Anda di halaman 1dari 19

EPILEPSI PASCA TRAUMA

Oleh:

Heryawan Chandra (11.2015.222)

Pembimbing:

dr. Bambang Siswanto, Sp.S

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf

RSPAD Gatot Soebroto

1
Lembar Pengesahan
Epilepsi

Oleh :
Heryawan Chandra
11.2015.222

Presentasi kasus ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu
prasyarat mengikuti ujian kepaniteraan klinik di bagian Neurologi RSPAD
Gatot Soebroto Jakarta

Jakarta, 30 Agustus 2017

Mengetahui,
Pembimbing dr. Bambang Siswanto, Sp.S

2
Pendahuluan

Epilepsi merupakan suatu gangguan neurologik klinis yang sering dijumpai. Definisi
epilepsi menurut kelompok studi epilepsi PERDOSSI 2011 adalah suatu keadaan yang
ditandai oleh bangkitan berulang akibat lepas muatan listrik abnormal dan berlebihan di
neuron-neuron otak secara paroksismal, dan disebabkan oleh berbagai etiologi, bukan
disebabkan oleh penyakit otak akut. Perlu diketahui bahwa epilepsi bukanlah merupakan
suatu penyakit, melainkan suatu kumpulan gejala. Gejala yang paling umum adalah adanya
kejang, karena itu epilepsi juga sering dikenal sebagai penyakit kejang.

Epilepsi merupakan salah satu penyakit otak yang sering ditemukan di dunia. Data World
Health Organization (WHO) menunjukkan epilepsi menyerang 70 juta dari penduduk dunia
(Brodie et al., 2012). Epilepsi dapat terjadi pada siapa saja di seluruh dunia tanpa batasan ras
dan sosial ekonomi. Angka kejadian epilepsi masih tinggi terutama di negara berkembang
yang mencapai 114 per 100.000 penduduk per tahun. Angka tersebut tergolong tinggi
dibandingkan dengan negara yang maju dimana angka kejadian epilepsi berkisar antara 24-53
per 100.000 penduduk per tahun (Benerjee dan Sander,2008). Angka prevalensi penderita
epilepsi aktif berkisar antara 4-10 per 1000 penderita epilepsi (Beghi dan Sander, 2008). Bila
jumlah penduduk Indonesia berkisar 220 juta, maka diperkirakan jumlah penderita epilepsi
baru 250.000 per tahun. Dari berbagai studi diperkirakan prevalensi epilepsi berkisar antara
0,5-4%. Rata-rata prevalensi epilepsi 8,2 per 1000 penduduk. Prevalensi epilepsi pada bayi
dan anak-anak cukup tinggi, menurun pada dewasa muda dan pertengahan, kemudian
meningkat lagi pada kelompok usia lanjut (Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia
(PERDOSSI, 2011).

3
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Umur : 26 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : TNI
Agama : Islam
Status pernikahan : Belum Menikah
Suku bangsa : WNI
Tanggal masuk : 14 8 2017 (pukul. 12.00 siang)
Perawatan di unit : lantai VI Perawatan Umum (609)
Tanggal pemeriksaan : 14 8 2017

II. ANAMNESA
Autoanamnesa dengan pasien tanggal 14 Mei 2017, pukul 22.00 WIB
KELUHAN UTAMA
- Kejang sejak
KELUHAN TAMBAHAN
- Sakit kepala
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien rujukan dari RS Kesdam datang di bawa oleh kerabat pasien dengan keluhan
kejang kurang lebih 6 jam SMRS. Kejang di alami pasien pada seluruh anggota bagian tubuh
dengan mata mendelik ke atas disertai dengan keluarnya busa pada mulut pasien. Kejang
terjadi tiba-tiba pada saat pasien sedang beristirahat, dan pasien menyangkal adanya pencetus
sebelum serangan kejang dan juga pasien menyangkal adanya gangguan penglihatan,
kesemutan, atau sulit bicara sebelum serangan. Menurut kerabat terdekat, pasien sudah
mengalami kejang yang ke 4 kalinya sebelum di bawa ke RSPAD. Kejang pertama terjadi
pada pukul 06.00 pagi, disusul kejang kedua pada pukul 07.30 pagi, kejang ketiga pada pukul
08.30 dan di rumah sakit Kesdam pada pukul 09.20 pagi. Kejang berlangsung selama kurang
lebih 5 menit disetiap serangan kejang. Setelah serangan pasien kemudian sadar, dan keluhan
kejang bukan yang pertama kali di alami oleh pasien. Keluhan lain yang di rasakan pasien
hanya nyeri kepala, nyeri kepala di seluruh bagian kepala dan tidak diperberat oleh aktifitas
4
pasien dengan skala nyeri 2. Tidak ada gangguan rasa raba yang di alami pasien, dan tidak
ada gangguan pada saat berkemih maupun buang air besar. Pasien menyangkal adanya
riwayat darah tinggi dan penyakit gula. Pasien tidak mempunyai riwayat pengobatan kejang
sebelumnya.

Pasien mengaku serangan kejang mulai di alami setelah pasien mengalami kecelakaan lalu
lintas pada tahun 2014. Menurut pasien kecelekaan yang di alami mengakibatkan benturan
kepala hebat pada kepala bagian belakang dan pasien sempat mengalami hilang ingatan
selama kurang lebih 2 bulan, setelah ingatan membaik pasien tidak mengingat pasti
kecelakaan yang di alami.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU :


Hipertensi : disangkal
Kolesterol : dsangkal
Diabetes melitus : disangkal
Sakit jantung : disangkal
Trauma kepala : Kecelakaan lalu lintas pada Tahun 2014
Kegemukan : disangkal
Gastritis : disangkal

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA :


Tidak ada

RIWAYAT PENGOBATAN :
Tidak ada

RIWAYAT KELAHIRAN/PERTUMBUHAN/PERKEMBANGAN :
Normal

III. PEMERIKSAAN (14-08-2017 22.00 WIB)


STATUS INTERNUS
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Gizi : Cukup (BB= 88 kg, TB= 172 cm, IMT= 29,73)

5
Tanda vital :
TD kanan = kiri : 140/100 mmHg, posisi berbaring
Nadi kanan = kiri : 90x/menit, reguler, isi cukup
Pernapasan : 22x/menit
Suhu : 36.70C
Limfonodi : Tidak teraba membesar
Jantung : BJ I - II reguler, gallop (-), murmur (-)
Paru : Suara napas vesikuler, wheezing (-), rhonki (-)
Hepar : Tidak teraba pembesaran
Lien : Tidak teraba pembesaran
Ekstremitas : Akral hangat, tidak ada edema

STATUS PSIKIATRI
Tingkah laku : tenang
Perasaan hati : euthym
Orientasi :
Tempat : baik
Waktu : baik
Orang : baik
Jalan pikiran : koheren
Daya ingat : memori segera, jangka pendek dan jangka panjang baik

STATUS NEUROLOGI
Kesadaran : compos mentis, (E4M6V5) GCS 15
Sikap tubuh : berbaring
Cara berjalan : tidak dapat dinilai
Gerakan abnormal : tidak ada

Kepala
Bentuk : Normocephal
Simetris : Simetris
Pulsasi a.Temporalis : Teraba
Nyeri tekan : Tidak ada

6
Leher
Sikap : Normal
Gerakan : Bebas tak terbatas
Vertebrae : Dalam batas normal
Nyeri tekan : Tidak ada
Pulsasi a. Carotis : Teraba

TANDA RANGSANG MENINGEAL


Kanan Kiri
Kaku kuduk : (-)
Laseque : (-) (-)
Kernig : (-) (-)
Brudzinsky I : (-) (-)
Brudzinsky II : (-) (-)

NERVI KRANIALIS
Kanan Kiri
N I ( Olfactorius )
Daya penghidu : Normosmia Normosmia

N II ( Optikus )
Ketajaman penglihatan : 1/60 1/60
Pengenalan warna : Baik
Lapang pandang : Sama dengan pemeriksa Sama dengan pemeriksa
Fundus : Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N III ( Occulomotoris )/ N IV ( Trochlearis )/ N VI ( Abducens )


Ptosis : (-) (-)
Strabismus : (-) (-)
Nistagmus : (-) (-)
Exopthalmus : (-) (-)
Enopthalmus : (-) (-)

7
Gerakan bola mata :
Lateral : (+) (+)
Medial : (+) (+)
Atas lateral : (+) (+)
Atas medial : (+) (+)
Bawah lateral : (+) (+)
Bawah medial : (+) (+)
Atas : (+) (+)
Bawah : (+) (+)
Gaze : (+) (+)

Pupil :
Ukuran pupil : 3 mm 3 mm
Bentuk pupil : bulat bulat
Isokor/anisokor : isokor isokor
Posisi : ditengah ditengah
Reflek cahaya langsung : (+) (+)
Reflek cahaya tidak langsung : (+) (+)
Reflek akomodasi/konvergensi: (+) (+)

N V ( Trigeminus )
Menggigit : Baik
Membuka mulut : Simetris
Sensibilitas atas : (+) (+)
Tengah : (+) (+)
Bawah : (+) (+)
Reflek masseter : ( +) (+)
Reflek zigomatikus : (+) (+)
Reflek kornea : Tidak di lakukan pemeriksaan
Reflek bersin : Tidak di lakukan pemeriksaan

N VII ( Facialis )
Pasif

8
Kerutan kulit dahi : simetris
Kedipan mata : simetris
Lipatan nasolabial : simetris
Sudut mulut : simetris
Aktif
Mengerutkan dahi : simetris
Mengerutkan alis : simetris
Menutup mata : simetris dan kuat
Meringis : simetris
Menggembungkan pipi : simetris
Gerakan bersiul : simetris
Daya pengecapan lidah 2/3 depan: positif (manis)
Hiperlakrimasi : tidak ada
Lidah kering : tidak ada

N VIII ( Vestibulocochlearis )
Mendengarkan suara gesekan jari tangan : (+) (+)
Mendengar detik jam arloji : (+) (+)
Test swabach : Tidak dilakukan
Test rinne : Tidak dilakukan
Test weber : Tidak dilakukan

N IX ( Glossopharyngeus )
Arcus pharynx : Simetris
Posisi uvula : Di tengah
Daya pengecapan lidah 1/3 belakang : Tidak dilakukan
Reflek muntah : Tidak dilakukan

N X ( Vagus )
Denyut nadi : Teraba, Reguler
Arcus pharynx : Simetris
Bersuara : Baik
Menelan : tidak ada gangguan

9
N XI ( Accesorius )
Memalingkan kepala : Normal
Sikap bahu : Simetris
Mengangkat bahu : simetris
N XII ( Hipoglossus )
Menjulurkan lidah : Tidak terlihat Deviasi
Kekuatan lidah : Kuat
Atrofi lidah : Tidak ada
Artikulasi : Jelas
Tremor lidah : Tidak ada

MOTORIK
Gerakan : bebas bebas
bebas bebas
Kekuatan : 5 5 5 5 5 5 5 5
5 5 5 5 5 5 5 5

Tonus : normotonus normotonus


Trofi : eutrofi eutrofi

REFLEK FISIOLOGI
Reflek tendon
o Reflek bicep : ( ++ ) ( + +) N
o Reflek tricep : ( ++ ) ( + +) N
o Reflek patella : ( ++ ) ( + +) N
o Reflek achilles: ( ++ ) ( + +) N
Reflek periosteum : tidak dilakukan
Reflek permukaan
Dinding perut : (+)
Cremaster : tidak dilakukan
Spincter ani : tidak dilakukan

10
REFLEK PATOLOGIS
Kanan Kiri
Hoffman tromer : (-) (-)
Babinski : (-) (-)
Chaddok : (-) (-)
Oppenheim : (-) (-)
Gordon : (-) (-)
Schafer : (-) (-)
Klonus paha : (-) (-)
Klonus kaki : (-) (-)

SENSIBILITAS
Eksteroseptif
Nyeri : normoestesi normoestesi
Suhu : normoestesi normoestesi
Taktil : normoestesi normoestesi

Propioseptif
Posisi : normoestesi normoestesi
Vibrasi : Tidak dilakukan
Tekanan dalam : normoestesi normoestesi

KOORDINASI DAN KESEIMBANGAN


Test romberg : tidak dilakukan
Test tandem : tidak dilakukan
Test fukuda : tidak dilakukan
Disdiadokokenesis : baik
Rebound phenomenon : baik
Dismetri : baik
Test tunjuk hidung : baik
Test telunjuk-telunjuk : baik

FUNGSI OTONOM

11
Miksi (terpasang kateter urin)
Inkontinentia : tidak ada kelainan
Retensi : tidak ada kelainan
Anuria : tidak ada kelainan

Defekasi
Inkontinentia : tidak ada kelainan
Retensi : tidak ada kelainan

FUNGSI LUHUR
Fungsi bahasa : baik
Fungsi orientasi : baik
Fungsi memori : baik
Fungsi emosi : baik
Fungsi kognisi : baik

RESUME
Anamnesis
Laki-laki 26 tahun datang ke RSPAD Gatot Soebroto dengan keluhan kejang kurang lebih 6 jam
SMRS. Kejang di alami pasien pada seluruh anggota bagian tubuh dengan mata mendelik ke atas
disertai dengan keluarnya busa pada mulut pasien. Kejang terjadi tiba-tiba dan belum diketahui
pencetusnya. Serangan kejang sudah 4 kali dalam sehari dan antara kejang pertama sampai kepada
serangan kejang berikutnya onset terjadinya kejang makin cepat. Kejang berlangsung selama kurang
lebih 5 menit disetiap serangan kejang. Setelah serangan pasien kemudian sadar. Keluhan tambahan
nyeri kepala, nyeri kepala di seluruh bagian kepala dan tidak diperberat oleh aktifitas pasien dengan
skala nyeri 2. Tidak ada gangguan rasa raba yang di alami pasien, dan tidak ada gangguan pada saat
berkemih maupun buang air besar. Pasien menyangkal adanya riwayat darah tinggi dan penyakit gula.
Riwayat trauma kepala karena KLL tahun 2014.

Pemeriksaan

Status internus :
KU/Kes : tampak sakit sedang, CM, GCS 15
TD ka = ki : 140/100 mmHg

12
Nadi ka = ki : 90x/menit
Napas : 22x/menit
Suhu : 36.7oC

Status neurologis
o Kesadaran : compos mentis
o Nervi kranialis : Tidak ada kelainan
o Motorik :
Gerakan ekstremitas superior dan inferior bebas
Kekuatan :

5 5 5 5 5 5 5 5
5 5 5 5 5 5 5 5

Refleks fisiologis: (++) / (++) N


Refleks patologis : (-/-)

o Sensibilitas : normal
o Fungsi luhur:
Bahasa : Baik
Orientasi : Baik
Memori : Baik
Kognitif : Baik
Emosi : Baik

DIAGNOSIS
Diagnosis klinis : Kejang umum, cephalgia. Riwayat trauma berat kepala
Diagnosis topik : Idiopatik
Diagnosis etiologi : Kejang ec sp epilepsi

TERAPI
o Medikamentosa:

13
IVFD Nacl 1000 cc/ 8 jam
Fenitoin inj 3x100 mg (dalam 100cc Nacl 0,9%)
Citicolin inj 3x500 mg
Asam Folat 2x1 oral
Diazepam inj 1 x 5 mg (bila kejang)

o Non-medikamentosa:
Tirah baring

PEMERIKSAAN ANJURAN
Laboratorium : Darah : Hb, Ht, leukosit, trombosit
Kimia : Gula darah
Elektroit : Na, K, Cl
Foto thoraks
Ct-Scan Kepala
EEG

PROGNOSA
Ad vitam : ad bonam
Ad functionam : ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad cosmeticum : dubia ad bonam

Pengkajian Masalah

Hasil Pemeriksaan Penunjang


Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 14 Agustus 2017
HEMATOLOGI
Hematologi Rutin
Hemoglobin 16,1 13,2-17,3 g/dL
Hematokrit 46 40-52%

14
Leukosit 9.700 4,000-10,000/ L
Trombosit 373000 100,000-400,000/ L

KIMIA KLINIK

Ureum 13 20-50 mg/dL

Kreatinin 0,9 0.5-1.5 mg/dL

Natrium (Na) 140 135-147 mmol/L

Kalium (K) 3.8 3.5-147 mmol/L

Klorida (Cl) 105 95-105 mmol/L

Follow Up:

15 Agustus 2017
S: Kejang (-), Demam (-), Riwayat kejang umum
0: Ku: tampak sakit sedang
Kesadaran: Compos mentis (GCS E4M6V5: 15)
TD : 120/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit
RR : 21 x/menit
Suhu: 36,5C
Motorik :
5 5 5 5 5 5 5 5
5 5 5 5 5 5 5 5

A: Obs kejang ec sp epilepsi


P: IVFD Nacl 500 cc/ 12 jam
Fenitoin inj 3x100 mg (dalam 100cc Nacl 0,9%) ganti per oral 3x100 mg
Citicolin inj 3x500 mg
Asam Folat 2x1 tab oral
15
Diazepam inj 1 x 5 mg (bila kejang)
Rencana EEG

16 Agustus 2017
S: Kejang (-), Demam (-), Riwayat kejang umum
0: Ku: tampak sakit sedang
Kesadaran: Compos mentis (GCS E4M6V5: 15)
TD : 115/70 mmHg
Nadi : 85 x/menit
RR : 24 x/menit
Suhu: 36,5C
Motorik :
5 5 5 5 5 5 5 5
5 5 5 5 5 5 5 5

A: Epilepsi
P: Fenitoin oral 3x100 mg
Asam Folat 1x1 tab oral
EEG sudah di lakukan

Hasil EEG 16 Agustus 2017


Perekaman di lakukan dalam keadaan sadar tanpa premedikasi
Latar belakang berupa aktivitas gelombang dengan frekuensi 12-13 SPD
Pada buka tutup mata tak tampak perubahan berarti
Tampak aktivitas gelombgang lambat 3-4 SPD pada seluruh lead selama 2-3 detik. Tidak
tampak asimeti / paroxysmal.
Pada stimulasi hiperventilasi dan pkoyik stimulasi tidak tampak perubahan.

Kesan EEG Abnormal dengan epileptiform pada seluruh lead.

16
PEMBAHASAN

Pasien seorang laki-laki berusia 26 tahun datang dengan kejang sejak 6 jam SMRS.
Kejang terjadi pada seluruh anggota bagian tubuh dengan mata mendelik ke atas, Sebelum
kejang pasien tersadar dan tidak terdapat perilaku atau persepsi aneh. Saat kejang pasien tidak
sadar, kejang terjadi 4x selama 5 menit. Setelah kejang pasien tersadar dan tidak mengingat
apa yang sudah terjadi. Sebelumnya pernah mengalami kejang sebelumnya dan sering kejang
setiap bulan, namun serangan kejang hanya terjadi 1x selama sebulan.

Pada anamnesis pasien didapatkan tipe kejang yang mengarah pada kejang umum
tonik klonik karena kejang terjadi pada seluruh bagian tubuh dan pada saat serangan kejang,
pasien dalam keadaan tidak sadar. Pada saat sebelum kejang pasien tidak merasakan adanya
persepsi aneh yang merupakan gejala peringatan sebelum terjadi bangkitan kejang, adanya
gejala peringatan yang dirasakan pasien menjelang serangan kejang muncul disebut dengan
aura dimana suatu aura itu bila muncul sebelum serangan kejang parsial sederhana
berarti ada fokus di otak. Sebagian aura dapat membantu dimana letak lokasi serangan
kejang di otak.

Pada serangan kejang umum bisa tidak didahului dengan aura hal ini disebabkan terdapat
gangguan pada kedua hemisfer , tetapi jika aura dilaporkan oleh pasien sebelum serangan
kejang umum, sebaiknya dicari sumber fokus yang patologis. Pada pasien tidak didapatkan
adanya aura sehingga kemungkinan terdapat adanya gangguan pada kedua hemisfer.
(Kusuma 2006)

Kejang yang terjadi pada pasien terjadi karena adanya gangguan fungsi otak secara
intermiten, yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik abnormal dan berlebihan di neuron-
neuron secara paroksismal yang disebabkan oleh bermacam etiologi seperti pada gangguan
sirkulasi, encephalopati, gangguan metabolik, gangguan elektrolit, neoplasma, trauma,
epilepsi dan obat-obatan (drugs) atau Intoksikasi. Pada kasus ini berdasarkan dengan
anamnesis, etiologi terjadina kejang pada pasien disebabkan karena riwayat trauma kepala
hebat akibat kecelakaan lalu lintas 2 tahun lalu, semenjak terjadinya kecelakaan pasien mulai

17
mengalami serangan kejang. Dengan ini kita dapat curiga bahwa trauma yang di dapat pasien
menyebabkan lesi pada otak sehingga menimbulkan kejang.

Pada pemeriksaan EEG menguatkan kepada epilepsy karena gangguan terlampir di EEG
dengan kesan epileptiform pada seluruh lead, namun dapat di lakukan pemeriksaan CT-
SCAN kepala untuk melihat focus lesi mana pada otak yang menyebabkan kejang.

Kejang yang terjadi sebagai suatu epilepsy pada kasus ini sangat kuat melihat adanya riwayat
kejang sebelumnya yang dialami pasien. Epilepsi merupakan kelainan serebral yang ditandai
dengan faktor predisposisi menetap untuk mengalami kejang selanjutnya, dan berdasarkan
defisini epilepsy menurut ILAE 2016, epilepsy dapat ditegakan pada tiga kondisi, yaitu : (1)
terdapat dua kejadian kejang tanpa provokasi yang terpisah lebih dari 24 jam; (2) terdapat
satu kejadian kejang tanpa provaksi, namun resiko kejang selanjutnya sama dengan resiko
rekurensi umum setelah setelah dua kejang tanpa provokasi dalam 10 tahun mendatang
dengan tidak dalam pengobatan epilepsy selama 5 tahun.

Gambar 3. Definisi Epilepsi menurut ILAE 2016

Kejang pertama pada pasien berdasarkan pada anamnesa memperlihatkan adanya


kejadian kejang tanpa karena pada saat itu kondisi pasien sedang dalam keadaan istirahat dan
kejadian serangan terjadi sebanyak 4x dalam 24 jam, dari informasi ini sangat menguatkan
bahwa penyakit pasien adalah epilepsy. Pengertian bangkitan epilepsy sendiri adalah
manifestasi bangkitan serupa (stereotipik) berlangsung secara mendadak dan sementara
dengan atau tanpa perubahan kesadaran, yang disebabkan oleh hiperaktivitas listrik
sekelompok sel saraf di otak, bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut. Dan
berdasarkan etiologi epilepsy yaitu idiopatik dan simptomatik dimana pada simptomatik

18
terdapat kelainan atau lesi susunan saraf pusat, misalnya cedera kepala, infeksi SSP, kelainan
congenital, gangguan peredaran darah otak, toksik, metabolic, kelainan neuro-degeneratif,
apabila seseoraang pasien sudah mempunyai faktor predisposisi berdasarkan etiologic
simptomatik tersebut lalu mengalami kejang tanpa provokasi dan terjadi bangkitan berulang
itulah epilepsy.

Pada penatalaksaan kasus pasien diberikan Citicolin 3x500mg IV (Takelin), Fenitoin inj
3x100 mg (dalam 100cc Nacl 0,9%), Asam Folat 2x1 oral). Citicolin merupakan sebagai
neuroprotekor, mekanismenya memperbaiki kerusakan sel saraf lewat sintesis fosfatidikolin,
memperbaiki aktivitas saraf kolinegrik dengan cara meningkatkan produksi asetilkolin dan
menghambat pembentukan radikal bebas. Pemberian fenitoin sebagai Blok sodium channel
dan inhibisi aksi konduktan kalsium dan klorida dan neurotransmiter yang voltage
dependentAnti kejang ini efektif untuk kejang foka partial, kejang tonik klonik. Pemberian
asam folat diperuntukkan untuk defisiensi asam folat dikarenakan epilepsinya.

19

Anda mungkin juga menyukai