Anda di halaman 1dari 26

BAB I

1. Definisi konjungtivitis alergi

Konjungtivitis adalah peradangan pada selaput bening yang menutupi bagian putih mata
dan bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut menyebabkan timbulnya berbagai macam
gejala, salah satunya adalah mata merah. Penyakit ini bervariasi mulai dari hyperemia ringan
dengan mata berair sampai konjungtivitis berat dengan banyak sekret purulen kental.
Konjungtivitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, alergi, atau kontak dengan benda asing,
misalnya kontak lensa.5
Salah satu bentuk konjungtivitis adalah konjungtivitis alergi. Konjungtivitis alergi adalah
peradangan konjungtiva yang disebabkan oleh reaksi alergi atau hipersensitivitas tipe humoral
ataupun sellular. Konjungtiva sepuluh kali lebih sensitif terhadap alergen dibandingkan dengan
kulit.5

2. Anatomi dan fisiologi konjungtiva

Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus
permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior sklera
(konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi kelopak
(persambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea limbus.2
Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel goblet. Musin
bersifat membasahi bola mata terutama kornea.
Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu :
Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan dari
tarsus.
Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera di bawahnya.
Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat peralihan
konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.
Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan jaringan di
bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak.1

1
Gambar 1. Anatomi Konjungtiva

Secara histologis, konjungtiva terdiri atas lapisan :


Lapisan epitel konjungtiva, terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel silinder
bertingkat, superficial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas
karankula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri dari
sel-sel epitel skuamosa.
Sel-sel epitel supercial, mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi
mukus. Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispersi lapisan
air mata secara merata diseluruh prekornea. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat
daripada sel-sel superficial dan di dekat limbus dapat mengandung pigmen.
Stroma konjungtiva, dibagi menjadi :
Lapisan adenoid (superficial)
Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan dibeberapa tempat dapat
mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan
adenoid tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini
menjelaskan mengapa konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat papiler bukan
folikuler dan mengapa kemudian menjadi folikuler.
Lapisan fibrosa (profundus)

2
Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada lempeng
tarsus. Hal ini menjelaskan gambaran reksi papiler pada radang konjungitiva.
Lapisan fibrosa tersusun longgar pada bola mata.
Kelenjar air mata asesori (kelenjar Krause dan wolfring), yang struktur dan fungsinya
mirip kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma. Sebagian besar kelenjar krause berada
di forniks atas, dan sedikit ada di forniks bawah. Kelenjar wolfring terletak ditepi atas
tarsus atas.2

3. Epidemiologi

Konjungtivitis alergi dijumpai paling sering di daerah dengan alergen musiman yang
tinggi. Keratokonjungtivitis vernal paling sering di daerah tropis dan panas seperti daerah
mediteranian, Timur Tengah, dan Afrika. Keratokonjungtivitis vernal lebih sering dijumpai pada
laki-laki dibandingkan perempuan, terutamanya usia muda (4-20 tahun). Biasanya onset pada
dekade pertama dan menetap selama 2 dekade. Gejala paling jelas dijumpai sebelum onset
pubertas dan kemudian berkurang. Keratokonjungtivitis atopik umumnya lebih banyak pada
dewasa muda.6

4. Etiologi
Konjungtivitis alergi dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti :1
a. reaksi alergi terhadap debu, serbuk sari, bulu binatang
b. iritasi oleh angin, debu, asap, dan polusi udara
c. pemakaian lensa kontak terutama dalam jangka panjang.

5. Patofisiologi konjungtivitis alergi secara umum

Konjungtivitis terjadi karena kerusakan jaringan akibat masuknya benda asing ke dalam
konjunctiva akan memicu suatu kompleks kejadian yang dinamakan respon radang atau
inflamasi. Tanda-tanda terjadinya inflamasi pada umumnya adalah kalor (panas), dolor (nyeri),
rubor (merah), tumor (bengkak) dan fungsiolesa. Masuknya benda asing ke dalam konjungtiva
tersebut pertama kali akan di respon oleh tubuh dengan mengeluarkan air mata. Air mata

3
diproduksi oleh Apartus Lakrimalis, berfungsi melapisi permukaan konjungtiva dan kornea
sebagai Film air mata. Fungsi air mata:

1. Menghaluskan permukaan air kornea


2. Memberi nutrisi pada kornea
3. Anti bakteri
4. Perlindungan mekanik terhadap benda asing
5. Lapisan Akuos (berada di tengah)

Terjadinya suatu peradangan pada konjungtiva juga akan menyebabkan vasokonstriksi


segera pada area setempat, peningkatan aliran darah ke lokasi (vasodilatasi) dalam hal ini adalah
a. ciliaris anterior dan a. palpebralis sehingga mata terlihat menjadi lebih merah, terjadi
penurunan velocity aliran darah ke lokasi radang (leukosit melambat dan menempel di endotel
vaskuler), terjadi peningkatan adhesi endotel pembuluh darah (leukosit dapat terikat pada endotel
pembuluh darah), terjadi peningkatan permeabilitas vaskuler (cairan masuk ke jaringan), fagosit
masuk jaringan (melalui peningkatan marginasi dan ekstravasasi), pembuluh darah membawa
darah membanjiri jaringan kapiler jaringan memerah (RUBOR) dan memanas (KALOR),
peningkatan permeabilitas kapiler, masuknya cairan dan sel dari kapiler ke jaringan terjadi
akumulasi cairan (eksudat) dan bengkak (edema), peningkatan permeabilitas kapiler, penurunan
velocity darah dan peningkatan adhesi, dan migrasi leukosit (terutama fagosit) dari kapiler ke
jaringan.

Inflamasi diawali oleh kompleks interaksi mediator-mediator kimiawi yakni:

1. Histamin
Dilepaskan oleh sel merangsang vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler.
2. Lekotrin
Dihasilkan dari membran sel meningkatkan kontraksi otot polos mendorong kemotaksis
untuk netrofil.
3. Prostaglandin
Dihasilkan dari membran sel meningkatkan vasodilatasi, permeabilitas vaskuler
mendorong kemotaksis untuk neutrofil.

4
4. Platelet aggregating factors
Menyebabkan agregasi platelet mendorong kemotaksis untuk neutrofil.
5. Kemokin
Dihasilkan oleh sel pengatur lalu lintas lekosit di lokasi inflamasi) beberapa macam
kemokin: IL-8 (interleukin-8), RANTES (regulated upon activation normal T cell
expressed and secreted), MCP (monocyte chemoattractant protein).
6. Sitokin
Dihasilkan oleh sel-sel fagosit di lokasi inflamasi pirogen endogen yang memicu demam
melalui hipotalamus, memicu produksi protein fase akut oleh hati, memicu peningkatan
hematopoiesis oleh sumsum tulang leukositosis beberapa macam sitokin yaitu: IL-1
(interleukin-1), IL-6 (interleukin-6), TNF-a (tumor necrosis factor alpha).
7. Mediator lain (dihasilkan akibat proses fagositosis).
Beberapa mediator lain: nitrat oksida, peroksida dan oksigen radikal. Oksigen dan nitrogen
merupakan intermediat yang sangat toksik untuk mikroorganisme.

Biasanya penyakit ini dapat sembuh dengan sendirinya (self limiting disease), hal ini disebabkan
oleh faktor-faktor :

1. Konjungtiva selalu dilapisi oleh tears film yang mengandung zat-zat anti mikrobial
2. Stroma konjungtiva pada lapisan adenoid mengandung banyak kelenjar limfoid
3. Epitel konjungtiva terus menerus diganti
4. Temperatur yang relatif rendah karena penguapan air mata, sehingga perkembangbiakan
mikroorganisme terhambat
5. Penggelontoran mikroorganisme oleh aliran air mata
6. Mikroorganisme tertangkap oleh mukous konjungtiva hasil sekresi sel-sel goblet kemudian
akan digelontor oleh aliran air mata

Pada konjungtivitis alergi dapat berupa reaksi hipersensitivitas tipe 1 (tipe cepat) yang
berlaku apabila individu yang sudah tersentisisasi sebelumnya berkontak dengan antigen yang
spesifik. Respon alergi pada mata merupakan suatu rangkaian peristiwa yang dikoordinasi oleh

5
sel mast. Beta chemokins seperti eotaxin dan MIP-alpha diduga memulai aktifasi sel mast pada
permukaan mata. Ketika terdapat suatu alergen, akan terjadi sensitisasi yang akan
mempersiapkan sistem tubuh untuk memproduksi respon antigen spesifik. Sel T yang
berdiferensisasi menjadi sel TH2 akan melepaskan sitokin yang akan merangsang produksi
antigen spesifik imunoglobulin E (IgE). IgE akan berikatan dengan IgE reseptor pada permukaan
sel mast. Kemudian smemicu pelepasan sitokin, prostaglandin dan platelet activating factor. Sel
mast menyebabkan peradangan dan gejala-gejala alergi yang diaktivasi oleh sel inflamasi. Ketika
histamin dilepaskan oleh sel mast. Histamin akan berikatan dengan reseptor H1 pada ujung saraf
dan menyebabkan gejala pada mata berupa gatal. Histamin juga akan akan berikatan dengan
reseptor H1 dan H2 pada pembuluh darah konjungtiva dan menyebabkan vasodlatasi. Sitokin
yang dipicu oleh sel mast seperti chemokin, interleukin IL-8 terlibat dalam memicu
netrofil.Sitokin TH2 seperti IL-5 akan memicu eosinofil dan IL-4, IL-6,IL-13 yang akan
memicu peningkatan sensitivitas.5

6. Manifestasi klinik dan pemeriksaan penunjang konjungtivitis alergi secara umum

Gejala utama penyakit alergi ini adalah radang (merah, sakit, bengkak, dan panas), gatal,
silau berulang dan menahun. Tanda karakteristik lainnya adalah terdapatnya papil besar pada
konjungtiva, injeksi konjungtiva, datang bermusim, yang dapat mengganggu penglihatan.
Walaupun penyaki alergi konjungtiva sering sembuh sendiri akan tetapi dapat memberikan
keluhan yang memerlukan pengobatan. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan sel eosinofil,
sel plasma, limfosit, dan basofil yang meningkat. Dapat juga dilakukan pemeriksaan tes alergi
untuk mengetahui penyebab dari alerginya itu sendiri.1,2

7. Klasifikasi konjungtivitis alergi

Konjungtivitis alergi merupakan reaksi antibody humoral yang dimediasi oleh IgE
terhadap alergen, biasanya terjadi pada individu dengan riwayat atopi. Semua gejala pada
konjungtiva akibat dari konjungtiva bersifat rentan terhadap benda asing. Terdapat beberapa
jenis konjungtivitis yakni konjungtivitis demam jerami, keratokonjungivitis atopik,

6
konjungtivitis musiman, vernal konjungtivitis, Giant papilary konjungtivitis dan konjungtivitis
flikten. Konjungtivitis dapat diklasifikasikan berdasarkan waktu terjadinya yakni konjungtivitis
yang bersifat akut yakni konjungtivitis alergi musiman dan konjungtivitis parennial sedangkan
konjungtivitis kronis yakni keratokonjungtivitis vernal dan keratokonjungtivitis atopik.1

a. Konjungtivitis hay fever (konjungtivitis demam jerami/konjungtivitis simpleks)

Konjungtiva adalah permukaan mukosa yang sama dengan mukosa nasal. Oleh
karena itu, allergen yang bisa mencetuskan rhinitis allergi juga dapat menyebabkan
konjuntivitis alergi. Alergen airborne seperti serbuk sari, rumput, bulu hewan dan lain-
lain dapat memprovokasi terjadinya gejala pada serangan akut konjuntivitis alergi.
Perbedaan konjungtivitis alergi sesonal dan perennial adalah waktu timbulnya
gejala. Gejala pada individu dengan konjungtivitis alergi seasonal timbul pada waktu
tertentu seperti pada musim bunga di mana serbuk sari merupakan allergen utama. Pada
musim panas, allergen yang dominan adalah rumput dan pada musim dingin tidak ada
gejala karena menurunnya tranmisi allergen airborne. Sedangkan individu dengan
konjungtivitis alergi perennial akan menunjukkan gejala sepanjang tahun. Alergen utama
yang berperan adalah debu rumah, asap rokok, dan bulu hewan.
Gambaran patologi pada konjunktivitis hay fever berupa:
1) respon vascular di mana terjadi vasodilatasi dan meningkatnya permeabilitas
pembuluh darah yang menyebabkan terjadinya eksudasi.
2) respon seluler berupa infiltrasi konjungtiva dan eksudasi eosinofil, sel plasma dan
mediator lain.
3) respon konjungtiva berupa pembengkakan konjungtiva, diikuti dengan
meningkatnya pembentukan jaringan ikat.5

b. Konjungtivitis vernal

Konjungtivitis vernal adalah peradangan konjungtiva bilateral dan berulang


(recurrence) yang khas, dan merupakan suatu reaksi alergi. Penyakit ini juga dikenal
sebagai konjungtivitis musiman atau konjungtivitis musim kemarau. Sering
terdapat pada musim panas di negeri dengan empat musim, atau sepanjang tahun di
negeri tropis (panas).1,2

7
Etiologi dan Predisposisi
Konjungtivitis vernal terjadi akibat reaksi hipersensitivitas tipe I yang
mengenai kedua mata, sering terjadi pada orang dengan riwayat keluarga yang kuat
alergi.1,2,7
Mengenai pasien usia muda 3-25 tahun dan kedua jenis kelamin sama.
Biasanya pada laki-laki mulai pada usia dibawah 10 tahun. Penderita konjungtivitis
vernal sering menunjukkan gejala-gejala alergi terhadap tepung sari rumput-
rumputan.1
Reaksi hipersentsitivitas memiliki 4 tipe reaksi seperti berikut:
Tipe I : Reaksi Anafilaksi
Di sini antigen atau alergen bebas akan bereaksi dengan antibodi, dalam hal ini
IgE yang terikat pada sel mast atau sel basofil dengan akibat terlepasnya histamin.
Keadaan ini menimbulkan reaksi tipe cepat.
Tipe II : reaksi sitotoksik
Di sini antigen terikat pada sel sasaran. Antibodi dalam hal ini IgE dan IgM
dengan adanya komplemen akan diberikan dengan antigen, sehingga dapat
mengakibatkan hancurnya sel tersebut. Reaksi ini merupakan reaksi yang cepat
menurut Smolin (1986), reaksi allografi dan ulkus Mooren merupakan reaksi jenis ini.
Tipe III : reaksi imun kompleks
Di sini antibodi berikatan dengan antigen dan komplemen membentuk kompleks
imun. Keadaan ini menimbulkan neurotrophichemotactic factor yang dapat menyebabkan
terjadinya peradangan atau kerusakan lokal. Pada umumnya terjadi pada pembuluh darah
kecil. Pengejawantahannya di kornea dapat berupa keratitis herpes simpleks, keratitis
karena bakteri.(stafilokok, pseudomonas) dan jamur. Reaksi demikian juga terjadi pada
keratitis Herpes simpleks.
Tipe IV : Reaksi tipe lambat
Pada reaksi hipersensitivitas tipe I, II dan III yang berperan adalah antibodi
(imunitas humoral), sedangkan pada tipe IV yang berperan adalah limfosit T atau dikenal

8
sebagai imunitas seluler. Limfosit T peka (sensitized T lymphocyte) bereaksi dengan
antigen, dan menyebabkan terlepasnya mediator (limfokin) yang jumpai pada reaksi
penolakan pasca keratoplasti, keraton- jungtivitis flikten, keratitis Herpes simpleks dan
keratitis diskiformis.
Manifestasi Klinis
Gejala yang mendasar adalah rasa gatal, manifestasi lain yang menyertai
meliputi mata berair, sensitif pada cahaya, rasa pedih terbakar, dan perasaan seolah
ada benda asing yang masuk. Penyakit ini cukup menyusahkan, muncul berulang, dan
sangat membebani aktivitas penderita sehingga menyebabkan ia tidak dapat
beraktivitas normal.1,2,7

Terdapat dua bentuk klinik, yaitu :


Bentuk palpebra, terutama mengenai konjungtiva tarsal superior. Terdapat
pertumbuhan papil yang besar (cobble stone) yang diliputi sekret yang mukoid.
Konjungtiva tarsal bawah hiperemi dan edema, dengan kelainan kornea lebih
berat dibanding bentuk limbal. Secara klinik papil besar ini tampak sebagai
tonjolan bersegi banyak (polygonal) dengan permukaan yang rata dan dengan
kapiler ditengahnya.1,2

Gambar 2. Konjungtivitis vernal bentuk palpebral

Bentuk limbal, hipertrofi papil pada limbus superior yang dapat membentuk
jaringan hiperplastik gelatin (nodul mukoid), dengan Trantas dot yang

9
merupakan degenerasi epitel kornea atau eosinofil di bagian epitel limbus
kornea, terbentuknya pannus, dengan sedikit eosinofil.1,2

Gambar 3. Konjungtivitis vernal bentuk limbal

8. Patofisiologi
Pada bentuk palpebral, perubahan struktur konjungtiva erat kaitannya dengan
timbulnya radang insterstitial yang banyak didominasi oleh reaksi hipersensitivitas tipe
I. Pada konjungtiva akan dijumpai hiperemia dan vasodilatasi difus, yang dengan cepat
akan diikuti dengan hiperplasi akibat proliferasi jaringan yang menghasilkan
pembentukan jaringan ikat yang tidak terkendali. Kondisi ini akan diikuti oleh
hyalinisasi dan menimbulkan deposit pada konjungtiva sehingga terbentuklah
gambaran cobbles tone. Jaringan ikat yang berlebihan ini akan memberikan warna
putih susu kebiruan sehingga konjungtiva tampak buram dan tidak berkilau. Proliferasi
yang spesifik pada konjungtiva tarsal, oleh von Graefe disebut pavement like
granulations. Hipertrofi papil pada konjungtiva tarsal tidak jarang mengakibatkan
ptosis mekanik dan dalam kasus yang berat akan disertai keratitis serta erosi epitel
kornea.
Pada bentuk limbal terdapat perubahan yang sama, yaitu: perkembangbiakan
jaringan ikat, peningkatan jumlah kolagen, dan infiltrasi sel plasma, limfosit, eosinofil
dan basofil ke dalam stroma. Limbus konjungtiva juga memperlihatkan perubahan
akibat vasodilatasi dan hipertropi yang menghasilkan lesi fokal. Penggunaan jaringan
yang dilapisi plastik yang ditampilkan melalui mikroskopi cahaya dan elektron dapat

10
memungkinkan beberapa observasi tambahan. Basofil sebagai ciri tetap dari penyakit
ini, tampak dalam jaringan epitel sebagaimana juga pada substansi propria. Walaupun
sebagian besar sel merupakan komponen normal dari substansi propia, namun tidak
terdapat jaringan epitel konjungtiva normal.
Walaupun karakteristik klinis dan patologi konjungtivitis vernal telah
digambarkan secara luas, namun patogenesis spesifik masih belum dikenali.2,5

9. Gambaran Histopatologik

Tahap awal konjungtivitis vernalis ditandai oleh fase prehipertrofi. Dalam kaitan
ini, akan tampak pembentukan neovaskularisasi dan pembentukan papil yang ditutup oleh
satu lapis sel epitel dengan degenerasi mukoid dalam kripta di antara papil
serta pseudomembran milky white. Pembentukan papil ini berhubungan dengan infiltrasi
stroma oleh sel-sel PMN, eosinofil, basofil, dan sel mast.Hasil penelitian histopatologik
terhadap 675 konjungtivitis vernalis mata yang dilakukan oleh Wang dan Yang
menunjukkan infiltrasi limfosit dan sel plasma pada konjungtiva. Prolifertasi limfosit
akan membentuk beberapa nodul limfoid. Sementara itu, beberapa granula eosinofilik
dilepaskan dari sel eosinofil, menghasilkan bahan sitotoksik yang berperan dalam
kekambuhan konjungtivitis.
Dalam penelitian tersebut juga ditemukan adanya reaksi hipersensitivitas. Tidak
hanya di konjungtiva bulbi dan tarsal, tetapi juga di fornix, serta pada beberapa kasus
melibatkan reaksi radang pada iris dan badan siliar. Fase vaskular dan selular dini akan
segera diikuti dengan deposisi kolagen, hialuronidase, peningkatan vaskularisasi yang
lebih mencolok, serta reduksi sel radang secara keseluruhan. Deposisi kolagen dan
substansi dasar maupun seluler mengakibatkan terbentuknya deposit stone yang terlihat
secara nyata pada pemeriksaanklinis. Hiperplasia jaringan ikat meluas ke atas
membentuk giant papil bertangkai dengan dasar perlekatan yang luas. Kolagen maupun
pembuluh darah akan mengalami hialinisasi. Epiteliumnya berproliferasi menjadi 510
lapis sel epitel yang edematous dan tidak beraturan. Seiring dengan bertambah besarnya
papil, lapisan epitel akan mengalami atrofi di apeks sampai hanya tinggal satu lapis sel
yang kemudian akan mengalami keratinisasi.1,2,5

11
Pada limbus juga terjadi transformasi patologik yang sama berupa pertumbuhan
epitel yang hebat meluas, bahkan dapat terbentuk 30-40 lapis sel (acanthosis). Horner-
Trantas dots yang terdapat di daerah ini sebagian besar terdiri atas eosinofil, debris
selular yang terdeskuamasi, namun masih ada sel PMN dan limfosit.

Gambar 4. Histologi Konjungtivitis Vernal Terlihat Banyak Sel Radang Terutama Eosinofil

10. Pemeriksaan Penunjang


Pada eksudat konjungtiva yang dipulas dengan Giemsa terdapat banyak
eosinofil dan granula eosinofilik bebas. Pada pemeriksaan darah ditemukan eosinofilia
dan peningkatan kadar serum IgE.
Pada konjungtivitis vernal, terdapat sebagian besar sel yang secara rutin
tampak dalam jaringan epitel. Pengawetan yang lebih baik adalah menggunakan
glutaraldehyde, lapisan plastik, dan ditampilkan pada media sehingga dapat
memungkinkan untuk menghitung jumlah sel ukuran 1 berdasarkan jenis dan
lokasinya. Jumlah rata-rata sel per kubik milimeter tidak melampaui jumlah normal.
Diperkirakan bahwa peradangan sel secara maksimum seringkali berada dalam kondisi
konjungtiva normal. Jadi, untuk mengakomodasi lebih banyak sel dalam proses
peradangan konjungtivitis vernal, maka jaringan akan membesar dengan cara
peningkatan jumlah kolagen dan pembuluh darah.
Jaringan tarsal atas yang abnormal ditemukan dari empat pasien konjungtivitis
vernal yang terkontaminasi dengan zat imun, yaitu: dua dari empat pasien

12
mengandung spesimen IgA-, IgG-, dan IgE- secara berlebih yang akhirnya membentuk
sel plasma. Sel-sel tersebut tidak ditemukan pada konjungtiva normal dari dua pasien
lainnya.
Kandungan IgE pada air mata yang diambil dari sampel serum 11 pasien
konjungtivitis vernal dan 10 subjek kontrol telah menemukan bahwa terdapat korelasi
yang signifikan antara air mata dengan level kandungan serum pada kedua mata.
Kandungan IgE pada air mata diperkirakan muncul dari serum kedua mata, kandungan
IgE dalam serum (1031ng/ml) dan pada air mata (130ng/ml) dari pasien konjungtivitis
vernal melebihi kandungan IgE dalam serum (201ng/ml) dan pada air mata (61ng/ml)
dari orang normal. Butiran antibodi IgE secara spesifik ditemukan pada air mata lebih
banyak daripada butiran antibodi pada serum. Selain itu, terdapat 18 dari 30 pasien
yang memiliki level antibodi IgG yang signifikan yang menjadi butiran pada air
matanya. Orang normal tidak memiliki jenis antibodi ini pada air matanya maupun
serumnya. Hasil pengamatan ini menyimpulkan bahwa baik IgE- dan IgG- akan
menjadi perantara mekanisme imun yang terlibat dalam patogenesis konjungtivitis
vernal, dimana sistesis lokal antibodi terjadi pada jaringan permukaan mata. Kondisi
ini ditemukan negatif pada orang-orang yang memiliki alergi udara, tetapi pada
penderita konjungtivitis vernal lebih banyak berhubungan dengan antibodi IgG dan
mekanisme lainnya daripada antibodi IgE.
Kandungan histamin pada air mata dari sembilan pasien konjungtivitis vernal
(38ng/ml) secara signifikan lebih tinggi daripada kandungan histamin air mata pada 13
orang normal (10ng/ml, P<0.05). Hal ini sejalan dengan pengamatan menggunakan
mikroskopi elektron yang diperkirakan menemukan tujuh kali lipat lebih banyak sel
mastosit dalam substantia propia daripada dengan pengamatan yang menggunakan
mikroskopi cahaya. Sejumlah besar sel mastosit ini terdapat pada air mata dengan
level histamin yang lebih tinggi.
Kikisan konjungtiva pada daerah-daerah yang terinfeksi menunjukkan adanya
banyak eosinofil dan butiran eosinofilik. Ditemukan lebih dari dua eosinofil tiap
pembesaran 25x dengan sifat khas penyakit (pathognomonic) konjungtivitis vernal.
Tidak ditemukan adanya akumulasi eosinofil pada daerah permukaan lain pada level
ini.5,7

13
c. Konjungtivitis atopi

Konjungtivitis atopi sering diderita oleh pasien dermatitis atopi. Tanda dan gejalanya
berupa sensasi terbakar, kotoran mata berlendir, merah dan fotofobia. Terdapat papil
halus tetapi papil raksasa tidak ditemukan seperti pada konjungtivitis vernal. Kerokan
konjungtiva menampakan eosinofil meski tidak sebanyak terlihat pada
keratokonjungtivitis vernal.1

d. Giant papilary konjungtivitis

Giant papilary konjungtivitis dengan tanda dan gejala mirip dengan konjungtivitis vernal
dapat timbul pada pasien yang menggunakan mata buatan dari plastik atau lensa kontak
terutama jika memakainya melewati waktunya. Konjungtivitis Giant Papillarry
diperantarai reaksi imun yang mengenai konjungtiva tarsalis superior. Konjungtivitis ini
mungkin merupakan reaksi hipersensitivitas tipe lambat kaya basofil dan mungkin
dimediasi oleh IgE. Keluhan berupa mata gatal dan berair. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan hipertrofi papil. Pada awal penyakit, papilnya kecil (sekitar 0,3 mm
diameter). Bila iritasi terus berlangsung, papil kecil akan menjadi besar ( giant) yaitu
sekitar 1 mm diameter.1

e. Konjungtivitis flikten

Konjungtivitis flikten disebabkan oleh karena alergi (hipersensitivitas tipe IV) terhadap
bakteri atau antigen tertentu, seperti tuberkuloprotein pada penyakit tuberkolosis, infeksi
bakteri (stafilokok, pneumokok, streptokok, dan Koch Weeks), virus (herpes simplek),
toksin dari moluskum kontagiosum yang terdapat pada margo palpebra, jamur (kandida
albikan), cacing (askaris, tripanosomiasis), limfogranuloma venereal, leismaniasis,
infeksi parasit dan infeksi di tempat lain dalam tubuh. Konjungtivitis flikten biassanya
dimulai dengan munculnya lesi kecil berdiameter 1-3 mm yang keras, merah, menimbul
dan dikelilingi zona hiperemis. Di limbus sering berbentuk segitiga dengan apeks
mengarah kornea.1,2

14
11. Penatalaksanaan

Penanganan dari konjungtivitis alergi adalah berdasar pada identifikasi antigen spesifik dan
eliminasi dari pathogen spesifik. Pengobatan suportif seperti lubrikan dan kompres dingin dapat
membantu meredakan gejala yang dirasakan oleh pasien. Obat-obatan yang menurunkan respon
imun juga digunakan pada kasus konjungtivitis alergi untuk menurunkan respon imun tubuh dan
meredakan gejala inflamasi.
Obat obat berikut ini berguna dalam mengobati konjungtivitis alergi:
Steroid topikal. Kortikosteroid menghambat proses inflamasi (misalnya, edema, dilatasi kapiler,
dan proliferasi fibroblast). Obat tersebut juga membatasi migrasi makrofag dan neutrofil untuk
daerah meradang serta memblokir aktivitas fosfolipase A2 dan selanjutnya induksi asam
arakidonat cascade. Obat ini digunakan dalam pengobatan penyakit mata akut alergi, steroid
efektif dalam mengurangi gejala alergi akut, namun, penggunaannya harus dibatasi karena
potensi efek samping dengan biala lama digunakan. Penggunaan kortikosteroid topikal jangka
panjang dapat menyebabkan komplikasi: katarak subkapsular posterior dan peningkatan tekanan
intraokular (TIO).
Vasokonstriktor topikal / antihistamin. Agen ini menyebabkan penyempitan pembuluh darah,
menurunkan permeabilitas pembuluh darah, dan mengurangi mata gatal-gatal dengan memblokir
histamin H1 receptors
Antihistamin topikal. Anithistamines kompetitif terikat dengan reseptor histamin dan dapat
mengurangi gatal dan vasodilatasi. Levocabastine hidroklorida 0,05%, sebuah H1 selektif topikal
antagonis reseptor histamin, efektif dalam mengurangi tanda-tanda dan gejala alergi lain
conjunctivitis. H1 selektif antagonis, azelastine hidroklorida 0,05%, efektif dalam mengurangi
gejala yang terkait dengan alergi, difumarate 0,05%, suatu antagonis H1 selektif, mungkin lebih
efektif dibandingkan levocabastine dalam mengurangi chemosis, kelopak mata bengkak,dan
tanda-tanda dan gejala yang berhubungan dengan konjungtivitis alergi musiman pada pasien
dewasa dan anak.
Non-steroid anti-inflamasi nonsteroid (OAINS) topikal.Obat ini menghambat aktivitas
siklooksigenase, salah satu yang bertanggung jawab untuk konversi asam arakidonat ke enzim
prostaglandins. Ketorolac trometamin 0,5% dan diklofenak natrium 0,1% efektif dalam

15
mengurangi tanda-tanda dan gejala berhubungan dengan konjungtivitis alergi, meskipun
Makanan dan Drug Administration (FDA) telah menyetujui hanya ketorolac untuk pengobatan
konjungtivitis alergi.
Stabilisator sel mast topikal. Agen ini menghambat degranulasi sel mast, sehingga membatasi
pelepasan inflamasi mediator, termasuk histamin, neutrofil dan eosinofil faktor chemotactic, dan
platelet-activating factor.
Imunosupresan. Siklosporin A adalah agen imunosupresan sistemik ampuh digunakan untuk
mengobati berbagai immunemediated kondisi. Sistemik diberikan siklosporin A dapat menjadi
pengobatan yang efektif untuk pasien dengan keratokconjugtiviits atopik yang berat.
Antihistamin sistemik. Agen ini berguna dalam kasus-kasus tertentu respon alergi dengan
edema, dermatitis, rinitis, atau sinusitis. Mereka harus digunakan dengan hati-hati karena
penenang yang dan efek antikolinergik dari beberapa antihistamin generasi pertama obat-obatan.
Pasien harus memperingatkan efek samping potensial. Antihistamin baru yang jauh lebih kecil
kemungkinannya untuk menyebabkan sedasi, tetapi penggunaannya dapat mengakibatkan
kekeringan okular meningkat permukaan.3,4,6

Penanganan khusus untuk konjungtivitis vernal berupa :


a. Terapi lokalis
- Steroid topical penggunaannya efektif pada keratokonjungtivitis vernal, tetapi harus
hati-hati kerana dapat menyebabkan glaucoma. Pemberian steroid dimulai dengan
pemakaian sering (setiap 4 jam) selama 2 hari dan dilanjutkan dengan terapi
maintainance 3-4 kali sehari selama 2 minggu. Steroid yang sering dipakai adalah
fluorometholon, medrysone, betamethasone, dan dexamethasone. Fluorometholon dan
medrysone adalah paling aman antara semua steroid tersebut.1,2,7
- Mast cell stabilizer seperti sodium cromoglycate 2%
- Antihistamin topical
- Acetyl cysteine 0,5%
- Siklosporin topical 1%
b. Terapi sistemik;
- Anti histamine oral untuk mengurangi gatal
- Steroid oral untuk kasus berat dan non responsive
c. Terapi lain dan pencegahan

16
- Apabila terdapat papil yang besar, dapat diberikan injeksi steroid supratarsal atau
dieksisi. Eksisi sering dianjurkan untuk papil yang sangat besar.
- Menghindari tindakan menggosok-gosok mata dengan tangan atau jari tangan, karena
telah terbukti dapat merangsang pembebasan mekanis dari mediator -
mediator sel mast. Di samping itu, juga untuk mencegah super infeksi yang pada akhirnya
berpotensi ikut menunjang terjadinya glaukoma sekunder dan katarak.
- Menghindari daerah berangin kencang yang biasanya juga membawa serbuk sari dan
hindari penyebab dari alergi itu sendiri.
- Kaca mata gelap untuk fotofobia dan untuk mengurangi kontak dengan alergen di udara
terbuka. Pemakaian lensa kontak justru harus dihindari karena lensa kontak akan
membantu retensi allergen.
- Kompres dingin dapat meringankan gejala.
- Pengganti air mata (artifisial). Selain bermanfaat untuk cuci mata juga berfungsi protektif
karena membantu menghalau allergen.
- Pasien dianjurkan pindah ke daerah yang lebih dingin yang sering juga disebut sebagai
climato-therapy.

12. Komplikasi

Komplikasi pada penyakit ini yang paling sering adalah ulkus pada kornea dan infeksi
sekunder. Sedangkan, komplikasi konjungtivitis vernal adalah pembentukan jaringan sikratik
dapat mengganggu penglihatan.8

13. Prognosis

Prognosis penderita konjungtivitis baik karena sebagian besar kasus dapat sembuh spontan
(self-limited disease), namun komplikasi juga dapat terjadi apabila tidak ditangani dengan
baik.2,6

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S. Mata merah dengan penglihatan normal. Ilyas S, editor. Dalam: Ilmu Penyakit Mata
Edisi ke-3. Jakarta: FKUI; 2009. h116-46.
2. Vaughan, Daniel G., Asbury Taylor, Riordan Eva-Paul. Ofthalmologi Umum. Edisi 14.
Jakarta: Widya Medika ; 2000. h. 5-6, 115
3. Scott, IU. Alergy Conjunctivitis. 2011. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/1191370-overview#showall. 25 November 2012.
4. Greg M., Peter M. Classifying and Managing Allergic Conjunctivitis. Medicine Today.
Volume 8, Number 11. November 2011.
5. Khurana AK. Diseases of the conjunctiva. Dalam : Khurana AK, editor. Comprehensive
Ophtalmology. Ed. 4. New Delhi: New Age ; 2010. h. 51-88.
6. Ventocillia M, Roy H. Allergic Conjunctivitis. 2012. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/1191467-overview#a0104. 25 November 2012.
7. Medicastore. Konjungtivitis Vernalis. 2012. Diunduh dari
http://www.medicastore.com/penyakit/865/Keratokonjungtivitis_Vernalis.html. 25
November 2012.
8. Konjungtivitis. 2010. Diunduh dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31458/4/Chapter%20II.pdf. 25 November
2012.

18
JOURNAL READING

Update review

Konjungtivitis alergi : Update patofisiologi dan prospek


pengobatan
Santa Jeremy Ono, BA, PhD,a and Mark B. Abelson, MDb London, United Kingdom, and

Boston, Mass

Konjungtivitis alergi adalah dalam kenyataannya kemajuan ke arah terapi disempurnakan untuk
adalah sekelompok penyakit mempengaruhi penyakit ini. (J Alergi Clin Immunol 2005; 115:
permukaan mata dan biasanya berkaitan dengan 118-22.)
hipersensitivitas tipe 1. Dua gangguan akut,
seasonal konjungtivitis alergi dan perennial Key words: Alergi, mata, konjungtivitis.
konjungtivitis alergi, ada, seperti halnya 3
SEASONAL DAN PERENNIAL
penyakit kronis, keratokonjungtivitis vernal,
KONJUNGTIVITIS ALERGI
keratoconjunctivitis atopik, dan konjungtivitis
papiler raksasa. Permukaan mata yang Meskipun ada beberapa jenis alergi
mengalami peradangan (biasanya mendorong mata, seasonal (musiman) dan perennial alergi
aktivasi sel mast) menyebabkan gatal, robek, konjungtivitis (PAC) mewakili mayoritas dari
tertutupnya konjungtiva dan konjungtiva edema- semua kasus alergi mata, sedangkan kondisi
kemerahan, dan fotofobia selama fase akut dan parah atopik keratoconjunctivitis (AKC) dan
dapat menyebabkan respon klasik late-phase keratoconjunctivitis vernalis (VKC)
(dengan eosinofilia terkait dan neutrophilia) di mempengaruhi lebih kecil kelompok pasien.
subset dari setiap individu. Seperti hal lain pada Gambar 1 menunjukkan foto-foto perwakilan
penyakit alergi, juga dapat berkembang menjadi mata dari individu dengan berbagai bentuk
penyakit kronis, disertai dengan renovasi dari alergi konjungtivitis dan juga menyediakan fitur
jaringan permukaan mata. Di kasus yang parah unik yang membedakan bentuk penyakit.
pasien mengalami ketidak nyamanan ekstrim Insiden tersebut alergi mata parah sangat
dan menopang kerusakan pada permukaan mata. bervariasi dengan geografis wilayah, dengan
Untuk kasus seperti ini, ada ada rejimen individu di Italia, Jepang, dan hangat lainnya
pengobatan yang sangat efektif dan aman. iklim menjadi lebih mungkin untuk memiliki
Pemberian kortikosteroid topikal digunakan kondisi tersebut. Meskipun perbedaan-
pada kasus yang berat tetapi dikaitkan dengan perbedaan dalam klasifikasi penyakit dan
peningkatan risiko untuk pengembangan katarak kejadian, respon alergi pada konjungtivitis
dan glaukoma. Dengan demikian ada pencarian biasanya ditimbulkan oleh paparan mata untuk
di seluruh dunia untuk biotargets baru alergen yang menyebabkan crosslinkage
pengobatan penyakit ini. Disini kita memberikan membran-terikat IgE, yang memicu sel mast
update singkat dari gejala klinis yang terkait degranulasi, melepaskan riam alergi dan
dengan penyakit ini, alasan untuk klasifikasi inflamasi mediator. Salah satu mediator tersebut,
penyakit, baru-baru ini kemajuan dalam histamin, adalah kontributor utama untuk
pemahaman kita tentang patogenesis penyakit, pengembangan awal fase tanda dan gejala
dan update pada kedua praklinis dan klinis konjungtivitis alergi musiman (SAC), 1 biasanya

19
dalam gelombang yang berbeda yang
mencerminkan alergen eksposur.

Gejala patognomonik alergi okular


adalah gatal. Tanpa rasa gatal, kondisi tidak
harus dianggap alergi mata. Vasodilatasi yang
menyertai muncul dangkal dan merah muda
daripada merah tua. Chemosis, pembengkakan
konjungtiva, bisa hadir, meskipun biasanya
halus dan dengan demikian hanya terlihat pada
celah pemeriksaan lampu. Lebih mudah diamati
adalah kaca pembesar atau loop. Pembengkakan
juga dapat menjadi jelas di tutup. Meskipun
pembengkakan puncak dalam waktu 15 sampai
30 menit setelah paparan, ia cenderung untuk
mengusir perlahan dan sering lebih terlihat pada
pemeriksaan. Meskipun transient, intensitas
awal pembengkakan ini bisa menginduksi
struktural perubahan dalam serat kolagen halus
kulit di sekitarnya eye.2,3

20
21
Sejarah yang akurat dari pasien alergi Kompres dingin, membersihkan mata
okular biasanya mengungkapkan keluarga atopik dengan pengganti air mata, dan menghindari
atau sejarah pribadi, serta pemicu dari alergen adalah pengukuran non spesifik pasien
lingkungan yang mungkin menimbulkan reaksi alergi bisa berubah dalam upaya untuk
ini (yaitu, pohon, rumput, ragweed, atau bulu meringankan gejala alergi; Namun, ini sering
hewan peliharaan). Tanda-tanda rhinitis, asma, tidak praktis atau tidak efektif. Penggunaan
atau keduanya juga mungkin hadir, termasuk terapi topikal adalah pharmacokinetically dan
pilek, bersin, dan / atau mengi. Dalam satu pendekatan klinis yang paling tepat untuk
penelitian (n = 200) sekitar 90% dari pasien pengobatan alergi konjungtivitis karena
dengan rhinitis mengindikasikan mereka telah memungkinkan untuk aplikasi langsung dan
mengalami setidaknya 1 hari gejala okular lokal dari terapi sambil menghindari efek
dalam 1 minggu.4 Kemudian pasien melaporkan pengeringan mata terbukti dengan penggunaan
tanda dan gejala sangat penting untuk diagnosis sistemik antihistamin.7,8
alergi konjungtivitis karena tanda-tanda dan
gejala yang mungkin tidak ada pada saat SAC dan PAC idealnya diobati dengan
kunjungan. kombinasi antihistamin-mast stabilisator sel,
generasi terbaru dengan dua mekanisme agen
Konjungtiva mempresentasikan anti alergi. Keuntungan dari molekul-molekul
ekstremitas atas dari sistem pernapasan, yang terapi ini adalah kecepatan yang diberikan oleh
fungsinya mempertahankan sistem drainase ke antagonisme reseptor immediate histamin
hidung melalui duktus nasolakrimalis. ditambah dengan jangka panjang manfaat
Permukaan okular dapat dianggap sebagai penyakit-memodifikasi dari stabilisasi sel mast.
window collection yang relatif besar, memiliki Tidak semua setara, dan ada sebuah extensive
luas beberapa ratus milimeter persegi, untuk bodies dari studi banding dari agen tersebut.
masuknya alergen ke dalam tubuh. Alergen, Dalam memilih dual-action agent, kita harus
alergi mediator yang dilepaskan dari sel mast, mencari potent dan long-lasting agent dengan
atau mata antiallergi mengalir ke hidung dengan kemampuan untuk meredakan semua tanda dan
jalur ductus nasolakrimalis, berkontribusi ke gejala alergi, termasuk gatal, kemerahan, tutup
gejala nasal. Ocularly instilled terapi telah pembengkakan, dan chemosis. Pasien mungkin
terbukti mengurangi gejala rhinitis, seperti mendapat manfaat dari single-action sel mast
bersin, pilek dan hidung gatal, dan pemblokiran stabilisator, tetapi efeknya tidak langsung,
nostrils.5,6 Hipotesis dari efek ini disebabkan biasanya membutuhkan loading period. Hal ini
oleh penghambatan reaksi alergi dan degranulasi penting diingat bahwa heterogenitas sel mast
sel mast di mata para permukaan, drainase obat ketika memilih dual-action atau stabilitator
untuk hidung melalui duktus nasolakrimalis, agent sel mast. subtipe sel mast bervariasi oleh
atau keduanya. Bukti tambahan untuk ini jalur jaringan dan spesies di parameter, termasuk
drainase dari mata ke hidung berasal dari alergen konten protease netral dan responsif untuk agen
konjungtiva, di mana mata yang berangsur- terapi. Dalam memilih terapi, agen yang
angsur dari alergen dapat menyebabkan gejala memiliki dikembangkan terutama melalui
hidung yaitu gatal pada hidung dan langit-langit, pengujian pada jaringan lain atau spesies
rhinitis, bersin, dan, lebih jarang, wheezing.5,6 mungkin kurang berkhasiat dalam mata manusia
dari akan agen dikembangkan secara khusus

22
untuk digunakan okular dan diteliti dengan muncul menebal dan buram, dengan perifer dan
menggunakan sel-sel mast konjungtiva manusia. dangkal neovaskularisasi. Gatal yang terus
menerus, sekresi lendir, dan fotofobia parah ciri
Pengobatan antihistamin topikal juga segala bentuk VKC. Penelitian juga telah
efektif, meskipun untuk durasi yang lebih mendokumentasikan defisiensi histaminase ada
pendek, dan mungkin dianggap paling berguna pada VKC.9
untuk pengobatan reaksi alergi sporadis untuk
yang terapi musiman tetapi jika konjungtivitis AKC lebih sering terjadi pada pria
musiman berkepanjangan maka tidak perlu berusia 30 sampai 50 tahun. Sebuah riwayat
menggunakan terapi ini. Selain itu, keluarga alergi, asma, urtikaria, dan / atau
kortikosteroid merupakan pengobatan pilihan, demam sering hadir. Biasanya, pasien memiliki
meskipun mempertimbangkan potensi efek dermatitis atopik atau eksim sejak kecil, dengan
samping, termasuk katarak, peningkatan tekanan mata Gejala berkembang di kemudian hari.
intraokular, dan mencairkan kornea, penggunaan Gejala utama AKC adalah gatal bilateral yang
kortikosteroid biasanya disediakan untuk pasien intens di daerah luar periorbital, dan
tidak responsif terhadap terapi lain atau untuk konjungtiva. Pengeluaran air mata, terbakar,
digunakan dalam bentuk parah alergi, seperti fotofobia, penglihatan kabur, dan stringy, rope-
AKC atau VKC. Satu nonsteroid topikal Obat like mukus lendir juga diamati. Atopik
anti-inflamasi juga disetujui untuk blepharitis terlihat jelas, dengan tylosis dan
menghilangkan gatal yang terkait dengan SAC. bengkak kelopak mata yang memiliki
penampilan bersisik yang indurated dengan
VKC dan AKC disfungsi kelenjar meibom dan terkait mata
VKC dan AKC adalah penyakit alergi kering. Konjungtiva dapat hiperemis dan edema,
pada tarsal papila konjungtiva yang umum.
kronis yang berasal dari mekanisme yang lebih
Gelatinous nodul dapat hadir di sekitar limbus
kompleks dibandingkan SAC. Eosinofil,
fibroblast konjungtiva penduduk, dan epitel sel, dengan atau tanpa Tranta dots. pengobatan dari
sel mast, dan limfosit TH2, melalui stimulasi VKC dan AKC melibatkan agen yang sama
allergicinflammatory endokrin-imun, digunakan dalam konjungtivitis alergi, serta
pulse terapi dengan steroid.
memprovokasi beberapa disfungsi dalam
biokimia konjungtiva dan histologi. Raksasa Sifat serius dari kondisi tersebut dekat
konjungtivitis papiler bukan mata benar alergi perhatian, meskipun satu harus diingat bahwa
reaksi, seperti halnya dengan SAC, AKC, dan AKC dan VKC mewakili hanya 2% dari semua
VKC. Ini disebabkan oleh iritasi mekanik alergi mata. Sebaliknya, 98% dari pasien dengan
berulang (seperti dalam kasus lensa kontak alergi okular memiliki SAC dan PAC jauh lebih
pemakai) dan diperparah oleh bersamaan alergi. sering terlihat, dan kejadian ini
VKC adalah penyakit masa kanak- increasing.SACandPACcan sering tidak
kanak, dengan prevalensi yang lebih besar pada terdiagnosis, atau Komponen mata dari
subjek pria yang tinggal di iklim hangat. Dalam rhinoconjunctivitis alergi bisa pergi diobati.
tarsal VKC, di Selain semua fitur klinis Tanda-tanda dan gejala alergi konjungtivitis
konjungtivitis alergi, tarsal papila cobblestone- memiliki efek yang berarti pada kualitas hidup
like juga hadir. Dalam limbal VKC infiltrat pasien, 4 kesehatan, dan kenyamanan. Singkat
berwarna kuning ke abu-abu seperti agar yang pertanyaan diagnostik, pemeriksaan, dan resep
diamati pada limbus, lingkar yang mungkin mata topikal yang tepat terapi atau penambahan
terapi ini untuk obat yang ada rejimen adalah

23
kunci untuk pengelolaan yang sesuai alergi dan terkait unik yang mungkin dimanfaatkan untuk
pemeliharaan kesehatan pasien okular dan desain obat baru.
kepuasan.
Studi tentang jaringan konjungtiva telah
PATOFISIOLOGI DARI ALERGI MATA : mengidentifikasi kedua TH1 dan TH2 limfosit
OMPLIKASI UNTUK PENGEMBANGAN pada konjungtiva pasien dengan VKC dan kedua
PENGOBATAN sitokin TH2 terkait dan b-kemokin dalam air
mata pasien dengan kedua SAC dan VKC.15,16
Selain pendekatan klinis yang Banyak pekerjaan yang diperlukan untuk
disebutkan di atas, ada kebutuhan yang jelas memahami peran patogenetik untuk sel TH di
untuk pengembangan obat terbaru untuk VKC, tetapi isolasi garis-sel T dari pasien
pengobatan SAC dan bentuk yang lebih dengan VKC harus membuka jalan untuk seperti
parahnya.10 Selama 3 tahun terakhir, telah ada penelitian. Hal ini sangat penting untuk
yang signifikan kemajuan dalam pemahaman menentukan Klonalitas dari Sel T infiltrasi
kita tentang patofisiologi konjungtivitis alergi. konjungtiva dan peran fungsional dari subset sel
Data ini diperoleh dari kedua pemeriksaan T yang berbeda pada penyakit.
langsung dari pasien sampel-konjungtiva
spesimen biopsi (diambil dari pasien dengan Salah satu daerah fokus perkembangan
musiman atau lebih alergi okular kronis) dan telah ada pada resident sel dendritik dalam
evaluasi halus murine model alergi mata. konjungtiva. Berasal dari karya perintis dari
Allam et al17 yang telah menunjukkan bahwa
Salah satu daerah baru penyelidikan awal aktivasi sel dendritik oleh alergen adalah
telah melibatkan analisis dari genetika alergi langkah yang sangat awal patogenesis penyakit,
mata. Telah dikenal beberapa waktu dengan alergi kulit sebagai prototipe. Sel-sel TH diamati
strain tikus yang berbeda lebih atau kurang in situ pada konjungtiva pasien dengan VKC
responsif terhadap tantangan alergen tertentu di mungkin berkontribusi terhadap patogenesis
mata, dan analisis linkage tikus-tikus ini penyakit dengan mempengaruhi jumlah dan
sekarang sedang dilakukan untuk menentukan jenis sel dendritik penduduk di konjungtiva.
gen kerentanan penyakit untuk alergi mata.11 Analisis subset sel dendritik pada manusia dan
Khususnya, Bundoc dan Keane-Myers12 telah konjungtiva tikus menunjukkan bahwa fenotipe
mengidentifikasi divergen produksi lokal IL-10 sel antigen-presenting kunci ini tidak biasa di
di strain tikus yang berbeda dan telah konjungtiva (M. Ohbayashi dan S. J. Ono, yang
menunjukkan bahwa ini mempengaruhi tidak dipublikasikan Hasil). Jadi ada kekurangan
kecenderungan konjungtiva yang sel mast untuk sel dendritik limfoid di konjungtiva. Ada juga
menjadi diaktifkan oleh alergen. Demikian (seperti yang diharapkan) perubahan dinamis
modulasi produksi IL-10 in situ mungkin yang luar biasa dalam jumlah dan jenis sel
merupakan salah satu Terapi baru untuk alergi dendritik terdeteksi di mata peka, memberikan
mata. Sebuah analisis linkage di subyek manusia mungkin peluang untuk immunomodulation.
telah menunjukkan bahwa meskipun beberapa Mendukung pandangan ini telah sukses dengan
kerentanan lokus dibagi dengan penyakit alergi kita dan orang lain di mengobati alergi mata
lain, ada lokus genetik yang unik (misalnya, dalam model murine didefinisikan menggunakan
eotaksin 1 lokus) terkait dengan SAC.13,14 IL-1 antagonis reseptor dan CpG
analisis genome-wide serupa untuk VKC oligonucleotides.18,19 kami menemukan bahwa
sekarang hampir selesai. Diharapkan data IL-1 antagonis reseptor sangat menghambat
tersebut akan arahkan ke produk gen penyakit kedua awal dan akhir-fase inflamasi

24
menggarisbawahi pentingnya dari sel dendritik makrofag 1 alpha-protein inflamasi adalah wajib
dan antigenpresenting lainnya pada sel-sel priming sinyal untuk sel mast konjungtiva dan
konjungtivitis alergi. Kami berhipotesis bahwa eotaksin yang 1 memberikan sinyal
aktivasi ditangkap penduduk antigen-presentasi costimulatory yang penting bagi konjungtiva sel
sel dalam konjungtiva dari IL-1 antagonis mast selama proses pathogenesis.22 Mengingat
reseptor-diperlakukan tikus menghambat penyakit ini, itu mengejutkan bahwa eotaksin 1
pelepasan mast faktor costimulatory sel terdeteksi di kedua manusia air mata dan
(Biasanya dihasilkan dari alergen-diaktifkan homogenat konjungtiva murine dalam sampel
antigen-presentasi sel), sehingga menghambat diperoleh dari subyek manusia dan hewan
baik aktivasi sel mast dan respon akhir-fase. dengan sindrom menyerupai SAC atau VKC.23
Keberhasilan lebih terbatas dari CpG Terapi
konjungtivitis alergi dalam model praklinis kami Bukti dari analisis genetik dan analisis
mungkin menunjukkan bahwa pemberian topikal langsung dari jaringan manusia dan jaringan
dari bagian ini mungkin tidak efektif (sebagai murine melibatkan kemokin dalam patogenesis
lawan pengiriman sistemik) tapi mungkin juga alergi mata menunjukkan bahwa antagonisme
menunjukkan bahwa perbaikan lebih lanjut di kemokin spesifik, reseptor mereka, atau
mata pemberian obat oligonukleotida CpG keduanya mungkin nilai dalam pengobatan
diperlukan untuk efek terapeutik. Efisiensi alergi mata. Memang, kami telah melaporkan
administrasi sistemik dari oligonucletides CpG bahwa antagonisme reseptor untuk eotaksin 1
konsisten dengan apa yang diamati pada alergi (CCR3) mampu menghambat kedua awal-dan
lain dan efek pleiotropic dari oligonukleotida latephase peradangan pada murine model alergi
CpG pada banyak sel-sel kekebalan. mata.24 penelitian serupa dilakukan untuk
antagonisme CCR1. Dalam pendekatan paralel,
Degranulasi sel mast (baik anafilaktik kami juga telah melaporkan bahwa netralisasi
atau potongan makan) dapat diidentifikasi dalam eotaksin 1 in situ dengan menggunakan
spesimen biopsi yang paling diperoleh dari manusiawi anti-eotaksin 1 antibodi (CAT-213)
pasien dengan SAC atau VKC dan dari murine mampu menghambat aktivasi sel mast
model dari penyakit. Dengan demikian konjungtiva manusia dalam in vitro pasif
penelitian praklinis yang signifikan masih sensitisasi system.25 antagonis demikian
diarahkan pada memahami biologi dari sel mast kemokin terus kemajuan yang signifikan sebagai
konjungtiva dalam perkembangan sel maupun potensi masa depan antiocular obat alergi.
aktivasinya. Kelompok Wisconsin melakukan
pekerjaan terbaik pada akivasi sel mast Akhirnya, studi praklinis juga dilakukan
konjungtiva manusia dan mediator yang untuk menyelidiki peran biomolekul penting
dilepaskan dari sel-sel ini pada FceRI cross- untuk respon akhir-fase. Dengan demikian
linking.20 Pekerjaan lain berfokus pada sel mast pekerjaan sedang berlangsung untuk
tikus yang defisiensi dan kemokin gen- menentukan apakah blokade molekul yang
deficiency juga mengungkapkan jalur unik diperlukan untuk perekrutan leukosit ke
untuk untuk priming dan activation sel mast konjungtiva (misalnya, sangat terlambat antigen
konjungtiva.21 Data ini menunjukkan bahwa 4 dan pembuluh darah sel adhesi molekul 1)
beta-chemokines tidak hanya penting untuk dapat menghambat respon akhir-fase dan apakah
perekrutan leukosit dalam reaksi akhir-fase antagonisme dari GPCR-CRTH2 mempengaruhi
tetapi juga memainkan peran dalam priming sel peradangan awal dan akhir-fase dalam alergi
mast dan aktivasinya. Data menunjukkan bahwa mata.

25
Arch Allergy Immunol 2001;124:197-200.
Kesimpulannya, telah ada kemajuan luar 15. Ono SJ. Vernal keratoconjunctivitis: evidence for immunoglobulin
biasa dalam pemahaman parameter klinis E-dependent and immunoglobulin E-independent eosinophilia. Clin
Exp Allergy 2003;33:279-81.
sindrom diistilahkan konjungtivitis alergi dan sel 16. Metz DP, Hingorani M, Calder VL, Buckley RJ, Lightman SL. T-cell
cytokines in chronic allergic eye disease. J Allergy Clin Immunol 1997;
dan molekuler dasar penyakit ini. Upaya saat ini 100:817-24.
17. Allam JP, Klein E, Bieber T, Novak N. Transforming growth factorbeta1
difokuskan mengembangkan rejimen regulates the expression of the high-affinity receptor for IgE on
CD34 stem cell-derived CD1a dendritic cells in vitro. J Invest Dermatol
pengobatan baru menggunakan yang sudah ada 2004;123:676-82.
farmasi dan identifikasi biotargets baru untuk 18. Miyazaki D, Liu G, Clark L, Ono SJ. Prevention of acute allergic
conjunctivitis and late-phase inflammation with immunostimulatory
desain obat rasional. Beberapa target telah DNA sequences. Invest Ophthalmol Vis Sci 2000;41:3850-5.
19. Keane-Myers AM, Miyazaki D, Liu G, Dekaris I, Ono SJ. Prevention of
diidentifikasi dengan menggunakan genetik, allergic eye disease by treatment with IL-1 receptor antagonist. Invest
Ophthalmol Vis Sci 1999;40:3041-6.
RNA profiling, dan proteomik metode, dan 20. Cook EB, Stahl JL, Miller ST, Gern JE, Sukow KA, Graziano FM, et al.
Isolation of human conjunctival mast cells and epithelial cells: tumor
antagonis telah dikembangkan. Hasil ini uji necrosis factor-alpha from mast cells affects intercellular adhesion
praklinik sekarang menjadi tersedia dan molecule 1 expression on epithelial cells. Invest Ophthalmol Vis Sci
1998;39:336-43.
menunjukkan bahwa memang ada akan menjadi 21. Miyazaki D, Nakamura T, Toda M, Ohbayashi M, Sherry B,
Richardson RM, et al. Requirement of MIP1a as an obligate costimulatory
generasi baru obat anti-inflamasi okular. Kami signal for mast cell degranulation in the conjunctiva. J Clin Invest. In press.
22. Nakamura T, Toda M, Ohbayashi M, Ono SJ. Detailed criteria for the
berharap bahwa beberapa ini akan terbukti aman assessment of clinical symptoms in a new murine model of severe
allergic conjunctivitis. Cornea 2003;22(suppl 7):S13-8.
dan efektif dalam pengobatan kondisi mata besar 23. Leonardi A, Jose PJ, Zhan H, Calder VL. Tear and mucus eotaxin-1 and
ini. eotaxin-2 in allergic keratoconjunctivitis. Ophthalmology 2003;110:
487-92.
24. Nakamura T, Larkin F, Ikeda Y, Ohbayashi M, Toda M, Wilkins M,
REFRENSI et al. CAT-213, a specific monoclonal anti-eotaxin-1 human antibody,
1. Abelson MB, Allansmith MR. Histamine in the eye. In: Silverstein A, inhibits human conjunctival mast cell activation. In: Immunology 2004.
OConnor G, editors. Immunology and immunopathology of the eye. Bologna: Medimond International Proceedings; 2004. p. 527-30.
New York: Masson Publishing; 1979. p. 362-4. 25. Toda, M, Nakamura T, Richardson RM, Ono SJ. Signaling-cross talk
2. Langley KE, Patrinely JR, Anderson RL, Thiese SM. Unilateral between Fc(epsilon)RI and CC chemokine receptor1 in mast cells.
blepharochalasis. Ophthalmic Surg 1987;18:594-8. Immunology 2004, Medimond International Proceedings; 2004. p.
3. Lavker RM, Kligman AM. Chronic heliodermatitis: a morphologic 517-20.
evaluation of chronic actinic dermal damage with emphasis on the role of 15. Ono SJ. Vernal keratoconjunctivitis: evidence for immunoglobulin
mast cells. J Invest Dermatol 1988;90:325-30. E-dependent and immunoglobulin E-independent eosinophilia. Clin
4. Berger WE, Lanier BQ, Abelsn MB. Evaluation of the effect of an Exp Allergy 2003;33:279-81.
adjuvant therapy of olopatadine HCl 0.1% ophthalmic solution on 16. Metz DP, Hingorani M, Calder VL, Buckley RJ, Lightman SL. T-cell
quality of life of patients with allergic rhinitis using systemic and/or nasal cytokines in chronic allergic eye disease. J Allergy Clin Immunol 1997;
therapy. Presented at: ACAAI; November 12-17, 2004; Boston, Mass. 100:817-24.
5. Crampton MD. A comparison of the relative clinical efficacy of a single 17. Allam JP, Klein E, Bieber T, Novak N. Transforming growth factorbeta1
dose of ketotifen fumarate 0.025% ophthalmic solution versus placebo in regulates the expression of the high-affinity receptor for IgE on
inhibiting the signs and symptoms of allergic rhinoconjunctivitis as CD34 stem cell-derived CD1a dendritic cells in vitro. J Invest Dermatol
induced by the conjunctival allergen challenge model. Clin Ther 2002; 2004;123:676-82.
24:1800-8. 18. Miyazaki D, Liu G, Clark L, Ono SJ. Prevention of acute allergic
6. Abelson MB, Turner D. A randomized, double blind, parallel group conjunctivitis and late-phase inflammation with immunostimulatory
comparison of olopatadine 0.1% ophthalmic solution versus placebo for DNA sequences. Invest Ophthalmol Vis Sci 2000;41:3850-5.
controlling the signs and symptoms of seasonal allergic conjunctivitis 19. Keane-Myers AM, Miyazaki D, Liu G, Dekaris I, Ono SJ. Prevention of
and rhinoconjunctivitis. Clin Ther 2003;25:931-46. allergic eye disease by treatment with IL-1 receptor antagonist. Invest
7. Welch D, Ousler GW 3rd, Nally LA, Abelson MB, Wilcox KA. Ocular Ophthalmol Vis Sci 1999;40:3041-6.
drying associated with oral antihistamines (loratadine) in the normal 20. Cook EB, Stahl JL, Miller ST, Gern JE, Sukow KA, Graziano FM, et al.
population-an evaluation of exaggerated dose effect. Adv Exp Med Biol Isolation of human conjunctival mast cells and epithelial cells: tumor
2002;506(Pt B):1051-5. necrosis factor-alpha from mast cells affects intercellular adhesion
8. Gupta G, Ousler GW, Pollard SD, Abelson MB. The comparative ocular molecule 1 expression on epithelial cells. Invest Ophthalmol Vis Sci
drying effects between Claritin and Zyrtec in normal adults. ARVO 1998;39:336-43.
Abstract no. 70. Available at: www.arvo.org. 21. Miyazaki D, Nakamura T, Toda M, Ohbayashi M, Sherry B,
9. Abelson MB, Leonardi AA, Smith LM, Fregona IA, George MA, Secchi Richardson RM, et al. Requirement of MIP1a as an obligate costimulatory
AG. Histaminase activity in patients with vernal keratoconjunctivitis. signal for mast cell degranulation in the conjunctiva. J Clin Invest. In press.
Ophthalmology 1995;102:1958-63. 22. Nakamura T, Toda M, Ohbayashi M, Ono SJ. Detailed criteria for the
10. Miyazaki D, Nakamura T, Komatsu N, Nawata N, Ikeda Y, Inoue Y, assessment of clinical symptoms in a new murine model of severe
et al. Roles of chemokines in ocular allergy and possible therapeutic allergic conjunctivitis. Cornea 2003;22(suppl 7):S13-8.
strategies. Cornea 2004;23(suppl):S48-54. 23. Leonardi A, Jose PJ, Zhan H, Calder VL. Tear and mucus eotaxin-1 and
11. Ono SJ, Nakamura T, Ohbayashi M, Dawson M, Ikeda Y, Nugent AK, eotaxin-2 in allergic keratoconjunctivitis. Ophthalmology 2003;110:
et al. Expression profiling: opportunities and pitfalls and impact on the 487-92.
study and management of allergic diseases. J Allergy Clin Immunol 24. Nakamura T, Larkin F, Ikeda Y, Ohbayashi M, Toda M, Wilkins M,
2003;112:1050-6. et al. CAT-213, a specific monoclonal anti-eotaxin-1 human antibody,
12. Bundoc VG, Keane-Myers A. Animal models of ocular allergy. Curr inhibits human conjunctival mast cell activation. In: Immunology 2004.
Opin Allergy Clin Immunol 2003;3:375-9. Bologna: Medimond International Proceedings; 2004. p. 527-30.
13. Ono SJ, Nakamura T, Miyazaki D, Ohbayashi M, Dawson M, Toda M. 25. Toda, M, Nakamura T, Richardson RM, Ono SJ. Signaling-cross talk
Chemokines: roles in leukocyte development, trafficking, and effector between Fc(epsilon)RI and CC chemokine receptor1 in mast cells.
function. J Allergy Clin Immunol 2003;111:1185-99. Immunology 2004, Medimond International Proceedings; 2004. p.
14. Nishimura A, Campbell-Meltzer RS, Chute K, Orrell J, Ono SJ. Genetics 517-20. ocular
of allergic disease: evidence for organ-specific susceptibility genes. Int

26

Anda mungkin juga menyukai