http://www.ortax.org/ortax/?mod=studi&page=show&id=62
Artikel ini saya dedikasikan bagi mereka yang belum sepenuhnya memahami dan belum bisa
membuat laporan laba rugi fiskal. Mudah-mudahan artikel ini dapat memberikan pemahaman yang
lebih baik dan detail. Seperti biasa saya akan memberikan langkah-langkah
pembuatannya. Termasuk TRICK Bagaimana menyatukan Laporan Laba Rugi Komersial dan Fiskal
ke dalam satu lembar laporan saja.
Untuk rekan-rekan yang SPT Tahunannya sudah lolos saya ucapkan Congratulation!. Sedangkan
yang masih berjuang memasukkannya saya ucapkan Good luck!. Dan bagi yang masih bingung
membuat SPT PPh Badan, mungkin ada baiknya membaca artikel ini :-). Meskipun yang dibahas
bukan cara mengisi SPT PPh Badan, tetapi... adalah tidak mungkin bagi anda untuk membuat SPT
PPh Badan jika anda belum memahami apa itu Laporan Laba Rugi Fiskal, karena data source SPT
PPh Badan adalah Laporan Laba Rugi Fiskal.
Kiranya saya tidak perlu lagi memberikan penjelasan mengenai apa itu Laporan Laba Rugi. Jika
kebetulan ada yang belum tahu, saya encourage anda untuk membaca kembali buku Pengantar
Akuntansi Keuangan atau Dasar-dasar Akuntansi Keuangan.
Bagi perusahaan: semua pemasukan adalah pendapatan yang akan menambah laba kena pajak ,
dan semua pengeluaran adalah beban yang akan mengurangi laba kena pajak. Bagi Ditjend Pajak:
tidak semua pemasukan adalah faktor penambah laba kena pajak, ada beberapa jenis pendapatan
yang bukan merupakan faktor penambah laba kena pajak karena pendapatan tersebut sudah
dikenakan pajak bersifat final, dan tidak semua pengeluaran adalah faktor pengurang laba kena pajak
karena ada beberapa jenis pengeluaran yang sesungguhnya bukan merupakan bagian dari kegiatan
perusahaan. Di dalam Akuntansi Perpajakan perbedaan ini disebut dengan BEDA TETAP.
Perbedaan lainnya adalah perebedaan yang diakibatkan karena bedanya SAAT PENGAKUAN
(waktu pengakuan) baik itu terhadap pendapatan maupun beban (pendapatan/beban tangguhan),
juga akibat perbedaan beban penyusutan dimana pihak Ditjend Pajak menggunakan metode
penyusutan GARIS LURUS (Straight Line Method) sementara perusahaan mungkin menggunakan
metode penyusutan yang lain, yang oleh karenanya mengakibatkan adanya perbedaan alokasi beban
penyusutan. Prakiraan Umur ekonomis atas aktiva tetap juga turut memberi kontribusi atas
perbedaan tersebut. Dalam Akuntansi Perpajakan ini disebut dengan BEDA WAKTU.
Penyesuaian Fiskal Positif: adalah penyesuaian yang akan mengakibatkan meningkatnya laba
kena pajak yang pada akhirnya akan membuat PPh Badan terhutangnya juga akan meningkat.
Penyesuaian Fiskal Negatif: adalah penyesuaian yang akan mengakibatkan menurunnya laba kena
pajak.
Jika kita susun menjadi Laporan Laba Rugi, kita akan menghasilkan laporan seperti dibawah ini:
Apakah Laporan Laba Rugi diatas benar?
Laporan Komersial iya benar, hanya saja Pajak Penghasilan nya belum benar.Bukankah
seharusnya ada penyesuaian-penyesuaian?.
Okay, kita bandingkan dengan table rincian penyesuaian fiskal positif dan negative di atas. Menurut
table, ada beberapa yang harus disesuaikan, yaitu:
Bunga Jasa Giro telah dikenakan pajak oleh pihak bank, maka ini dimasukkan sebagai
Pendapatan dikenakan Pajak Final, sehingga ini tidak seharunya dikenakan pajak lagi. Kita jadikan
faktor pengurang Laba Kena Pajak.
Pengambilan Oleh Direktur ini adalah bukan beban perusahaan. Direktur hanya boleh menerima
Gaji dan Dividen saja. Maka kita masukkan ke dalam koreksi fiskal positif (faktor penambah laba kena
pajak).
Makan Untuk Pegawai ini adalah bentuk kenikmatan (natura) yang diberikan oleh perusahaan
kepada pegawai, ini tidak diakui sebagai beban perusahaan. Catatan : saya pribadi kurang setuju
dengan anggapan ini, karena pemberian incentive berupa makan, minum atau bentuk kenikmatan
lainnya kepada pegawai adalah salah satu usaha perusahaan untuk merangsang semangat kerja
pegawai, sangat bisa dihubungkan dengan potensi peningkatan revenue perusahaan. Seharunya
tidak alasan untuk menggap ini tidak ada hubungannya dengan aktivitas perusahaan, jelas-jelas ini
beban (biaya) yang bisa di set off dengan revenue. Saya pernah argue dengan pihak kantor pajak
tentang hal ini. Lebih detailnya saya akan bahas di artikel lain.
Sumbangan ini bukan beban perusahaan, tidak bisa dihubungkan dengan revenue. Sehingga kita
masukkan ini ke dalam kelompok koreksi fiskal positif.
Saya tidak menemukan koreksi fiskal negative dalam contoh kasus ini.sehingga nanti koreksi fiskal
negatifnya akan 0 (nol).
Setelah unsur koreksi fiskal kita masukkan, maka Laporan Laba Rugi akan menjadi seperti dibawah
ini:
Laporan Fiskal Iya benar. Bagaimana dengan laporan komersialnya?, apakah laba setelah pajak di
atas bisa kita masukkan ke dalam neraca (Laba Tahun Berjalan)?.
Bukankah di neraca nanti laba ini akan di off set dengan mutasi rekening-rekening di kelompok asset
(aktiva)?. Sudah ada clue?.....belum?
Okay, diakui atau tidak diakui semua koreksi fiskal tersebut (bunga jasa giro, pengambilan direktur,
makan untuk pegawai, sumbangan) adalah berpengaruh langsung terhadap posisi (saldo) kas. Jika
semua itu tidak diakui, sementara di sisi lainnya, laba kita paksakan masuk ke neraca, maka sudah
pasti NERACA TIDAK AKAN BALANCE!.
Lalu, bagaimana?
Maksud saya, semua unsure tadi tetap kita koreksi, setelah kita peroleh laba fiskal setelah pajak,
baru kita kembalikan semua koreksi fiskal tersbut.
Caranya?
Perhatikan Laporan Laba Rugi dibawah ini:
Pajak final
Apa sajakah jenis penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final? Berapa tarif
pajaknya?
Berikut ini adalah jenis penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final berikut dasar
pengenaan tarif pajak yang berlaku (per Januari 2010):
1. Bunga deposito/ tabungan dan diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI):
o 20% dari jumlah bruto bagi wajib pajak dalam negeri;
o 20% dari jumlah bruto bagi wajib pajak luar negeri atau tarif berdasarkan
perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) yang berlaku.
2. Hadiah undian
o 25% dari jumlah bruto nilai hadiah yang dibayarkan atau nilai pasar hadiah
berupa natura atau kenikmatan.
3. Bunga simpanan anggota koperasi
o 0% untuk bunga simpanan s.d. Rp240.000 per bulan
o 10% untuk bunga simpanan lebih dari Rp240.000 per bulan
4. Bunga obligasi
o 15% dari jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan obligasi bunga
bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap;
o 20% atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan penghindaran pajak
berganda (P3B) bagi wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap.
5. Diskonto obligasi
o 15% dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan
obligasi, tidak termasuk bunga berjalan, bagi wajib pajak dalam negeri dan
bentuk usaha tetap;
o 20% atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan penghindaran pajak
berganda (P3B) bagi wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap.
6. Bunga atau diskonto obligasi yang diterima dan atau diperoleh wajib pajak reksadana
yang terdaftar pada pasar modal
o 0% untuk tahun 2009 sd tahun 2010
o 5% untuk tahun 2011 sd tahun 2013
o 15% untuk tahun 2014 dan seterusnya
7. Penjualan saham pendiri dan bukan pendiri di bursa efek
o 0,1% dari jumlah bruti nilai transaksi penjualan saham
o 0,5% tambahan PPh bagi pemilik saham pendiri, dari nilai saham pada saat
penawaran umum perdana.
8. Penyaur/dealer/agen produk pertamina dan premix
o 0,3% dari penjualan premium/ solar/ premix dari SPBU swasta
o 0,25% penjualan premiun/ solar/ premix dari SPBU pertamina
o 0,3% dari penjualan minyak tanah
o 0,3% dari penjualan gas LPG/ pelumas
9. Pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan (baik wajib pajak orang pribadi maupun
badan)
o 5% dari jumlah bruto nilai penjualan/ pengalihan tanah dan atau bangunan
lainnya.
o 1% atas rumah susun dan rumah susun sederhana
10. Persewaan tanah dan atau bangunan
o 10% dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan atau bangunan baik yang
diterima/ diperoleh wajib pajak orang pribadi maupun badan.
11. Usaha jasa konstruksi
o 2% atas pelaksanaan konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa yang
memiliki kualifikasi usaha kecil.
o 4% atas pelaksanaan konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa yang tidak
memiliki kualifikasi usaha.
o 3% atas pelaksanaan konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa selain
kedua penyedia jasa di atas.
o 4% atas perencanaan atau pengawasan konstruksi yang memiliki kualifikasi
usaha.
o 6% atas perencanaan atau pengawasan konstruksi yang tidak memiliki
kualifikasi usaha.
12. Uang pesangon uang dibayarkan sekaligus.
o 0% untuk nilai s.d. Rp50 juta
o 5% untuk nilai bruto di atas Rp50 juta s.d. Rp100 juta.
o 15% untuk nilai bruto di atas 100 juta s.d. Rp500 juta.
o 25% untuk nilai bruto di atas Rp500 juta.
13. Uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua yang dibayarkan
sekaligus
o 0% untuk nilai s.d. Rp50 juta.
o 5% untuk nilai bruto di atas Rp50 juta.
14. Penghasilan wajib pajak yang bergerak di bidang usaha pelayaran dalam negeri
o 1,2% dari peredaran bruto (norma khusus)
15. Penghasilan wajib pajak yang bergerak di bidang usaha pelayaran atau penerbangan
luar negeri
o 2,64% dari peredaran bruto (norma khusus)
16. Penghasilan wajib pajak luar negeri yang mempunyai kantor perwakilan dagang di
Indonesia
o 0,44% dari nilai ekspor bruto (normal khusus)
17. Honorarium dan imbalan lain dengan nama apapun atas beban APBN/APBD yang
diterima pejabat negara, PNS, anggota TNI, Polri, dan pensiunan
o 0% untuk PNS gol. I dan II, TNI/ Polri Tamtama dan Bintara, dan
pensiunannya.
o 5% untuk PNS gol. III, TNI/ Polri Perwira Pertama, dan pensiunannya.
o 15% untuk PNS gol. IV, TNI/ Polri Perwira Menengah dan Tinggi dan
pensiunannya.
18. Nilai bangunan yang diterima dalam rangka Bangun Guna Serah sehubungan dengan
berakhirnya masa perjanjian
o 5% dari nilai penyerahan bangunan
19. Penjualan saham milik perusahaan modal ventura
o 0,1% dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan saham atau pengalihan
penyertaan modal
20. Selisih penilaian kembali aktiva
o 10% dari selisih penilaian kembali setelah dikurangi dengan kompensasi
kerugian fiskal.
21. Diskonto surat utang negara (SPBN dan ORI)
o 20% dari jumlah diskonto SPN
22. Penghasilan dari transaksi derivatif berupa kontrak berjangka yang diperdagangkan di
bursa
o 2,5% dari margin awal
23. Dividen yang diterima oleh wajib pajak orang pribadi
o 10% dari jumlah bruto dividen
24. Penghasilan istri semata-mata dari satu pemberi kerja
o Tarif pasal 17 dari penghasilan kena pajak