Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Sistem saraf manusia merupakan jalinan jaringan saraf yang saling berhubungan,
sangat khusus dan kompleks untuk mengkoordinasikan, mengatur dan mengendalikan
interaksi antara seorang individu dengan lingkungan sekitarnya. Sistem saraf terdiri dari
sel-sel saraf (neoron) dan sel-sel penyokong (neuroglia dan sel schawnn) yang saling
berkaitan dan terintegrasi satu sama lain (Price dam Wilson, 2006).
Pemeriksaan fisik neuro terdiri dari beberapa tahapan yang dilakukan berdasarkan dari
pemeriksaan imobilitas sampai pemeriksaan mobilitas,, antara lain.
1. Pemeriksaan GCS
Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap
rangsangan dari lingkungan. Perubahan tingkat kesadaran dapat diakibatkan dari
berbagai faktor, termasuk perubahan dalam lingkungan kimia otak seperti keracunan,
kekurangan oksigen karena berkurangnya aliran darah ke otak, dan tekanan berlebihan
di dalam rongga tulang kepala. Adanya defisit tingkat kesadaran memberi kesan adanya
hemiparese serebral atau sistem aktivitas reticular mengalami injuri. Penurunan tingkat
kesadaran berhubungan dengan peningkatan angka morbiditas (kecacatan) dan
mortalitas (kematian). Penurunan tingkat kesadaran mengindikasikan difisit fungsi otak.
Tingkat kesadaran dapat menurun ketika otak mengalami kekurangan oksigen
(hipoksia), kekurangan aliran darah (seperti pada keadaan syok), penyakit metabolic
seperti diabetes mellitus (koma ketoasidosis), dehidrasi, asidosis, alkalosis, pengaruh
obat-obatan, alkohol, keracunan, hipertermia, hipotermia, peningkatan tekanan
intrakranial (karena perdarahan, stroke, tomor otak), infeksi (encephalitis), epilepsi.
Jenis-jenis tingkat kesadaran antara lain:
1. Compos Mentis (conscious) yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat
menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya..
2. Apatis yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya,
sikapnya acuh tak acuh.
3. Delirium yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-
teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang
lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah
dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon
terhadap nyeri.
6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga
tidak ada respon pupil terhadap cahaya).
Salah satu cara untuk mengukur tingkat kesadaran dengan hasil subjektif mungkin
adalah menggunakan GCS (Glasgow Coma Scale). GCS dipakai untuk menentukan
derajat cidera kepala. Reflek membuka mata, respon verbal, dan motorik diukur dan
hasil pengukuran dijumlahkan jika kurang dari 13, makan dikatakan seseorang
mengalami cidera kepala, yang menunjukan adanya penurunan kesadaran.
1. Membuka mata (E)
Spontan :4
Dengan diajak bicara :3
Rangsang nyeri :2
Tidak ada respon :1
1. Respon verbal (V)
Terdapat kesadaran dan orientasi : 5
Disorientasi waktu :4
Berkata tanpa arti :3
Hanya menegrang :2
Tidak ada suara :1
1. Respon motoik (M)
Sesuai perintah :6
Lokalisir nyeri :5
Menghindari nyeri :4
Fleksi abnormal :3
Ekstensi abnormal :2
Tidak ada gerak :1
Jika nilai GCS:
14-15 : cedera kepala ringan
9-13 : cedera kepala sedang
3-8 : cedera kepala berat
1. Inspeksi
Pemeriksaan secara inspeksi dilakukan dengan menggunakan system penglihatan
pengamat yang memprioritaskan posisi tubuh bayi dan anak. Posisi telungkup menjadi
posisi yang digunakan saat menentukan normal dan abnormal tubuh bayi. Posisi normal
pada bayi yaitu saat posisi telungkup, kepala dapat menyentuh meja, serta tangan bayi
menggenggam dengan posisi tungkai pada keadaan fleksi.
Beberapa pemeriksaan fisik secara inspeksi dapat diketahui posisi abnormal pada bayi,
yaitu :
1. Frog Posture
Keadaan posisi tubuh bayi saat tangan bayi tampak lemas disamping tubuhnya dengan
posisi terbuka (tidak menggenggam).
1. Hemiplegi
Suatu keadaan dimana salah satu sisi tubuh bayi fleksi dan yang lainnya tampak
ekstensi lemah.
1. Hipototoni
Suatu keadaan dimana posisi bayi tertelungkup dengan posisi tangan dan tungkai
terletak lurus diatas meja. Kadangkala hal tersebut menunjukkan bahwa bayi
kemungkinan mengalami gangguan SSP (system saraf pusat).
1. Pemeriksaan motorik
Evaluasi sistem motor pada anak usia sekolah dapat dilakukan secara formal dan
biasnya cukup pada otot proksimal dan distal anggota gerak atas dan bawah. Uji
kekuatan otot hanya dapat dilakukan pada anak yang sudah dapat mengerjakan
instruksi pemeriksa dan kooperatif. Pada bayi dan anak yang tidak dapat kooperatif
hanya dapat dinilai kesan keseluruhannya saja.
1. Respon traksi
Pada seorang bayi atau anak yang normal, sebelum duduk maka dia terlebih dulu harus
mempunyai kontrol terhadap fungsi otot-otot lehernya. Sejak lahir sampai usia 2 bulan,
kepala anak akan tertinggal apabila kita mengangkat anak tersebut pada kedua
tangannya dari posisi tidur ke posisi duduk. Keadaan ini disebut dengan head leg. Salah
satu tes untuk mengetahui kontrol terhadap otot-otot leher dan kepala adalah respon
traksi.
Caranya:
Bayi ditidurkan pada posisi supinasi, kemudian pemeriksa memegang kedua tangan
bayi pada pergelangan tangan, secara perlahan-lahan anak ditarik sampai pada posisi
duduk. Kemudian dievaluasi kemampuan bayi dalam mengontrol posisi leher dan
kepalanya. Apabila kepala masih tertinggal di belakang pada saat bayi posisi duduk
maka head leg-nya positif (masih ada), tapi apabila bayi mampu mengangkat kepalanya
pada saat posisi duduk maka head leg-nya negatif (menghilang). Head leg harus sudah
menghilang setelah bayi berusia 3 bualn. Apabiala setelah 3 bulan masih didapat head
leg yang positif, maka harus dicurigai adanya kemungkinan hipotoni, kelainan SSP atau
prematurasi.
1. Suspensi ventral
Tes suspensi ventral dapat mengetahui kontrol kepala, curvatura thoraks, kontrol tangan
dan kaki terhadap gravitasi.
Caranya:
Bayi ditidurkan pada posisi pronasi, kemudian telapak tangan pemeriksa menyanggah
badan bayi pada daerah dada. Pada bayi aterm dan normal, posisi kepala akan jatuh ke
bawah membentuk sudut 45 atau kurang dari posisi horizontal, punggung lurus atau
sedikit fleksi, tangan fleksi pada siku dan sedikit ekstensi pada sendi bahu dan sedikit
fleksi pada sendi lutut. Dengan bertambahnya usia, posisi kepala terhadap badan bayi
akan semakin lurus (horizontal). Pada bayi hipotoni, leher dan kepala bayi sangat lemas
sehingga pada tes suspensi ventral akan berbentuk seperti huruf U terbalik.
Sedangkan pada bayi palsi serebral, tes suspensi ventral akan menunjukkan posisi
hiperekstensi.
Tonus otot yaitu retensi yang terdeteksi oleh pemeriksa saat menggerakkan sendi
secara pasif, tonus otot sering kali terganggu jika terdapad gangguan sistem saraf. Otot
dapat diamati untuk melihat adanya tanda-tanda kelemahan, fasikulasi, atau kontraktur.
Kekuatan otot dapat diperiksa dengan membandingkan otot satu sisi dengan otot sisi
lainnya.
Perubahan fungsi motorik:
Gangguan
otot Tanda klinis Gangguan neurologis
Gangguan
Posisi bagian-bagian tubuh bertahan ekstrapiramidal, penyakit
dengan keadaan abnormal dengan wilson,neuropati
sedikit tahanan sewaktu delakukan venotiazin, infeksi virus
Distonia gerakan pasif pada otak
Tahanan terhadap gerakan pasif pada
Paratonia seluruh gerakan Penyakit lobus frontalis
Kekakuan Ektensi dan pronasi lengan dan Cedera otak berat di atas
deserebrasi pronasi dari tungkai spons
Hipotonia Peningkatan macam gerak sendi Gangguan sereberal
Gerakan unilateral, mengenal bagian
yang berlawanan dengan lesi, gerakan Penyempitan pembuluh
sendi proksimal yang kasar dan darah otak mengenai
Hemibalismusmengayun nukleus subtalamikus
Tremor Rimik involunter Lesi pada jaras sereberal
Pasien diposisikan telentang, kemudian fleksikan tungkai atas agak lurus lalu luruskan
tungkai bawah pada sendi lutut. Normalnya dapat membentuk sudut 135 terhadap
tungkai bawah.
1. Pemeriksaan Refleks
1. Reflek superfisial, dengan cara menggores kulit abdomen dengan empat goresan
yang membentuk segi empat dibawah xifoid.
2. Refleks tendon dalam dengan mengetuk menggunakan hammer pada tendon
biseps, trisep, patela dan achiles dengan penilaian pada bisep (terjadi fleksi sendi
siku), trisep (terjadi ekstensi sendi siku), patela (terjadi ekstensi sendi lutut )dan
pada achiles (terjadi fleksi plantar kaki) apabila hiperfleks apabila hiporefleks apabila
terjadi kelainan pada lower motor neuron.
3. Refleks patologis dapat menilai adanya refleks babinski dengan cara menggores
permukaan plantar kaki dengan alat yang sedikit runcing, hasilnya positif apabila
terjadi reaksi ekstensi ibu jari.
3.1 Kesimpulan
Sistem saraf merupakan jaringan yang sangat penting dan berpengaruh terhadap organ
lainnya. Pemeriksaan neurologik merupakan suatu proses yang dibutuhkan bagi tenaga
kesehatan untuk mendiagnosa kondisi kesehatan neurologis pasien. Tujuan
Pemeriksaan fisik yaitu Mengetahui sistem persarafan, Mengetahui status kesehatan
neurologis pasien, Sebagai alat untuk menegakkan diagnosa. Anamnese, Inspeksi,
Pemeriksaan bahasa dan bicara, Pemeriksaan status dan fungsi mental, Pemeriksaan
GCS, Pemeriksaan Tonus Otot, Pemeriksaan Motorik, Pemeriksaan Tanda Meningeal,
Pemeriksaan Refleks.
3.2 Saran
Sistem saraf sangat berpengaruh terhadap segala sistem yang ada dalam tubuh
manusia. Hapir semua penyakit berhubungan dengan sistem saraf, oleh karena itu
disarankan bagi para pembaca untuk mendeteksi secara dini kondisi kesehatanya dan
dilakukan pemeriksaan fisik khususnya neurologik.