1
SKENARIO 2
PUSING TUJUH KELILING
Disusun oleh:
BBDM 10
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2017
DAFTAR PESERTA DIDIK
BBDM 10
Mengetahui
Tutor BBDM 10
Skenario 2,
Seorang wanita usia 65tahun datang ke IGD dengan keluhan 1 jam yang lalu
tiba-tiba pusing berputar, sekeliling terhadap dirinya, disertai mual, muntah 3x
seperti yang dimakan dan diminum. Bila berjalan sempoyongan
TD 190/110mmHg
Nadi :80x/mnt
RR:18x/mnt
t :36 C
I. TERMINOLOGI
1. Nistagmus Rotatoar : Gerakan bola mata diluar kehendak yang berputar
searah/ berlawanan jarum jam.
2. Sempoyongan : Perasaan tidak seimbang yang dirasakan oleh tubuh.
III. BRAINSTORMING
1. Usia pasien seorang wanita, 65 tahun
- Di usia tua, terjadi degenerative sel termasuk pada sel-sel yang
berfungsi sebgai pengatur keseimbangan tubuh
- Wanita menopause, pengaruh hormonal menyebabkan peningkatan
tekanan darah, termasuk tekanan darah perifer mengganggu aliran
darah pada fungsi keseimbangan tubuh gejala pasien
2. Penurunan perkusi otak diterima sebagai respon stress otak -> pituitary
menghasilkan ACTH glukokortikoid meningkat respon saraf
simpatis kompensasi tubuh dengan system parasimpatis mual dan
muntah
VERTIGO
DIAGNOSIS BANDING
PEMERIKSAAN PENUNJANG
DIAGNOSIS
B. Klasifikasi
DIZZINESS
FISIOLOGIK PATOLOGIK
1. Mabuk Gerakan
2. Mabuk Angkasa
3. Vertigo ketinggian
VESTIBULER NON VESTIBULER
(True Vertigo) (Pseudo Vertigo)
Berputar Melayang
C. Etiologi
1) BVVP ( Benign Paroxysimal Positional Vertigo )
Benign Paroxysmal Positional Vertigo adalah gangguan
vestibuler yang paling sering ditemui, dengan gejala rasa pusing berputar
diikuti mual muntah dan keringat dingin, yang dipicu oleh perubahan
posisi kepala terhadap gaya gravitasi tanpa adanya keterlibatan lesi di
susunan saraf pusat.
Disebabkan oleh kalsium karbonat yang berasal dari makula
pada utrikulus lepas dan bergerak dalam lumen dari salah satu kanal
semisirkular. Kalsium karbonat sendiri dua kali lipat lebih padat
dibandingkan endolimfe, sehingga bergerak sebagai respon terhadap
gravitasi dan pergerakan akseleratif lain. Ketika kalsium karbonat
tersebut bergerak dalam kanal semisirkular, akan terjadi pergerakan
endolimfe yang menstimulasi ampula pada kanal yang terkena, sehingga
menyebabkan vertigo. Patomekanisme BPPV dapat dibagi menjadi dua,
yaitu :
a. Teori Kupulolitiasis
Pada tahun 1962, Horald Schuknecht mengemukakan teori ini
dimana ditemukan partikel-partikel basofilik yang berisi kalsium
karbonat dari Fragmen otokonia (otolith) yang terlepas dari makula
utrikulus yang berdegenerasi dan menempel pada permukaan kupula.
Dia menerangkan bahwa kanalis semiriskularis posterior menjadi
sensitif akan gravitasi akibat partikel yang melekat pada kupula.
Sama halnya seperti benda berat diletakkan pada puncak tiang, bobot
ekstra itu akan menyebabkan tiang sulit untuk tetap stabil, malah
cenderung miring. Begitu halnya digambarkan oleh nistagmus dan
rasa pusing ketika kepala penderita dijatuhkan ke belakang posisi
tergantung (seperti pada tes Dix-Hallpike). Kanalis semi sirkularis
posterior berubah posisi dari inferior ke superior, kupula bergerak
secara utrikulofugal, dengan demikian timbul nistagmus dan keluhan
pusing (vertigo). Perpindahan partikel tersebut membutuhkan waktu,
hal ini menyebabkan adanya masa laten sebelum timbulnya pusing
dan nistagmus.
b. Teori Kanalitiasis
Pada 1980 Epley mengemukakan teori kanalitiasis, partikel Otolith
bergerak bebas didalam kanalis semi sirkularis. Ketika kepala dalam
posisi tegak,endapan partikel tersebut berada pada posisi yang sesuai
dengan gaya gravitasi yang paling bawah. Ketika kepala direbahkan
ke belakang, partikel berotasi ke atas di sepanjang lengkung kanalis
semi sirkularis. Hal ini menyebabkan cairan endolimfe mengalir
menjauhi ampula dan menyebabkan kupula membelok (deflected),
sehingga terjadilah nistagmus dan pusing. Saat terjadi pembalikan
rotasi saat kepala ditegakkan kembali, terjadi pula pembelokan
kupula, muncul pusing dan nistagmus yang bergerak ke arah
berlawanan. Digambarkan layaknya kerikil yang berada dalam ban,
ketika ban bergulir, kerikil akan terangkat seberntar kemudian
terjatuh kembali karena gaya gravitasi. Jatuhnya kerikil tersebut
seolah-olah yang memicu organ saraf menimbulkan rasa pusing.
Dibanding dengan teori kupulolitiasis, teori ini dapat menerangkan
keterlambatan sementara nistagmus, karena partikel butuh waktu
untuk mulai bergerak. Ketika mengulangi maneuver kepala, otolith
menjadi tersebar dan semakin kurang efektif dalam menimbulkan
vertigo serta nistagmus. Hal ini menerangkan konsep kelelahan dari
gejala pusing.
Gejala-gejala klinis dari BPPV adalah pusing, ketidakseimbangan,
sulit untuk berkonsentrasi, dan mual. Kegiatan yang dapat
menyebabkan timbulnya gejala dapat berbeda-beda pada tiap
individu, tetapi gejala dapat dikurangi dengan perubahan posisi
kepala mengikuti arah gravitasi. Gejala dapat timbul dikarenakan
perubahan posisi kepala seperti saat melihat keatas, berguling, atau
pun saat bangkit dari tempat tidur.Benign Paroxysmal Positional
Vertigosendiri dapat dialami dalam durasi yang cepat ataupun terjadi
sepanjang hidup, disertai gejala yang terjadi dengan pola sedang
yang berbeda-beda tergantung pada durasi, frekuensi, and intensitas.
BPPV tidak dianggap sebagai sesuatu yang membahayakan
kehidupan penderita. Bagaimanapun, BPPV dapat mengganggu
perkerjaan dan kehidupan sosial penderita.
2) Neuritis Vestibularis
Neuritis vestibularis adalah defisit unilateral yang terjadi tiba-
tiba pada organ vestibular perifer tanpa disertai gangguan pendengaran
dan tanda disfungsi batang otak.
Kelainan neuritis vestibularis disebabkan otak tidak mendapat
masukan afferen dari salah satu sisi labirin. Hal ini dijumpai pada
gangguan aparatus vestibuler, nervus vestibularis, nukleus vestibularis di
batang otak dan traktusnya ke atas sehingga informasi yang ditangkap
oleh reseptor tidak sampai ke kortek pusat keseimbangan. Perubahan
gerakan dan posisi kepala akan mengaktifkan salah satu labirin
(meningkatkan input) dan menghambat (menurunkan input) pada sisi
lainnya.
Diduga disebabkan oleh virus, hal ini diperkuat dengan
munculnya yang bersamaan dengan musim endemik infeksi virus. Hal
ini disebabkan vestibular neuritis hasil histopatologinya menyerupai
hasil histopatologi pada herpes zooster di telinga. Selain itu hasil studi
otopsi didapatkan gambaran (degenerasi inflamasi nervus vestibularis)
menunjukkan kadar protein yang meningkat pada cairan serebrospinal
serta adanya transkripsi laten DNA dan RNA virus herpes simplek pada
ganglia vestibular. Kondisi diatas diduga mirip dengan mekanisme yang
mendasari penyebab penyakit Bells palsy karena penyebab virus.
Sindroma vertigo muncul manakala ada disharmoni
(discordance) masukan sensoris yang berasal dari ketiga reseptor,
vestibular (canalis semisirkularis), visus (retina) dan propioseptik
(tendon, sendi dan sensibilitas dalam). Apabila masukan sensoris tidak
seimbang antara sisi kiri dan kanan karena defisit vestibular unilateral
akan menyebabkan ketidaksinkronan dan menimbulkan kebingungan
alat keseimbangan tubuh dan membangkitkan respon dari saraf otonom,
otot penggerak mata dan penyangga tubuh (ataksia, unsteadiness), serta
kortek vertigo. Rangsangan tersebut juga meningkatkan stres fisik dan
atau psikis yang akan memacu pelepasan CRF (corticopontin releasing
faktor). CRF dapat mengubah keseimbangan kearah dominasi saraf
simpatik terhadap parasimpatik sehingga muncul gejala vertigo.
Selanjutnya ketika keseimbangan berubah kearah parasimpatik sebagai
akibat hubungan reciprocal inhibition antar saraf simpatik dan
parasimpatik, maka gejala mual dan muntahakan muncul. Bila
rangsangan diulang-ulang maka jumlah ion Ca dalam sel pre sinap akan
kian berkurang, bersamaan dengan menyempitnya kanal Ca (kalsium)
yang mempersulit masuknya ion Ca.
3) Penyakit Meniere
Menieres disease atau penyakit Meniere atau dikenali juga
dengan hydrops endolimfatik. Penyakit Meniere ditandai dengan episode
berulang dari vertigo yang berlangsung dari menit sampai hari, disertai
dengan tinnitus dan tuli sensorineural yang progresif.
Penyebab pasti dari penyakit Meniere sampai sekarang belum
diketahui secara pasti, banyak ahli mempunyai pendapat yang berbeda.
Sampai saat ini dianggap penyebab dari penyakit ini disebabkan karena
adanya gangguan dalam fisiologi sistem endolimfe yang dikenal dengan
hidrops endolimfe, yaitu suatu keadaan dimana jumlah cairan endolimfe
mendadak meningkat sehingga mengakibakan dilatasi dari skala media.
Sifat yang khas pada penyakit Meniere adalah terdapatnya
periode aktif/serangan yang bervariasi lamanya yang diselingi dengan
periode remisi yang lebih panjang dan juga bervariasi lamanya. Pola
serangan dan remisi pada individu tidak dapat diramalkan, walaupun
gejala berkurang setelah beberapa tahun. Pada saat serangan biasanya
terdapat trias Meniere yaitu vertigo, tinitus, dan gangguan pendengaran.
4) Stroke Vertebrobasiler
Arteri vertebrobasilar merupakan arteri yang memasok darah
untuk otak bagian medulla, cerebellum, pons, midbrain, thalamus, dan
occipital cortex. Sumbatan pembuluh darah besar dalam sistem ini
biasanya menyebabkan kecacatan atau bahkan kematian. Stroke
vertebrobasilar memiliki angka kematian lebih dari 85%. Karena
keterlibatan batang otak dan otak kecil, kebanyakan orang yang selamat
memiliki disfungsi multisistem (misalnya, quadriplegia atau hemiplegia,
ataksia, disfagia, disartria, kelainan mata, neuropati kranial).
2. PATOGENESIS VERTIGO
Vertigo timbul jika terdapat ketidakcocokan informasi aferen
yang disampaikan ke pusat kesadaran. Susunan aferen yang terpenting
dalam sistem ini adalah susunan vestibuler atau keseimbangan, yang
secara terus menerus menyampaikan impulsnya ke pusat keseimbangan.
Susunan lain yang berperan ialah sistem optik dan pro-prioseptik, jaras-
jaras yang menghubungkan nuklei vestibularis dengan nuklei nervus III,
IV dan VI, susunan vestibuloretikularis, dan vestibulospinalis.
Informasi yang berguna untuk keseimbangan tubuh akan
ditangkap oleh reseptor vestibuler, visual, dan proprioseptik; reseptor
vestibuler memberikan kontribusi paling besar, yaitu lebih dari 50 %
disusul kemudian reseptor visual dan yang paling kecil kontribusinya
adalah proprioseptik. Dalam kondisi fisiologis/normal, informasi yang
tiba di pusat integrasi alat keseimbangan tubuh berasal dari reseptor
vestibuler, visual dan proprioseptik kanan dan kiri akan
diperbandingkan, jika semuanya dalam keadaan sinkron dan wajar, akan
diproses lebih lanjut. Respons yang muncul berupa penyesuaian otot-otot
mata dan penggerak tubuh dalam keadaan bergerak.
Di samping itu orang menyadari posisi kepala dan tubuhnya
terhadap lingkungan sekitar. Jika fungsi alat keseimbangan tubuh di
perifer atau sentral dalam kondisi tidak normal/ tidak fisiologis, atau ada
rangsang gerakan yang aneh atau berlebihan, maka proses pengolahan
informasi akan terganggu, akibatnya muncul gejala vertigo dan gejala
otonom; di samping itu, respons penyesuaian otot menjadi tidak adekuat
sehingga muncul gerakan abnormal yang dapat berupa nistagmus,
unsteadiness, ataksia saat berdiri/berjalan dan gejala lainnya.
3. DASAR DIAGNOSIS
A. ANAMNESIS
Pertama-tama ditanyakan bentuk vertigonya, melayang,
goyang,berputar, tujuh keliling, rasa naik perahu dan sebagainya. Perlu
diketahui juga keadaan yang memprovokasi timbulnya vertigo.
Perubahan posisi kepala dan tubuh, keletihan dan ketegangan. Profil
wakti, apakah timbulnya akut atau perlahan-lahan, hilang timbul,
paroksismal, kronikm progresif atau membaik.Beberapa penyakit
tertentu mempunyai profil waktu yang karakteristik . Apakah juga ada
gangguan pendengaran yang biasanya menyertai/ditemukan pada lesi
alat vestibuler atau n. vestibularis. Penggunaan obat-obatan seperti
streptomisin, kanamisin, salisilat, antimalaria dan lain-lain yang
diketahui ototoksik/vestibulotoksik dan adanya penyakit sistemik seperti
anemia, penyakit jantung, hipertensi, hipotensi, penyakit paru dan
kemungkinan trauma akustik.
B. PEMERIKSAAN FISIK
Ditujukan untuk meneliti faktor-faktor penyebab, baik kelainan
sistemik, otologik atau neurologik-vestibuler atau serebeler, dapat
berupa pemeriksaan fungsi pendengaran dan keseimbangan, gerak bola
mata/nistagmus dan fungsi serebelum. Pendekatan klinis terhadap
keluhan vertigo adalah untuk menentukan penyebab, apakah akibat
kelainan sentral yang berkaitan dengan kelainan susunan saraf pusat
(korteks serebrim serebelum, batang otak atau berkaitan dengan sistim
vestibuler/otologik, selain itu harus dipertimbangkan pula faktor
psiikologik/psikiatrik yang dapat mendasari keluhan vertigo tersebut .
Faktor sistemik yang juga harus dipikirkan/dicari antara lain aritmi
jantung,hipertensi, hipotensi, gagal jantung kongestif, anemi,
hipoglikemi. Dalam menghadapi kasus vertigo, pertama-tama harus
ditentukan bentuk vertigonya, lalu letak lesi dan kemudian penyebabnya,
agar dapat diberikan terapi kausal yang tepat dan terapi simtomatik yang
sesuai.
1. Pemeriksaan Fisik Umum
Pemeriksaan fisik diarahkan ke kemungkinan penyebab
sistemik, tekanan darah diukur dalam posisi berbaring, duduk dan
berdiri, bising karotis, irama (denyut jantung) dan pulsasi nadi perifer
juga perlu diperiksa.
2. Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis dilakukan dengan perhatian khusus
pada :
1. Fungsi vestibuler/serebeler
a. Uji Romberg
Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula
dengan kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada
posisi demikian selama 20-30 detik. Harus dipastikan bahwa
penderita tidak dapat menentukan posisinya (misalnya dengan
bantuan titik cahaya atau suara tertentu). Pada kelainan vestibuler
hanya pada mata tertutup badan penderita akan bergoyang
menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi, pada mata terbuka
badan penderita tetap tegak. Sedangkan pada kelainan serebeler
badan penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun
pada mata tertutup.
b. Tandem gait.
Penderita berjalan dengan tumit kaki kiri/kanan diletakkan
pada ujung jari kaki kanan/kiri ganti berganti. Pada kelainan
vestibuler, perjalanannya akan menyimpang dan pada kelainan
serebeler penderita akan cenderung jatuh.
c. Uji Unterberger
Berdiri dengan kedua lengan lurus horizontal ke depan dan
jalan ditempat dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama
satu menit.Pada kelainan vestibuler posisi penderita akan
menyimpang/berputar ke arah lesi dengan gerakan seperti orang
melempar cakram kepala dan badan berputar ke arah lesi, kedua
lengan bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun
dan yang lainnya naik. Keadaan ini disertai nistagmus dengan
fase lambat ke arah lesi.
d. Past-ponting test (Uji Tunjuk Barany)
Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan
penderita disuruh mengangkat lengannya ke atas, kemudian
diturunkan sampai menyentuh telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini
dilakukan berulangulang dengan mata terbuka dan tertutup. Pada
kelainan vestibuler akan terlihat penyimpangan lengan penderita
ke arah lesi.
e. Uji Babinsky-Weil
Pasien dengan mata tertutup berulang kali berjalan lima
langkah ke depan dan lima langkah ke belakang selama setengan
menit; jika ada gangguan vestibuler unilateral, pasien akan
berjalan dengan arah berbentuk bintang.
3. Pemeriksaan Khusus Oto-Neurologi
Pemeriksaan ini terutama untuk menentukan apakah letak
lesinya di sentral atau perifer.
1. Fungsi Vestibuler
a. Uji Dix Hallpike
Perhatikan adanya nistagmus, lakukan uji ini ke kanan dan
kiri. Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaringkan
ke belakang dengan cepat, sehingga kepalanya menggantung 45
di bawah garis horizontal, kemudian kepalanya dimiringkan 45
ke kanan lalu ke kiri. Perhatikan saat timbul dan hilangnya
vertigo dan nistagmus, dengan uji ini dapat dibedakan apakah
lesinya perifer atau sentral. Perifer, vertigo dan nistagmus timbul
setelah periode laten 2-10 detik, hilang dalam waktu kurang dari
1 menit, akan berkurang atau menghilang bila tes diulang-ulang
beberapa kali (fatigue). Sentral, tidak ada periode laten,
nistagmus dan vertigo berlangsung lebih dari 1 menit, bila
diulang-ulang reaksi tetap seperti semula (non-fatigue).
b. Tes Kalori
Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30, sehingga
kanalis semisirkularis lateralis dalam posisi vertikal. Kedua
telinga diirigasi bergantian dengan air dingin (30C) dan air
hangat (44C) masing-masing selama 40 detik dan jarak setiap
irigasi 5 menit. Nistagmus yang timbul dihitung lamanya sejak
permulaan irigasi sampai hilangnya nistagmus tersebut (normal
90-150
detik). Dengan tes ini dapat ditentukan adanya canal paresis
atau directional preponderance ke kiri atau ke kanan. Canal
paresis adalah jika abnormalitas ditemukan di satu telinga, baik
setelah rangsang air hangat maupun air dingin, sedangkan
directional preponderance ialah jika abnormalitas ditemukan
pada arah nistagmus yang sama di masing-masing telinga. Canal
paresis menunjukkan lesi perifer di labarin atau n.VIII,
sedangkan directional preponderance menunjukkan lesi sentral.
c. Elektronistagmogram
Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit, dengan
tujuan untuk merekam gerakan mata pada nistagmus, dengan
demikian nistagmus tersebut dapat dianalisis secara kuantitatif.
2. Fungsi Pendengaran
a. Tes Garpu Tala
Tes ini digunakan untuk membedakan tuli konduktif dan tuli
perseptif, dengan tes-tes Rinne, Weber dan Schwabach. Pada tuli
konduktif, tes Rinne negatif, Weber lateralisasi ke yang tuli dan
schwabach memendek.
b. Audiometri
Ada beberapa macam pemeriiksaan audiometri seperti
Ludness Balance Test, SISI, Bekesy Audiometry, Tone Decay.
Pemeriksaan saraf-saraf otak lain meliputi: acies visus, kampus
visus, okulomotor, sensorik wajah, otot wajah, pendengaran dan
fungsi menelan. Juga fungsi motorik (kelumpuhan ekstremitas),
fungsi sensorik (hipestesi, parestesi) dan serebelar (tremor,
gangguan cara berjalan)
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Tes darah rutin Hb, Ht, Hitung leukosit, Hitung trombosit,
LED, Hitung eritrosit, Tes untuk gula darah, elektrolit dan fungsi
tiroid membantu mengidentifikasi kasus pusing. Misalnya
anemia dan gula darah rendah diketahui menyebabkan pusing. Ini
harus dibedakan dari vertigo.
2. Tes audiometri dilakukan untuk mendeteksi penyakit Mnire.
Audiometer menghasilkan suara dengan volume dan nada yang
berbeda. Pasien mendengarkan suara melalui headphone dan
memberi sinyal saat mereka mendengar suara dengan menekan
sebuah tombol.
3. Pencitraan radiologi.
a. Foto Stenvers, adalah pemeriksaan radiologi untuk melihat
gambaran radiologis pada tulang petrosum (seperti acoustic
neuroma), yang menyebabkan IACs (Internal acoustic canals)
4. Neurofisiologi
a. Tes Audiologik, tidak dibutuhkan untuk untuk setiap pasien
dengan keluhan pusing, tapi mungkin lebih tepat jika ada
masalah pendengaran.
i. Audiogram, menilai pendengaran. Abnormalitas
memberikan kesan vertigo otologik. Sering cukup untuk
penegakkan diagnosis. Upaya untuk memisahkan
otologik dari sumber vertigo lain.
ii. brainstem auditory evoked responses (BERA). Test
nurofisiologi ini dipergunakan bila diduga adanya
carebello pontine tumor, terutama neuroma akustikus
atau multiple sklerosis. Kombinasi pemeriksaan BERA
dan CT Scan dapat menunjukkan konfirmasi diagnostik
tumor.
4. PENATALAKSANAAN VERTIGO
Penatalaksanaan vertigo bergantung pada lama keluhan dan
ketidaknyamanan akibat gejala yang timbul serta patologi yang
mendasarinya.
A. Terapi Rehabilitasi Vestibuler pada BPPV
Terapi ini bertujuan untuk mengeluarkan debris dari kanalis
posterior.
1. Terapi Semont (Semont Therapy)
Cara :
a. Pasien duduk tegak
b. Kepala digerakkan 45 derajat ke arah telinga yang sehat
c. Dengan gerakan cepat digerakkan ke sisi yang berlawanan
d. Dipertahankan pada posisi ini selama 3 menit
e. Pasien dikembalikan pada posisi semula
2. Maneuver Epley
Cara :
a. Observasi selama 10 menit sesudah maneuver dilakukan
b. Tidur dengan posisi setengah duduk dengan sudut 45 derajat
c. Dalam 1 minggu hindari gerakan posisi kepala yang dapat
menimbulkan vertigo
d. Setelah 1 minggu dapat dilanjutkan dengan latian Brandt-
Daroff
3. Lempert Roll Maneuver
Cara :
a. Bila telah ditentukan BBPV ganggaun kanalis horizontal
kanan, maka pasien diminta untuk memutar kepala 90 derajat
menjauhi sisi lesi pada langkah 1-5
b. Tahan posisi ini selama 10-30 detik
B. Penatalaksanaan Medikamentosa
1. Terapi Kausal
Meliputi :
a. Farmakoterapi
b. Prosedur reposisi partikel (pada BPPV)
c. Bedah
2. Terapi Simtomatik
Secara umum, penatalaksanaan medikamentosa mempunyai
tujuan utama:
(i) mengeliminasi keluhan vertigo
(ii) memperbaiki proses-proses kompensasi vestibuler
(iii)mengurangi gejala-gejala neurovegetatif ataupun psikoafektif
Berdasarkan Patofisiologi
Nistagmus merupakan indikator yang bermanfaat dari
malfungsi vestibular pada pasien dengan vertigo. Berikut diuraikan
tinjauan beberapa fungsi fisiologis nistagmus untuk memperjelas
interpretasinya, yaitu:
1. Nistagmus akibat refleks kanalis semisirkularis-okuler. Inhibisi
kanal menimbulkan gerakan mata ke arah bidang kanal dan sebaliknya,
eksitasi kanal menimbulkan gerakan mata menjauhi bidang kanal.
Ketidaksamaan input jaras vestibulo-okuler secara mendadak akan
menimbulkan deviasi mata lambat akibat induksi vestibular
yang diselingi oleh gerakan korektif cepat yang dikontrol oleh korteks
serebri ke arah yang berlawanan (nistagmus).
2. Nistagmus pada gangguan labirin. Tipenya adalah nistagmus
unidireksional, terjadi pada gangguan vestibular perifer unilateralakut
(gangguan labirin), yang umumnya berupa inhibisi satu
ataulebih kanalis semisirkularis. Pada keadaan ini fase
lambat bergerak ke arah Telinga yang terkena, dan fase cepat ke arah
berlawanandari telinga yang terganggu. Nistagmus bersifat
horizontal ataurotatoar; intensitas meningkat bila mata ber deviasi ke
arahkomponen cepat (yaitu ke arah telinga normal). Pasien
mengalamisensasi lingkungan berputar pada arah komponen
cepat nistagmus atau badannya sendiri berputar pada
arah komponen lambat.Mereka cenderung salah tunjuk arah, fase
lambat nistagmus (kearah telinga yang terganggu).
3. Nistagmus sentral. Nistagmus multidireksional (nistagmus
yang berubah arah pada berbagai arah pandangan) lebih
seringditemukan pada intoksikasi obat atau gangguan fosa
posterior batang otak. Nistagmus vertikal (ke atas atau ke
bawah) hampir selalu patognomonik dari kelainan batang otak atau
serebelum bagian tengah.
7. HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN GANGGUAN
KESEIMBANGAN
Aliran darah otak dipengaruhi terutama oleh 3 faktor yaitu
tekanan untuk memompakan darah dari sistem arteri-kapiler ke
system vena, tahanan pembuluh darah otak dan faktor darah itu sendiri
(viskositas dan koagulobilitas)
Tekanan darah arterial fluktuatif, walaupun demikian tekanan
arteriolar-kapiler otak konstan. Ketika tekanan darah arterial
meningkat, arteriole otak konstriksi, derajatnya bergantung kenaikan
tekanan darah. Jika berlangsung dalam periode singkat dan tekanan
tidak terlalu tinggi maka tidak berbahaya. Namun bila berlangsung
bulan sampai tahun dapat terjadi hialinisasi otot pembuluh darah dan
diameter lumen menjadi tetap. Hal ini merupakan salah satu bentuk
penyakit degeneratif yang merupakan salah satu penyebab penyakit
saraf. Pada gangguan ini, satu atau lebih komponen sistem saraf
menjadi malfungsi setelah berfungsi normal beberapa tahun serta
bersifat kronis, difus dan progresif.
Hipertensi kronis dapat menimbulkan ketidakseimbangan
ketika terjadi lesi periventrikuler yang mempengaruhi serat sensoris
dan motoris yang menghubungkan area korteks dengan talamus,
ganglia basalis, serebelum dan medula spinalis. Dimana pengaturan
keseimbangan merupakan fungsi gabungan dari bagian serebelum,
substansia retikuler dari medula, pons, dan mesensefalon.
Hipertensi kronis menyebabkan penurunan perfusi darah ke
otak. Jika perfusi turun, membrane potensial juga akan turun. Hipoksia
dan hipoglikemia akan mempunyai konsekuensi patologis. Karena
kurangnya oksigen, produksi energi melalui siklus asam sitrat untuk
memproduksi ATP akan turun. Selain itu akan menimbulkan asidosis
yang mempengaruhi fungsi enzim di otak.
Hubungan Hipertensi dengan Vertigo
Hipertensi terasa ada tekanan di daerah leher (rahang bawah
dan otot-otot di daerah leher) akibat pengerasan dinding arteri dan
kurangnya darah yang mengalir kompensasi berupa memiringkan
kepala misalignment antara mata dan telinga dalammemperparah
vertigo dan dizziness
Hipertensi tidak menyebabkan vertigo karena tekanan darahnya
yang meninggi tetapi hipertensi menyebabkan gangguan pada
komponen komponen tubuh di perifer yang pada akhirnya dapat
menyebabkan dizziness bahkan sampai vertigo (hipertensi tidak
menyebabkan vertigo secara langsung).
1. Huang Kuo C., Phang L., Chang R. Vertigo. Part 1-Assesement in General
Practice. Australian Family Physician 2008; 37(5):341-7
2. Lumban Tobing. S.M, 2003, Vertigo Tujuh Keliling, Jakarta : FK UI
3. Troost BT. Dizziness and Vertigo in Vertebrobasilar Disease. Part I:
Pheripheral and Systemic Causes Dizziness. Stroke 1980:11:301-03
4. Mehmet K. Central Vertigo and Dizziness: Epidemiology, Diff erential
Diagnosis, and Common Causes. The Neurologist: 2008;14(6):355-64
5. Baloh RW. Vertigo. The Lancet 1998;352:1841-46
6. Perhimpunan Dokter Spesialis Syaraf Indonesia, 1998, Vertigo
Patofisiologi, Diagnosis dan Terapi, Malang : Perdossi
7. Rascol O., Hain TC., Brefel C., et al. Antivertigo Medications and Drugs-
Induced Vertigo. A Pharmacological Review. Drugs 1995;50(5):777-91
8. https://www.news-medical.net/health/Diagnosis-of-vertigo.aspx
9. http://emedicine.medscape.com/article/2149881-workup#showall