Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN SINDROM DOWN

DI RUANG POLI ANAK SEHAT


RSUD BOEJASIN PELAIHARI

OLEH :
MARLIANI
NIM : 1614901110117

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
BANJARMASIN, 2017
LAPORAN PENDAHULUAN (LP)

I. Konsep penyakit Sindrom Down


1.1 Definisi
Sindrom Down merupakan kelainan genetik yang dikenal sebagai trisomi, karena
individu yang mendapat sindrom Down memiliki kelebihan satu kromosom. Mereka
mempunyai tiga kromosom 21 dimana orang normal hanya mempunyai dua saja.
Kelebihan kromosom ini akan mengubah keseimbangan genetik tubuh dan
mengakibatkan perubahan karakteristik fisik dan kemampuan intelektual, serta gangguan
dalam fungsi fisiologi tubuh (Wong, 2008).
Terdapat tiga-tipe sindrom Down yaitu trisomi 21 reguler, translokasi dan mosaik. Tipe
pertama adalah trisomi 21 reguler. Kesemua sel dalam tubuh akan mempunyai tiga
kromosom 21. Sembilan puluh empat persen dari semua kasus sindrom Down adalah dari
tipe ini (Chandrasoma, 2005).

Tipe yang kedua adalah translokasi. Pada tipe ini, kromosom 21 akan berkombinasi
dengan kromosom yang lain. Seringnya salah satu orang tua yang menjadi karier
kromosom yang ditranslokasi ini tidak menunjukkan karakter penderita sindrom Down.
Tipe ini merupakan 4% dari total kasus (Chandrasoma, 2005).

Tipe ketiga adalah mosaik. Bagi tipe ini, hanya sel yang tertentu saja yang mempunyai
kelebihan kromosom 21. Dua persen adalah penderita tipe mosaik ini dan biasanya
kondisi si penderita lebih ringan.

1.2 Etiologi Down Syndrome


1.2.1 Genetik
Diperkirakan terdapat predisposisi terhadap Non disfunctional. Menurut hasil
penelitian epidemiologi mengatakan adanya peningkatan resiko berulang bila di
dalam keluarga terdapat anak down syndrom.
1.2.2 Radiasi
Radiasi dikatakan merupakan salah satu penyebab utama terjadinya Non
disfunctional pada Sindrom Down. Uchida 1981 membicarakan bahwa sekitar
30% ibu melahirkan anak dengan Sindrom Down, pernah mengalami radiasi di
daerah perut sebelum terjadinya konsepsi. Sedangkan penelitian lain tidak
menetapkan adanya hubungan antara radiasi dengan penyimpangan kromosom.

1.2.3 Autoimun
Terutama autoimun tiroid atau penyakit yang berkaitan dengan tiroid. Penelitian
Fialkaw 1966, secara konsisten mendapatkan perbedaan autoantibodi tiroid pada
ibu yang melahirkan anak dengan Sindrom Down dengan ibu kontrol yang
umurnya sama
1.2.4 Umur ibu
Apabila umur ibu diatas 35 tahun diperkirakan terdapat perubahan hormonal yang
dapat menyebabkan non dijunction pada kromosom. Perubahan endokrin seperti
konsentrasi reseptor hormon dan peningkatan kadar LH dan FSH secara tiba-tiba
sebelum dan selama menopause. Pada penelitian tahun 2010 di Kotamadia
Semarang dari 55 kasus down sindrom menunjukkan 70% kasus dilahirkan oleh ibu
usia >35 tahun.
1.2.5 Umur ayah
Penelitian sutogenik pada orang tua dengan Sindrom Down mendapatkan bahwa
2030% kasus ekstra kromosom 21 bersumber dari ayahnya. Tetapi korelasinya
tidak setinggi dengan umur ibu.
1.3 Tanda gejala
Gejala atau tanda-tanda yang muncul akibat Down syndrome dapat bervariasi mulai dari
yang tidak tampak sama sekali, tampak minimal sampai muncul tanda yang khas. Tanda
yang paling khas pada anak yang menderita Down Syndrome adalah adanya
keterbelakangan perkembangan fisik dan mental pada anak. Penderita sangat mudah
dikenali dengan adanya penampilan fisik yang menonjol berupa bentuk kepala yang
relatif kecil dari normal (microchephaly) dengan bagian anteroposterior kepala mendatar.
Pada bagian wajah biasanya tampak sela hidung yang datar, mulut yang mengecil dan
lidah yang menonjol keluar (macroglossia). Seringkali mata menjadi sipit dengan sudut
bagian tengah membentuk lipatan (epicanthal folds) (Semium, 2006).

Tanda klinis pada bagian tubuh lainnya berupa tangan yang pendek termasuk ruas jari-
jarinya serta jarak antara jari pertama dan kedua baik pada tangan maupun kaki melebar.
Sementara itu lapisan kulit biasanya tampak keriput (dermatoglyphics). Kelainan
kromosom ini juga bisa menyebakan gangguan atau bahkan kerusakan pada sistim organ
yang lain. Pada bayi baru lahir kelainan dapat berupa Congenital Heart Disease. Kelainan
ini yang biasanya berakibat fatal di mana bayi dapat meninggal dengan cepat. Pada sistim
pencernaan dapat ditemui kelainan berupa sumbatan pada esophagus (esophageal atresia)
atau duodenum (duodenal atresia). Apabila anak sudah mengalami sumbatan pada organ-
organ tersebut biasanya akan diikuti muntah-muntah.

1.4 Patofisiologi
Dasar kelainan genetik pada down sindrom adalah kelainan kromosom. Kromosom
adalah bagian dari sel yang merupakan deretan panjang molekul seperti rantai atau
benang yang berupa satumolekul DNA. Benang kromosom memiliki ranti panjang dan
rantai pendek yang dipisahkan oleh inti tengahnya.

Pada sindrom down terdapat kelebihan salinan gen pada kromosom ke 21. Hal ini
menyebabkan gen-gen tersebut diekspresikan secara berlebihan. Kromosom pada
manusia normal terdiri dari 46 pasang kromosom, dengan penulisan 46 XX pada wanita
dan pada pria 46 XY. Sindrom down memiliki kelebihan 1 kromosom sehingga penulisan
genetik kromosomnya adalah 47 XX + 21 atau 47 XY + 21.

Penambahan satu kromosom ini disebabkan karena tidak terpisahnya benang kromosom
yang seharusnya berpisah sebelum menggabungkan diri sehingga terdapat salinan ekstra
kromosom 21.

Kromosom 21 yang lebih akan memberi efek ke semua sistem organ. Hal ini dapat
menyebabkan komplikasi yang mengancam nyawa, dan perubahan proses hidup yang
signifikan secara klinis. Anak - anak yang terkena biasanya mengalami keterlambatan
pertumbuhan fisik, maturasi, pertumbuhan tulang dan pertumbuhan gigi yang lambat.
(Wong, 2008)

Lokus 21q22.3 pada proksimal lebihan kromosom 21 memberikan tampilan fisik yang
tipikal seperti retardasi mental, struktur fasial yang khas, anomali pada ekstremitas atas,
dan penyakit jantung kongenital. Hasil analisis molekular menunjukkan regio 21q.22.1-
q22.3 pada kromosom 21 bertanggung jawab menimbulkan penyakit jantung kongenital
pada penderita sindrom Down. Sementara gen yang baru dikenal, yaitu DSCR1 yang
diidentifikasi pada regio 21q22.1-q22.2, adalah sangat terekspresi pada otak dan jantung
dan menjadi penyebab utama retardasi mental dan defek jantung (Amit K, 2008).

1.5 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan diagnostik digunakan untuk mendeteksi adanya kelainan sindrom down, ada
beberapa pemeriksaan yang dapat membantu menegakkan diagnosa ini, antara lain:
a. Pemeriksaan fisik penderita
b. Pemeriksaan kromosom (Kariotip manusia biasa hadir sebagai 46 autosom+XX atau
46 autosom+XY, menunjukkan 46 kromosom dengan aturan XX bagi betina dan 46
kromosom dengan aturan XY bagi jantan, tetapi pada sindrom down terjadi kelainan
pada kromosom ke 21 dengan bentuk trisomi atau translokasi kromosom 14 dan 22).
Kemungkinan terulang pada kasus (trisomi adalah sekitar 1%, sedangkan translokasi
kromosom 5-15%)
c. Ultrasonograpgy (didapatkan brachycephalic, sutura dan fontela terlambat menutup,
tulang ileum dan sayapnya melebar)
d. ECG (terdapat kelainan jantung)
e. Echocardiogram untuk mengetahui ada tidaknya kelainan jantung bawaan mungkin
terdapat ASD atau VSD.
f. Pemeriksaan darah (percutaneus umbilical blood sampling) salah satunya adalah
Dengan adanya Leukemia akut menyebabkan penderita semakin rentan terkena
infeksi, sehingga penderita ini memerlukan monitoring serta pemberian terapi
pencegah infeksi yang adekuat
(Hull, 2008)
II. Rencana asuhan klien dengan gangguan Sindrom Down
2.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian (McCloskey C, 2000)
2.1.1 Riwayat Keperawatan
a. Adanya riwayat kejang demam pada pasien dan keluarga
b. Adanya riwayat infeksi seperti saluran pernafasan atis, OMA, pneumonia,
gastroenteriks, Faringiks, brontrope, umoria, morbilivarisela dan campak.
c. Adanya riwayat peningkatan suhu tubuh
d. Adanya riwayat trauma
2.1.2 Pengkajian fisik
a. Adanya peningkatan : suhu tubuh, nadi, dan pernafasan, kulit teraba hangat
b. Ditemukan adanya anoreksia, mual, muntah dan penurunan berat badan
c. Adanya kelemahan dan keletihan
d. Adanya kejang
e. Pada pemeriksaan laboratorium darah ditemukan adanya peningkatan kalium,
jumlah cairan cerebrospiral meningkat dan berwarna kuning
2.1.3 Riwayat Psikososial atau Perkembangan
a. Tingkat perkembangan anak terganggu
b. Adanya kekerasan penggunaan obat obatan seperti obat penurun panas
c. Pengalaman tantang perawatan sesudah/ sebelum mengenai anaknya pada waktu
sakit
2.1.4 Pengetahuan keluarga
a. Tingkatkan pengetahuan keluarga yang kurang
b. Keluarga kurang mengetahui tanda dan gejala sindrome down
c. Ketidakmampuan keluarga dalam mengontrol anak
d. Keterbatasan menerima keadaan penyakitnya
2.1.5 Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum: kesadaran, vital sign, status nutrisi (berat badan, panjang badan,
usia)

2.2 Pemeriksaan persistem


2.2.1 Sistem persepsi sensori:
Penglihatan: air mata ada/ tidak, cekung/ normal
Pengecapan: rasa haus meningkat/ tidak, lidah lembab/ kering
a. Sistem persyarafan : kesadaran, menggigil, kejang, pusing
b. Sistem pernafasan : dispneu, kusmaul, sianosis, cuping hidung
c. Sistem kardiovaskuler : takikardi, nadi lemah dan cepat/ tak teraba, kapilary
refill lambat, akral hangat/ dingin, sianosis perifer
d. Sistem gastrointestinal :
Mulut : membran mukosa lembab/ kering
Perut : turgor ?, kembung/ meteorismus, distensi
Informasi tentang tinja: warna (merah, hitam), volume, bau,
konsistensi, darah, melena
e. Sistem integumen : kulit kering/ lembab
f. Sistem perkemihan : bak 6 jam terakhir, oliguria/ anuria
2.2.2 Karakteristik fisik ( paling sering dilihat)
a. Tengkorak bulat kecil dengan oksiput datar
b. Lipatan epikantus bagian dalam dan fisura palpebraserong (mata miring keatas,
ke luar)
c. Hidung kecil dengan batang hidung tertekan ke bawah (hidung sadel)
d. Lidah menjulur kadang berfisura
e. Mandibula hipoplastik (membuat lidah tampak besar)
f. Palatum berlengkung tinggi
g. Leher pendek tebal
h. Muskulatur hipotonik (abdomen buncit, hernia umbilikus)
i. Sendi hiperfleksibel dan lemas
j. Garis simian (puncak transversal pada sisi telapak tangan)
k. Tangan dan kaki lebar, pendek dan tumpul

2.2.3 Pola Fungsi Kesehatan


a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
b. Pola nutrisi dan metabolisme : anoreksia, mual, muntah
c. Pola eleminasi
d. Pola aktifitas dan latihan
e. Pola tidur dan istirahat

2.3 Intervensi Keperawatan


2.3.1 Risiko infeksi
Tujuan: pasien tidak menunjukkan tanda infeksi
Intervensi:
a. Ajarkan keluarga tentang teknik mencuci tangan yang baik.
Untuk meminimalkan pemajanan pada organism infektif
b. Tekankan pentingya mengganti posisi anak dengan sering, terutama
penggunaan postur duduk.
Untuk mencegah penumpukan sekresi dan memudahkan ekspansi paru
c. Dorong penggunaan vaporizer uap dingin
Untuk mencegah krusta sekresi dan mengeringnya membrane mukosa
d. Ajarkan pada keluarga penghisapan hidung dengan spuit tipe-bulb
Karena tulang hidung anak tidak berkembang menyebabkan masalah kronis
ketidakadekuatan drainase mucus
e Dorong kepatuhan terhadap imunisasiyang dianjurkan
Untuk mencegah infeksi.
f Tekankan pentingnya menyelesaikan program antibiotic bila diinstruksikan
Untuk keberhasilan penghilangan infeksi dan mencegah pertumbuhan
organism resisten.

2.3.2 Perubahan nutrisi (pada neonatus) : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
kesulitan pemberian makanan karena lidah yang menjulur dan palatum yang tinggi.
Tujuan: kesulitan pemberian makan pada masa bayi menjadi minimal
Intervensi:
a. Hisap hidung setiap kali sebelum pemberian makan, bila perlu
Untuk menghilangkan mukus
b. Jadwalkan pemberian makan sedikit tapi sering: biarkan anak untuk beristirahat
selama pemberian makan
Karena menghisap dan makan sulit dilakukan dengan pernapasan mulut
c. Berikan makanan padat dengan mendorongnya ke mulut bagian belakang dan
samping
Karena refleks menelan pada anak dengan sindrom down kurang baik
d. Hitung kebutuhan kalori untuk memenuhi energy berdasarkan tinggi dan berat
badan
Memberikan kalori kepada anak sesuai dengan kebutuhan
e. Pantau tinggi dan BB dengan interval yang teratur
Untuk mengealuasi asupan nutrisi
f. Rujuk ke spesialis untuk menentukan masalah makananyang spesifik
Mengetahui diit yang tepat

2.3.3 Risiko tinggi cedera b/d hiperekstensibilitas sendi, instabilitas atlantoaksial


Tujuan: mengurangi risiko terjadinya cedera pada pasien dengan sindrom down
Intervensi:
a. Anjurkan aktivitas bermain dan olahraga yang sesuai dengan maturasi fisik
anak, ukuran, koordinasi dan ketahanan
Untuk menhindari cedera
b. Anjurkan anak untuk dapat berpartisipasi dalam olahraga yang dapat
melibatkan tekanan pada kepala dan leher
Menjauhkan anak dari factor resiko cedera
c. Ajari keluarga dan pemberi perawatan lain (mis: guru, pelatih) gejala
instabilitas atlatoaksial
Memberikan perawatan yang tepat
d. Laporkan dengan segera adanya tanda-tanda kompresi medulla spinalis (nyeri
leher menetap, hilangnya ketrampilanmotorik stabil dan control kandung
kemih/usus, perubahan sensasi)
Untuk mencegah keterlambatan pengobatan

2.3.4 Hambatan interaksi sosial anak b/d keterbatasan fisik dan mental yang mereka
miliki.
Tujuan: kebutuhan akan sosialisasi terpenuhi
Intervensi:
a. Motivasi orang tua agar memberi kesempatan anak untuk bermain dengan
teman sebaya agar anak mudah bersosialisasi
Pertukem anak tidak semaikin terhambat
b. Beri keleluasaan / kebebasan pada anak untuk berekspresi
Kemampuan berekspresi diharapkan dapat menggali potensi anak

2.3.5 Defisit pengetahuan (orang tua) b/d perawatan anak syndrom down.
Tujuan: orang tua/keluarga mengerti tentang perawatan pada anaknya
Intervensi:
a. Berikan motivasi pada orang tua agar memberi lingkungan yang memadai pada
anak
lingkungan yang memadai mendukung anak untuk berkembang
b. Dorong partisipasi orang tua dalam memberi latihan motorik kasar dan halus
serta pentunjuk agar anak mampu berbahasa
Kemampuan berbahasa pada anak akan terlatih
c. Beri motivasi pada orang tua dalam memberi latihan pada anak dalam aktivitas
sehari-hari.
Aktivitas sehari-hari akan membantu pertukem anak
(McCloskey C, 2000)

DAFTAR PUSTAKA

Chandrasoma, P., Taylor, C. R. 2005. Ringkasan Patologi Anatomi. Jakarta: EGC.


Hull, david & Johnston, derek. Alih bahasa: Hartono. 2008. Dasar-dasar pediatrik edisi III.
Jakarta: EGC

Amit K. Ghosh, MD. 2008. Mayo Clinic Internal Medicine Review.

Muttaqin,Arif. 2008. Buku ajar asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem persarafan.
Jakarta: Salemba Medika

McCloskey C, Joanne & Bulechekc M, Gloria (ed). 2000. Nursing intervention classification.
America: IOWA INTEVENTION PROJECT

National Down Syndrome Society. Information Topics. Accessed 4/20/09 American Academy of
Pediatrics Committee on Genetics. Health Supervision for Children with Down Syndrome.
Pediatrics, volume 107, number 2, February 2009, pages 442-449 (reaffirmed 9/1/07)

Schwartz, william. Alih bahasa: brahm U. Et al. 2004. Pedoman klinis pediatri. Jakarta: EGC

Semium, yustinus. 2006. Kesehatan mental. Jogjakarta: KANISIUS

Wong, dona L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatric. Jakarta: EGC

Pelaihari, Juni 2017

Mengetahui,
Preseptor Akademik Preseptor Klinik

( Muhsinin, Ns., M.Kep., Sp.Anak ) ( )

Anda mungkin juga menyukai