DISUSUN OLEH
NIM : F0110052
KELAS : A
FAKULTAS EKONOMI
2012
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang memiliki wilayah yang sangat luas. Wilayah
tersebut terdiri dari lautan ditambah dengan daratan yang berupa kepulauan terbentang
dari Sabang hingga Merauke. Dengan luas wilayah sebesar itu wilayah Indonesia
menyamai luas wilayah Amerika bahkan melebihi wilayah Eropa. Dengan wilayah yang
luas tersebut, berimbas pula dengan penduduk yang memiliki keberagaman jenis suku
bangsa. Tidak kurang dari lima ratus suku bangsa menetap di Indonesia. Maka tidak
heran bila Indonesia dijuluki sebagai Zamrud Khatulistiwa karena keberagaman
penduduk tersebut.
Dengan wilayah yang amat luas ditambah dengan keberagaman suku bangsa maka
akan berimbas pada jumlah penduduk yang besar. Berdasarkan sensus penduduk pada
tahun 2010, penduduk di Indonesia mencapai 230 juta jiwa lebih dengan laju
pertumbuhan penduduk 1,49 persen per tahun. Dengan jumlah penduduk sebesar itu
Indonesia termasuk dalam lima besar negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia.
Sehingga dengan jumlah penduduk yang amat besar tersebut seharusnya Indonesia dapat
memanfaatkan sumber daya manusia yang melimpah dengan optimal.
Namun pada kenyataannya, sekarang ini pembangunan di Indonesia tidak berjalan
lancar. Masalah yang sering muncul ke permukaan adalah ketimpangan pembangunan
antar daerah di Indonesia. Pemerataan pembangunan di Indonesia kurang berjalan lancar
karena pembangunan terus dipusatkan di Pulau Jawa. Memang di pulau lain juga
mengalami pembangunan namun tidak signifikan bila dibandingkan dengan
pembangunan di Pulau Jawa. Dampaknya adalah kebanyakan orang berpikir bahwa
untuk mendapatkan penghasilan yang besar harus bekerja di Jawa yang. Buntutnya,
penduduk di Pulau Jawa meningkat, pertumbuhan lapangan kerja kecil lalu akan
menimbulkan pengangguran dan sebagainya. Padahal masih banyak pulau lain seperti
Sumatera dan Kalimantan yang mempunyai wilayah yang lebih luas serta sumber daya
alamnya masih banyak yang belum dioptimalkan.
Untuk mencapai pemerataan pembangunan diperlukan keseriusan dari pemerintah.
Jika ketimpangan pembangunan terus berlanjut maka akan menimbulkan suatu
permasalahan yang kronis. Memang sudah dilaksanakan otonomi daerah yang intinya
agar daerah mandiri namun belum berjalan dengan baik. Masih banyak daerah di
1
Indonesia yang terbengkalai pembangunannya. Hal ini akan berimbas pada kurang
optimalnya pengelolaan sumber daya alam pada daerah-daerah tertentu. Maka dari itu
dalam makalah ini saya akan mencoba menjabarkan mengenai permasalahan yang
dihadapi dalam pemerataan pembangunan di Indonesia beserta solusi yang dapat
ditawarkan.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang menyebabkan ketimpangan pembangunan di Indonesia?
2. Apakah dampak yang ditimbulkan dari ketimpangan pembangunan di Indonesia?
3. Apakah solusi yang dapat membantu memecahkan masalah ketimpangan
pembangunan di Indonesia?
C. Tujuan Penelitian
1. Menjabarkan penyebab ketimpangan pembangunan di Indonesia.
2. Mengidentifikasi dampak yang ditimbulkan dari ketimpangan pembangunan di
Indonesia.
3. Menjabarkan solusi yang dapat membantu memecahkan masalah ketimpangan
pembangunan di Indonesia.
2
KAJIAN TEORI
Seperti yang telah dijabarkan sebelumnya bahwa pada makalah ini saya akan
menjelaskan permasalahan dalam pemerataan pembangunan di Indonesia. Namun
sebelumnya saya akan menyebutkan beberapa teori yang berkaitan dengan pembangunan.
Teori-teori tersebut antara lain:
3
kekuasaan serta munculnya budaya oposisi di wilayah pinggiran sebagai respon
terhadap dominasi pusat yang berkepanjangan.
3) Aliran Marx
Sedangkan menurut Karl Marx, pembangunan adalah perubahan sosial yang
terjadi sebagai akibat konflik sosial antar kelas, yang secara bertahap akan merubah
kehidupan masyarakat. Esensi dari teori ini adalah pembangunan akan mewujudkan
masyarakat tanpa kelas (classless society) dan materialisme sebagai hirarkinya.
Berdasarkan teori Marx, masyarakat terbagi atas:
1. masyarakat primitif;
2. masyarakat feodal;
3. masyarakat kapitalis;
4. masyarakat sosialis;
5. masyarakat komunis.
4
Dalam Model Pembangunan Lewis, perekonomian dianggap terdiri dari dua
sektor: (1) Sektor Tradisional, dengan ciri-ciri di pedesaan, subsisten, kelebihan
tenaga kerja dan produktivitas marjinalnya sama dengan nol; (2) Sektor
Modern, dengan ciri-ciri di perkotaan, industri, produktivitasnya tinggi, sebagai
tempat penampungan tenaga kerja yang ditranfer sedikit demi sedikit dari
Sektor Tradisional. Model ini memfokuskan pada terjadinya proses pengalihan
tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi serta kesempatan kerja di Sektor
Modern, yang dimungkinkan dengan adanya perluasan lapangan kerja di Sektor
Modern.
b) Model Perubahan Struktur dan Pola Pembangunan Hollis Chenery
Model ini dikembangkan oleh Hollis Chenery yang menyarankan adanya
perubahan struktur produksi, yaitu pergeseran dari produksi barang pertanian ke
produksi barang industri pada saat pendapatan per kapita meningkat. Model ini
menyatakan bahwa peningkatan tabungan dan investasi perlu tetapi tidak harus
cukup (necessary but not sufficient condition) untuk memungkinkan terjadinya
pertumbuhan ekonomi. Pola ini juga menyaratkan bahwa selain akumulasi
modal fisik dan manusia, diperlukan pula himpunan perubahan yang saling
berkaitan dalam struktur perekonomian suatu negara untuk terselenggaranya
perubahan dari sistem ekonomi tradisional ke sistem ekonomi modern.
Perubahan struktur ini melibatkan seluruh fungsi ekonomi termasuk tranformasi
produksi dan perubahan dalam komposisi permintaan konsumen, perdagangan
internasional serta perubahan-perubahan sosial-ekonomi seperti urbanisasi,
pertumbuhan dan distribusi penduduk.
3) Teori Tahapan Linear (Tahapan Pertumbuhan Ekonomi Rostow)
Menurut Rostow, perubahan dari terbelakang (underdeveloped) menjadi maju
(developed) dapat dijelas dalam seri tahapan yang harus dilalui oleh semua negara.
Sebelum suatu negara berkembang menjadi negara maju, harus dilalui suatu tahap
yang disebut tahap tinggal landas (take off). Teori ini menyarankan agar negara-
negara sedang berkembang (developing country) tinggal mengikuti saja seperangkat
aturan pembangunan tertentu untuk tinggal landas, sehingga pada gilirannya akan
berkembang menjadi negara maju. Prasyarat penting untuk dapat tinggal landas,
suatu negara harus mampu membangun pertanian, industri, dan perdaganganya
sehingga mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan.
5
Prasyarat penting lainnya adalah harus ada mobilisasi tabungan dengan maksud
untuk menciptakan investasi yang cukup untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi.
4) Teori Revolusi Ketergantungan Internasional
Pada dasawarsa 1970-an, teori dan model-model ketergantungan internasional
kian mendapat dukungan di Dunia Ketiga. Teori ini memadang bahwa negara-
negara Dunia Ketiga telah menjadi korban dari berbagai kelakuan kelembagaan
politik dan ekonomi internasional maupun domestik. Negara-negara Dunia Ketiga
telah terjebak dalam hubungan ketergantungan dan dominasi oleh negara-negara
kaya. Teori ini mempunyai dua aliran, yaitu Model Ketergantungan Kolonial dan
Model Paradigma Palsu.
a) Model Ketergantungan Kolonial
Teori Ketergantungan ini muncul sebagai antitesi terhadap Teori
Modernisasi dan merupakan variasi dari teori yang dikembangkan oleh Karl
Marx (Marxian). Ketergantungan itu sendiri berarti berarti situasi di mana
ekonomi suatu negara dikondisikan oleh perkembangan dan ekspansi ekonomi
negara lain dan ekonomi negara tersebut tunduk padanya.
Secara sengaja negara-negara kaya mengeksploitasi dan menelantarkan ko-
eksistensi negara-negara miskin negara miskin dalam sistem internasional yang
didominasi oleh hubungan kekuasaan yang sangat tidak seimbang antara pusat
atau centre (negara-negara maju) dan pinggiran atau periphery (negara-negara
berkembang). Praktek dan kondisi tersebut menggoda negara-negara miskin
untuk mandiri dan bebas dalam upaya-upaya pembangunan mereka yang sulit
dan bahkan kadang-kadang serba tidak mungkin.
Kelompok-kelompok tertentu di negara-negara sedang berkembang (tuan
tanah, pengusaha, pejabat, militer) yang menikmati penghasilan tinggi, status
sosial, dan kekuasaan politik merupakan kaum elit dalam masyarakat.
Kepentingannya, sengaja atau tidak sengaja melestarikan ketidakmerataan dan
eksploitasi ekonomi oleh negara-negara maju terhadap negara-negara miskin
karena secara langsung atau tidak langsung mereka mengabdi kepada kekuasaan
kapitalis internasional.
b) Model Paradigma Palsu
Keterbelakangan negara-negara Dunia Ketiga disebabkan oleh kesalahan
atau ketidaktepatan nasihat/saran yang diberikan oleh para penasihat dan para
pakar internasional dari lembaga-lembaga bantuan negara maju dan donor-
6
donor multinasional. Nasihat atau saran tersebut mungkin bermaksud baik tapi
sering tidak mempunyai informasi yang cukup tentang negara yang akan
dibantu terutama negara-negara sedang berkembang.
5) Teori Kontra-Revolusi Neoklasik
Teori ini muncul pada dasawarsa 1980-an yang berhaluan konservatif yaitu politik
yang dianut Amerika, Kanada, Inggeris, dan Jerman Barat. Teori ini menyerukan
agar diadakan swastanisasi perusahaan-perusahaan milik pemerintah di negara-
negara maju serta munculnya himbauan untuk meninggalkan campur tangan
pemerintah dalam perekonomian serta deregulasi di negara-negara berkembang.
Teori ini menegaskan bahwa keterbelakangan negara-negara berkembang bersumber
dari buruknya alokasi sumberdaya yang bertumpu pada kebijakan-kebijakan harga
yang tidak tepat dan campur tangan pemerintah yang berlebihan.
7
PEMBAHASAN
8
4. Perbedaan Kondisi Demografi Antar Wilayah
Ketimpangan Ekonomi Regional di Indonesia juga disebabkan oleh perbedaan
kondisi geografis antar wilayah. Terutama dalam hal jumlah dan pertumbuhan
penduduk, tingkat kepadatan penduduk, pendidikan, kesehatan, disiplin masyarakat
dan etos kerja. Dilihat dari sisi permintaan, jumlah penduduk yang besar merupakan
potensi besar bagi pertumbuhan pasar, yang berarti faktor pendorong bagi
pertumbuhan kegiatan ekonomi. Dari sisi penawaran jumlah populasi yang besar
dengan pendidikan dan kesehatan yang baik, disiplin yang tinggi, etos kerja tinggi
merupakan aset penting bagi produksi. Hal ini ditambah dengan dekatnya suatu
wilayah dengan pusat pemerintahan. Faktor inilah yang berperan dalam menentukan
cara pandang seseorang yaitu lebih baik bekerja di kota besar seperti Jakarta
dibandingkan mengembangkan pembangunan di wilayahnya sendiri.
5. Perbedaan Sumber Daya Alam (SDA) Antar Wilayah
Menurut Kaum Klasik pembangunan ekonomi di daerah yang kaya SDA akan
lebih maju dan masyarakatnya lebih makmur dibandingkan di daerah yang miskin
SDA. Dalam arti SDA dilihat sebagai modal awal untuk pembangunan yang
selanjutnya harus dikembangkan selain itu diperlukan fakor-faktor lain yang sangat
penting yaitu teknologi dan SDM. Namun perlahan persepsi ini ditepis karena
daerah yang kaya SDA di Indonesia seperti Papua pembangunannya masih kurang
berjalan dengan baik.
6. Kurang Lancarnya Perdagangan antar Wilayah
Kurang lancarnya perdagangan antar daerah (intra-trade) merupakan unsur
menciptakan ketimpangan ekonomi regional. Tidak lancarnya intra-trade
disebabkan oleh keterbatasan transportasi dan komunikasi. Tidak lancarnya arus
barang dan jasa antar daerah mempengaruhi pembangunan dan pertumbuhan
ekonomi suatu wilayah melalui sisi permintaan dan sisi penawaran. Sisi permintaan :
kelangkaan akan barang dan jasa untuk konsumen mempengaruhi permintaan pasar
terhadap kegiatan ekonomi lokal yang sifatnya komplementer dengan barang jasa
tersebut. Sisi penawaran, sulitnya mendapat barang modal, input antara, bahan baku
atau material lain yang dapat menyebabkan kegiatan ekonomi suatu wilayah akan
lumpuh dan tidak beroperasi optimal.
Dari faktor-faktor yang telah disebutkan di atas dapat diketahui bahwa ketimpangan
pembangunan di Indonesia salah satu kunci penyebabnya adalah rendahnya mobilitas
9
antar daerah khususnya daerah di luar Pulau Jawa. Sehingga distribusi faktor-faktor
produksi maupun hasil produksi kurang berjalan dengan baik. Hal tersebut akan
mendorong masyarakat untuk meninggalkan daerah aslinya dan bekerja di kota besar
seperti Jakarta. Pada akhirnya akan menyebabkan pembangunan daerah tersebut
tersendat dan terbengkalai.
10
emas kan oleh pemerintah sedangkan daerah lain kurang terurus. Secara tidak
langsung hal tersebut akan menimbulkan ketidakadilan sosial yang dapat
menimbulkan konflik sosial. Indonesia pernah mengalami berbagai pergolakan
daerah dikarenakan pembangunan yang tidak merata. Seperti pergolakan yang
dilakukan oleh PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia) dan Permesta
(Perjuangan Rakyat Semesta) pada dekade 50-an lalu. Pada saat itu pembangunan
terlalu difokuskan di Jawa sehingga daerah lain merasa tidak puas dan pada akhirnya
melakukan pergolakan.
4. Meningkatnya Ketimpangan Pendapatan dan Kemiskinan
Dampak ini merupakan akumulasi dari dampak-dampak sebelumnya.
Kurangnya dukungan dan bantuan pemerintah terhadap suatu daerah akan cenderung
menyebabkan masyarakat di daerah tersebut kurang produktif. Selain itu
ketimpangan pembangunan akan memberikan dampak negatif bagi perekonomian
suatu daerah yang pada akhirnya akan menyebabkan meningkatnya ketimpangan
pendapatan. Berikut merupakan ketimpangan pendapatan antar wilayah di Indonesia
dihitung dengan Indeks Williamson.
Gambar 1.1 Indeks Williamson Indonesia Tahun 1990-2008
11
Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa dampak yang ditimbulkan oleh
ketimpangan pembangunan selain mengganggu pertumbuhan ekonomi Indonesia juga
dapat mengganggu stabilitas dalam negeri Indonesia. Karena ketimpangan pembangunan
menimbulkan kecemburuan suatu daerah terhadap daerah lain yang lebih maju. Dari
kecemburuan tersebut akan muncul rasa tidak puas dan ketidakadilan bagi masyarakat
yang pada akhirnya akan menimbulkan pergolakan-pergolakan di daerah.
12
Administrasi, yang meliputi
1) Untuk provinsi meliputi persetujuan DPRD provinsi dan Gubernur;
2) Untuk kabupaten/kota meliputi persetujuan DPD kabupaten/kota dan
Bupati/Walikota.
Teknis, yang meliputi
1) Kemampuan ekonomi;
2) Potensi daerah;
3) Sosial budaya;
4) Sosial politik;
5) Kependudukan;
6) Luas daerah;
7) Pertahanan;
8) Keamanan;
9) Faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah.
Fisik, yang meliputi
1) Paling sedikit 5 kabupaten/kota untuk pembentukan provinsi;
2) Paling sedikit 4 kecamatan untuk pembentukan kabupaten;
3) Paling sedikit 4 kecamatan untuk pembentukan kota.
3. Kebijakan Pembangunan Bertahap
Indonesia pernah melaksanakan pembangunan bertahap yang diberi nama
REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun) pada saat pemerintahan Presiden
Soeharto. Kebijakan pembangunan bertahap ini cukup sukses karena REPELITA ini
dibagi menjadi lima tahap yang disesuaikan dengan keadaan Indonesia kala itu.
Untuk pemerintahan sekarang ini juga dapat mengadopsi kebijakan seperti
REPELITA tersebut karena pemerintah dapat fokus pada tujuan utama
pembangunan yang telah disusun sesuai dengan tahapan-tahapan REPELITA.
4. Pemindahan Ibukota Negara
Ini merupakan solusi yang paling ekstrim dan masih menjadi perdebatan yang
kontroversial. Perpindahan Ibukota Indonesia ke daerah lain yang lebih luas seperti
Kalimantan akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas pertumbuhan ekonomi
regional Kalimantan bahkan Indonesia. Hal ini dipertimbangkan karena ibukota
negara saat ini yaitu Jakarta sudah penuh sesak dan pertumbuhan ekonominya sudah
stabil. Selaint itu Jakarta sering dilanda bencana alam musiman seperti banjir.
Namun usulan perpindahan ibukota negara ini mempunyai banyak hambatan dan
13
tantangan. Dikarenakan untuk memindahkan ibukota suatu negara membutuhkan
berbagai persiapan mulai dari sarana dan prasarana, luas wilayah, keadaan wilayah
hingga nilai historis suatu daerah. Sebenarnya Indonesia pernah melakukan
perpindahan ibukota dari Jakarta ke Yogyakarta pada masa penjajahan. Namun pada
saat itu perpindahan ibukota dilakukan karena bersifat urgensi yaitu Kota Jakarta
yang memburuk karena diserang oleh Belanda. Untuk keadaan saat ini perpindahan
ibukota Negara Indonesia masih sebatas wacana. Namun jika keadaan sudah
mendesak seperti pertumbuhan ekonomi Jakarta sudah mencapai puncaknya atau
daerah lain pembangunannya sudah sangat tertinggal maka wacana perpindahan
ibukota negara dapat dilaksanakan.
14
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Penyebab ketimpangan pembangunan Indonesia menurut Emilia dan Imelia (2006)
dalam buku Modul Ekonomi Regional antara lain sebagai berikut:
a) Konsentrasi Kegiatan Ekonomi Wilayah;
b) Tingkat Mobilitas Faktor Produksi Yang Rendah Antar Wilayah;
c) Alokasi Investasi;
d) Perbedaan Kondisi Demografi Antar Wilayah;
e) Perbedaan Sumber Daya Alam (SDA) Antar Wilayah;
f) Kurang Lancarnya Perdagangan antar Wilayah.
2. Dampak yang ditimbulkan oleh ketimpangan pembangunan di Indonesia antara lain
sebagai berikut:
a) Terpusatnya Kegiatan Perekonomian di Satu Daerah;
b) Tertinggalnya Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Daerah;
c) Ketidakpuasan Daerah Terhadap Kinerja Pembangunan Pemerintah Pusat;
d) Meningkatnya Ketimpangan Pendapatan dan Kemiskinan.
3. Solusi ketimpangan pembangunan di Indonesia antara lain:
a) Transmigrasi;
b) Otonomi Daerah bagi Daerah yang Potensial;
c) Kebijakan Pembangunan Bertahap;
d) Pemindahan Ibukota Negara.
B. Saran
1. Untuk mengatasi ketimpangan pembangunan di Indonesia, pemerintah haruslah giat
dalam mensosialisasikan program transmigrasi kepada masyarakat. Karena menurut
saya program transmigrasi ini kurang berjalan lancar karena minimnya sosialisasi
dari pemerintah. Selain itu program transmigrasi yang dijalankan juga dibiayai oleh
pemerintah agar masyarakat tertarik. Kemudian masyarakat yang bersedia menjadi
transmigran dibina dan dilatih sehingga mereka dapat mengolah dan
mengoptimalkan wilayah tujuan transmigrasi. Tidak itu saja, masyarakat asli tujuan
transmigrasi juga diberikan penyuluhan bahwa para transmigran tersebut datang
15
untuk membantu mereka dalam mengolah sumber daya sehingga tidak ada
perselisihan antara kaum transmigran dengan masyarakat asli tujuan transmigran.
2. Memberdayakan masyarakat yang tinggal di perbatasan wilayah Indonesia. Hal ini
dikarenakan masyarakat Indonesia yang tinggal di perbatasan seolah-olah dilupakan
dan tidak dihiraukan oleh pemerintah. Seperti masyarakat yang tinggal di Nusa
Tenggara, Perbatasan Kalimantan-Malaysia dan Papua. Hingar bingar kebijakan
pembangunan yang didengungkan pemerintah seolah-olah hanya angin segar bagi
daerah perbatasan. Tindak nyata pembangunan masih belum terlihat padahal daerah
perbatasan merupakan front terdepan Negara Indonesia. Sehingga diperlukan
kebijakan nyata oleh pemerintah dalam memberdayakan dan mensejahterakan
masyarakat di perbatasan.
3. Perbaikan sarana dan prasarana untuk menunjang mobilitas faktor-faktor maupun
hasil produksi. Untuk daerah di luar Pulau Jawa dan Bali mobilitas sering terhambat
karena kurangnya sarana dan prasarana seperti jalan aspal yang kurang memadai,
kurangnya jembatan, kurangnya moda transportasi dan lain sebagainya. Maka dari
itu perbaikan sarana dan prasarana di luar Pulau Jawa dan Bali seharusnya menjadi
prioritas utama sehingga mobilitas faktor maupun hasil produksi dapat tersalurkan
dengan baik.
16
DAFTAR PUSTAKA
17