BAB I
PENDAHULUAN
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, hal tersebut yang
mendasari penulis untuk melakukan penelitian tentang faktor- faktor karakteristik
yang berhubungan dengan terjadinya demam tifoid pada anak di rumah sakit Haji
Medan tahun 2017.
Ha: Tidak ada hubungan antara umur, jenis kelamin dan status gizi terhadap
terjadinya demam tifoid pada anak di Rumah Sakit Haji Umum Medan tahun
2017
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sampai saat ini, demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan, hal ini
di sebabkan oleh kesehatan lingkungan yang kurang memadai.Walaupun
pengobatan demam tifoid tidak terlalu menjadi masalah, namun masalah
diagnostik kadang-kadang menjadi masalah terutama ditempat dimana tidak dapat
dilakukan pemeriksaan kuman maupun pemeriksaan laboratorium. mengingat hal
tersebut, pengenalan gejala klinis menjadi sangat penting untuk membantu
diagnosis. (Rampengan,2013)
5
Mikroorganisme dapat di temukan pada tinja dan urin setelah satu minggu
demam (hari ke-8 demam). Jika penderita di obati denan benar, maka kuman tidak
akan di temukan pada tinja dan urin pada minggu ke-4. Akan tetapi, jika masih
terdapat kuman pada minggu ke-4 melalui pemeriksaan kultur tinja, maka
penderita dinyatakan sebagai carrier. Kuman salmonella bersembunyi dalam
6
Sumber: wanenoor.blogspot.co.id./2011/08/penyakit-typus-demam-tifoid-
dan.html#WGTtdSCyRoM
Penularan demam tifoid adalah melalui fekal oral. Kuman berasal dari
tinja atau urin penderita yang mask ke dalam tubh manusia melalui air dan
makanan. Pernah di laporkan di beberapa negara bahwa penularan terjadi karna
masyarakat mengonsumsi kerang-kerangan yang airnya tercemar kuman.
Kontaminasi dapat juga terjadi pada sayuran mentah dan buah-buahan yang
pohonya di pupuk dengan kotoran manusia. Vektor berupa serangga (antara lain
lalat) juga berperan dalam penularan penyakit.
7
Sumber:www.google.co.icpenyakittifus
Angka insidensi di seluruh dunia sekitar 17 juta per tahun dengan 600.000
orang meninggal karena penyakit ini. WHO memperkirakan 70% kematian terjadi
di Asia. (widoyono, 2011)
ke-3 dari 10 pola penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit di
Indonesia(41.081 kasus). (widoyono 2011, Djoko Widodo 2014).
Angka kejadian penyakit ini tidak berbeda antara anak laki-laki dan
perempuan. Pengaruh cuaca terutama meningkat pada musim hujan, sedangkan
dari kepustakaan barat di laporkan terutama pada musim panas. (Djoko Widodo
2014& Rampengan2013)
Masa inkubasi di hitung mulai saat pertama kali kuman masuk kemudia
tidur sebentar untuk kemudian menyerang tubuh kita, masa ini berlangsung
selama 7-12 hari, walaupun pada umumnya adalah 10-12 hari. Salmonella thypi
didapat dengan cara menelan makanan atau minuman yang terkontaminasi melalui
berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food (makanan), Fingers(jari
tangan/kuku), Fomitus(muntah), Fly(lalat), dan melalui Feses. (Zulkoni, 2011)
a. Peran endotoksin
Peran endotoksin dalam patogenesis demam tifoid tidak jelas, hal tersebut
terbukti dengan tidak terdeteksinya endotoksin dalam sirkulasi penderita melalui
pemeriksaan. Diduga endotoksin dari Salmonella thypi menstimulasi makrofak
10
dalam hati, limfe, folikel limfosa usus halus dan kelenjar limfe mesenterika untuk
memproduksi sitokin dan zat-zat lain. Produk dari makrofak inilah yang dapat
menimbulkan nekrosis sel, sistem vascular tidak stabil, demam, depresi sumsum
tulang, kelainan pada darah dan juga menstimulasi sistem imunoligik.
(Rampengan, 2013).
Endotoksin dapat menempel di sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya
komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernafasan, dan
gangguan organ lainya. (Djoko, 2014)
b. Respon imunologik
Pada demam tifoid terjadi respon humoral maupun seluler, baik ditingkat lokal
(gastrointestinal) maupun sistemik. Akan tetapi, bagaimana mekanisme
imunologis ini dalam menimbulkan kekebalan ataupun eliminasi terhadap
Salmonella thypi tidak diketahui secara pasti, diperkirakan bahwa imunitas lebih
berperan. (Sumarmo,2012).
Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai penyakit infeksi akut
pada umumnya, seperti demam, nyeri kepala,anoreksia, mual, muntah, diare,
11
Setelah minggu kedua maka gejala/tanda klinis menjadi makin jelas, berupa
demam remiten, lidah tifoid, pembesaran hati dan limpa, perut kembung mungkin
disertai gangguan kesadaran dari yang ringan sampai berat. (Rampengan, 2013)
Walaupun gejala demam tifoid pada anak lebih bervariasi, secara garis besar
gejala-gejala yang timbuldapat dikelompokkan: (1) Demam satu minggu atau
lebih (2) Gangguan saluran pencernaan (3) Gangguan kesadaran.(Rampengan,
2013)
(1.) Demam
Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu.Bersifat febris
remiten dan suhu tidak berapa tinggi.Selama minggu pertama, suhu tubuh
berangsur-angsur meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan
meningkat lagi pada sore dan malam hari.Dalam minggu kedua, penderita terus
berada dalam keadaan demam.Dalam minggu ketiga suhu tubuh beraangsur-
angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
(2.) Gangguan pada saluran pencernaan.
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap.Bibir kering dan pecah-
pecah (ragaden).Lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan
tepinya kemerahan, jarang disertai tremor.Pada abdomen mungkin ditemukan
keadaan perut kembung (meteorismus).Hati dan limpa membesar disertai nyeri
pada perabaan. Biasanya didapatkan konstipasi, akan tetapi mungkin pula normal
bahkan dapat terjadi diare.
(3.) Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa dalam,
yaitu apatis sampai somnolen.Jarang terjadi sopor, koma atau gelisah.
Pada demam tifoid yang berat, sepsis, leukemia, limfoma dan penyakit
Hodgkin dapat sebagai diagnosa banding.(Sumarmo, 2012)
1. Hematologi
Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit
perdarahan usus atau perforasi.Hitung leukosit sering rendah (leukopenia), tetapi
dapat pula normal atau tinggi. Hitung jenis leukosit: sering neutropenia dengan
limfositosis relatif. LED ( Laju Endap Darah ) : Meningkat Jumlah trombosit
normal atau menurun (trombositopenia). (Henry, 2009)
2. Urinalis
13
Protein: bervariasi dari negatif sampai positif (akibat demam) leukosit dan
eritrosit normal; bila meningkat kemungkinan terjadi penyulit. (Henry, 2009)
3. Kimia Klinik
Enzim hati (SGOT,SGPT) sering meningkat dengan gambaran peradangan
sampai hepatitis akut. (Henry, 2009)
4. Imunologi
a.Uji Widal
Uji widal di lakukan untuk deteksi terhadap kuman Salmonella typhi.Ada uji
widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman Salmonella typhi
dengan antibodi yang disebut aglutin. Antigen yang digunakanpada uji widal
adalah suspensi Salmonella typhi yang sudah di matikan dan diolah di
laboratoriun. (Djoko, 2014)
Maksud uji widal adalah untuk menetukan adanya aglutinin dalam serum
penderita tersangka demam tifoid yaitu: (Djoko, 2014)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang di gunakan untuk
diagnosis demam tifoid.Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan
terinfeksi kuman ini. Nilai aglutinin: O dan H=1/80, 1/160, 1/320 batas ambang
1/160 dan 1/320 positif demam tifoid. (Djoko, 2014)
f. Reaksi anamnestik, yaitu peningata titer aglutinin pada infeksi bukan demam
tifoid akibat infeksi demam tifoid masa lalu atau vaksinasi
g. Faktor tehnik pemeriksaan antar laboratorium, akibat aglutinasi silang, dan
strain Salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen. (Djoko, 2014)
dan tidak dapat mendeteksi IgG sehingga tidak dapat digunakan sebagai modalitas
untuk mendeteksi infeksi lampau. (Djoko, 2009)
Pemeriksaan ini dilakukan dengan tiga macam komponen, meliputi:
a. Tabel berbentuk V, yang berfungsi untuk meningkatkan sensitivitas.
b. Reagen A, yang mengandung partikel magnetic yang diselubungi dengan
antigen S.typhi O9
c. Reagen B, yang mengandung partikel lateks berwarna biru yang
diselubungi antibodi monoclonal spesifik untuk antigen O9.
(Djoko, 2009)
5. Mikrobiologi
Uji kultur merupakan baku emas (gold standard) untuk pemeriksaan
demam Tifoid/ parafoid. Interpretasi hasil : jika hasil positif maka diagnosis pasti
untuk Demam Tifoid/ Paratifoid. Sebalikanya jika hasil negatif, belum tentu
bukan Demam Tifoid/ Paratifoid, karena hasil biakan negatif palsu dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu antara lain jumlah darah terlalu sedikit
kurang dari 2ml, darah tidak segera dimasukan ke dalam medial Gall (darah
dibiarkan membeku dalam spuit sehingga kuman terperangkap di dalam bekuan),
saat pengambilan darah masih dalam minggu- 1 sakit, sudah mendapatkan terapi
antibiotika, dan sudah mendapat vaksinasi. Kekurangan uji ini adalah hasilnya
tidak dapat segera diketahui karena perlu waktu untuk pertumbuhan kuman
16
(biasanya positif antara 2-7 hari, bila belum ada pertumbuhan koloni ditunggu
sampai 7 hari).Pilihan bahan spesimen yang digunakan pada awal sakit adalah
darah, kemudian untuk stadium lanjut/ carrier digunakan urin dan tinja. (Henry,
2009)
Vaksin terbuat dari salmonella typhi yang dimatikan pada pemberian oral
ternyata tidak memberikan perlindungan yang baik. Sedangkan vaksin yang
terbuat dari salmonella typhi yang dilemahkan dari strain pada pemberian oral
memberikan perlindungan 87-95% selama 36 bulan, dengan efek samping 0-5%
berupa demam atau nyeri kepala. Vaksin yang terbuat dari kapsul yang
disuntikkan secara subkutan atau intaramuskular 0,5 mL dengan booster 2-3
bulan, dengan efek samping demam 0-1%, sakit kepala 1,5-3%, dan 7% berupa
pembengkakan dan kemerahan pada tempat suntikan. (Rampengan, 2013 : 62)
Imunisasi rutin dengan vaksin tipoid pada orang yang kontak dengan
penderita seperti anggota keluarga dan petugas yang menangani penderita tifoid
dinggap kurang bermanfaat, tetapi mungkin berguna bagi mereka yang terpapar
oleh carrier. Vaksin oral tifoid bias juga memberi perlindungan parsial terhadap
demam paratifoid, karena sampai saat ini belum ditemukan vaksin yang efektif
untuk demam paratifoid. (Widoyono, 2011: 46)
2. Jenis Kelamin
Insidensi demam tifoid tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan
(Rampengan, 2013)
3. Status Gizi
Dalam buku petunjuk Teknis Pemantauan Status Gizi (PSG) Anak , klasifikasi
status gizi dapat diklasifikasikan menjadi 5 yaitu: Gizi lebih, gizi baik, gizi
sedang, gizi kurang, gizi buruk. Baku rujukan yang digunakan adalah World
Heatlh Organization-National Center for Health Statistics (WHO-NCHS) dengan
berat badan menurut umur.(suprariasa, 2004)
80 90 % Gizi Sedang
70 80 % Gizi Kurang
Sumber:Supariasa,2016
21
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian dimulai dari bulan agustus 2017 sampai bulan Januari 2018
Sampel kasus adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan cara
tertentu hingga dianggap mewakili populasinya. Teknik penelitian ini
menggunakan teknik total sampling untuk sample kasus, dan untuk
kontrol pengambilan sampel dengan teknik simple random sampling.
Dengan total sample sebanyak 80 orang kasus dan 80 orang kontrol.
Adapun kriteria yang di pakai dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan kriteria inklusi dan eklusi.
b. Jika p value > (0,05), Ho diterima yang berarti tidak ada hubungan
antara antara variabel independen dengan variabel dependen.
DAFTAR PUSTAKA
Hasan, Rusepno, 2007. Ilmu Kesehatan Anak.Edition 2.Info Medika Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta: 593-598
Widodo Djoko, 2014.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1, Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta:549-552
28
wanenoor.blogspot.co.id./2011/08/penyakit-typus-demam-tifoid-
dan.html#WGTtdSCyRoM di unggah 23 juli 2016