Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

Ensefalokel (Encephalocele) merupakan kelainan kongenital yang sering


terjadi pada bedah saraf. Ukuran ensefalokel dapat bervariasi mulai dari ukuran
kecil hingga besar. Kelainan ini merupakan salah satu kelainan kongenital yang
termasuk dalam defek tuba neuralis di daerah cranial yang disebut kranium
bifidum. Di antara kelainan lain akibat defek tuba neuralis seperti anensefali atau
spina bifida, ensefalokel tidak terlalu sering, yakni berkisar 1 kejadian di antara
5.000 hingga 10.000 kelahiran. Defek tersebut terkait adanya gangguan proses
embriologis pada minggu III hingga minggu IV kehamilan yang menyebabkan
adanya celah pada penutupan tuba neuralis sehingga terjadi herniasi jaringan saraf
pusat. Herniasi dapat berisi meningen, cairan serebrospinal, maupun jaringan otak
dan tampak sebagai kantong kecil bertangkai maupun berbentuk kista dengan
ukuran melebihi kranium. Lokasi anatomis terjadinya defek paling sering di
daerah oksipital dan dapat terjadi di lokasi lain seperti frontoethmoidal, parietal,
dan sphenoidal.1,2,3
Defek tuba neuralis menyebabkan kebanyakan kongenital anomali pada
susunan sistem saraf akibat kegagalan tuba neuralis menutup secara spontan
antara minggu ke-3 dan ke-4 dalam perkembangan uterus. Meskipun penyebab
yang tepat pada defek tuba neuralis masih belum diketahui, ada bukti bahwa
banyak faktor, termasuk radiasi, obat-obatan, malnutrisi, bahan kimia, dan
determinan genetik, yang dapat mempengaruhi perkembangan abnormal pada
susunan saraf. Defek tuba neuralis utama meliputi spina bifida okulta, menigokel,
mielomeningokel, ensefalokel, anensefali, sinus dermal, siringomielia,
diastematomiela, dan lipoma pada konus medularis.1,2
Manifestasi klinis utama ensefalokel adalah benjolan di di garis tengah
kepala yang telah ada sejak lahir. Variasi pada gejala tergantung malformasi
serebral dan anomali kongenital yang menyertai antara lain hidrosefalus dan
herniasi jaringan otak yang mengalami displasia. Diagnosis ensefalokel dapat
ditegakkan dini melalui USG antenatal dan membutuhkan intervensi dini melalui
pembedahan. Penatalaksanaan utama ensefalokel adalah intervensi bedah saraf.2,3,4

1
Intervensi bedah dilakukan untuk membuang isi herniasi, menutup defek,
serta mempertahankan fungsi otak. Hasil pembedahan bergantung pada variasi
kasus. Pasien yang bertahan hidup sebagian besar dapat tetap memiliki
intelegensia normal meski sering didapati adanya gangguan motorik. Prognosis
pada penderita ensefalokel ditentukan terutama oleh ada tidaknya jaringan otak di
dalam kantung ensefalokel yang seiring waktu dapat terus membesar. Prognosis
dapat menjadi buruk dan bahkan tidak dapat diterapi apabila berukuran besar dan
berisi banyak jaringan otak di dalamnya. Ensefalokel dengan herniasi jaringan
otak displastik dapat menimbulkan kecacatan fisik dan intelektual sedangkan pada
ensefalokel dengan kantung mengandung meningen saja dapat berkembang
normal.5,6

BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2
2.1 ENCEPHALOCELE
2.1.1 Definisi dan Klasifikasi
Ensefalokel (Encephalocele) adalah herniasi isi kranium berupa suatu
bagian otak dan meninges (selaput otak) melalui suatu defek pada tengkorak yang
muncul secara kongenital atau dapatan. Disebut juga cephalocele, craniocele,
encephalomeningocele, dan meningoencephalocele.1,2,3
Ensefalokel dapat tertutup kulit (closed defect) atau selapis tipis epitel saja
(open defect). Isi kantung ensefalokel dapat berupa meninges (meningokel),
meninges dan otak (meningoensefalokel), maupun meninges, otak, dan ventrikel
(meningoensefalosistokel).2
Klasifikasi ensefalokel didasarkan pada lokasi defek dan patofisiologinya.
Ensefalokel dapat bersifat kongenital maupun dapatan yang muncul post
traumatik, iatrogenik, post operasi, dan post radiasi. Secara garis besar berdasar
letak defek, ensefalokel dapat terbagi atas ensefalokel frontal/sinsipital,
ensefalokel basal, dan ensefalokel oksipital. Defek pada ensefalokel frontal terjadi
di antara bregma dan tepi depan os ethmoid, sedangkan defek pada ensefalokel
basal terjadi di dasar tengkorak, dan defek pada ensefalokel terjadi di antara
lambda dan forramen magnum atau atlas.4,5
Menurut Suwanwela, klasifikasi terbagi atas:2
1. Lesi kubah tengkorak
a. Oksipital
b. Interfrontal
c. Parietal
d. Fontanel anterior atau posterior
e. Temporal
2. Lesi sinsipital
a. Naso frontal
b. Naso ethmoidal
c. Naso orbital
3. Ensefalokel basal, terbagi atas:
a. Transethmoidal: Kantung ensefalokel terletak di fossa nasal anterior.
b. Sphenoethmoidal: Kantung ensefalokel terletak di fossa nasal
posterior.
c. Sphenoorbital: Kantung ensefalokel terletak dalam orbita dan
menyebabkan eksoftalmus.

3
d. Sphenomaxillary: Kantung ensefalokel terletak dalam fossa
pterigopalatinus.
e. Sphenopharingeal: Kantung ensefalokel terletak dalam rhinopharynx
atau sinus sphenoid.

Ensefalokel oksipital terbagi menjadi tiga derajat yakni ensefalokel


oksipital letak tinggi, ensefalokel oksipital letak rendah, dan ensefalokel serviko-
oksipital. Pada ensefalokel oksipital letak tinggi, herniasi terjadi pada os oksipital
di atas foramen magnum. Pada ensefalokel oksipital letak rendah, herniasi pada os
oksipital berada di dekat foramen magnum, sedangkan pada ensefalokel
servikooksipital, defek termasuk sisi posterior arkus C1C2. Ensefalokel serviko
oksipital disebut juga malformasi chiari tipe III yang berisi hampir seluruh
serebelum.4

2.1.2 Epidemiologi
Ensefalokel lebih sering muncul bersama malformasi kongenital non-
neural daripada bersama maflormasi kongenital neural atau spina bifida. Insidensi
ensefalokel kurang lebih 0,08 dalam 1.000 total kelahiran di Australia, 0,3-0,6 per
1.000 kelahiran di Inggris, dan 0,15 per 1000 kelahiran keseluruhan di dunia. Tipe
ensefalokel yang dominan di Eropa dan Australia adalah ensefalokel oksipital
(75%), frontoethmoidal (13-15%), parietal (10-12%), dan sphenoidal. Meskipun
demikian, di Asia Tenggara ensefalokel frontal merupakan tipe paling dominan.1

2.3 Etiologi
Etiologi pasti ensefalokel masih belum diketahui hingga saat ini.
Meskipun demikian, berbagai faktor terkait terjadinya ensefalokel telah berhasil
diidentifikasi.1,3
Faktor-faktor yang mendukung terjadinya ensefalokel antara lain: 2
a. secular trend
b. Variasi musim
c. Sindrom genetik
d. Infeksi seperti toksoplasmosis, analgesik, influenza dan sebagainya
e. toksik
f. kelainan metabolik, seperti diabetes devisiensi vitamin, mineral dan
sebagainya.

4
g. Abrasi kromosom seperti traslokasi 13-15
h. Pajanan obat-obatan: methotrexate, asam valproat, dan aminoterin
i. Multiparietas
j. Kegagalan tindakan abortus
k. Usia ibu
l. Urutan kehamilan
m. Jenis kelamin

2.1.4 Patofisiologi
Pada embriogenesis, tuba neuralis menutup pada hari ke-27 atau ke-28
kehamilan. Ujung anterior dan posterior tuba neuralis menutup pada saat berbeda.
Neuropore anterior yang terletak sama tinggi dengan foramen cecum menutup
pada hari ke-24.2, 8
Teori mengenai terjadinya ensefalokel:2
a. Terhentinya perkembangan embrio ( developmental arest ) Kegagalan
penutupan tuba neuralis sebelum hari 24 kehamilan
b. Teori hidrodinamik. Terjadi akibat distensi tabung neural yang berlebihan
sehingga ia akhirnya eninggalkan celah atau defek
c. Neuroskhisis. Terjadi akibat terbelahnya tabung neural setelah ia menutup
sempurna
d. Herniasi sekunder. Terbentuk pada saat perkembangan bayi yang sudah
lanjut.

Hidrosefalus dapat muncul menyertai ensefalokel karena adanya distorsi


saluran cairan otak / CSF. Ensefalokel dapat muncul sebagai salah satu komponen
utama sebuah sindrom. Sindrom dengan ensefalokel sebagai komponen utama
yakni Sindrom Chernke, Sindrom Fraser, Sindrom Knobloch, Sindrom Meckel-
Gruber, Sindrom Robert, amniotic band syndrome, dan displasia frontonasal.3

2.1.5 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis paling utama dari ensefalokel adalah adanya benjolan
yang muncul sejak lahir. Benjolan ini dapat disertai gejala dan kelainan kongenital
lainnya. Secara umum, manifestasi klinis yang dapat muncul pada ensefalokel
adalah:3,5
1. Benjolan atau kantung pada garis tengah yang ada sejak lahir dan cenderung
membesar, terbungkus kulit normal, membranous ataupun kulit yang
mengalami maserasi. Konsistensi kistous dan kenyal atau lebih solid bila

5
terdapat herniasi otak. Kantung dapat mengempis dan menegang, tergantung
tekanan intrakranial karena berhubungan dengan ruang intrakranial.
2. Hidrosefalus
3. Mikrosefalus
4. Pada ensefalokel basal adanya kantung seringkali tidak tampak menonjol di
luar melainkan di dalam rongga hidung atau massa epifaringeal sehingga
seringkali tampak seperti polip nasal. Kelainan penyerta yang muncul berupa
hipertelorisme, nistagmus, snoring persisten dan cleft palate sekunder.
5. Kelumpuhan anggota gerak, gangguan perkembangan, gangguan penglihatan
dan gangguan lain akibat pendesakaan massa maupun sindrom kelainan
kongenital terkait.

Gejala klinis ensefalokel ditandai dengan adanya benjolan di salah satu


lokasi di sepanjang garis tengah kepala, baik di parietal, frontal, nasofaringeal,
maupun nasal. Letak benjolan di oksipital terjadi pada 75% kasus, sedangkan
letak di oksipital sebesar 15%, serta benjolan di vertex sebesar 5% jumlah
keseluruhan kasus ensefalokel. Isi benjolan atau kantung ensefalokel ditentukan
melalui pemeriksaan fisik palpasi dan transluminasi. Pemeriksaan transluminasi
dilakukan dengan penyorotan lampu yang kuat pada tonjolan tersebut (di dalam
ruangan gelap) diharapkan akan menampakkan bayang-bayang isi
ensefalokel.2,3,5,6

Gambar 2.1 Ensefalokel Oksipital.7

6
Gambar 2.2 Ensefalokel Oksipital dengan CT Scan.11

Ensefalokel frontoethmoidal muncul dengan massa di wajah sedangkan


Ensefalokel basal tidak tampak dari luar. Ensefalokel nasofrontal muncul di
pangkal hidung di atas tulang hidung. Ensefalokel nasoethmoidal terletak di
bawah tulang hidung dan naso-orbital ensefalokel menyebabkan, hipertelorisme,
proptosis dan mendesak bola mata.7

Gambar 2.3 Ensefalokel Nasoethmoidal9

7
Gambar 2.4 Ensefalokel Nasoethmoidal dengan MRI setelah dilakukukan
koreksi9

Pada pemeriksaan neurologis umumnya didapatkan hasil normal, tetapi


beberapa kelainan dapat terjadi meliputi deficit fungsi saraf cranial, gangguan
penglihatan, dan kelemahan motorik fokal.10
Ensefalokel seringkali muncul bersama kelainan kongenital lain. Sekitar
40% kasus disertai dengan kelainan defek tuba neuralis lain seperti mikrosefali.3
Mikrosefali tersebut disebabkan oleh berpindahnya massa intrakranial ke
dalam kantung ensefalokel. Kelainan lain yang muncul antara lain amniotic band
syndrome, sindrom genetik meliputi Meckel-Gruber, Fraser, Roberts dan
Chemkes syndrome, facial cleft, spina bifida, agenesis renal, dekstrokardia, dan
hipoplasia pulmoner.3,10

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan pada ensefalokel adalah
USG, CT scan, foto polos kepala, dan MRI. USG merupakan pemeriksaan untuk
mendeteksi ensefalokel sejak dini. CT scan dipilih untuk visualisasi defek internal
dan eksternal. MRI dapat memvisualisasikan isi dari ensefalokel dan membantu
mendeteksi anomaly otak yang lain.7
Pemeriksaan penunjang paling bermanfaat dalam penegakan diagnosis
prenatal ensefalokel adalah ultrasonografi (USG). USG yang dilakukan dapat
terdiri dari USG 2 dimensi maupun 3 dimensi serta secara transabdominal
maupun transvaginal. Pada USG yang dilakukan antenatal, tampak adanya defek
pada cranium serta massa kistik, kombinasi massa kistik dan solid, maupun massa
dominan solid tampak menempel di calvaria.3,4,8

8
Pada USG terutama USG 3 dimensi, ensefalokel dapat tampak kurangnya
diameter biparietal, kecilnya lingkar kepala, serta gambaran unik berupa cyst
within a cyst dan target sign appearance, banana sign, lemon sign. Pada USG
3 dimensi, defek cranial dapat tampak dengan jelas.6

Gambar 2.5 Gambaran USG 2 dimensi pada Ensefalokel.6

9
Gambar 2.6 Gambaran ensefalokel pada USG 3 dimensi.6

Gambar 2.7 Gambaran defek cranial pada USG 3 dimensi.6

Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dimanfaatkan adalah foto polos


kepala, CT scan, dan MRI. Foto polos kepala untuk mencari defek pada tengkorak
dan mendeteksi keadaan patologis penyerta lainnya. Pemeriksaan CT scan
digunakan pada persiapan preoperatif untuk menentukan isi kantung ensefalokel

10
dan ukuran ventrikel. Dengan menggunakan MRI, dapat diketahui lokasi defek
beserta isinya dengan lebih jelas.8

Gambar 2.8 Foto polos lateral pasien dengan ensefalokel serviko-oksipital.8

Gambar 2.9 Gambaran CT scan Ensefalokel Oksipital.11

11
2.1.7 Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik
melalui manifestasi klinis yang khas. Manifestasi klinis utama ensefalokel adalah
benjolan yang muncul sejak lahir di daerah kepala, bisanya di garis tengah.
Penegakan diagnosis dapat dilakukan sebelum kelahiran yakni dengan
pemeriksaan USG antenatal. Pada pemeriksaan USG, kriteria yang dipakai untuk
menegakkan diagnosis ensefalokel adalah sebagai berikut:1,2,3
1. Tampak massa melekat pada kepala janin atau bergerak sesuai gerakan
kepala janin.
2. Tampak defek tulang tengkorak.
3. Tampak ketidaknormalan anatomis, contohnya hidrosefalus.
4. Scan tulang belakang untuk mengetahui ada tidaknya spina bifida.
5. Pemeriksaan ginjal janin, karena tingginya keterkaitan dengan penyakit
ginjal kistik.

Terdapat beberapa kelainan pada sistem saraf pusat yang dapat membantu
diagnosa ensefalokel, yakni sebagai berikut:3
1. Defek tengkorak (didapatkan pada 96% kasus).
2. Ventrikulomegali (didapatkan pada 23% kasus).
3. Mikrosefali (didapatkan pada 50% kasus).
4. Basio-occiput mendatar (didapatkan 38% kasus).

2.1.8 Diagnosis Banding


Diagnosa banding ensefalokel antara lain higroma kistik, teratoma, dan
hemangioma. Higroma kistik tidak berbatas jelas, berisi cairan, bersepta, dan
sering disertai efusi pleura dan asites sedangkan teratoma berisi massa solid dan
tidak melibatkan jaringan otak. Ensefalokel nasoethmoidal dapat disalahartikan
sebagai polip nasal. Perbedaan keduanya terletak pada pulsasi, pada ensefalokel
nasoethmoidal teraba pulsasi sedangkan pada polip nasal tidak. Selain itu,
diferensial diagnosis untuk ensefalokel antara lain lipoma, kista dermoid, dan lesi
kulit kepala yang lain.3,10

2.1.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada ensefalokel adalah koreksi melalui pembedahan.
Pembedahan dilakukan sedini mungkin yakni saat pasien berusia kurang dari 4

12
bulan. Bila tidak dilakukan koreksi, ensefalokel akan terus membesar karena
bertambahnya herniasi jaringan otak yang dapat menimbulkan defisit neurologis..
Meskipun demikian, ensefalokel dengan ukuran sangat minimal dan hanya
melibatkan segi kosmetis dapat dipertimbangkan untuk tidak dikoreksi secara
pembedahan. Pembedahan pada ensefalokel dilakukan elektif sedini mungkin
kecuali terjadi rupture pada kantung dan kebocoran CSF 2. Pembedahan elektif
memberikan waktu bagi pasien untuk kenaikan berat badan dan kekuatan, serta
memberikan waktu bagi ahli bedah untuk pemilihan teknik operasi dan
komunikasi dengan orang tua pasien.2,7
Pembedahan ensefalokel terdiri dari membuka dan mengeksplorasi isi
kantung, eksisi jaringan otak yang mengalami displasia, dan menutup kembali
defek secara water tight. Jaringan otak displastik di dalam kantung telah menjadi
non-fungsional akibat strangulasi, iskemi, dan edema sehingga dapat diangkat
dengan aman daripada mendorongnya ke dalam rongga cranium. Pada ensefalokel
dengan ukuran dan herniasi sangat minimal, jaringan yang mengalami herniasi
dimasukkan kembali ke dalam rongga intracranial. Pembedahan ini dihadapkan
pada tantangan untuk menutup defek anatomis pada tulang tengkorak, hasil
operasi sedekat mungkin dengan fungsi normal, dan menghindari defek pada
psikomotor.7,8,10
Pada ensefalokel oksipital, pasien diposisikan lateral atau dapat pula
telungkup dengan menggunakan penyangga kepala berbentuk tapal kuda. Posisi
pasien dijaga agar tidak terjadi cedera karena penekanan bola mata. Langkah-
langkah koreksi bedah pada ensefalokel oksipital dimulai dengan membuat insisi
melintang pada benjolan hingga perikranium dapat teridentifikasi dan dipisahkan
dari jaringan yang lebih dalam. Setelah itu, dilakukan insisi perikranial dengan
inspeksi dan diseksi isi benjolan. Koreksi bedah dilakukan untuk mempertahankan
jaringan otak agar tidak mengalami herniasi lebih banyak lagi.10
Pada anak-anak, defek pada cranium ditutup dengan autogenous bone.
Insisi kulit kemudian ditutup. Pada ensefalokel oksipital berukuran besar dengan
mikrosefali sekunder akibat herniasi otak masif, digunakan fine mesh untuk
mencegah kompartemen ekstrakranial. Pembedahan pada ensefalokel dengan
penyerta memerlukan beberapa prosedur tambahan. Bila didapatkan hidrosefalus

13
yang menyertai, maka dilakukan VP shunt. Kadang prosedur ini harus dilakukan
sebelum terapi pembedahan definitive. Ventrikulostomi endoskopi digunakan
untuk menangani hidrosefalus pada kasus ensefalokel.7

Gambar 2.10 Pembedahan pada Ensefalokel Oksipital.9

Gambar 2.11 Penutupan Defek Luas pada Ensefalokel Oksipital.9

14
Pada ensefalokel frontal terdapat beberapa perbedaan dalam hal
pertimbangan bedah bila dibandingkan dengan ensefalokel oksipital. Secara
umum, pembedahan pada ensefalokel frontal meliputi pengangkatan ensefalokel,
penutupan dura secara intracranial, bone grafting transkranial, dan koreksi
hipertelorisme orbital atau dystopia. Pembedahan pada ensefalokel frontal
umumnya dilakukan elektif dengan indikasi berupa proteksi otak, pencegahan
infeksi, perbaikan jalan nafas, kemampuan bicara, dan penglihatan, serta
kosmetis. Indikasi pembedahan darurat pada ensefalokel frontal yakni tidak
adanya kulit yang membungkus kantung ensefalokel, obstruksi jalan nafas, atau
gangguan penglihatan.7
Pada ensefalokel nasoethmoidal, terdapat beberapa tambahan sasaran hasil
koreksi pembedahan. Selain bertujuan untuk menutup defek dan membuang atau
mengembalikan jaringan yang mengalami herniasi, koreksi bedah pada
ensefalokel nasoethmoidal juga ditujukan untuk merekonstruksi kraniofasial
sehingga mencegah long nose deformity. Koreksi dilakukan dengan osteotomi
dan rekonstruksi bentuk wajah di sekitar defek, termasuk mengoreksi
hipertelorisme yang kerap menyertai.9

Gambar 2.12 Koreksi bedah pada ensefalokel nasoethmoidal.9

15
Gambar 2.13 Pasien ensefalokel nasoethmoidal sebelum dioperasi.9

Gambar 2.14 Pasien ensefalokel nasoethmoidal setelah dioperasi.9


Pembedahan pada ensefalokel basal memerlukan teknik yang sedikit
berbeda dan peralatan tambahan karena letak ensefalokel tertutup struktur wajah.
Salah satu tipe ensefalokel basal, yakni ensefalokel transethmoidal yang
bermanifestasi sebagai massa intranasal membutuhkan endoskopi nasal dalam
pembedahan.26 Endoskopi nasal inisial digunakan untuk melihat struktur
intranasal, kemudian dilakukan ethmoidectomi dan eksisi prosesus uncinatus agar
dapat mengakses ensefalokel yang terletak di dekat dasar tengkorak. Setelah
ensefalokel terlihat, dilakukan penilaian kantung ensefalokel dan defek pada
ehtmoid kemudian dilakukan reseksi ensefalokel dengan forsep bipolar tipe
pistolgrip.8
Reseksi dilakukan hingga pedikel ensefalokel tereduksi mendekati dasar
tengkorak. Perbaikan defek dilakukan dengan memotong mukosa di sekitar defek

16
hingga tampak os ethmoid. Untuk defek lebih dari 5 mm, kartilago atau tulang
dari septum nasi ditempatkan antara dura dan dasar tengkorak. Selain graft tulang,
prostetik yang absorbable dapat pula digunakan. Setelah itu, graft mukosa dari
dasar hidung digunakan untuk menutup defek tersebut.8

2.10 Komplikasi
Ensefalokel besar dapat berkomplikasi pada kebocoran CFS dan terjadi
infeksi. Ensefalokel juga dapat menimbulkan hidrosefalus. Pembuluh darah
intracranial dapat masuk ke dalam kantung sehingga dapat teriris saat eksisi dan
menyebabkan infark. Mikrosefali yang terjadi sekunder akibat herniasi masif
jaringan otak merupakan penyulit karena jaringan otak yang mengalami herniasi
sangat sulit bahkan tidak dapat dimasukkan kembali ke dalam rongga kranial.
Selain itu, sebagaimana defek tuba neuralis lain, ensefalokel dapat menimbulkan
aborsi spontan, kematian janin intrauterine, kematian bayi pada awal kehidupan,
dan kecacatan seumur hidup. Pada kasus yang jarang, baik ensefalokel maupun
pembedahannya dapat mengakibatkan kebutaan. Pembedahan yang dilakukan
sebagai tatalaksana utama ensefalokel dapat menimbulkan perdarahan
intraserebral, infeksi, kehilangan kemampuan penghidu, epilepsy, disfungsi lobus
frontal, edema serebri, dan defisit kemampuan konsentrasi.5
2.11 Prognosis
Faktor penentu prognosis pada pasien ensefalokel meliputi ukuran
ensefalokel, banyaknya jaringan otak yang mengalami herniasi derajat
ventrikulomegali, adanya mikrosefali dan hidrosefalus terkait, serta munculnya
kelainan kongenital lain. Ensefalokel berukuran besar memiliki prognosis yang
buruk. Pasien ensefalokel tanpa hidrosefalus memiliki peluang mencapai
intelektual normal sebesar 90% sedangkan ensefalokel dengan hidrosefalus
memiliki peluang lebih rendah 30%.2,3

BAB III
KESIMPULAN

17
Ensefalokel adalah herniasi isi kranium berupa suatu bagian otak dan
meninges (selaput otak) melalui suatu defek pada tengkorak yang muncul secara
kongenital maupun dapatan. Insidensi ensefalokel di dunia kurang lebih 0,15 per
1000 kelahiran dengan jenis terbanyak tipe oksipital kecuali di Asia Tenggara
ensefalokel didominasi tipe frontal. Ensefalokel terjadi didasari oleh adanya
gangguan pada proses embriologis penutupan tuba neuralis pada awal kehamilan.
Penyebab pasti ensefalokel belum diketahui, hanya faktor resiko saja yang
sudah teridentifikasi.
Manifestasi klinis berupa gejala utama benjolan atau kantung di sepanjang
garis tengah kepala sejak lahir. Ensefalokel dapat muncul sendiri, disertai gejala
penyerta lain, maupun muncul sebagai bagian dari suatu sindrom kelainan
kongenital. Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang. Terapi untuk ensefalokel adalah koreksi dengan
pembedahan sedini mungkin untuk memperbaiki defek, membuang atau
mengembalikan jaringan herniasi, menutup kembali kantung serta menatalaksana
penyulit. Penyulit yang terjadi antara lain hidrosefalus, mikrosefalus, dan infeksi.
Prognosis pada pasien ensefalokel dipengaruhi ukuran ensefalokel,
herniasi, derajat ventrikulomegali, adanya kelainan kongenital lain.

DAFTAR PUSTAKA

18
1. Nelson. 2011. Nelson textbook of pediatric. 19th edition. Philadelphia.
Elsevier

2. Satyanegara. 2010. Ilmu Bedah Saraf. Jakarta : PT Gramedia


Pustaka Utama

3. Lyons, KP. 2003. Operative Techniques in Pediatric Neurosurgery. New


York: Thieme.

4. Bhatoe, dkk.. Traumatic Frontonasoethmoidal Encephalocele. Indian J.


Neurotrauma, 2007; 1(1):73-74.

5. Vargas, dkk. Temporal Anterior Encephalocele. Neurology, 2008; 71: 1293.

6. Yoon, dkk. An Antenatally Diagnosed Huge Non-syndromic Encephalocele


with Succesful Term Delivery and Postnatal Management. J Womens Med,
2010; 3(3): 127-130.

7. Raja, RA dkk. Pattern of Encephaloceles: A Case Series. J. Ayub. Med. Coll.


Abbottabad, 2008; 20(1): 125-128

8. Rowland, dkk. Are Encephaloceles Neural Tube Defects?. Pediatrics, 2005;


118: 916-923.

9. Holmes dkk. Frontoethmoidal Encephaloceles: Reconstruction and


Refinements. J Craniofacial Surg, 2001; 12(1): 6-18.

10. Senel, Sahiner, Erkek, Yoney, dan Karacan. A Case of Atretic Parietal
Cephalocele. New Eng J Med, 2007; 24: 237-238.

11. Agarwal, dkk. A Giant Occipital Encephalocele. J Case Rep, 2010; 1(1): 16.

19

Anda mungkin juga menyukai