Anda di halaman 1dari 18

TUGAS AKHIR PEREKONOMIAN INDONESIA

PERMASALAHAN KETIMPANGAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA

DISUSUN OLEH

NAMA : FARIZ YAN PRADIPTA

NIM : F0110052

KELAS : A

JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

2012
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang memiliki wilayah yang sangat luas. Wilayah
tersebut terdiri dari lautan ditambah dengan daratan yang berupa kepulauan terbentang
dari Sabang hingga Merauke. Dengan luas wilayah sebesar itu wilayah Indonesia
menyamai luas wilayah Amerika bahkan melebihi wilayah Eropa. Dengan wilayah yang
luas tersebut, berimbas pula dengan penduduk yang memiliki keberagaman jenis suku
bangsa. Tidak kurang dari lima ratus suku bangsa menetap di Indonesia. Maka tidak
heran bila Indonesia dijuluki sebagai Zamrud Khatulistiwa karena keberagaman
penduduk tersebut.
Dengan wilayah yang amat luas ditambah dengan keberagaman suku bangsa maka
akan berimbas pada jumlah penduduk yang besar. Berdasarkan sensus penduduk pada
tahun 2010, penduduk di Indonesia mencapai 230 juta jiwa lebih dengan laju
pertumbuhan penduduk 1,49 persen per tahun. Dengan jumlah penduduk sebesar itu
Indonesia termasuk dalam lima besar negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia.
Sehingga dengan jumlah penduduk yang amat besar tersebut seharusnya Indonesia dapat
memanfaatkan sumber daya manusia yang melimpah dengan optimal.
Namun pada kenyataannya, sekarang ini pembangunan di Indonesia tidak berjalan
lancar. Masalah yang sering muncul ke permukaan adalah ketimpangan pembangunan
antar daerah di Indonesia. Pemerataan pembangunan di Indonesia kurang berjalan lancar
karena pembangunan terus dipusatkan di Pulau Jawa. Memang di pulau lain juga
mengalami pembangunan namun tidak signifikan bila dibandingkan dengan
pembangunan di Pulau Jawa. Dampaknya adalah kebanyakan orang berpikir bahwa
untuk mendapatkan penghasilan yang besar harus bekerja di Jawa yang. Buntutnya,
penduduk di Pulau Jawa meningkat, pertumbuhan lapangan kerja kecil lalu akan
menimbulkan pengangguran dan sebagainya. Padahal masih banyak pulau lain seperti
Sumatera dan Kalimantan yang mempunyai wilayah yang lebih luas serta sumber daya
alamnya masih banyak yang belum dioptimalkan.
Untuk mencapai pemerataan pembangunan diperlukan keseriusan dari pemerintah.
Jika ketimpangan pembangunan terus berlanjut maka akan menimbulkan suatu
permasalahan yang kronis. Memang sudah dilaksanakan otonomi daerah yang intinya
agar daerah mandiri namun belum berjalan dengan baik. Masih banyak daerah di

1
Indonesia yang terbengkalai pembangunannya. Hal ini akan berimbas pada kurang
optimalnya pengelolaan sumber daya alam pada daerah-daerah tertentu. Maka dari itu
dalam makalah ini saya akan mencoba menjabarkan mengenai permasalahan yang
dihadapi dalam pemerataan pembangunan di Indonesia beserta solusi yang dapat
ditawarkan.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang menyebabkan ketimpangan pembangunan di Indonesia?
2. Apakah dampak yang ditimbulkan dari ketimpangan pembangunan di Indonesia?
3. Apakah solusi yang dapat membantu memecahkan masalah ketimpangan
pembangunan di Indonesia?

C. Tujuan Penelitian
1. Menjabarkan penyebab ketimpangan pembangunan di Indonesia.
2. Mengidentifikasi dampak yang ditimbulkan dari ketimpangan pembangunan di
Indonesia.
3. Menjabarkan solusi yang dapat membantu memecahkan masalah ketimpangan
pembangunan di Indonesia.

2
KAJIAN TEORI

Seperti yang telah dijabarkan sebelumnya bahwa pada makalah ini saya akan
menjelaskan permasalahan dalam pemerataan pembangunan di Indonesia. Namun
sebelumnya saya akan menyebutkan beberapa teori yang berkaitan dengan pembangunan.
Teori-teori tersebut antara lain:

A. Teori Pembangunan Klasik


Teori Pembangunan Klasik memiliki tiga aliran, yaitu aliran-aliran Emile Durkheim,
Max Weber, dan Karl Marx.
1) Aliran Durkheim
Menurut Durkheim pembangunan adalah proses perubahan masyarakat dalam
dimensi kuantitatif dan kualitatif, yaitu adanya perubahan orientasi masyarakat dari
berfikir tradisional menjadi modern. Karena itu akan terjadi perubahan tata nilai
masyarakat dari yang berbasiskan solidaritas mekanik menjadi solidaritas organik.
Indikator yang bisa dilihat adalah tumbuh dan berkembangnya organisasi-organisasi
sosial ekonomi modern. Implikasi dari konsep pembangunan ini, masyarakat
berkembang secara bertahap sebagai berikut:
Tahap Pra Industri
Pada tahap ini hubungan sosial yang berkembang pada umumnya hanya terjadi
dalam kelompok masyarakat (isolasi fungsional);
Tahap Industrialisasi
Sebagai akibat dari proses industrialisasi maka terjadi perembesan (spill over)
struktur budaya modern dari pusat yang berada di kota ke daerah pinggiran yang
berada di pedesaan;
Tahap Perkembangan
Pusat secara terus menerus menyebarkan modernisasi sehingga tercapai
keseimbangan hubungan fungsional antara pusat dan pinggiran.
2) Aliran Weber
Weber berpendapat bahwa pembangunan adalah perubahan orientasi masyarakat
dari tradisional-irasional menuju modern-rasional. Indikatornya adalah munculnya
birokratisasi dalam setiap unsur kehidupan yang dicapai melalui distribusi

3
kekuasaan serta munculnya budaya oposisi di wilayah pinggiran sebagai respon
terhadap dominasi pusat yang berkepanjangan.
3) Aliran Marx
Sedangkan menurut Karl Marx, pembangunan adalah perubahan sosial yang
terjadi sebagai akibat konflik sosial antar kelas, yang secara bertahap akan merubah
kehidupan masyarakat. Esensi dari teori ini adalah pembangunan akan mewujudkan
masyarakat tanpa kelas (classless society) dan materialisme sebagai hirarkinya.
Berdasarkan teori Marx, masyarakat terbagi atas:
1. masyarakat primitif;
2. masyarakat feodal;
3. masyarakat kapitalis;
4. masyarakat sosialis;
5. masyarakat komunis.

B. Teori Pembangunan Neo-Klasik


1) Tesis Pembangunan Dualistik
Tesis ini berlandaskan fenomena eksistensi ganda, yaitu adanya masyarakat
yang kaya (superior) dan adanya masyarakat yang miskin (inferior). Tesis ini
memiliki empat syarat:
Dualisme merupakan prasyarat yang memungkinkan pihak yang superior dan
inferior hidup berdampingan pada suatu tempat dan waktu yang sama.
Ko-eksistensi superior dan inferior bukan sesuatu yang bersifat transisional
tetapi sesuatu yang bersifar kronis.
Superioritas dan inferioritas tidak menunjukan tanda-tanda melemah, bahkan
keduanya cendrung menguat untuk menjadi kekal.
Saling keterkaitan antara unsur superioritas dan unsur inferioritas sehingga
keberadaan unsur superioritas sedikit atau sama sekali tidak meningkatkan
unsur inferioritas.
2) Teori Perubahan Struktural
Teori Perubahan Struktural ini mempunyai dua model, yaitu Model
Pembangunan Lewis serta Model Perubahan Struktur dan Pola Pembangunan.
a) Model Pembangunan Lewis

4
Dalam Model Pembangunan Lewis, perekonomian dianggap terdiri dari dua
sektor: (1) Sektor Tradisional, dengan ciri-ciri di pedesaan, subsisten, kelebihan
tenaga kerja dan produktivitas marjinalnya sama dengan nol; (2) Sektor
Modern, dengan ciri-ciri di perkotaan, industri, produktivitasnya tinggi, sebagai
tempat penampungan tenaga kerja yang ditranfer sedikit demi sedikit dari
Sektor Tradisional. Model ini memfokuskan pada terjadinya proses pengalihan
tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi serta kesempatan kerja di Sektor
Modern, yang dimungkinkan dengan adanya perluasan lapangan kerja di Sektor
Modern.
b) Model Perubahan Struktur dan Pola Pembangunan Hollis Chenery
Model ini dikembangkan oleh Hollis Chenery yang menyarankan adanya
perubahan struktur produksi, yaitu pergeseran dari produksi barang pertanian ke
produksi barang industri pada saat pendapatan per kapita meningkat. Model ini
menyatakan bahwa peningkatan tabungan dan investasi perlu tetapi tidak harus
cukup (necessary but not sufficient condition) untuk memungkinkan terjadinya
pertumbuhan ekonomi. Pola ini juga menyaratkan bahwa selain akumulasi
modal fisik dan manusia, diperlukan pula himpunan perubahan yang saling
berkaitan dalam struktur perekonomian suatu negara untuk terselenggaranya
perubahan dari sistem ekonomi tradisional ke sistem ekonomi modern.
Perubahan struktur ini melibatkan seluruh fungsi ekonomi termasuk tranformasi
produksi dan perubahan dalam komposisi permintaan konsumen, perdagangan
internasional serta perubahan-perubahan sosial-ekonomi seperti urbanisasi,
pertumbuhan dan distribusi penduduk.
3) Teori Tahapan Linear (Tahapan Pertumbuhan Ekonomi Rostow)
Menurut Rostow, perubahan dari terbelakang (underdeveloped) menjadi maju
(developed) dapat dijelas dalam seri tahapan yang harus dilalui oleh semua negara.
Sebelum suatu negara berkembang menjadi negara maju, harus dilalui suatu tahap
yang disebut tahap tinggal landas (take off). Teori ini menyarankan agar negara-
negara sedang berkembang (developing country) tinggal mengikuti saja seperangkat
aturan pembangunan tertentu untuk tinggal landas, sehingga pada gilirannya akan
berkembang menjadi negara maju. Prasyarat penting untuk dapat tinggal landas,
suatu negara harus mampu membangun pertanian, industri, dan perdaganganya
sehingga mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan.

5
Prasyarat penting lainnya adalah harus ada mobilisasi tabungan dengan maksud
untuk menciptakan investasi yang cukup untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi.
4) Teori Revolusi Ketergantungan Internasional
Pada dasawarsa 1970-an, teori dan model-model ketergantungan internasional
kian mendapat dukungan di Dunia Ketiga. Teori ini memadang bahwa negara-
negara Dunia Ketiga telah menjadi korban dari berbagai kelakuan kelembagaan
politik dan ekonomi internasional maupun domestik. Negara-negara Dunia Ketiga
telah terjebak dalam hubungan ketergantungan dan dominasi oleh negara-negara
kaya. Teori ini mempunyai dua aliran, yaitu Model Ketergantungan Kolonial dan
Model Paradigma Palsu.
a) Model Ketergantungan Kolonial
Teori Ketergantungan ini muncul sebagai antitesi terhadap Teori
Modernisasi dan merupakan variasi dari teori yang dikembangkan oleh Karl
Marx (Marxian). Ketergantungan itu sendiri berarti berarti situasi di mana
ekonomi suatu negara dikondisikan oleh perkembangan dan ekspansi ekonomi
negara lain dan ekonomi negara tersebut tunduk padanya.
Secara sengaja negara-negara kaya mengeksploitasi dan menelantarkan ko-
eksistensi negara-negara miskin negara miskin dalam sistem internasional yang
didominasi oleh hubungan kekuasaan yang sangat tidak seimbang antara pusat
atau centre (negara-negara maju) dan pinggiran atau periphery (negara-negara
berkembang). Praktek dan kondisi tersebut menggoda negara-negara miskin
untuk mandiri dan bebas dalam upaya-upaya pembangunan mereka yang sulit
dan bahkan kadang-kadang serba tidak mungkin.
Kelompok-kelompok tertentu di negara-negara sedang berkembang (tuan
tanah, pengusaha, pejabat, militer) yang menikmati penghasilan tinggi, status
sosial, dan kekuasaan politik merupakan kaum elit dalam masyarakat.
Kepentingannya, sengaja atau tidak sengaja melestarikan ketidakmerataan dan
eksploitasi ekonomi oleh negara-negara maju terhadap negara-negara miskin
karena secara langsung atau tidak langsung mereka mengabdi kepada kekuasaan
kapitalis internasional.
b) Model Paradigma Palsu
Keterbelakangan negara-negara Dunia Ketiga disebabkan oleh kesalahan
atau ketidaktepatan nasihat/saran yang diberikan oleh para penasihat dan para
pakar internasional dari lembaga-lembaga bantuan negara maju dan donor-

6
donor multinasional. Nasihat atau saran tersebut mungkin bermaksud baik tapi
sering tidak mempunyai informasi yang cukup tentang negara yang akan
dibantu terutama negara-negara sedang berkembang.
5) Teori Kontra-Revolusi Neoklasik
Teori ini muncul pada dasawarsa 1980-an yang berhaluan konservatif yaitu politik
yang dianut Amerika, Kanada, Inggeris, dan Jerman Barat. Teori ini menyerukan
agar diadakan swastanisasi perusahaan-perusahaan milik pemerintah di negara-
negara maju serta munculnya himbauan untuk meninggalkan campur tangan
pemerintah dalam perekonomian serta deregulasi di negara-negara berkembang.
Teori ini menegaskan bahwa keterbelakangan negara-negara berkembang bersumber
dari buruknya alokasi sumberdaya yang bertumpu pada kebijakan-kebijakan harga
yang tidak tepat dan campur tangan pemerintah yang berlebihan.

7
PEMBAHASAN

A. Penyebab Ketimpangan Pembangunan di Indonesia


Pembangunan merupakan hal yang sangat esensial bagi suatu negara tidak terkecuali
Indonesia. Namun sering terjadi ketimpangan dalam pembangunan dikarenakan beberapa
faktor. Faktor-faktor penyebab ketimpangan pembangunan menurut Emilia dan Imelia
(2006) dalam buku Modul Ekonomi Regional antara lain sebagai berikut.
1. Konsentrasi Kegiatan Ekonomi Wilayah
Konsentrasi kegiatan ekonomi yang tinggi di daerah tertentu merupakan salah
satu faktor yang menyebabkan terjadinya ketimpangan pembangunan antar daerah.
Ekonomi dari daerah dengan konsentrasi tinggi cenderung tumbuh pesat
dibandingkan daerah yang tingkat konsentrasi ekonomi rendah cenderung
mempunyai tingkat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah.
Contohnya adalah Kota Jakarta yang setiap tahun jumlah penduduknya bertambah
karena ingin bekerja di kota tersebut. Hal ini akan berdampak pada tingginya tingkat
ekonomi dan pembangunan di Jakarta. Namun daerah lain di luar Pulau Jawa
pertumbuhan ekonominya rendah dan pembangunannya menjadi terbengkalai.
2. Tingkat Mobilitas Faktor Produksi Yang Rendah Antar Wilayah
Kurang lancarnya mobilitas faktor produksi seperti tenaga kerja dan kapital
antar wilayah merupakan penyebab terjadinya ketimpangan ekonomi regional.
Hubungan antara faktor produksi dan kesenjangan pembangunan atau pertumbuhan
antar wilayah dapat di jelaskan dengan pendekatan mekanisme pasar. Perbedaan laju
pertumbuhan ekonomi akan menyebabkan perbedaan pendapatan perkapita antar
wilayah dengan asumsi bahwa mekanisme pasar output atau input bebas. Mobilitas
ini rendah karena kurangnya sarana dan prasarana dalam pendistribusian faktor
produksi seperti panjang dan keadaan jalan yang kurang memadai, kurangnya alat
transportasi, medan yang berat dan lain sebagainya.
3. Alokasi Investasi
Rendahnya Investasi di suatu wilayah membuat pertumbuhan ekonomi dan
tingkat pendapatan masyarakat perkapita di wilayah tersebut rendah karena tidak ada
kegiatan-kegiatan ekonomi yang produktif. Ini masih berhubungan dengan
rendahnya mobilitas faktor-faktor produksi.

8
4. Perbedaan Kondisi Demografi Antar Wilayah
Ketimpangan Ekonomi Regional di Indonesia juga disebabkan oleh perbedaan
kondisi geografis antar wilayah. Terutama dalam hal jumlah dan pertumbuhan
penduduk, tingkat kepadatan penduduk, pendidikan, kesehatan, disiplin masyarakat
dan etos kerja. Dilihat dari sisi permintaan, jumlah penduduk yang besar merupakan
potensi besar bagi pertumbuhan pasar, yang berarti faktor pendorong bagi
pertumbuhan kegiatan ekonomi. Dari sisi penawaran jumlah populasi yang besar
dengan pendidikan dan kesehatan yang baik, disiplin yang tinggi, etos kerja tinggi
merupakan aset penting bagi produksi. Hal ini ditambah dengan dekatnya suatu
wilayah dengan pusat pemerintahan. Faktor inilah yang berperan dalam menentukan
cara pandang seseorang yaitu lebih baik bekerja di kota besar seperti Jakarta
dibandingkan mengembangkan pembangunan di wilayahnya sendiri.
5. Perbedaan Sumber Daya Alam (SDA) Antar Wilayah
Menurut Kaum Klasik pembangunan ekonomi di daerah yang kaya SDA akan
lebih maju dan masyarakatnya lebih makmur dibandingkan di daerah yang miskin
SDA. Dalam arti SDA dilihat sebagai modal awal untuk pembangunan yang
selanjutnya harus dikembangkan selain itu diperlukan fakor-faktor lain yang sangat
penting yaitu teknologi dan SDM. Namun perlahan persepsi ini ditepis karena
daerah yang kaya SDA di Indonesia seperti Papua pembangunannya masih kurang
berjalan dengan baik.
6. Kurang Lancarnya Perdagangan antar Wilayah
Kurang lancarnya perdagangan antar daerah (intra-trade) merupakan unsur
menciptakan ketimpangan ekonomi regional. Tidak lancarnya intra-trade
disebabkan oleh keterbatasan transportasi dan komunikasi. Tidak lancarnya arus
barang dan jasa antar daerah mempengaruhi pembangunan dan pertumbuhan
ekonomi suatu wilayah melalui sisi permintaan dan sisi penawaran. Sisi permintaan :
kelangkaan akan barang dan jasa untuk konsumen mempengaruhi permintaan pasar
terhadap kegiatan ekonomi lokal yang sifatnya komplementer dengan barang jasa
tersebut. Sisi penawaran, sulitnya mendapat barang modal, input antara, bahan baku
atau material lain yang dapat menyebabkan kegiatan ekonomi suatu wilayah akan
lumpuh dan tidak beroperasi optimal.

Dari faktor-faktor yang telah disebutkan di atas dapat diketahui bahwa ketimpangan
pembangunan di Indonesia salah satu kunci penyebabnya adalah rendahnya mobilitas

9
antar daerah khususnya daerah di luar Pulau Jawa. Sehingga distribusi faktor-faktor
produksi maupun hasil produksi kurang berjalan dengan baik. Hal tersebut akan
mendorong masyarakat untuk meninggalkan daerah aslinya dan bekerja di kota besar
seperti Jakarta. Pada akhirnya akan menyebabkan pembangunan daerah tersebut
tersendat dan terbengkalai.

B. Dampak yang Ditimbulkan Oleh Ketimpangan Pembangunan di Indonesia


Ketimpangan pembangunan yang terjadi di Indonesia merupakan pekerjaan rumah
yang harus segera diselesaikan oleh pemerintah. Karena dampak yang ditimbulkan dari
ketimpangan pembangunan tersebut akan mengganggu proses pertumbuhan ekonomi
secara nasional. Berikut merupakan dampak yang terjadi bila ketimpangan pembangunan
di Indonesia semakin parah
1. Terpusatnya Kegiatan Perekonomian di Satu Daerah
Dampak terpusatnya kegiatan ekonomi ini dapat berupa dampak positif maupun
negatif. Dampak positifnya adalah pembangunan di satu daerah berkembang dengan
pesat. Selain itu pengaturan distribusi faktor-faktor dan hasil produksi menjadi
semakin mudah. Namun juga menimbulkan dampak negatif seperti meningkatnya
tingkat kriminalitas dan pengangguran. Hal tersebut merupakan imbas dari
melonjaknya pertumbuhan penduduk di satu daerah namun lapangan pekerjaan yang
disediakan tidak dapat menyerap seluruh tenaga kerja.
2. Tertinggalnya Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Dampak inilah yang paling sering terlihat dalam ketimpangan pembangunan di
Indonesia. Daerah-daerah yang pembangunannnya tertinggal biasanya berada di
daerah perbatasan dan kawasan timur Indonesia seperti Nusa Tenggara dan Papua.
Di daerah-daerah tersebut pembangunan ekonomi hingga pendidikan seolah berjalan
di tempat. Meskipun berbagai kebijakan yang mendorong pembangunan sudah
digalakkan pemerintah namun hasil nyata dari pembangunan tersebut kurang
terlihat. Padahal daerah-daerah tersebut istilahnya menjadi Beranda Rumah
Negara Indonesia. Dan Beranda Rumah biasanya mencerminkan sifat Pemilik
Rumah itu sendiri.
3. Ketidakpuasan Daerah Terhadap Kinerja Pembangunan Pemerintah Pusat
Pembangunan di Indonesia mayoritas masih dipusatkan di Pulau Jawa dan Bali.
Hal ini dikarenakan sarana dan prasarana di Pulau Jawa dan Bali lebih lengkap
dibandingkan daerah lain di Indonesia. Sehingga seolah-olah Pulau Jawa di anak

10
emas kan oleh pemerintah sedangkan daerah lain kurang terurus. Secara tidak
langsung hal tersebut akan menimbulkan ketidakadilan sosial yang dapat
menimbulkan konflik sosial. Indonesia pernah mengalami berbagai pergolakan
daerah dikarenakan pembangunan yang tidak merata. Seperti pergolakan yang
dilakukan oleh PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia) dan Permesta
(Perjuangan Rakyat Semesta) pada dekade 50-an lalu. Pada saat itu pembangunan
terlalu difokuskan di Jawa sehingga daerah lain merasa tidak puas dan pada akhirnya
melakukan pergolakan.
4. Meningkatnya Ketimpangan Pendapatan dan Kemiskinan
Dampak ini merupakan akumulasi dari dampak-dampak sebelumnya.
Kurangnya dukungan dan bantuan pemerintah terhadap suatu daerah akan cenderung
menyebabkan masyarakat di daerah tersebut kurang produktif. Selain itu
ketimpangan pembangunan akan memberikan dampak negatif bagi perekonomian
suatu daerah yang pada akhirnya akan menyebabkan meningkatnya ketimpangan
pendapatan. Berikut merupakan ketimpangan pendapatan antar wilayah di Indonesia
dihitung dengan Indeks Williamson.
Gambar 1.1 Indeks Williamson Indonesia Tahun 1990-2008

Dari Indeks Williamson di atas dapat dilihat bahwa ketimpangan pendapatan di


Indonesia cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Bila mengalami penurunan pun
hanya sedikit saja. sehingga dapat disimpulkan bahwa ketimpangan pendapatan
antar wilayah di Indonesia masih cukup besar.

11
Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa dampak yang ditimbulkan oleh
ketimpangan pembangunan selain mengganggu pertumbuhan ekonomi Indonesia juga
dapat mengganggu stabilitas dalam negeri Indonesia. Karena ketimpangan pembangunan
menimbulkan kecemburuan suatu daerah terhadap daerah lain yang lebih maju. Dari
kecemburuan tersebut akan muncul rasa tidak puas dan ketidakadilan bagi masyarakat
yang pada akhirnya akan menimbulkan pergolakan-pergolakan di daerah.

C. Solusi Ketimpangan Pembangunan di Indonesia


Dari dampak yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa ketimpangan pembangunan
menimbulkan efek yang sangat serius bagi kelangsungan hidup Negara Indonesia. Jika
tidak segera ditangani dengan serius maka akan menjadi sumber perpecahan antar
daerah. Maka dari itu diperlukan solusi-solusi yang tepat dalam menangani ketimpangan
pembangunan di Indonesia. Berikut beberapa solusi yang dapat ditawarkan untuk
mengatasi ketimpangan pembangunan di Indonesia.
1. Transmigrasi
Faktor yang menyebabkan ketimpangan pembangunan di Indonesia terus terjadi
karena kurang meratanya persebaran penduduk di Indonesia. Maka dari itu
diperlukan program yang dapat membantu mengatasi ketidak merataan persebaran
penduduk yaitu Transmigrasi. Tujuan dari transmigrasi itu sendiri antara lain:

a) Mendukung ketahanan pangan dan penyediaan papan

b) Mendukung kebijakan energi alternatip (bio-fuel)

c) Mendukung pemerataan investasi ke seluruh wilayah Indonesia

d) Mendukung ketahanan nasional pulau terluar dan wilayah perbatasan

e) Menyumbang bagi penyelesaian masalah pengangguran dan kemiskinan

2. Otonomi Daerah bagi Daerah yang Potensial


Agar pembangunan di Indonesia merata maka dapat dilaksanakan otonomi
daerah. Dengan otonomi daerah maka setiap daerah dapat mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Sehingga berkembang atau tidaknya pembangunan
di suatu daerah tergantung dari masyarakat daerah itu sendiri. Namun dalam
penentuan daerah yang akan diotonomi harus memenuhi beberapa syarat antara lain:

12
Administrasi, yang meliputi
1) Untuk provinsi meliputi persetujuan DPRD provinsi dan Gubernur;
2) Untuk kabupaten/kota meliputi persetujuan DPD kabupaten/kota dan
Bupati/Walikota.
Teknis, yang meliputi
1) Kemampuan ekonomi;
2) Potensi daerah;
3) Sosial budaya;
4) Sosial politik;
5) Kependudukan;
6) Luas daerah;
7) Pertahanan;
8) Keamanan;
9) Faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah.
Fisik, yang meliputi
1) Paling sedikit 5 kabupaten/kota untuk pembentukan provinsi;
2) Paling sedikit 4 kecamatan untuk pembentukan kabupaten;
3) Paling sedikit 4 kecamatan untuk pembentukan kota.
3. Kebijakan Pembangunan Bertahap
Indonesia pernah melaksanakan pembangunan bertahap yang diberi nama
REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun) pada saat pemerintahan Presiden
Soeharto. Kebijakan pembangunan bertahap ini cukup sukses karena REPELITA ini
dibagi menjadi lima tahap yang disesuaikan dengan keadaan Indonesia kala itu.
Untuk pemerintahan sekarang ini juga dapat mengadopsi kebijakan seperti
REPELITA tersebut karena pemerintah dapat fokus pada tujuan utama
pembangunan yang telah disusun sesuai dengan tahapan-tahapan REPELITA.
4. Pemindahan Ibukota Negara
Ini merupakan solusi yang paling ekstrim dan masih menjadi perdebatan yang
kontroversial. Perpindahan Ibukota Indonesia ke daerah lain yang lebih luas seperti
Kalimantan akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas pertumbuhan ekonomi
regional Kalimantan bahkan Indonesia. Hal ini dipertimbangkan karena ibukota
negara saat ini yaitu Jakarta sudah penuh sesak dan pertumbuhan ekonominya sudah
stabil. Selaint itu Jakarta sering dilanda bencana alam musiman seperti banjir.
Namun usulan perpindahan ibukota negara ini mempunyai banyak hambatan dan

13
tantangan. Dikarenakan untuk memindahkan ibukota suatu negara membutuhkan
berbagai persiapan mulai dari sarana dan prasarana, luas wilayah, keadaan wilayah
hingga nilai historis suatu daerah. Sebenarnya Indonesia pernah melakukan
perpindahan ibukota dari Jakarta ke Yogyakarta pada masa penjajahan. Namun pada
saat itu perpindahan ibukota dilakukan karena bersifat urgensi yaitu Kota Jakarta
yang memburuk karena diserang oleh Belanda. Untuk keadaan saat ini perpindahan
ibukota Negara Indonesia masih sebatas wacana. Namun jika keadaan sudah
mendesak seperti pertumbuhan ekonomi Jakarta sudah mencapai puncaknya atau
daerah lain pembangunannya sudah sangat tertinggal maka wacana perpindahan
ibukota negara dapat dilaksanakan.

14
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Penyebab ketimpangan pembangunan Indonesia menurut Emilia dan Imelia (2006)
dalam buku Modul Ekonomi Regional antara lain sebagai berikut:
a) Konsentrasi Kegiatan Ekonomi Wilayah;
b) Tingkat Mobilitas Faktor Produksi Yang Rendah Antar Wilayah;
c) Alokasi Investasi;
d) Perbedaan Kondisi Demografi Antar Wilayah;
e) Perbedaan Sumber Daya Alam (SDA) Antar Wilayah;
f) Kurang Lancarnya Perdagangan antar Wilayah.
2. Dampak yang ditimbulkan oleh ketimpangan pembangunan di Indonesia antara lain
sebagai berikut:
a) Terpusatnya Kegiatan Perekonomian di Satu Daerah;
b) Tertinggalnya Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Daerah;
c) Ketidakpuasan Daerah Terhadap Kinerja Pembangunan Pemerintah Pusat;
d) Meningkatnya Ketimpangan Pendapatan dan Kemiskinan.
3. Solusi ketimpangan pembangunan di Indonesia antara lain:
a) Transmigrasi;
b) Otonomi Daerah bagi Daerah yang Potensial;
c) Kebijakan Pembangunan Bertahap;
d) Pemindahan Ibukota Negara.

B. Saran
1. Untuk mengatasi ketimpangan pembangunan di Indonesia, pemerintah haruslah giat
dalam mensosialisasikan program transmigrasi kepada masyarakat. Karena menurut
saya program transmigrasi ini kurang berjalan lancar karena minimnya sosialisasi
dari pemerintah. Selain itu program transmigrasi yang dijalankan juga dibiayai oleh
pemerintah agar masyarakat tertarik. Kemudian masyarakat yang bersedia menjadi
transmigran dibina dan dilatih sehingga mereka dapat mengolah dan
mengoptimalkan wilayah tujuan transmigrasi. Tidak itu saja, masyarakat asli tujuan
transmigrasi juga diberikan penyuluhan bahwa para transmigran tersebut datang

15
untuk membantu mereka dalam mengolah sumber daya sehingga tidak ada
perselisihan antara kaum transmigran dengan masyarakat asli tujuan transmigran.
2. Memberdayakan masyarakat yang tinggal di perbatasan wilayah Indonesia. Hal ini
dikarenakan masyarakat Indonesia yang tinggal di perbatasan seolah-olah dilupakan
dan tidak dihiraukan oleh pemerintah. Seperti masyarakat yang tinggal di Nusa
Tenggara, Perbatasan Kalimantan-Malaysia dan Papua. Hingar bingar kebijakan
pembangunan yang didengungkan pemerintah seolah-olah hanya angin segar bagi
daerah perbatasan. Tindak nyata pembangunan masih belum terlihat padahal daerah
perbatasan merupakan front terdepan Negara Indonesia. Sehingga diperlukan
kebijakan nyata oleh pemerintah dalam memberdayakan dan mensejahterakan
masyarakat di perbatasan.
3. Perbaikan sarana dan prasarana untuk menunjang mobilitas faktor-faktor maupun
hasil produksi. Untuk daerah di luar Pulau Jawa dan Bali mobilitas sering terhambat
karena kurangnya sarana dan prasarana seperti jalan aspal yang kurang memadai,
kurangnya jembatan, kurangnya moda transportasi dan lain sebagainya. Maka dari
itu perbaikan sarana dan prasarana di luar Pulau Jawa dan Bali seharusnya menjadi
prioritas utama sehingga mobilitas faktor maupun hasil produksi dapat tersalurkan
dengan baik.

16
DAFTAR PUSTAKA

An-Naf, Julissar. 2008. Teori-Teori Pembangunan : Teori Teori dan Paradigma


Pembangunan Klasik dan Neo-Klasik. Terdapat pada
http://julissarlecturing.blogspot.com/2008/04/teori-teori-pembangunan_10.html.
Diakses pada tanggal 2 Januari 2013 pukul 18.30.
Delis, Arman dkk. 2011. Analisis Ketimpangan Pendapatan Antar Wilayah di Indonesia
Periode 1990-2008. Fakultas Ekonomi Universitas Jambi.
Irawan, Dede. 2012. Konsep Disparitas Pembangunan Ekonomi. Terdapat pada
http://dedeirawan32.wordpress.com/2012/05/14/konsep-disparitas-pembangunan-
ekonomi/. Diakses pada tanggal 3 Januari 2013 pukul 8.40.
Nadia. 2011. Otonomi Daerah. Terdapat pada
http://naddiiiaaa.wordpress.com/2011/04/26/otonomi-daerah/. Diakses pada tanggal
3 Januari 2013 pukul 09.00.

17

Anda mungkin juga menyukai