Anda di halaman 1dari 35

Studi Pustaka

Manajemen Public Relations

Disusun oleh:

Kristina Wulandari

D1614051

Public Relations A

Program Diploma III Komunikasi Terapan Minat Hubungan Masyarakat

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret

2015
A. Manajemen Strategik
Strategi berasal dari kata bahasa Yunani strategos dan
menunjuk pada keseluruhan peran komando seperti sebuah
komando umum militer. Dalam bisnis, strategi menentukan
lingkup dan arah suatu pengembangan organisasi dan bagaimana
dapat mencapai strategi yang kompetitif.
Setiap perusahaan bagaimana dan apapun ukurannya harus
memiliki suatu strategi yang berada di setiap level atau lapisan
posisi dan kedudukan yang ada dalam suatu perusahaan. Sebagai
contoh adalah suatu perusahaan yang memiliki strategi secara
keseluruhan dalam tiap lapisan kedudukan atau posisi, sementara
masing-masing operasi atau divisi seperti pemasaran juga
memiliki strateginya sendiri-sendiri. Strategi perusahaan mencoba
menjawab pertanyaan-pertanyaan besar. Strategi kompetitif
mengajukan pertanyaan spesifik, seperti: Bagaimana kita
berkompetisi dalam setiap bisnis? sehingga apa yang mereka
kerjakan mempunyai tujuan yang jelas serta mereka memiliki
suatu cara yang dapat digunakan untuk terus dan terus memajukan
bisnis atau perusahaan tempat mereka bekerja. Dengan hal
tersebut, perusahaan akan mendapatkan hasil atau keuntungan
yang besar apabila strategi yang mereka terapkan dapat berjalan
dengan baik dan dikatakan berhasil.
Sebuah strategi yang diterapkan oleh seorang Public
Relations merupakan suatu pendekatan yang menyeluruh bagi
sebuah kampanye atau program dan juga penjelasan rasional di
belakang program yang taktis. Program tersebut akan didikte dan
ditentukan oleh persoalan yang muncul dari suatu analisis-analisis
dan penelitian-penelitian. Hal ini adalah dasar dari terbangun atau
terbentuknya program taktis dan dapat memindahkan perusahaan
dari posisi yang ada sekarang menuju pada posisi yang diinginkan
pada akhir program nantinya.
Langkah-langkah dalam suatu perencanaan strategis
termasuk dalam penentuan misi organisasi, pembentukan profil
organisasi, menilai lingkungan eksternal, memadukan profil
organisasi dengan peluang lingkungan, mengidentifikasi pilihan
terbaik yang konsisten dengan misi, pemilihan sasaran-sasaran
(tujuan) jangka panjang, membentuk tujuan-tujuan jangka
pendek, mengimplementasikan program dan mengevaluasi
keberhasilan atau kegagalan.
Komunikasi menjadi sebuah fungsi manajemen strategis,
ketika program-program komunikasi bisa membantu mengelola
hubungan dengan tokoh-tokoh masyarakat yang memengaruhi
misi organisasi, sasaran dan tujuan.

Tingkatan-Tingkatan Strategi

1. Strategi Tingkat Korporasi


Strategi tingkat korporasi berkaitan dengan
keseluruhan tujuan dan ruang lingkup organisasi dan
bagaimana nilai akan ditambahkan pada bagian-bagian yang
berbeda dari unit bisnis pada organisasi.
2. Strategi Tingkat Bisnis
Strategi tingkat bisnis memetakan mengenal
bagaimana sukses bersaing dalam pasar khusus. Unit bisnis
strategis merupakan bagian dari organisasi yang memiliki
area pemasaran eksternal untuk barang dan jasa.
3. Strategi Operasional
Strategi operasional lebih mengarah pada bagaimana
bagian komponen-komponen dari sebuah organisasi dapat
secara efektif mengantarkan strategi tingkat korporasi dan
strategi tingkat bisnis dalam hal sumber daya, proses, dan
manusia.
4. Manajemen Strategis
Manajemen strategis termasuk di dalamnya
pemahaman mengenai posisi strategis dari suatu organisasi,
pilihan strategis untuk masa depan, dan mengubah strategi
menjadi suatu aksi.

Berpikir strategis meliputi suatu tindakan memperkirakan


atau membangun tujuan masa depan yang diinginkan dan
diharapkan, menentukan kekuatan-kekuatan yang akan membantu
atau yang akan menghalangi tercapainya tujuan, serta
merumuskan rencana untuk mencapai keadaan yang diinginkan.

Melalui berpikir strategis suatu pekerja atau dalam


konteks ini adalah seorang public relations mampu merancang
apa yang akan dilakukan di masa yang akan datang serta mampu
untuk mengantisipasi segala sesuatu yang mungkin kelak akan
terjadi entah itu berakibat baik atau berakibat buruk pada
perusahaan pada suatu hari nanti. Selain itu, dengan berpikir
strategis dapat mengetahui kekuatan yang dimiliki oleh suatu
perusahaan sehingga seorang public relations dan pekerja lainnya
mampu mengetahui dan memahami kelebihan yang perusahaan
mereka miliki. Sehingga pada akhirnya mereka akan lebih mudah
memajukan perusahaan mereka dengan lebih menonjolkan
kekuatan dan kelebihan yang dimiliki oleh perusahaan tempat
mereka bekerja.

Manajemen strategis tidak dapat diterapkan dalam


organisasi atau suatu perusahaan yang cenderung lebih tertutup.
Pelaksanaan manajemen strategis membutuhkan keterbukaan agar
dapat dilaksanakan dengan baik. Kinkead-Winokur (1992)
mendefinisikan manajemen strategis sebagai:
A process that enables any organization -
company, association, non profit or government
agency to identify its long term opportunities
and threats, mobilize its assets to address them and
carry out a successful implementation strategy

( Suatu proses yang memungkinkan setiap organisasi


perusahaan, asosiasi, lembaga non profit dan pemerintahan
mengenal peluang dan ancaman jangka panjang
mereka,memobilisasikan seluruh asset untuk menangkap
peluang dan menghadapi tantangan, serta menerapkan satu
strategi pelaksanaan yang berhasil )

Menurut Cutlip-Center-Broom, perencanaan strategis


(strategic planning) bidang humas meliputi kegiatan:

1) Membuat keputusan mengenai sasaran dan tujuan


program.
2) Melakukan identifikasi khalayak penentu (key publics)
3) Menetapkan kebijakan atau aturan untuk menentukan
strategi yang akan dipilih.
4) Memutuskan strategi yang akan digunakan.

Dalam hal ini, harus terdapat hubungan yang erat atas


seluruh tujuan dari program yang sudah ditetapkan, masyarakat
atau khalayak yang ingin dituju atau siapapum pihak yang
berkaitan atau saling melakukan interaksi dan juga strategi yang
dipilih oleh perusahaan tersebut. Hal terpenting adalah bahwa
strategi yang dipilih untuk mencapai suatu hasil tertentu
sebagaimana dinyatakan dalam tujuan atau sasaran yang sudah
ditetapkan.
Proses perencanaan dan penetapan program humas
mencakup langkah-langkah sebagai berikut

1) Menetapkan peran dan misi, yaitu menentukan sifat dan


ruang lingkup tugas yang hendak dilaksanakan.
2) Menentukan wilayah sasaran, yaitu menentukan di mana
praktisi humas harus mencurahkan waktu, tenaga, dan
keahlian yang dimiliki.
3) Mengidentifikasi dan menentukan indicator efektivitas
(indicators of effectiveness) dari setiap pekerjaan yang
dilakukan. Menentukan faktor-faktor terukur yang akan
memengaruhi tujuan dan sasaran yang akan ditetapkan.
4) Memilih dan menentukan sasaran atau hasil yang ingin
dicapai.
5) Mempersiapkan suatu perencanaan dari tindakan-
tindakan yang terdiri dari langkah-langkah sebagai
berikut:
a) Programming menentukan urutan tindakan yang
akan dilakukan untuk mencapai suatu tujuan yang
telah ditentukan sebelumnya.
b) Penjadwalan (scheduling) menentukan waktu
yang diperlukan untuk melaksanakan tindakan
untuk mencapai suatu tujuan dan sasaran yang
telah ditentukan.
c) Anggaran (budgeting) menentukan sumber-
sumber dan segala sesuatu yang akan
mendatangkan atau menghasilkan pendanaan yang
dibutuhkan untuk mencapai suatu tujuan dan
sasaran yang telah ditetapkan.
d) Pertanggungjawaban menentukan dan
menetapkan siapa yang akan mengawasi
pemenuhan tujuan , yaitu pihak yang menyatakan
tujuan sudah tercapai atau belum.
e) Menguji dan merevisi atau memperbaiki rencana
sementara sebelum suatu rencana tersebut
dilaksanakan
6) Membangun suatu pengawasan , yaitu memastikan
tujuan yang akan terpenuhi.
7) Komunikasi menentukan komunikasi organisasi yang
diperlukan untuk mencapai suatu pemahaman serta suatu
komitmen pada langkah-langkah yang telah dijelaskan
pada poin-poin sebelumnya.
8) Pelaksanaan memastikan persetujuan di antara semua
pihak yang terlibat dalam perkenaan komitmen yang
dibutuhkan untuk menjalankan upaya yang sudah
ditentukan sebelumnya, pendekatan apa yang paling baik
untuk diterapkan, siapa saja yang sekiranya perlu dan
pantas untuk dilibatkan, dan langkah atau tindakan apa
yang harus segera dilakukan untuk mencapai suatu
tujuan yang telah ditentukan.

Berikut adalah contoh mengenai strategi seorang Public Relation


dan perusahaannya untuk menyelesaikan suatu permasalahan:

PT Pertamina Eksplorasi & Produksi (PEP) empat tahun


terakhir, mengenai kasus penjarahan minyak yang terus
meningkat. Pada tahun 2010 jumlah minyak mentah yang
dijarah mencapai 8.120 barel, dengan memperhitungkan
harga ICP dan kurs pada saat itu maka kerugian mencapai
Rp5,8 miliar. Pada 2011 harga minyak melonjak, akibatnya
jumlah minyak mentah yang dijarah juga melonjak lebih dari
sepuluh kali lipat menjadi 94.592 barel atau senilai Rp92,5
miliar. Pada 2012 penjarahan semakin memperihatinkan,
sudah 265.510 barel minyak mentah yang dijarah atau senilai
Rp285 miliar. Angka ini masih memungkinkan untuk terus
bertambah sampai akhir tahun (Vivanews, 02 Juli 2012).

Aksi pencurian minyak ini melibatkan banyak orang,


diperkirakan mencapai 3.500 orang lebih yang terlibat dan
tidak hanya warga sekitar yang dekat dengan wilayah operasi
tetapi melibatkan banyak orang luar wilayah (Detikcom, 02
Oktober 2012). Kasus ini bukan lagi kasus pencurian tetapi
kasus penjarahan karena dilakukan secara masif dan telah
merugikan Negara, karena hilangnya potensi pendapatan
Negara dari sisi produksi minyak mentah yang diamanatkan
oleh Pemerintah melalui Badan Pelaksana Kegiatan Usaha
Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) yang telah berganti
menjadi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu
Migas dan Gas Bumi (SKK Migas). Wilayah Kerja PT
Pertamina EP di Sumatera Selatan menjadi lokasi tertinggi
untuk kasus pencurian minyak dan tiap tahunnya mengalami
angka peningkatan.

Khususnya di Jalur Pipa Tempino-Plaju Desa Simpang Bayat


yang merupakan wilayah titik rawan aksi penjarahan. Jalur
Pipa Tempino-Plaju berada di Kecamatan Bayung Lencir,
Kabupaten Musi Banyuasin yang menghubungkan antara
Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Jambi. Sebagian
besar aksi penjarahan minyak mentah ini dilakukan dengan
menggunakan modus melubangi pipa dan memasang keran
(illegal tapping), namun banyak cara lagi yang sering
dilakukan oleh para penjarah minyak ini.

Pada tahun 2012 catatan angka penjarahan minyak yang


bermoduskan illegal tapping semakin tinggi, lebih dari 75%
dari total kejadian di Musi Banyuasin. Pertamina mencatat
158 kasus terjadi pada tahun 2011 dan hingga September
2012 meningkat menjadi 373 kasus. Ini terjadi karena aparat
keamanan dan pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin tidak
terlalu peduli dengan kasus pencurian minyak yang dialami
oleh PT Pertamina EP, alasannya karena adanya keterlibatan
petinggi aparat keamanan yang berada dibelakang aksi
kriminal tersebut. Sebab, minyak curian tersebut bisa sampai
dengan mulus tanpa harus berhadapan dengan pihak yang
bisa mempersulit penyaluran ke wilayah lain seperti Batam,
Tanggerang maupun Bangka Belitung.

Puncaknya, di tanggal 03 Oktober 2012 terjadi ledakan dan


kebakaran yang mengakibatkan lima orang meninggal serta
l8 korban lainnya mengalami luka bakar yang cukup serius.
Peristiwa ini menjadi trigger dari kasus-kasus penjarahan
minyak yang sebelumnya sering terjadi. Dalam peristiwa
penjarahan minyak di kilometer 219 Kecamatan Bayung
Lencir, Kabupaten Musi Banyuasin terjadi kebakaran yang
diakibatkan oleh api yang berasal dari pelaku penjarahan
(Bisnis-KTI.com, 03 Oktober 2012). Saat itu, arus informasi
yang beredar di media sangat tinggi. PT Pertamina EP merasa
kecolongan dengan kembali terjadinya peristiwa ini di
wilayah Sumatera Selatan khususnya jalur pipa di Tempino-
Plaju, dimana wilayah tersebut menjadi langganan pencurian
minyak dengan cara illegal taping. Kasus penjarahan minyak
menjadi salah satu ancaman penghambat PT Pertamina EP
untuk mencapai visinya yakni sebagai No 1 oil & Gas
Producer in Indonesia.

Tidak hanya itu, PT Pertamina EP sebagai perusahaan yang


tumbuh, berkembang, dan dianggap sebagai entitas bisnis
yang menjalin hubungan dengan banyak piha serta tanggung
jawab terhadap Negara, memiliki banyak kerjasama dengan
berbagai pihak yang menjadi pendukung kerja dituntut untuk
bisa segera menganggulangi kasus penjarahan minyak yang
menimpa perusahaan dan meyakinkan pada public
(stakeholders) bahwa semuanya baik-baik saja. Hal ini
merupakan sebuah krisis yang skalanya tidak kecil dan butuh
penanganan segera. Krisis menjadi sebuah ancaman, dimana
legitimasi dan persepsi terhadap perusahaan adalah hal
terpenting yang harus diperhatikan fungsi manajemen
perusahaan sehingga ancaman tersebut bisa berdampak baik
bagi perusahaan. Ancaman ini yang selalu dihindari oleh
setiap perusahaan pada saat dihadapkan dengan kondisi
krisis. Pinsdorf (dikutip dalam Putra, 2008:9.6) yang
beranggapan bahwa no company is immune from crisis, but
with careful research, planning, and training, crisis usually
can be managed and mitigated. Kejadian penjarahan minyak
yang dialami oleh PT Pertamina EP merupakan salah satu
kasus yang mengakibatkan krisis di perusahaan. Seperti yang
diungkapkan oleh Pearson & Mitroff (seperti dikutip
Stephens, Patty and Christine, 2005:329) bahwa krisis adalah
insiden yang mengancam reputasi serta kemampuan
organisasi untuk menjalankan fungsinya. Masalah dapat
dikatakan krisis jika memenuhi lima dimensi yaitu : (a)
Highly visible (Nampak jelas kejadiannnya), (b) Require
immediate attention (membutuhkan perhatian segera), (c)
Contain an element of surprise (adanya kejutan; kemunculan
krisis tidak diprediksi sebelumnya), (d) Have a need for
action (membutuhkan tindakan), (e) Are outside control the
organizations complete control (terjadi diluar kendali
organisasi).
Peran public relations dalam suatu perusahaan berimplikasi
dengan keleluasaannya dalam mengambil dan merancang
strategi komunikasi, demikian juga dengan fungsi public
relations PT Pertamina EP yang mempunyai keleluasaan
dalam implementasi program dan strategi untuk menghadapi
dan menyelesaikan krisis. Pada awal krisis (fase prodormal)
fungsi public relations PT Pertamina EP hanya melakukan
strategi excuse, dimana perusahaan hanya menganggap kasus
penjarahan minyak masih dalam tahap wajar dan bisa diatasi
dengan pengaduan pada pihak keamanan (Polisi).
Ketidakberhasilan strategi excuse membawa PT Pertamina
EP ke tahap yang lebih serius lagi yakni fase akut. Pada fase
akut PT Pertamina EP mulai menyadari bawasannya kasus
pencurian minyak mentah bukanlah masalah kecil yang perlu
keseriusan dalam menanggulanginya. Ingratiation menjadi
strategi komunikasi yang dilakukan perusahaan, tentunya
dengan memanfaakan reputasi yang telah terbangun di mata
publik. Namun hal ini tetap membawa PT Pertamina EP
kedalam tahap kronis. Ditengah perjalanan strategi
komunikasi ingratiation, tiba-tiba aksi nyata krisis terjadi
yakni pada peristiwa kebakaran tanggal 03 Oktober 2012
yang mengakibatkan korban meninggal dunia. Pada fase
akut, justification, corrective action, dan full apology pun
menjadi pilihan strategi dalam menyelesaikan krisis.
Walaupun tidak begitu saja membawa Pertamina keluar dari
krisis, namun langkah tersebut membuahkan beberapa hasil.
Setidaknya publik tahu dan mulai notice n dengan aksi
penjarahan minyak. Di fase resolusi, PT Pertamina EP
mengimplementasikan strategi ingratiation dan corrective
actions sebagai bagian dari recover dari masa krisis
perusahaan. Melihat dari ketujuh strategi komunikasi yang
ditawarkan Coombs, memang PT Pertamina EP tidak
memilih strategi Denial dan hal ini dirasa tepat karena jika
melihat jenis krisis dan skala kasus yang relative besar ini
sangat dibutuhkan dukungan dari berbagai eleman untuk
membantu menjaga dan memantau kasus penjarahan
minyak.

Oleh karena itu, dari beberapa strategi yang diterapkan PT


Pertamina EP, strategi corrective actions menjadi cara yang
paling terencana dan strategis dalam menyelesaikan krisis
penjarahan minyak mentah Tempino-Plaju. Demikian juga
saat Fungsi public relations PT Pertamina EP lebih banyak
melibatkan media sebagai medium strategi penyampaian
dalam menjangkau publik yang bersinggungan dengan
aktivitas perusahaan.

B. Penelitian dalam Kehumasan


Sifat penelitian (riset) dewasa ini berarti pencarian teori,
pengujian teori atau pemecahan masalah. Ini berarti bahwa
masalah itu telah ada dan telah diketahui bahwa pemecahan
masalah tersebut sangat diperlukan. Masalah itu bukanlah suatu
hal yang biasa dalam arti bahwa pemecahannya bisa didapatkan
langsung (Sevilla, et al.1993:2)
Sifat penelitian Public Relations (PR) untuk suatu
perusahaan atau organisasi cenderung mengarah pada pemecahan
masalah karena misalnya terdapat masalah yang dihadapi
perusahaan memerlukan penyelesaian masalah melalui penelitian
terapan (praktis).
Penelitian yang dipakai dalam pekerjaan PR terdapat dua
tahapan. Tahapan pertama yaitu sebelumnya membuat
perencanaan suatu kampanye dan tahap akhir adalah
mengevaluasi efektivitas suatu program. Riset membantu untuk
mengetahui situasi saat ini, sikap-sikap umum dan kendala-
kendala pelaksanaan program. Setelah itu, penelitian menguji
keberhasilan program PR.
Menurut Seitel, penelitian adalah pengumpulan dan
interprestasi informasi untuk meningkatkan pemahaman
(pengertian). Kemampuan penelitian adalah sebagian intuisi,
sebagian dari suatu perkembangan watak individu dan sebagian
fungsi dari pengetahuan yang dimilikinya.
Carlson, dalam Rakhmat 1982 mengemukakan penelitian
PR mempunyai tiga fungsi:
1) Meyakinkan anggapan-anggapan tentang situasi opini
public yang berkenaan dengan suatu masalah ,
produk, atau perusahaan.
2) Menjelaskan masalah-masalah yang di dalamnya
terdapat informasi yang terbatas dan data-data yang
tampaknya bertentangan.
3) Memberikan pengarahan pada pemikiran dan
konseptualisasi kita tentang problematika.

Secara umum penelitian dilakukan menyangkut tiga hal:

1) Menggambarkan suatu proses, situasi, atau fenomena


(kenyataan sosial).
2) Menjelaskan mengapa sesuatu kemungkinan terjadi,
apa penyebabnya dan apa pengaruhnya kejadian itu.
3) Memprediksi kemungkinan yang akan terjadi jika
akan bertindak atau tidak melakukan tindakan.

Banyak penelitian Public Relations bersifat teori dan


terapan, antara lain:

1) Penelitian Terapan
Penelitian terapan untuk memecahkan masalah secara
praktis. Dalam pekerjaan PR, penelitian terapan
bersifat strategis dan evaluatif. Aplikasinya dirancang
menjawab pertanyaan praktis secara spesifik.
2) Penelitian Strategis
Penelitian ini digunakan terutama dalam
pengembangan program, untuk menentukan tujuan-
tujuan program, emngembangkan pesan strategis atau
kemapanan benchmarks (tanda untuk menentukan
tingginya letak suatu daerah / perusahaan) hendak
dicapai. Penelitian ini sering menguji fungsi dan
teknis Public Relations. Sebagai contoh, suatu
perusahaan yang ingin mengetahui bagaimana tingkat
keterbukaan karyawan dalam publikasi internal.
Pertama kali akan melakukan penelitian strategis
untuk menemukan dimana atau bagaimana
kondisinya.
3) Penelitian Evaluatif
Penelitian ini kadang-kadang disebut summative
research. Dilakukan terutama untuk melihat apakah
suatu program PR mencapai tujuan dan sasaran yang
telah ditentukan. Sebagai contoh, jika perubahan
dibuat dalam program komunikasi internal untuk
meningkatkan keterbukaan. Penelitian evaluative
dapat menemukan apakah tujuan tercapai.
Penelitian formatif adalah bentuk lain dari penelitian
evaluasi dapat diaplikasikan selama program
berlangsung untuk dipantau perkembangannya dan
menyatakan dimana modifikasi yang dibuat masuk
akal (realistis).
4) Penelitian Teoritikal PR
Penelitian teoritikal PR ini lebih abstrak dan
konseptual dibanding penelitian terapan. Penelitian ini
menunjang pengembangan berbagai teori dalam PR,
seperti mengapa orang-orang berkomunikasi,
bagaimana opini public dibentuk dan bagaimana suatu
public dibentuk. Pengetahuan penelitian teritikal
penting sebagai kerangka kerja untuk persuasive dan
menjadi dasar pemahaman mengapa orang-orang
melakukan itu dan apa yang dilakukan orang itu.

Observasi adalah metode dasar dalam penelitian ilmu


sosial modern. ilmuwan, ahli psikologi sosial dan antropologi
melakukan observasi, mengembangkan teori dan prediksi,
meningkatkan pengertian perilaku manusia. Penelitian Public
Relations juga didasari oleh observasi.

Tiga bentuk metode utama penelitian PR, antara lain:

1) Survey
Survey dirancang untuk mengungkapkan sikap dan
opini apa yang orang-orang pikirkan tentang pokok
persoalan tertentu.
Penelitian survey merupakan salah satu metode
penelitian yang sangat sering digunakan dalam
penelitian. Survey dapat diaplikasikan terhadap isu
masyarakat yang meluas, seperti menentukan opini
public tentang suatu pencalonan politisi untuk
menduduki jabatan tertentu atau untuk masalah
organisasional yang kerap kali muncul seperti apakah
pemegang saham menyukai laporan kuartal.
Penelitian survey dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
a) Descriptive Survey
Penelitian ini menggambarkan tentang situasi
dan kondisi yang terjadi saat ini. Memperoleh
realitas tentang suatu pokok persoalan dalam
waktu tertentu. Misalnya public opinion pool
(jajak pendapat public) tentang seorang perdana
menteri.
b) Explanatory surveys
Penelitian ini mengacu kepada cause dan effect
(sebab akibat) tujuan penelitian ini untuk
membantu menjelaskan mengapa situasi dan
kondisi ini terjadi dan memberikan penjelasan
tentang opini dan sikap. Sering kali, penelitian
explanatory atau analytical surveys ini dirancang
untuk menjawab pertanyaan Mengapa?.
Misalnya, Mengapa karyawan tidak
mempercayai pesan manajemen? Mengapa nilai
dollar tidak diapresiasi dalam masyarakat?
Mengapa kredibilitas kita dipertanyakan?
2) Communication Audit (Komunikasi Audit)
Komunikasi audit dirancang untuk mengungkapkan
perbedaan antara kenyataan dan komunikasi yang
dirasakan antara manajemen dan target khalayak.
Manajemen membuat asumsi-asumsi tertentu tentang
metode, media material dan pesan, di mana target
khalayak setelah dikonfirmasi asumsi itu dibantah.
Komunikasi audit seringkali digunakan untuk
mengevaluasi bagaimana suatu organisasai
berlangsung berkenaan dengan suatu karakteristik
unsur pokok kelompok. Komunikasi audit khsusus
digunakan untuk menganalisis kedudukan perusahaan
dengan karyawannya atau komunitas tetangga
perusahaan, menilai pembaca terhadap saran
komunikasi rutin seperti laporan tahunan dan news
release, atau menguji penampilan
organisasi/perusahaan sebagai warga kota perusahaan.
Sangat efektif apabila ingin memulai komunikasi
audit dengan seorang peneliti yang,
a) Akrab dengan public yang akan diteliti dan atau
dilibatkan dalam proses penelitian.
b) Secara umum memahami sikap-sikap yang
dilakukan oleh public sasaran terhadap
perusahaan.
c) Mengenal suatu isu menjadi suatu perhatian
public sasaran.
d) Mengerti kekuatan dari public sasaran ketika
berhadapan dengan public lainnya.
3) Unobtrusive measure (pengukuran yang tidak sulit)
Metode unobtrusive atau penelitian tidak sulit
melakukan koneksi data untuk para peneliti Public
Relations, mungkin banyak sekali yang melakukan
fact finding (menemukan fakta) secara sederhana.
Fakta-fakta yang diperoleh masih terbilang mentah
dan masih perlu diolah sebagai pekerjaan seorang
Public Relations, tidak bertindak apa-apa, kecuali
fakta-fakta tersebut diketahui, proses penemuan fakta-
fakta tersebut akan tetap berlanjut.
Setiap perusahaan harus menyimpan fakta-
fakta pada sebuah file atau arsip dari data yang sangat
esensial dengan data yang berkenaan atau terkait di
dalamnya. Sebagai contoh, beberapa pokok-pokok
atau items sebagai statistic kunci perusahaan atau
organisasi, berbagai jenis dan bentuk dari kegiatan
publikasi, biografis dan foto mengenai manajemen
atau pimpinan, koping pres seperti surat kabar dan
majalah, daftar media, literature atau buku-buku yang
berkenaan atau berhubungan dengan persaingan
usaha, surat keputusan perundang-undangan,
anggaran dasar dan anggaran rumah tangga
perusahaan semua itu harus disimpan sebagai arsip
dan up dated atau tidak kadaluarsa. Di zaman yang di
mana segala peralatan telah berubah menjadi modern
dan canggih akan lebih baik lagi apabila segala
macam data mengenai fakta-fakta tersebut disimpan
dengan komputerisasi. Sehingga akan lebih
memudahkan dalam mengakses data-data tersebut dan
lebih mudah dapat proses pencarian data apabila
sewaktu-waktu dibutuhkan untuk kepentingan
penelitian.

Metode riset formal atau riset sistematis hanya akan


bermanfaat jika peneliti telah dapat menentukan pilihan tujuan riset
secara jelas sebelum menentukan suatu rancangan riset (research
design) yang akan digunakan. Metode riset formal memungkinkan
praktisi humas membuat pernyataan yang tempat mengenai
khalayak humas berdasarkan data-data yang diperoleh dari para
respondenyang telah dipilih menggunakan metode ilmiah. Metode
riset formal humas dapat dibagi menjadi 4 (empat) jenis yaitu:
analisis data sekunder ( secondary analysis), survey, observasi, dan
analisis isi (content analysis)

1) Analisis Data Sekunder


Melakukan penelitian atau riset tidak selalu berarti
mengumpulkan data-data sendiri. Langkah
pertama dalam melakukan riset formal adalah
dengan menggunakan data yang sebelumnya telah
diperolah oleh orang lain walaupun mungkin
dengan tujuan yang berbeda-beda dalam penelitian
tersebut. Data yang diperoleh dari sumber kedua
atau sumber sekunder disebut dengan data
sekunder. Data sekunder diklasifikasi menjadi 2
(dua) yaitu.
a) Internal Data
Internal data adalah data yang tersedia dari
internal perusahaan itu sendiri yang dapat
berupa misalnya faktur, laporan penjualan,
data pengiriman barang, anggaran-anggaran
masing-masing unit perusahaan, laporan
hasil riset atau penelitian sebelumnya dan
sebagainya
b) Eksternal Data
Eksternal data adalah data yang dari sumber
luar. Misalnya, data sebuah sensus atau data
yang diperoleh dari suatu badan atau
lembaga yang lingkup aktivitas atau
kegiatannya mengumpulkan data atau
keterangan yang relevan dengan berbagai
macam masalah.

Banyak lembaga atau organisasi baik pemerintah


maupun swasta yang sering melakukan penelitian
mengenai berbagai macam hal. Dengan demikian,
lembaga atau organisasi itu mempunyai data yang
mungkin saja dapat digunakan oleh praktisi humas
dalam menentukan masalah humas yang tengah
dihadapi. Lembaga-lembaga pemerintahan tertentu
biasanya memiliki unit penelitian yang bertugas
mengamati berbagai perkembangan dan atau
kecenderungan (trend) yang muncul di dalam
kehidupan masyarakat. Misalnya data-data mengenai
perkembangan usaha masyarakat di bidang
pertanian, perburuhan , bisnis, ekonomi, pendidikan
dan sebagainya.

Perusahaan yang menjadi konsultan riset atau


penelitian biasanya dapat ditemui di kota-kota besar
yang pada umumnya menawarkan jasanya untuk
melakukan penelitian mengenai pendapat umum
(public opinion) ataupun penelitian pemasaran
(marketing research). Hasil penelitian yang telah
mereka lakukan dapat digunakan praktisi humas
sebagai sebuah data sekunder untuk data pendukung
penelitian yang dilakukan oleh praktisi humas
tersebut.

Surat kabar, stasiun televisi dan organisasi-


organisasi media terkemuka lainnya sering
melakukan survey yang hasil penelitian atau
surveinya kemudian diumumkan atau disiarkan di
media massa yang bersangkutan. Hasil survey
tersebut dapat dikelompokkan berdasarkan
geografis, demografi dan atribut lainnya yang
seringkali relevan dengan masalah-masalah
kehumasan.

Hampir semua perguruan tinggi atau universitas


memiliki bagian pnelitian dan pengembangan
masyarakat yang dapat digunakan oleh praktisi
humas untuk mendapatkan data, jurnal ilmiah baik
jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh universitas itu
sendiri maupun diterbitkan oleh universitas atau
organisasi lain. Jurnal ilmiah tersebut biasanya
menampilkan hasil penelitian yang banyak
mengemukakan data. Riset atau penelitian yang
biasa dilakukan oleh badan atau lembaga pemerintah
misalnya Biro Pusat Statistik (BPS) atau penelitian
yang dibiayai oleh masyarakat biasanya dapat
diperoleh dengan biaya yang jauh lebih rendah atau
lebih murah daripada melakukan riset atau peneitian
yang menggunakan anggaran atau pembiayaan
sendiri.

Merancang dan melakukan riset atau penelitian


tanpa terlebih dahulu berupaya mencari informasi
apakah ada orang lain atau pihak lain yang
melakukan penelitian yang serupa, akan menjadi
suatu pekerjaan yang hanya akan menghabiskan
banyak tenaga, biaya dan waktu saja. Karena alasan
inilah praktisi humas harus mencari data sekunder
terlebih dahulu sebelum melakukan penelitian
dilakukan sendiri. Data sekunder lain yang cukup
penting adalah data yang dapat diperoleh dari
internet. Informasi atau data seperti perkembangan
isu tertentu, laporan keuangan, data-data lembaga
pemerintahan, informasi mengenai bisnis, dan berita
terbaru atau berita terdahulu yang pernah muncul di
media massa bertahun-tahun yang lalu masih bisa
dilacak melalui kecanggihan teknologi yang ada
dalam internet.
2) Survei
Teknik pengumpulan data yang paling sering
digunakan dalam penelitian survey adalah
a) Melakukan wawancara langsung (in
person interview)
b) Mengirimkan kuisioner kepada para
responden.

Kehandalan dua cara tersebut bergantung pada


teknik pengambilan sampel yang digunakan, apa
saja hal yang ditanyakan dan bagaimana
pertanyaan tersebut diajukan kepada responden
yang akan mengisi atau menjawab kuisioner yang
diajukan.

Wawancara atau interview adalah proses


memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian
dengan cara tanya jawab antara pewawancara
dengan responden atau orang yang diwawancara.
Terdapat dua jenis wawancara, yaitu wawancara
tatap muka atau face to face interview dan
wawancara melalui telepon atau interview by
phone. Untuk mendapatkan hasil yang baik
pewawancara terlebih dahulu harus
mempersiapkan pedoman (guide) tertulis tentang
apa saja yang hendak ditanyakan kepada
responden. Pewawancara dapat pula
menggunakan kuisioner yang sudah disiapkan
sebagai pedoman dalam melakukan proses
wawancara. Kuisioner adalah serangkaian
pertanyaan yang disusun secara sistematis yang
harus diisi oleh responden. Dalam survey yang
menggunakan kuisioner perlu diperhatikan
panjang kuisioner terutama apabila kuisioner
tersebut tidak dibacakan oleh pewawancara tetapi
harus diisi sendiri oleh responden.

3) Observasi
Observasi atau pengamatan adaalh kegiatan
keseharian manusia dengan menggunakan panca
indera sebagai alat bantu utamanya. Dengan kata
lain, observasi adalah kemampuan seseorang
menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja
pancaindera. Tujuan pengamatan terutama untuk
membuat catatan atau deskripsi mengenai perilaku
dalam kenyataan serta memahami perilaku
tersebut atau hanya ingin mengetahui frekuensi
suatu kejadian. Peneliti perlu melakukan apa yang
akan menajdi sasaran pengamatan sebelum
melakukan observasi.
Dengan melakukan observasi atau pengamatan
peneliti perlu berusaha agar pihak yang diamati
tidak mengetahui atau merasa diamati. Karena
apabila objek mengetahui bahwa mereka tengah
diamati mereka akan curiga sehingga tingkah laku
mereka mungkin akan dibuat-buat atau tidak
wajar. Bisa jadi mereka berbuat atau bertingkah
laku seperti itu agar dicatat sebagai tingkah laku
yang baik atau sebaliknya oleh peneliti.
4) Analisis Isi
Analisis isi digunakan untuk memperoleh
keterangan dari isi komunikasi yang disampaikan
dalam bentuk lambing. Teknik analisis isi pada
dasarnya bertujuan untuk membuat analisis dari isi
pesan pesan yang ada dalam sebuah dokumen..
analisis isi dapat digunakan untuk berbagai
kepentingan, misalnya untuk mengukur tingkat
kemudahan pemahaman dokumen-dokumen dalam
perusahaan, membuat analisis atas tema-tema yang
dimuat dalam bulletin perusahaan. Analisis isi
umumnya dapat diguanakn untuk menganalisis
semua bentuk komunikasi seperti berita di surat
kabar, buku, pidato, peraturan, undang-undang
bahkan juga isi dari film, musik, teater dan
sebagainya.
Pada dasarnya analisis isi melibatkan pemilihan
komunikasi-komunikasi tertulis atau dokumen
yang hendak dipelajari, membuat kategori-
kategori pengukuran berdasarkan sampling atau
keseluruhan dokumen, mengukur frekuensi
pemunculan kategori-kategori menurut aturan-
aturan koding yang sudah ditentukan,
menggunakan uji statistic tertentu atas data-data
dalam penelitian dan menarik kesimpulan dari
data-data tersebut. Dengan demikian, penelitian
yang menggunakan analisis isi umumnya melalui
tahap-tahap perumusan masalah, perumusan
hipotesis, penarikan sample, pembuatan alat ukur
(koding) pengumpulan data dan analisis data.
Analisis isi dapat digunakan misalnya untuk
membandingkan strategi pembinaan karyawan
anatara satu perusahaan dengan perusahaan
lainnya. Dalam hal ini, kita ingin mengetahui
kebijakan penegakan disiplin yang dilakukan dua
perusahaan yang berbeda (misalnya perusahaan A
dan perusahaan B) kepada karyawan mereka
dengan mengukur intensitas kalimat larangan dan
kalimat perintah yang muncul pada buku peraturan
dan buku pedoman kerja perusahaan.
Kita dapat menggunakan dua kategori yaitu kata
atau ungkapan larangan seperti dilarang , tidak
pernah , tidak dapat atau tidak dibenarkan
dan kata atau ungkapan perintah seperti: harus ,
selalu , diwajibkan , dituntut dan penting
untuk. Dengan menghitung frekuensi penggunaan
kategori-kategori yang muncul pada buku
peraturan dan pedoman kerja kedua perusahaan
dapat diketahui perusahaan mana yang lebih keras
menegakkan aturan atau disiplin kepada
karyawannya dan perusahaan mana yang lebih
lunak.
Beberapa poin penting dalam penelitian analisis isi
yang perlu diperhatikan adalah perumusan
masalah harus dikemukakan dalam bentuk
pertanyaan yang dapat diukur. Misalnya , dalam
contoh di atas, kita bertujuan untuk mengetahui
apakah penegakan disiplin dan aturan karyawan
pada perusahaan A lebih keras daripada
perusahaan B. Dalam hal ini kita harus
menggunakan kedua kategori yang dimaksud dan
menghitung perbandingan penggunaan kata kata
yang tercakup dalam kedua kategori dimaksud
pada masing-masing buku yang dikeluarkan
perusahaan. Masalah yang dapat dirumuskan dari
kasus ini misalnya: Berapakah frekuensi kata atau
ungkapan larangan dan perintah yang muncul pada
buku peraturan perusahaan dan pedoman kerja
yang dikeluarkan masing-masing perusahaan?
ini merupakan contoh bentuk perumusan masalah
yang dapat diukur secara tepat.
Setelah perumusan masalah atau pertanyaan
penelitian, kemudian dilakukan perumusan
hipotesis. Peneliti harus merumuskan hipotesis
dalam penelitian analisis isi ini. Hipotesis adalah
dugaan sementara yang akan dibuktikan dalam
atau melalui penelitian.
C. Identifikasi dan Perumusan Masalah Kehumasan
Kebanyakan perusahaan atau organisasi kini mengakui
peranan Public Relations (PR) cukup menonjol dalam pengambilan
keputusan manajemen. Seringkali manajer PR melapor atau
berhubungan langsung kepada top management. Dengan alasan
yang sederhana bahwa PR adalah seorang interpreter (penerjemah)
manajemen, sehingga PR harus mengetahui apa yang manajemen
pikirkan setiap saat terhadap suatu isu public yang sebenarnya.
Dalam beberapa tahun terakhir ini PR telah
mengembangkan kerangka teorinya sebagai suatu sistem
manajemen. Grunig dan Hunt menyarankan para manajer PR
bertindak berdasarkan apa yang disebut sebagai teoritis
organisasional suatu boundary rule atau memainkan peran
diperbatasan, mereka berfungsi di tepi suatu perusahaan atau
organisasi sebagai penghubung antara perusahaan atau organisasi
dengan public internal dan eksternalnya. Dengan perkataan lain
para manajer PR harus meletakkan satu kakinya di dalam
perusahaan dan satu kaki lainnya di luar perusahaannya. Sering
posisi ini dianggap unik di satu sisi tidak sendiri, tetapi sisi lainnya
juga mengandung bahaya atau resiko.
Sebagai boundary managers orang-orang PR mendukung
kolega mereka dengan sokongan komunikasi mereka yang lintas
organisasi yaitu ke dalam dan ke luar organisasi atau perusahaan.
Dengan cara ini para profesioanal PR juga menjadi manajer sistem,
memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk melakukan transaksi
dengan menjalin berbagai hubungan yang berifat kompleks atau
rumit dan penting dalam organisasi perushaan, yaitu:
1) PR harus memikirkan hubungan organisasi atau
perusahaan terhadap lingkungannya sendiri.
Berkaitan dengan itu unit manajer bisnis dan
bagian opersional mendukung staf. Sebagai contoh
terjadinya konflik antar bagian di perusahaan itu
sendiri.
2) PR harus bekerja sesuai dengan aturan organisasi
atau perusahaan untuk mengembangkan
pemecahan yang inovatif terhadap PR
berhubungan dengan lingkungan yang berbeda
dibandingkan dengan rekan sejawat di dalam
organisasi atau perusahaan mereka. Para manajer
PR harus inovatif, tidak hanya menempatkan
solusi komunikasi tetapi juga dalam membuat
pengertian dan penerimaan bagi koleganya.
3) PR harus berpikir strategis. Para manajer PR harus
menampilkan atau menampakkan pengetahuannya
tentang visi, misi, tujuan dan strategi yang dimilik
oleh organisasi atau perusahaan tempat ia bekerja.
Solusinya harus menjawab kebutuhan nyata
organisasi atau perusahaan.
4) Para PR manajer harus juga memiliki kemampuan
mengukur hasil yang sudah diperoleh PR harus
menyatakan dengan jelas apa yang mereka ingin
katakan, membuat pekerjaan secara sistematik dan
mengukur suatu keberhasilan. Hal ini penggunaan
beberapa cara yang diterima dari teknik-teknik
sekolah bisnis seperti management by objective
(MBO), management by objective and results
(MOR), and program evaluation and research
technique (PERT).

Pada dasarnya setiap organisasi atau perusahaan yang


menganut falsafah dasar share holder oriented akan menganggap
kehadiran fungsi PR dalam manajemen sebagai hal yang mutlak. PR
secara mendasar menjadi tanggung jawab dari top management atau
pimpinan puncak. Fungsi PR dapat diharapkan sebagai mata ,
telinga . dan tangan kanan pimpinan puncak suatu perusahaan
atau organisasi.

Ruang lingkup tugas PR ke dalam antara lain untuk membina


sikap mental karyawan agar dalam diri mereka tumbut ketaan,
kepatuhan dan dedikasi terhadap lembaga atau perusahaan dimana
mereka bekerja, menumbuhkan semangat korp atau kelompok yang
sehat dan dinamis, serta mendorong tumbuhnya kesadaran lembaga
dan perusahaan. Sedangkan ruang lingkup tugas PR ke luar adalah
mengusahaan tumbuhnya sikap dan citra atau image public yang
positif terhadap segala kebijakan dan langkah tindakan yang
dilakukan oleh organisasi atau perusahaan.

Menurut Cutlip dan Center (dalam Kasali dan Abdurachman),


proses PR sepenuhnya mengacu kepada pendekatan manajerial.
Proses ini terdiri dari fact finding, planning, communication dan
evaluation.

1) Fact finding.
Mencari dan mengumpulkan fakta dan data sebelum
melakukan tindakan. Misalnya PR sebelum melakukan
suatu kegiatan harus terlebih dahulu mengetahui,
misalny: apa yang diperlukan public, saiapa saja yang
termasuk ke dalam public, bagaimana keadaan public
dipandang dari berbagai macam factor.
2) Planning
Berdasarkan fakta kita dapat membuat rencana tentang
apa yang harus dilakukan dalam menghadapi masalah
itu.
3) Communication
Rencana yang telah disusun dengan baik sebagai hasil
pemikiran yang matang berdasarkan fakta dan data yang
telah didapatkan melalui fact finding kemudian
dikomunikasikan atau dilakukanlah suatu tindakan atau
kegiatan operasional.
4) Evaluation
Mengadakan evaluasi tentang suatu kegiatan, apakah
tujuan sudah tercapai atau belum. Evaluasi tersebut
dapat dilakukan secara kontinyu atau berkelanjutan.
Hasil evaluasi tersebut dapat dijadikan suatu dasar
dalam kegiatan PR selanjutnya.

Berikut ada beberapa uraian mengenai kasus atau kejadian yang


berkaitan dengan peranan seorang Public Relation.

1) Kasus British Airways


Pada April 2008, British Airways membuka terminal
baru di Heathrow Airport London. Terminal 5 yang telah
direncakan selama lebih dari 15 tahun dan dibangun dengan
anggaran sebesar 4,3 milliar. Pembukaan terminal ini berarti
era baru penerbangan bebas kendala bagi para penumpang dan
sangat penting untuk masa depan British Airways (BA),
operator tunggal Terminal 5. Pada operasi hari pertama,
bencana melanda ketika penerbangan harus dibatalkan karena
serangkaian masalah yang relative sederhana yang bila
digabungkan menciptakan kesulitan yang begitu besar.
Terdapat kekurangan pada kemampuan para petugas yang
bertanggung jawab terhadap bagasi. Mereka tidak dapat masuk
ke tempat parker mobil staf, di sisi lain pada waktu
pembukaan, sistem pengamanan belum berjalan optimal.
Mereka yang bertanggung jawab masalah itu belum terlatih
secara memadai dan tidak tahu bagaimana cara
mengoperasikan sistem komputer yang baru.
Permasalahan ini berkembang, pesawat tidak dapat
melakukan pendaratan karena bagasi tidak diklaim. Seorang
juru bicara BA berkata, Pada penerbangan pertama ini kami
mengalami beberapa masalah kecil. Hal ini telah diperkirakan
sebelumnya mengikuti pergerakan bandara yang paling
kompleks dan terbesar dalam sejarah.
Melalui media dan blog, para penumpang bercerita
bagaimana mereka harus mengalami penerbangan yang tidak
menyenangkan selama berjam-jam. Mereka benar-benar
menumpahkan kekesalan mereka dan mempersalahkan petugas
bagasi. Mereka tidak puas karena dipersalahkan, petugas
bagasi menceritakan cerita menurut sudut pandang mereka.
Mereka menggunakan situs jejaring sosial untuk
mengungkapkan keluhan-keluhan mereka. Salah seorang
blogger mengatakan suasana pembukaan berubah menjadi
kacau ketika pintu dibuka.
BA mengklaim bahwa yang patut dipersalahkan adalah
kurangnya penguasaan staf atas sistem yang dijalankan,
sementara para staf mengeluhkan kurangnya pelatihan dan
dukungan. Seorang anggota staf mengatakan, selama
pelaksanaan pelatihan yang dianggap tidak memadai itu,
pertanyaan-pertanyaan para staf hanya dijawab dengan saya
tidak tahu dan nanti akan jelas pada waktunya. Jika tidak ada
arahan bagi para staf seperti kami, bagaimana kami dapat
membantu pelangganm apabila sebelumnya kami tidak pernah
diberi tahu bagimana harus bersikap?
Komentar-komentar di jejaring sosial dari para staf
yang merasa tidak senang, tidak diragukan lagi semakin
menambah masalah bagi BA , merusak reputasi dan dari
berbagai sisi mendatangkan bencana bagi PR dari BA itu
sendiri.
2) Kasus Cadbury
Mereka yang meyakini bahwa sulit bagi komunikasi
perusahaan atau PR professional untuk mengelola reputasi
perusahaan akan berpendapat bahwa ada begitu banyak
reputasi perusahaan seperti produk, cara staf berinteraksi
dengan pelanggan dan lain-lain yang tidak secara langsung
dikendalikan oleh fungsi PR.
Pada tahun 2006, perusahaan coklat Cadbury menarik
kembali produknya yang dihasilkan dalam satu periode
produksi karena terkontaminasi bakteri salmonella. Sementara,
tidak ada kasus penyakit yang dikaitkan secara langsung
dengan produk yang terkontaminasi. Kesepakatan umum yang
muncul adalah Cadbury ditimpa kemalangan karena
reputasinya rusak.
Setelah membuat pertimbangan dengan berbagai alasan,
Cadbury memutuskan untuk tidak memublikasikan isu tersebut
ketika muncul pertama kali. Namun, ketika isu ini meledak di
media tampak seolah-olah Cadbury menyembunyikan sesuatu.
Ketika cerita dibuka, tim PR perusahaan justru bereaksi
terhadap pemberitaan media dan lupa melakukan aksi untuk
mengendalikan situasi. Perusahaan ini mencoba menyakinkan
public bahwa sepanjang sejarahnya, produk-produk Cadbury
tidak pernah merugikan siapapun dan karenanya perusahaan
memperoleh kepercayaan.
Salah satu persoalan yang dihadapi Cadbury adalah
pihaknya terlalu lama untuk menginformasikan kasus
kontaminasi ini kepada Food Standards Agency (FSA).
Cadbury mendapati terjadi kontaminasi pada Januari 2006,
ettapi tidak menginformasikan kepada FSA hingga bulan Mei.
Tim FSA pun kemudian memaksa Cadbury untuk
menyampaikan hal itu kepada public. Kasus salmonella yang
menimpa Cadbury menggambarkan dampak komersial atas
krisis yang terjadi. Broker investasi Cadbury JP Morgan
memperkirakan biaya penarikan produk Cadbury mencapai 5
juta dan produk senilai 20 juta tidak terjual karena konsumen
tidak lagi percaya pada merek ini.
Pertanyaan y6ang muncul dari sudut pandang PR
adalah apakah keputusan perusahaan untuk menunda pelaporan
atas kasus salmonella ke FSA adalah benar? Yang pasti,
dengan kasus ini Cadbury menjadi tampak bersalah karena
dipaksa untuk mengaku oleh FSA sehingga merusak reputasi
perusahaan Cadbury.
3) Kasus PT. Indofood
Pada tahun 1999. PT Indofood dikabarkan bahwa dalam
produk mie instannya mengandung lemak babi. Hal ini
membuat kemerosotan angka penjualan dan memburuknya
citra yang sudah lama dibangunnya. Selain itu, hal ini akan
membuat mie instan PT Indofood terancam tidak akan lagi
diminati/dibeli oleh orang-orang yang beragama Islam.
Akhirnya, PT Indofood melakukan beberapa langkah demi
memulihkan citra perusahaannya, diantarantanya (Rudy, 2005)
a) Memeriksakan produk mie instan-nya ke laboratorium
klinis yang cukup dikenal serta memiliki kredibilitas.
b) Mengumumkan kepada publik melalui berbagai media
massa mengenai hasil pemeriksaan tersebut yaitu bahwa
mie instan PT Indofood sama sekali tidak mengandung
lemak babi. Pimpinan laboratorium klinis diminta secara
langsung yang memberikan keterangan mengenai hal
tersebut.
c) Meminta ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk
ikut bicara dalam jumpa pers berikutnya dan
mengeluarkan fatwa bahwa mie instan milik PT
Indofood halal untuk dikonsumsi karna secara klinis
terbukti bebas dari lemak babi.
d) Melaksanakan kegiatan yang menarik simpati umat
Islam seperti memberikan sumbangan untuk masjid dan
pondok pesantren, mensponsori khitanan missal,
merancang iklan-iklan yang bernafaskan Islam, dan
masih banyak lagi.
e) Merekrut beberapa tenaga kerja/karyawan dari kalangan
penduduk pribumi yang beragama Islam serta berkulit
sawo matang agar menghapus kesan bahwa perusahaan-
perusahaan yang memproduksi mie instan cenderung
hanya mempekerjakan staf dari kalangan warga negara
Indonesia keturunan Tionghoa (Cina) saja.

Dari usaha-usaha tersebut terlihat bahwa PT Indofood berusaha


keras mengembalikan kepercayaan publik terhadap perusahaan
mereka. Usaha diwujudkan dengan berbagai bentuk komunikasi.
Komunikasi yang dilakukan bukan hanya dengan komunikasi
verbal berupa penjelasan tentang kebenaran bahwa produk
mereka bebas lemak babi melalui press conference. PT Indofood
juga melakukan komunikasi non verbal dengan melakukan bakti
sosial, dan bentuk-bentuk lain.
Daftar Pustaka

Butterick, Keith. 2013. Pengantar Public Relations: Teori dan Praktek.


Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Morissan. 2010. Manajemen Public Relations: Strategi Menjadi Humas


Profesional. Jakarta: Prenada Media Group.

Soemirat, Soleh. 2012. Dasar-Dasar Public Relations. Bandung: PT.


Remaja Rosdakarya Offset.

Anda mungkin juga menyukai