasteurisasi dan %kematian bakteri. Semakin
tinggi suhu yang digunakan, dapat mempersingkat waktu pasteurisasi susu (High
Temperature Low Time) dan jika suhu yang digunakan lebih rendah, maka

75
proses pasteurisasi membutuhkan waktu yang lebih lama (Low Temperature
High Time). Jika menggunakan teknik HTLT maka proses kematian
mikroorganime akan terjadi lebih cepat karena proses pemanasan yang tinggi
yang langsung dapat menginaktifkan enzim mikroba tersebut. Namun jika
menggunakan teknik LTHT, proses kematian mikroorganisme akan lebih lambat
karena suhu yang digunakan lebih rendah, namun penggunaan LTHT ini lebih
sering menekankan untuk mengurangi kerusakan kandungan gizi dalam bahan
akibat proses pemanasan suhu tinggi.
Standar Nasional Indonesi (SNI) 01-6366-2000 telah menetapkan batas
maksimum cemaran bakteri dalam susu pasteurisasi sebesar <3x 104 cfu/ml.
Dilihat dari total mikroba atau bakteri pada susu pasteurisasi yang digunakan
sebagai sampel, total bakteri yang didapatkan lebih tinggi dari batas yang telah
ditentukan SNI. Hal tersebut menunjukkan susu yang dipasteurisasi sebagai
sampel tidak layak untuk dikonsumsi karena dapat menyebabkan sakit perut,
bahkan terjadi keracunan bagi konsumen yang mengkonsumsinya (Pediatric,
2016).
Berdasarkan uraian diatas, pasteurisasi dilakukan pada bahan dengan
tujuan utama yaitu memperpanjang daya simpan bahan pangan. Hal ini
ditambahkan oleh Hadiwiyoto (1983) bahwa tujuan dilakukannya pasteurisasi
adalah untuk membunuh bakteri-bakteri pathogen. Dengan berkurangnya jumlah
bakteri membahayakan tersebut tentu saja dapat memberikan pengaruh yang
baik bagi konsumen. Konsumen dapat memanfaatkan secara maksimal nutrisi di
dalam susu yang tentunya masih memiliki kondisi dan kualitas mutu yang baik
untuk dionsumsi. Akan tetapi, waktu yang digunakan dalam proses pasteurisasi
harus diperhatikan agar kandungan gizi terutama protein di dalam susu tidak
rusak atau terdenaturasi. Oleh sebab itu, dalam proses pasteurisasi harus
ditentukan berapa lama waktu pemanasan yang akan digunakan agar
menghasilkan kualitas produk yang baik.

76
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan, perhitungan dan pembahasan, maka dapat


diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Susu pasteurisasi merupakan susu yang dipanaskan pada suhu di bawah
80C.
2. Proses pasteurisasi tidak mematikan semua mikroorganisme vegetatif dan
mikroorganisme pembentuk spora, sehingga produk hasil pasteurisasi harus
dikemas atau disimpan pada suhu rendah untuk mengendalikan
pertumbuhan mikroba.
3. Semakin lama waktu pasteurisasi maka semakin sedikit pertumbuhan
mikroba pada susu dan pasteurisasi dengan waktu 30 menit menunjukkan
efektivitas terbaik.
4. Pada media VRBA yaitu untuk menentukan adanya koliform pada sampel
susu pasteurisasi didapatkan hasil bahwa dari waktu 0-30 menit didapatkan
jumlah mikroba yang semakin rendah yaitu dari 1,45x103 cfu/ml sampai
dengan pemanasan 30 menit didapatkan jumlah yaitu <1,0103 cfu/ml..
5. Salah satu faktor yang mempengaruhi ketahanan panas suatu
mikroorganisme adalah jumlah mikroorganisme dalam bahan dan jenis
mikroorganisme tersebut.

77
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Manfaat Susu Beruang (Bear Brand).


http://www.udunku.blogspot.co.id(Diakses pada tanggal 8 April 2017)

Anonim. 2013. Sterilisasi. http://www.varrum.blogspot.com (Diakses pada tanggal


8 April 2017)

Anonim. 2014. Bacillus cereus. http://www.food.info.net/id/baet/bacer.html


(Diakses pada tangga 8 April 2017)

Bakar, A., Triyantini, R dan Nurjannah. 2000. Pengaruh Susu dan Waktu
Pasteurisasi Terhadap Mutu Susu Selama Penyimpanan. Bogor: Balai
Penlitian Ternak

Budiyanto, H. 2005. Mikrobiologi Pangan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Budiyono Haris. 2009. Analisis Daya Simpan Produk Susu Pasteurisasi


Berdasarkan Kualitas Bahan Baku Mutu Susu. Jurnal Paradigma. Vol
10(2).

Chotiah, Sri. 2010. Beberapa Bakteri Patogen Yang Mungkin Dapat Ditemukan
Pada Susu Sapi dan Pencegahannya. Jurnal Veteriner. Vol 5 (3): 259-267

Diana, W.S. 2014. Uji Aktivitas Ekstrak Daun Pandan (Pandanus amarylifolius)
terhadap Bakteri Bacillus cereus dan Escherichia coli. [Skripsi].
Pekanbaru: UIN Sultan Syarif Kasim Riau.

Dwyana Z. Abdullah. 2012. Penuntun Praktikum Mikrobiologi. Universitas


Hasanuddin. Makasar.

Fadliah, M., 2014. Kualitas Organoleptik dan Pertumbuhan Bakteri pada Susu
Pasteurisasi dengan Penambahan Kayu Secang Selama Penyimpanan.
UNHAS. Makassar.

Feryana, K.W.I, Suseno, H.S., Nurjanah. 2014. Pemurnian Minyak Ikan Makarel
Hasil Samping Penepungan dengan Netralisasi Alkali. Jurnal PHPI.
Volume 17 No 3.

Hariyadi, P. 2000. Dasar-dasar Teori dan Praktek Proses Termal. Bogor: Pusat
Studi Pangan dan Gizi IPB.

Hasanuddin. 2001. Pengaruh Santan Kelapa Sebagai Substansi Sumber Lemak


terhadap Kualitas Es Krim. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas
Hasanuddin. Makassar.
Irianto K, 2013. Mikrobiologi. Bandung : Yrama Widya.

Jaelani, 2014. Mikrobiologi Dan Patologi Maknan. Jakarta : Raja Grarido

78
Khasani, A., 2009. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Raja Grafindo Persada.
Jakarta.

Kusnandar, Feri. 2006. Prinsip Teknik Pangan. Bandung: ITB.

Mailia, R., dkk. 2015. Ketahanan Panas Cemaran E.coli, S.aureus, B.cereus, dan
Bakteri Pembentuk Spora yang Diisolasi dari Proses Pembuatan Tahu di
Sudagaran Yogyakarta. Agritech, Vol 35 (1): 300-308.

Martoharsono, 2012. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta Gramedia. Pustaka Utama.

Muchtadi, 2012. Mikrobiologi dan biologi modern. Jakarta : EGC.

Pediatric. 2016. Perbedaansusupasteurisasi. http://jurnalpedriatri.com


(DiaksesPadatanggal 4 Juni 2017).

Rusiardy, I., dkk., 2014. Karakteristik Bubur Pedas dalam Kemasan Kaleng. J.
Teknologi dan Industri Pangan.Vol. 25 (2) : 185-192.

Sabil, Yurliasni. 2015. Probiotik Susu Pasteurisasi. Jakarta: YAPMMI

Sulistyowati, Yulias. 2009. Pemeriksaan Mikrobiologi Susu Sapi Murni dari


Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali. Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Surakarta

Sumiarsih. 2010. Diktat Kuliah Mikrobiologi Dasar. Pertanian UPN. Yogyakarta.

Sumoprastowo, 2000. Pengertian susu. https://www.google.co.id/webhp?ie=utf-


8&oe=utf8&gws_rd=cr&ei=YgBWV6r8MpOevQSUqLHICw#q=pengertian+
susu(DiaksesPadatanggal 4 Juni 2017).

Valik, L., Gorner,F., dan Laukova, D., 2003. Growth Dynamices of Bacillus
cereus and Shelf-Life of Pasteurized Milk.Czech J Food SCI. (2): 195-202.

Widodo, S dan Andriani, 20112. Teknologi Penanganan Susu Yang Baik Dengan
Mencermati Profil Mikroba Susu Sapi Di Berbagai Daerah. J.
Pascapanen. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta.:
Yogyakarta.

Wulandari, D. A, Abida, I. W., Farid, A. 2009. Kualitas Mutu Bahan Mentah dan
Produk Akhir pada Unit Pengalengan Ikan Sardine di PT. Karya
Manunggal Prima Sukses Muncar Banyuwangi. Jurnal Kelautan.Volume 2
No. 1. ISSN: 1907-1931.
Yuswita, Elia. 2014. Optimasi Proses Termal untuk Membunuh Clostridium
botullinum. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan, Vol 3 (3): 1-2.

Zakariah, Yusdar., Mira Delima dan Diana. 2013. Analisa Keasaman dan Total
BAL Yoghurt Akibat Bahan Baku dan Persentase Lactobacillus Caseiyang
Berbeda. Jurnal Agripet. Vol 13 (2): 31-35

79

Anda mungkin juga menyukai