Tugas BS
Tugas BS
PENDAHULUAN
1
Intervensi bedah dilakukan untuk membuang isi herniasi, menutup defek,
serta mempertahankan fungsi otak. Hasil pembedahan bergantung pada variasi
kasus. Pasien yang bertahan hidup sebagian besar dapat tetap memiliki
intelegensia normal meski sering didapati adanya gangguan motorik. Prognosis
pada penderita ensefalokel ditentukan terutama oleh ada tidaknya jaringan otak di
dalam kantung ensefalokel yang seiring waktu dapat terus membesar. Prognosis
dapat menjadi buruk dan bahkan tidak dapat diterapi apabila berukuran besar dan
berisi banyak jaringan otak di dalamnya. Ensefalokel dengan herniasi jaringan
otak displastik dapat menimbulkan kecacatan fisik dan intelektual sedangkan pada
ensefalokel dengan kantung mengandung meningen saja dapat berkembang
normal.5,6
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2
2.1 ENCEPHALOCELE
2.1.1 Definisi dan Klasifikasi
Ensefalokel (Encephalocele) adalah herniasi isi kranium berupa suatu
bagian otak dan meninges (selaput otak) melalui suatu defek pada tengkorak yang
muncul secara kongenital atau dapatan. Disebut juga cephalocele, craniocele,
encephalomeningocele, dan meningoencephalocele.1,2,3
Ensefalokel dapat tertutup kulit (closed defect) atau selapis tipis epitel saja
(open defect). Isi kantung ensefalokel dapat berupa meninges (meningokel),
meninges dan otak (meningoensefalokel), maupun meninges, otak, dan ventrikel
(meningoensefalosistokel).2
Klasifikasi ensefalokel didasarkan pada lokasi defek dan patofisiologinya.
Ensefalokel dapat bersifat kongenital maupun dapatan yang muncul post
traumatik, iatrogenik, post operasi, dan post radiasi. Secara garis besar berdasar
letak defek, ensefalokel dapat terbagi atas ensefalokel frontal/sinsipital,
ensefalokel basal, dan ensefalokel oksipital. Defek pada ensefalokel frontal terjadi
di antara bregma dan tepi depan os ethmoid, sedangkan defek pada ensefalokel
basal terjadi di dasar tengkorak, dan defek pada ensefalokel terjadi di antara
lambda dan forramen magnum atau atlas.4,5
Menurut Suwanwela, klasifikasi terbagi atas:2
1. Lesi kubah tengkorak
a. Oksipital
b. Interfrontal
c. Parietal
d. Fontanel anterior atau posterior
e. Temporal
2. Lesi sinsipital
a. Naso frontal
b. Naso ethmoidal
c. Naso orbital
3. Ensefalokel basal, terbagi atas:
a. Transethmoidal: Kantung ensefalokel terletak di fossa nasal anterior.
b. Sphenoethmoidal: Kantung ensefalokel terletak di fossa nasal
posterior.
c. Sphenoorbital: Kantung ensefalokel terletak dalam orbita dan
menyebabkan eksoftalmus.
3
d. Sphenomaxillary: Kantung ensefalokel terletak dalam fossa
pterigopalatinus.
e. Sphenopharingeal: Kantung ensefalokel terletak dalam rhinopharynx
atau sinus sphenoid.
2.1.2 Epidemiologi
Ensefalokel lebih sering muncul bersama malformasi kongenital non-
neural daripada bersama maflormasi kongenital neural atau spina bifida. Insidensi
ensefalokel kurang lebih 0,08 dalam 1.000 total kelahiran di Australia, 0,3-0,6 per
1.000 kelahiran di Inggris, dan 0,15 per 1000 kelahiran keseluruhan di dunia. Tipe
ensefalokel yang dominan di Eropa dan Australia adalah ensefalokel oksipital
(75%), frontoethmoidal (13-15%), parietal (10-12%), dan sphenoidal. Meskipun
demikian, di Asia Tenggara ensefalokel frontal merupakan tipe paling dominan.1
2.3 Etiologi
Etiologi pasti ensefalokel masih belum diketahui hingga saat ini.
Meskipun demikian, berbagai faktor terkait terjadinya ensefalokel telah berhasil
diidentifikasi.1,3
Faktor-faktor yang mendukung terjadinya ensefalokel antara lain: 2
a. secular trend
b. Variasi musim
c. Sindrom genetik
d. Infeksi seperti toksoplasmosis, analgesik, influenza dan sebagainya
e. toksik
f. kelainan metabolik, seperti diabetes devisiensi vitamin, mineral dan
sebagainya.
4
g. Abrasi kromosom seperti traslokasi 13-15
h. Pajanan obat-obatan: methotrexate, asam valproat, dan aminoterin
i. Multiparietas
j. Kegagalan tindakan abortus
k. Usia ibu
l. Urutan kehamilan
m. Jenis kelamin
2.1.4 Patofisiologi
Pada embriogenesis, tuba neuralis menutup pada hari ke-27 atau ke-28
kehamilan. Ujung anterior dan posterior tuba neuralis menutup pada saat berbeda.
Neuropore anterior yang terletak sama tinggi dengan foramen cecum menutup
pada hari ke-24.2, 8
Teori mengenai terjadinya ensefalokel:2
a. Terhentinya perkembangan embrio ( developmental arest ) Kegagalan
penutupan tuba neuralis sebelum hari 24 kehamilan
b. Teori hidrodinamik. Terjadi akibat distensi tabung neural yang berlebihan
sehingga ia akhirnya eninggalkan celah atau defek
c. Neuroskhisis. Terjadi akibat terbelahnya tabung neural setelah ia menutup
sempurna
d. Herniasi sekunder. Terbentuk pada saat perkembangan bayi yang sudah
lanjut.
5
terdapat herniasi otak. Kantung dapat mengempis dan menegang, tergantung
tekanan intrakranial karena berhubungan dengan ruang intrakranial.
2. Hidrosefalus
3. Mikrosefalus
4. Pada ensefalokel basal adanya kantung seringkali tidak tampak menonjol di
luar melainkan di dalam rongga hidung atau massa epifaringeal sehingga
seringkali tampak seperti polip nasal. Kelainan penyerta yang muncul berupa
hipertelorisme, nistagmus, snoring persisten dan cleft palate sekunder.
5. Kelumpuhan anggota gerak, gangguan perkembangan, gangguan penglihatan
dan gangguan lain akibat pendesakaan massa maupun sindrom kelainan
kongenital terkait.
6
Gambar 2.2 Ensefalokel Oksipital dengan CT Scan.11
7
Gambar 2.4 Ensefalokel Nasoethmoidal dengan MRI setelah dilakukukan
koreksi9
8
Pada USG terutama USG 3 dimensi, ensefalokel dapat tampak kurangnya
diameter biparietal, kecilnya lingkar kepala, serta gambaran unik berupa cyst
within a cyst dan target sign appearance, banana sign, lemon sign. Pada USG
3 dimensi, defek cranial dapat tampak dengan jelas.6
9
Gambar 2.6 Gambaran ensefalokel pada USG 3 dimensi.6
10
dan ukuran ventrikel. Dengan menggunakan MRI, dapat diketahui lokasi defek
beserta isinya dengan lebih jelas.8
11
2.1.7 Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik
melalui manifestasi klinis yang khas. Manifestasi klinis utama ensefalokel adalah
benjolan yang muncul sejak lahir di daerah kepala, bisanya di garis tengah.
Penegakan diagnosis dapat dilakukan sebelum kelahiran yakni dengan
pemeriksaan USG antenatal. Pada pemeriksaan USG, kriteria yang dipakai untuk
menegakkan diagnosis ensefalokel adalah sebagai berikut:1,2,3
1. Tampak massa melekat pada kepala janin atau bergerak sesuai gerakan
kepala janin.
2. Tampak defek tulang tengkorak.
3. Tampak ketidaknormalan anatomis, contohnya hidrosefalus.
4. Scan tulang belakang untuk mengetahui ada tidaknya spina bifida.
5. Pemeriksaan ginjal janin, karena tingginya keterkaitan dengan penyakit
ginjal kistik.
Terdapat beberapa kelainan pada sistem saraf pusat yang dapat membantu
diagnosa ensefalokel, yakni sebagai berikut:3
1. Defek tengkorak (didapatkan pada 96% kasus).
2. Ventrikulomegali (didapatkan pada 23% kasus).
3. Mikrosefali (didapatkan pada 50% kasus).
4. Basio-occiput mendatar (didapatkan 38% kasus).
2.1.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada ensefalokel adalah koreksi melalui pembedahan.
Pembedahan dilakukan sedini mungkin yakni saat pasien berusia kurang dari 4
12
bulan. Bila tidak dilakukan koreksi, ensefalokel akan terus membesar karena
bertambahnya herniasi jaringan otak yang dapat menimbulkan defisit neurologis..
Meskipun demikian, ensefalokel dengan ukuran sangat minimal dan hanya
melibatkan segi kosmetis dapat dipertimbangkan untuk tidak dikoreksi secara
pembedahan. Pembedahan pada ensefalokel dilakukan elektif sedini mungkin
kecuali terjadi rupture pada kantung dan kebocoran CSF 2. Pembedahan elektif
memberikan waktu bagi pasien untuk kenaikan berat badan dan kekuatan, serta
memberikan waktu bagi ahli bedah untuk pemilihan teknik operasi dan
komunikasi dengan orang tua pasien.2,7
Pembedahan ensefalokel terdiri dari membuka dan mengeksplorasi isi
kantung, eksisi jaringan otak yang mengalami displasia, dan menutup kembali
defek secara water tight. Jaringan otak displastik di dalam kantung telah menjadi
non-fungsional akibat strangulasi, iskemi, dan edema sehingga dapat diangkat
dengan aman daripada mendorongnya ke dalam rongga cranium. Pada ensefalokel
dengan ukuran dan herniasi sangat minimal, jaringan yang mengalami herniasi
dimasukkan kembali ke dalam rongga intracranial. Pembedahan ini dihadapkan
pada tantangan untuk menutup defek anatomis pada tulang tengkorak, hasil
operasi sedekat mungkin dengan fungsi normal, dan menghindari defek pada
psikomotor.7,8,10
Pada ensefalokel oksipital, pasien diposisikan lateral atau dapat pula
telungkup dengan menggunakan penyangga kepala berbentuk tapal kuda. Posisi
pasien dijaga agar tidak terjadi cedera karena penekanan bola mata. Langkah-
langkah koreksi bedah pada ensefalokel oksipital dimulai dengan membuat insisi
melintang pada benjolan hingga perikranium dapat teridentifikasi dan dipisahkan
dari jaringan yang lebih dalam. Setelah itu, dilakukan insisi perikranial dengan
inspeksi dan diseksi isi benjolan. Koreksi bedah dilakukan untuk mempertahankan
jaringan otak agar tidak mengalami herniasi lebih banyak lagi.10
Pada anak-anak, defek pada cranium ditutup dengan autogenous bone.
Insisi kulit kemudian ditutup. Pada ensefalokel oksipital berukuran besar dengan
mikrosefali sekunder akibat herniasi otak masif, digunakan fine mesh untuk
mencegah kompartemen ekstrakranial. Pembedahan pada ensefalokel dengan
penyerta memerlukan beberapa prosedur tambahan. Bila didapatkan hidrosefalus
13
yang menyertai, maka dilakukan VP shunt. Kadang prosedur ini harus dilakukan
sebelum terapi pembedahan definitive. Ventrikulostomi endoskopi digunakan
untuk menangani hidrosefalus pada kasus ensefalokel.7
14
Pada ensefalokel frontal terdapat beberapa perbedaan dalam hal
pertimbangan bedah bila dibandingkan dengan ensefalokel oksipital. Secara
umum, pembedahan pada ensefalokel frontal meliputi pengangkatan ensefalokel,
penutupan dura secara intracranial, bone grafting transkranial, dan koreksi
hipertelorisme orbital atau dystopia. Pembedahan pada ensefalokel frontal
umumnya dilakukan elektif dengan indikasi berupa proteksi otak, pencegahan
infeksi, perbaikan jalan nafas, kemampuan bicara, dan penglihatan, serta
kosmetis. Indikasi pembedahan darurat pada ensefalokel frontal yakni tidak
adanya kulit yang membungkus kantung ensefalokel, obstruksi jalan nafas, atau
gangguan penglihatan.7
Pada ensefalokel nasoethmoidal, terdapat beberapa tambahan sasaran hasil
koreksi pembedahan. Selain bertujuan untuk menutup defek dan membuang atau
mengembalikan jaringan yang mengalami herniasi, koreksi bedah pada
ensefalokel nasoethmoidal juga ditujukan untuk merekonstruksi kraniofasial
sehingga mencegah long nose deformity. Koreksi dilakukan dengan osteotomi
dan rekonstruksi bentuk wajah di sekitar defek, termasuk mengoreksi
hipertelorisme yang kerap menyertai.9
15
Gambar 2.13 Pasien ensefalokel nasoethmoidal sebelum dioperasi.9
16
hingga tampak os ethmoid. Untuk defek lebih dari 5 mm, kartilago atau tulang
dari septum nasi ditempatkan antara dura dan dasar tengkorak. Selain graft tulang,
prostetik yang absorbable dapat pula digunakan. Setelah itu, graft mukosa dari
dasar hidung digunakan untuk menutup defek tersebut.8
2.10 Komplikasi
Ensefalokel besar dapat berkomplikasi pada kebocoran CFS dan terjadi
infeksi. Ensefalokel juga dapat menimbulkan hidrosefalus. Pembuluh darah
intracranial dapat masuk ke dalam kantung sehingga dapat teriris saat eksisi dan
menyebabkan infark. Mikrosefali yang terjadi sekunder akibat herniasi masif
jaringan otak merupakan penyulit karena jaringan otak yang mengalami herniasi
sangat sulit bahkan tidak dapat dimasukkan kembali ke dalam rongga kranial.
Selain itu, sebagaimana defek tuba neuralis lain, ensefalokel dapat menimbulkan
aborsi spontan, kematian janin intrauterine, kematian bayi pada awal kehidupan,
dan kecacatan seumur hidup. Pada kasus yang jarang, baik ensefalokel maupun
pembedahannya dapat mengakibatkan kebutaan. Pembedahan yang dilakukan
sebagai tatalaksana utama ensefalokel dapat menimbulkan perdarahan
intraserebral, infeksi, kehilangan kemampuan penghidu, epilepsy, disfungsi lobus
frontal, edema serebri, dan defisit kemampuan konsentrasi.5
2.11 Prognosis
Faktor penentu prognosis pada pasien ensefalokel meliputi ukuran
ensefalokel, banyaknya jaringan otak yang mengalami herniasi derajat
ventrikulomegali, adanya mikrosefali dan hidrosefalus terkait, serta munculnya
kelainan kongenital lain. Ensefalokel berukuran besar memiliki prognosis yang
buruk. Pasien ensefalokel tanpa hidrosefalus memiliki peluang mencapai
intelektual normal sebesar 90% sedangkan ensefalokel dengan hidrosefalus
memiliki peluang lebih rendah 30%.2,3
BAB III
KESIMPULAN
17
Ensefalokel adalah herniasi isi kranium berupa suatu bagian otak dan
meninges (selaput otak) melalui suatu defek pada tengkorak yang muncul secara
kongenital maupun dapatan. Insidensi ensefalokel di dunia kurang lebih 0,15 per
1000 kelahiran dengan jenis terbanyak tipe oksipital kecuali di Asia Tenggara
ensefalokel didominasi tipe frontal. Ensefalokel terjadi didasari oleh adanya
gangguan pada proses embriologis penutupan tuba neuralis pada awal kehamilan.
Penyebab pasti ensefalokel belum diketahui, hanya faktor resiko saja yang
sudah teridentifikasi.
Manifestasi klinis berupa gejala utama benjolan atau kantung di sepanjang
garis tengah kepala sejak lahir. Ensefalokel dapat muncul sendiri, disertai gejala
penyerta lain, maupun muncul sebagai bagian dari suatu sindrom kelainan
kongenital. Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang. Terapi untuk ensefalokel adalah koreksi dengan
pembedahan sedini mungkin untuk memperbaiki defek, membuang atau
mengembalikan jaringan herniasi, menutup kembali kantung serta menatalaksana
penyulit. Penyulit yang terjadi antara lain hidrosefalus, mikrosefalus, dan infeksi.
Prognosis pada pasien ensefalokel dipengaruhi ukuran ensefalokel,
herniasi, derajat ventrikulomegali, adanya kelainan kongenital lain.
DAFTAR PUSTAKA
18
1. Nelson. 2011. Nelson textbook of pediatric. 19th edition. Philadelphia.
Elsevier
10. Senel, Sahiner, Erkek, Yoney, dan Karacan. A Case of Atretic Parietal
Cephalocele. New Eng J Med, 2007; 24: 237-238.
11. Agarwal, dkk. A Giant Occipital Encephalocele. J Case Rep, 2010; 1(1): 16.
19