Anda di halaman 1dari 42

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kultur jaringan merupakan teknik untuk menumbuhkan bagian tanaman
baik berupa sel, jaringan ataupun organ dalam keadaan aseptik secara in vitro,
pada medium buatan bernutrisi lengkap, beserta Zat Pengatur Tumbuh (ZPT).
Pentingnya dilakukan kultur jaringan pada suatu tanaman adalah untuk
memperbanyak tanaman dalam waktu singkat tanpa dipengaruhi musim, selain
itu juga penting dalam memperbanyak tanaman langkah, menghasilkan bibit
unggul (Yusnita, 2003). Manfaat melakukan kultur jaringan adalah praktikan
mampu mengetahui teknik perbanyakan tanaman secara in vitro, praktikan
mampu bekerja secara aseptis, praktikan mengetahui alat-alat yang digunakan
untuk perbanyakan tanaman, dan praktikan dapat memanfaatkan sifat
totipotensi sel tanaman.
Jumlah acara praktikum kultur jaringan adalah 7 acara, yaitu sterilisasi
alat dan ruang penabur, pembuatan medium dan sterilisasi medium, kultur
kalus daun mengkudu (Morinda citrifolia), kultur biji buah naga super merah
(Hylocereus costaricensis), kultur tunas jagung (Zea mays), overplanting
plantlet jagung (Zea mays), dan aklimatisasi planlet anggrek (Dendrobium sp.).
Pada acara pertama yaitu sterilisasi alat dan ruang penabur, acara ini berfungsi
untuk menghindarkan alat dan ruang penabur dari segala kontaminasi, sehingga
proses kultur jaringan dapat berjalan secara aspetis dan menghasilkan bibit
unggul terhindar dari kontaminasi. Acara kedua yaitu pembuatan medium dan
sterilisasi medium, acara ini berfungsi untuk penyediaan medium tumbuh
secara in vitro dengan nutrisi yang mencukupi dan zat pengatur tumbuh yang
menginduksi pertumbuhan sampel.
Acara ketiga yaitu kultur kalus daun mengkudu (Morinda citrifolia)
fungsi acara ini adalah untuk menginduksi sifat totipotensi pada jaringan daun
dengan tambahan ZTP untuk menbentuk kalus, sedangkan acara keempat
kultur biji buah naga berfungsi untuk menumbuhkan planlet dengan teknik
seeding, acara kelima yaitu kultur tunas jagung (Zea mays) berfungi untuk
mengetahui cara perbanyakan vegetatif in vitro menggunaan eksplan tunas
jagung. Acara keenam yaitu overplanting plantlet jagung (Zea mays), acara ini
berfungsi untuk menjaga kecukupan nutrisi plantlet pada medium baru, dan
sebagai tahap untuk memicu diferensiasi tanaman lebih lanjut. Acara terakhir
yaitu aklimatisasi, tahapan yang berfungsi untuk mengadaptasikan plantler atau
tunas mikro hasil kultur jaringan ke lingkungan in vivo yang spesifik.
B. Tujuan
1. Mengetahui alat alat yang dibutuhkan pada praktikum kultur jaringan
tumbuhan
2. Mengenalkan cara sterilisasi peralatan yang digunakan dalam kultur
jaringan tumbuhan
3. Mengetahui cara pembuatan, sterilisasi dan kontaminasi medium IAA,
NAA, BAP, 2,4-D, dan air kelapa pada budidaya in vitro
4. Menunjukkan adanya sifat totipotensi pada jaringan daun
5. Mengetahui teknik inisiasi kalus dari jaringan daun mengkudu (Morinda
citrifolia)
6. Mengetahui cara sterilisasi kalus daun mengkudu (Morinda citrifolia)
7. Mengetahui medium optimum untuk pertumbuhan kultur kalus daun
mengkudu (Morinda citrifolia)
8. Mengetahui medium optimum untuk pertumbuhan kultur biji buah naga
(Hylocereus costaricensis)
9. Mengetahui cara sterilisasi sumber eksplan dan teknik kultur biji buah
naga (Hylocereus costaricensis)
10. Mengetahui cara perbanyakan vegetatif in vitro menggunakan eksplan
calon tunas jagung (Zea mays)
11. Mengetahui cara melakukan overplanting sebagai salah satu teknik
subkultur
12. Mengetahui medium optimum untuk subkultur jagung (Zea mays)
13. Mengetahui cara aklimatisasi dan hasil planlet anggrek (Dendrobium sp)
dari botol kultur ke kompot
II. TINJAUAN PUSTAKA

Kultur jaringan adalah teknik membudidayakan suatu jaringan tanaman


menjadi tanaman kecil yang mempunyai sifat seperti induknya. Kultur jaringan
merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara vegetatif. Tujuan
dilakukannya kultur jaringan pada suatu tanaman adalah untuk memperbanyak
tanaman dalam waktu singkat dan meningkatkan kandungan senyawa aktif yang
terkandung di dalam tanaman tersebut (Suryowinoto, 1991).
Beberapa kelebihan dari penggunaan teknik kultur jaringan dibandingkan
dengan cara konvensional adalah faktor perbanyakan tinggi, tidak tergantung
pada musim karena lingkungan tumbuh in vitro terkendali, bahan tanaman yang
digunakan sedikit sehingga tidak merusak pohon induk, tanaman yang dihasilkan
bebas dari penyakit meskipun dari induk yang mengandung patogen internal,
tidak membutuhkan tempat yang sangat luas untuk menghasilkan tanaman dalam
jumlah banyak. Sedangkan masalah yang banyak dihadapi dalam mengaplikasikan
teknik kultur jaringan, hasil kultur jaringan sering berbeda de ngan tanaman
induknya atau mengalami mutasi. Hal ini dapat terjadi karena penggunaan metode
perbanyakan yang salah, seperti frekuensi subkultur yang terlalu tinggi,
perbanyakan melalui organogenesis yang tidak langsung (melalui fase kalus) atau
konsentrasi zat pengatur tumbuh yang digunakan terlalu tinggi (Suryowinoto,
1991).
A. Sterilisasi Alat dan Ruang Penabur
Sterilisasi adalah proses memastikan semua bentuk kehidupan
organisme, dalam bentuk vegetatif atau spora. Sterilisasi mempunyai peranan
penting dalam keberhasilan teknik kultur jaringan agar mencegah kontaminasi
maka perlu dirancang suatu ruang kerta kultur jaringan yang khusus, terpisah
antar bagian persiapan, pembuatan medium dan ruang penabur (penanaman).
Kontaminan dapat berupa bakteri, yang apabila mengkontaminsi medium padat
terbentuk lendir, dedangkan kontaminan jamur dapat dicirikan terdapat serabut-
serabut putih pada medium padat (Budisantoso, 2015)..

Menurut Suriawiria (1985), beberapa teknik sterilisasi dapat dilakukan


dengan beberapa cara, yaitu:
1. Sterilisasi secara fisik yakni menggunakan uap air panas dengan tekanan
tinggi, penggunaan sinar gelombang pendek, seperti sinar ultraviolet, sinar
X, dan sinar gamma.
2. Sterilisasi secara mekanik, yaitu dengan penyaringan atau filter.
3. Sterilisasi secara kimia, yaitu menggunakan larutan alkohol, formalin,
larutan AMC (campuran asam klorida dengan larutan Hg), dan desinfektan.
Menurut Budisantoso (2015), sterilitas dalam kultur jaringan pada
umumnya dikelompokan menjadi:
1. Sterilisasi alat serta medium.
Alat-alat yang digunakan untuk penanaman harus dalam kondisi steril.
Alat-alat logam dan gelas dapat disterilkan secara fisik panas basah dalam
autoklaf, sedangkan alat tanam seperti pinset dan gunting dapat juga
disterilkan dengan metode fisik panas kering dengan menggunakan oven
dengan prinsip pemanasan mencapai 60-180oC selama 1 jam. Khusus untuk
skalpel, tangkainya dapat disterilkan dengan autoklaf, namun pisaunya
(blade) akan tumpul pada temperatur tinggi, oleh karena itu sterilisasi
sebaiknya diakukan dengan pencelupan alkohol. Temperatur yang
digunakan pada autoklaf adalah 121oC dengan tekanan 17,5 psi (pounds
per square inch) selama 1 jam. Sterilisasi medium yang mengandung bahan
kimia tidak mudah rusak dilakukan sterilisasi dengan menggunakan
autoklaf pada tempertur 121oC dengan tekanan antara 15-17,5 psi dengan
aktu 20-25 menit tergantung volume wadah dan medium. Bahan-bahan
yang bersifat heat lable dalam bentuk larutan, disterilisasi secara mekanik
dengan penyaring filter berukuran 0,2-0,22M, contoh GA3, thiamin HCL,
dan beberapa antibiotik seperti canamaisine, carbenocillin (Budisantoso,
2015).
2. Steriisasi eksplan atau bahan tanaman.

3. Sterilisasi rung penabur dan laminar air flow maupun enkas.


Kotak penabur merupakan tempat yang digunakan untuk menanam
eksplan ke dalam medium. Tempat ini dapat berupa kotak yang dibuat
sendiri dari bahan kaca yang biasanya dikenal dengan enkas atau dibuat
oleh pabrik Laminar Air Flow. Sebelum digunakan, kotak penabur harus
disterilkan terlebih dahulu. Bahan sterilasi dapat berupa lampu UV, alkohol
70% maupun formalin (Suryowinoto, 1988). Laminar Air Flow atau enkas
disterilkansecara kimia dengan alkohol 70%, kemudian alat dan bahan yang
digunakan dimasukan, lampu UV dinyalakan untuk mensterilkan ruang
penabur secra radiasi dan ditunggu selama 1 jam untuk siap digunakan
(Budisantoso, 2015).
B. Pembuatan Medium dan Sterilisasi Medium
Pembuatan medium dalam percobaan kultur jaringan merupakan sebuah
proses pembentukan medium tumbuh in vitro, dengan penambahan nutrisi dan
zat pengatur tumbuh secara aseptis. Fungsi pembuatan medium adalah sebagai
media untuk menginduksi pertumbuhan eksplan. Komponen yang penting
dalam suatu mediumadalah senyawa anorganik (makro, mikro), suplemen
organik (sumber karbon, vitamin, asama amino), zat pengatur tumbuh (auksi,
sitokinin, kinetin), dan agen pemadat (Yuwono 2008).
Medium dasar yang biasa digunakan adalah Murashige Skoog (MS) yang
termasuk medium kultur yang komposisi unsurnya lebih lengkap dibandingkan
medium dasar lainnya. Medium ini biasanya juga ditambah zat pengatur
tumbuh seperti hormon atau suplemen seperti air kelapa untuk mendorong
pertumbuhan jaringan. Kelebihan medium MS adalah kandungan nitrat,
kalium, dan amoniumnya yang tinggi, dan mengandung komposisi garam yang
lengkap dan dapat digunakan untuk hampir semua jenis kultur, sedangkan
kelemahannya harga mahal (Wetter dan Constabel 1991).
Pada pembuatan medium juga memerlukan pembuatan larutan stok,
larutan stok adalah larutan berisi satu atau lebih komponen medium yang
konsentrasinya lebih besar dari konsentrasi komponen dalam formulasi
medium yang akan dibuat (Hemawan dan Naem, 2006). Pembuatan larutan
stok bertujuan untuk memudahkan pekerjaan dalam membuat medium. Larutan
stok dibuat sesuai dengan komposisi medium Murashige dan Skoog (MS) pada
gambar 1, yang diaduk dalam erlenmeyer dengan konsentrasi yang lebih pekat.
Pembuatan larutan stok bahan kimia hara makro dengan pemekatan 20x, hara
mikro dengan pemekatan 200x, larutan iron dengan pembesaran 100x, larutan
vitamin dengan pembesaran 200x, kemudian stok disimpan di dalam lemari es
(Chawla, 2002).

Gambar 1. Tabel larutan stok Murashige and skoog (Chawla, 2002).


Senyawa anorganik yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan
tumbuhan ada yang mikro dan makro. Umumnya media mengandung senyawa
anorganik makro nitrat dan potassium dengan konsentrasi 25 mM. Senyawa
essensial lain yang penting adalah ammonium namun konsentrasi yang
diperlukan lebih rendah dari nitrat. Unsur makro lain yang penting adalah
kalsium, sulfat, dan magnesium dengan konsentrasi 1-3 mM. Unsur mikro
yang dibutuhkan adalah iodine (I), boron (B), mangan (Mn), zinc (Zn),
molybdenium (Mo), tembaga (Cu), kobalt (Co), dan besi (Fe) (Yuwono 2008).
Menurut Salisbury dan Ross (1995) pemberian sukrosa dalam media
akan menjadi sumber energi dan sumber karbon bagi sel-sel eksplan untuk
dapat tumbuh. Peningkatan konsentrasi sukrosa yang diberikan dalam media
akan menyebapkan eksplan memperoleh sumber energi dan sumber karbon
yang lebih banyak, sehingga akan mempercepat pertumbuhan eksplan. Sukrosa
juga dapat meningkatkan tekanan osmotik media.
Tanaman dalam kultur bersifat heterotrof, yaitu tidak dapat mensintesis
suatu senyawa untuk memenuhi kebutuhan karbonnya sendiri. Salah satu
komposisi dalam media adalah vitamin. Vitamin yang banyak digunakan
adalah thiamin, piridoxin, dan asam nikotinat. sedangkan suplemen organik
yang biasa digunakan adalah asam amino, peptone, ekstrak malt, dan ekstrak
khamir. Zat pengatur tumbuh yang diberikan dalam media tergantung
kebutuhan kultur. Hal-hal lain yang penting dalam media adalah komposisi
agar yang berfungsi untuk memadatkan medium, sehingga planlet dapat
tumbuh dengan baik, pengaturan pH, dan air (Yuwono 2008).
Pembuatan media kultur dari komposisi larutan baku MS dilakukan
dengan hanya melarutkan dalam sejumlah tertentu aquades yang kualitasnya
memenuhi persyaratan, lalu pH-nya diatur, dimasukkan dalam botol-botol
kultur, kemudian disterilkan. pH diatur dari kisaran 5,6 sampai 5,8, tetapi
tanaman yang berbeda memerlukan pH yang berbeda untuk mencapai
pertumbuhan optimum. Jika pH >6 maka media menjadi terlalu keras dan jika
pH< 5,2 maka agar-agar tidak akan dapat memadat. Pengaturannya dengan
penambahan HCl bila media terlalu basa, dan penambahan NaOH bila media
terlalu asam (Yuwono 2008).
Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang
akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral,
vitamin, dan hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar,
gula, dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh yang ditambahkan juga bervariasi,
baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan
yang dilakukan (Trigiano and Gray, 2000).
Zat pengatur tumbuh yang diberikan dalam media MS adalah auksin
(IAA) dan sitokinin (kinetin). Kedua homon ini mempengaruhi pertumbuhan
akar, tunas, dan kalus berdasarkan keseimbangan konsentrasi dari kedua ZPT
tersebut yang terkandung dalam media. Pada konsentrasi yang hampir tepat
sama antara auksin dan sitokinin akan menghasilkan kalus. Apabila sitokinin
lebih besar dari auksin akan menginduksi tunas, sedangkan konsentrasi auksin
lebih besar dari sitokinin akan menginduksi perakaran yang lebih cepat
(Trigiano and Gray 2000).
Naphthalene Acetic Acid (NAA) adalah auksin sintetik yang sering
ditambahkan dalam media tanam fungsinya untuk menginisiasi pertumbuhan
akar, memiliki sifat lebih stabil dari pada Indol Acetic Acid (IAA) yang dapat
mengalami degradasi yang disebabkan adanya cahaya atau enzim oksidatif.
Oleh karena sifatnya yang labil IAA jarang digunakan dan hanya merupakan
hormon alami yang ada pada jaringan tanaman yang digunakan sebagai
eksplan. Sedangkan NAA tidak mudah terurai oleh enzim yang dikeluarkan sel
atau pemanasan pada proses sterilisasi (Rukmana, 2009).
Peran fisiologis NAA adalah mendorong pemanjangan sel, diferensiasi
jaringan xilem dan floem serta pembentukan akar. Didalam kultur jaringan
penambahan NAA berfungsi untuk merangsang pertumbuhan kalus, akar,
pembelahan dan pemanjangan sel dan organ serta memacu dominansi apikal
pada jaringan meristem (Rukmana, 2009). Tujuan penambahan NAA
mengakibatkan tumbuhnya kalus dari eksplan dan mempercepat pembentukan
akar.
Sifat paling karakteristik yang berkaitan dengan sitokinin adalah
perangsangan hormon terhadap pembelahan sel pada kultur jaringan tanaman.
Satu dari reaksi yang benar-benar dramatis terhadap sitokinin adalah
pembentukan organ-organ yang terjadi di bawah kondisi yang tepat dalam
berbagai kultur jaringan. Pemprosesan sitokinin mengeluarkan pembentukan
tunas yang melimpah. BAP (6-Benzyl Amino Purine) merupakan golongan
sitokinin sintetik yang paling sering digunakan dalam perbanyakan tanaman
secara kultur invitro. Hal ini karena BAP mempunyai efektifitas yang cukup
tinggi untuk perbanyakan tunas, mudah didapat dan relatif lebih murah
dibandingkan dengan kinetin (Rukmana, 2009)
Zat pengatur tumbuh (ZPT) sintetik lain dari golongan auksin yaitu ZPT
2,4-D (2,4-Dichlorophenoxyacetic acid). Senyawa tersebut pada konsentrasi
yang rendah dapat mendorong pembelahan sel, mendorong pertumbuhan
tanaman dan meningkatkan daya kecambah benih. Pengaruh Konsentrasi ZPT
2,4-D 0,72 ppm menghasilkan presentase benih berkecambah dan kecepatan
benih berkecambah tertinggi, serta jumlah akar terbanyak. Pengaruh
konsentrasi 0,72 ppm merupakan konsentrasi yang mendorong perkecambahan,
sedangkan konsentrasi ZPT 2,4-D 1,20 ppm menghasilkan pertambahan tinggi
terbanyak, panjang akar terpanjang, berat basah, dan berat kering tanaman
tertinggi (Podesta dkk., 2008).
Hasil media yang telah dituang ke dalam tabung atau botol kultur
selanjutnya disterilkan dengan menggunakan autoklaf selama 20 menit dengan
suhu 1210C tekanan 15 psi hal ini bertujuan untuk bekerja secara aseptik dan
media tidak terkontaminasi selama proses pembuatannya. Sterilisasi sendiri
dapat dilakukan dengan beberapa cara yang umum digunakan adalah dengan
autoklaf, pemanasan kering dalam oven, penyaringan, dan sterilisasi dengan
bahan kimia. Pemilihan cara sterilisasi dipertimbangkan dari sifat bahan yang
akan disetrilisasi. Media MS yang telah disterilkan kemudian didingikan,
setelah itu disimpan dalam kulkas dengan suhu 4 0c agar komposisi bahan
dalam media tidak rusak. Media MS yang telah dibuat diperoleh dalam
keadaan steril artinya tidak terkontaminasi, dan digunakan dalan inisiasi kalus
pada biji padi dalam praktikum selanjutnya (Podesta dkk., 2008).
C. Kultur Kalus
Kultur kalus adalah teknik kultur jaringan dengan menggunakan eksplan
dapat secara embriogenesis somatik yaitu perkembangan sel somatik menjadi
tanaman baru tanpa terjadinya fusi gamet. Mengkudu (Morinda citrifolia)
merupakan tanaman yang memiliki banyak zat kimia dan nutrisi yang dapat
berguna bagi kesehatan (Rukmana, 2002). Memperhatikan adanya potensi
pemanfaatan serta banyaknya kandungan senyawa bioaktif berupa metabolit
sekunder, salah satu metode yang sering digunakan untuk memproduksi
metabolit sekunder tumbuhan adalah kultur kalus. Manfaat kultur kalus selain
untuk menghasilkan metabolit sekunder tetapi juga bermanfaat
memepertahankan bentuk amorphous sel, sehingga dapat mengalami
diferensiasi tunas atau akar sesuai dengan tujuan praktikan (Hendaryono &
Wijayani, 1994). Hasil penelitian Podesta dkk. (2008), menunjukkan
pertumbuhan kalus yang paling baik dengan penambahan zat pengatur tumbuh
1.10-1mg/L 2,4 D dan 3.10-1 mg/L kinetin (medium MS) yang keduanya
menghasilkan kalus berwarna coklat dan memiliki tekstur kompak.
Dasar teori yang digunakan dalam pelaksanaan teknik kultur jaringan
adalah teori totipotensi yaitu kemampuan setiap sel, apabila diletakkan dalam
media yang sesuai dan lingkungan yang sesuai akan dapat tumbuh dan
berkembang menjadi tanaman yang sempurna (Rukmana, 2009). Kalus adalah
suatu kumpulan sel amorphous yang terjadi dari sel-sel jaringan yang
berproliferasi secara terus menerus dan tidak terorganisasi sehingga
memberikan penampilan sebagai massa sel yang bentuknya tidak teratur.
Meskipun pada prinsipnya semua jenis sel dapat ditumbuhkan, tetapi sebaiknya
dipilih sel-sel yang masih muda dan aktif membelah sehingga diharapkan bisa
menghasilkan tanaman yang sempurna bagian seperti bagian meristem, daun
muda, ujung akar, ujung batang, keping biji dan sebagainya (Solichatun dan
Anggarwulan, 2003).
Asam 2,4- diklorofenoksiasetat (2,4-D) zat pengatur tumbuh auksin
bersifat stabil karena tidak mudah mengalami kerusakan oleh cahaya maupun
pemanasan pada waktu sterilisasi (Hendaryono dan Wijayani, 1994).
Penambahan 3 mg/L 2,4-D efektif untuk memacu pertumbuhan kalus
Mengkudu (Morinda citrifolia) (Solichatun dan Anggarwulan, 2003). Pada
kombinasi perlakuan NAA dan BAP, pemberian BAP 2 ppm tanpa NAA
menunjukkan saat muncul tunas tercepat, sedangkan penambahan NAA 2 ppm
tanpa BAP akam memicu pertumbuhan akar (Susilowati, A. dan Listyawati, S.
2001).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kalus adalah genetika,
karena pada setiap tanaman memiliki respon yang berbeda. Nutrisi dan
hormone juga mempengaruhi pertumbuhan, media yang memiliki hormon
sistokinin > hormon auksin akan menginduksi pertumbuhan tunas, sedangkan
kadar auksin yang tinggi akan menginduksi pembentukan akar, apabila jumlah
auksin dan sistokinin seimbang makan akan menghasilkan pertumbuhan kalus.
Suhu dan intentsitas cahaya juga mempengaruhi pertumbuhan tanaman, pada
pengerjaan kultur jaringan perlu diperhatikan keaseptisan kerja,.
Setelah pemilihan eksplan yang tepat, eksplan disterilisasi dengan
natrium hipoklorit (NaOCl) atau kalsium hipoklorit (Ca[OCl]2). Senyawa
hipoklorit sangat efektif dalam mengurangi kontaminasi pada teknik
mikropropagasi. Penggunaan Ca(OCl)2 atau NaOCl mempunyai kelebihan dan
kekurangan dan memberikan hasil yang berbeda untuk setiap jenis eksplan
yang digunakan. Sterilan Ca(OCl)2 memilki pH yang stabil namun dapat
merusak jaringan pada bagian pomotongan eksplan sedangkan NaOCl
memiliki pH yang tidak stabil, bersifat toksik, namun tidak merusak jaringan.
Sterilan NaOCl digunakan sebagai sterilan dalam berbagai teknik sterilisasi
eksplan dengan konsentrasi dan lama perendaman yang berbeda (Oyebanji dkk,
2009).
D. Kultur Biji
Kultur biji merupakan teknik kultur in vitro yang memiliki tingkat
keberhasilan yang tinggi dalam membentuk tunas, dan tunas tersebut dapat
menjadi eksplan yang bebas dari mikroorganisme. Tujuan dilakukan kultur biji
adalah untuk meilihat kemampuan biji dalam membentuk tunas secara in vitro.
Manfaat kultur biji adalah mencegah punahnya spesies tanaman yang angkah,
dan menghasilkan bibit dalam jumlah yang banyak dan singkat (Bustamam
dkk., 2004).
Eksplan yang digunakan adalah biji buah naga super merah (Hylocereus
costaricensis). Usaha perbanyakan buah naga (Hylocereus costaricensis)
secara in vitro dapat dilakukan dengan menambahkan zat pengatur tumbuh
(zpt) berupa senyawa sintetik maupun senyawa organik. Air kelapa dapat
digunakan sebagai senyawa organik yang mengandung zpt alami dari
golongan sitokinin yang berperan dalam induksi tunas. Senyawa sitokinin
tersebut yaitu 1,3 diphenilurea, zeatin, zeatin glukosida, dan zeatin ribosida.
Air kelapa juga mengandung sukrosa, fruktosa, dan glukosa serta K dan Cl
yang tinggi (Kristina dan Syahid,2012).
Penelitian Wahyuni dkk., (2013) mengenai pertumbuhan biji tanaman
buah naga merah (H. polyrhizus) pada berbagai konsentrasi Benzyl Amino
Purine (BAP) dan umur kecambah memperlihatkan bahwa pada konsentrasi 2
ppm BAP dengan umur kecambah 3 MST (minggu setelah tanam) memberikan
hasil terbaik dengan rata-rata tinggi 3,37 cm dan jumlah tunas 4,08. Selain itu,
konsentrasi 1 ppm BAP menghasilkan jumlah akar yang paling banyak yaitu
0,53 helai akar.
Pembentukan tunas dipengaruhi oleh komposisi zpt yang digunakan yaitu
auksin dan sitokinin. Salah satu zpt yang dapat digunakan untuk mencukupi
kebutuhan auksin tanaman adalah Naphtalene Acetic Acid(NAA). Penelitian
mengenai kultur biji buah naga merah (H. polyrhizus) dengan kombinasi antara
zpt sintetik dan organik belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, kultur biji
buah naga merah(H. polyrhizus) mengunakan kombinasi NAA dan air kelapa
perlu dilakukan (Lawalata, 2011).
Kultur biji (seed culture), kultur yang bahan tanamnya menggunakan biji
atau seedling. Kultur jaringan biji buah berkualitas dapat digunakan sebagai
sumber eksplan, selain diambil dari jaringan yang muda, apabila yang ingin
dijadikan eksplan adalah biji maka harus memperhatikan kemasakan embrio,
waktu imbibisi, temperatur dan dormansi. Pemilihan biji atau sortasi biji
dilakukan dengan merendam biji di dalam air hangat. Jika biji mengapung
mengindikasi biji berkualitas jelek dan kemampuan tumbuhnya relative rendah
(Gunawan,2011).
Menurut Kristina dan Syahid (2012), melaporkan, Persentase
perkecambahan biji buah naga secara in vitro pada media dasar nyata lebih
tinggi dibandingkan secara in vivo, yaitu dengan persentase kecambah 98,5%,
sekitar tiga minggu setelah tanam yakni 87,0%. Perangsang Hal ini sesuai
dengan yang dikemukakan oleh Oyebanji dkk, (2009) bahwa penggunaan
media MS dan 2 ppm BAP atau 1 ppm IAA menghasilkan kualitas tunas yang
lebih baik untuk tanaman buah naga. Kultur jaringan biji ini menjanjikan
keuntungan besar bagi petani buah naga, karena mempu menghasilkan bibit
dalam jumlah yang banyak dalam waktu singkat. Dapat menghemat biaya bibit,
dan digunakan untuk konservasi tanaman yang terancam punah.
E. Kultur Tunas Jagung (Zea mays)
Kultur tunas merupakan penumbuhan tunas atau mata tunas, yang
bertujuan untuk menumbuhkan tunas secara cepat dan dapat menghasilkan
tanaman baru yang banyak dan seragam. Bagian tanaman yang dapat
digunakan sebagai eksplan adalah biji atau bagian-bagian biji seperti aksis
embrio atau kotiledon, tunas pucuk, potongan batang satu buku (nodal
eksplan), potongan akar, potongan daun, potongan umbi batang, umbi akar,
empulur batang, umbi lapis dengan dan bagian batang, dan bagian bunga. Pada
kultur embrio perlu diperhatikan beberapa hal seperti kemaskan embrio, waktu
imbibisi, temperatur, dan dormansi (Gunawan, 1995). Menurut Widyowati,
dan Rahman (2010), faktor yang mempengaruhi perkecambahan benih adalah
faktor internal (tingkat kematangan benih, ketidaksempurnaan embrio, daya
tembus air dan oksigen terhadap kulit biji) serta faktor eksternal (suhu, air,
oksigen dan cahaya). Perkecambahan tidak dapat terjadi jika benih tidak
menyerap air dari lingkungan.
Air kelapa dapat digunakan sebagai senyawa organik yang mengandung
zpt alami dari golongan sitokinin yang berperan dalam induksi tunas. Senyawa
sitokinin tersebut yaitu 1,3 diphenilurea, zeatin, zeatin glukosida, dan zeatin
ribosida. Air kelapa juga mengandung sukrosa, fruktosa, dan glukosa serta K
dan Cl yang tinggi (Widyowati, dan Rahman, 2010).
BAP merupakan zat pengatur tumbuh yang sangat efektif dalam
menginduksi proliferasi tunas in vitro banyak jenis tanaman dibandingkan
dengan sitokinin lain yang umum digunakan dalam kultur jaringan tanaman.
Sitokinin seperti benzylaminopurine (BAP) sangat berperan dalam
pembentukan dan penggandaan tunas in vitro. Keberhasilan morfogenesis in
vitro tergantung pada berbagai faktor, meliputi status fisiologi dari tanaman
induk, macam dan umur eksplan, komposisi media serta jenis, konsentrasi, dan
keseimbangan zat pengatur tumbuh (ZPT) yang ditambahkan (George dan
Sherrrington, 1984).
Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya
diselesaikan dalam 80-150 hari. Biji jagung merupakan jenis serealia dengan
ukuran biji terbesar dengan berat rata-rata 250-300 mg, yang memiliki bentuk
tipis dan bulat melebar yang merupakan hasil pembentukan dari pertumbuhan
biji jagung. Biji jagung diklasifikasikan sebagai kariopsis. Hal ini disebabkan
biji jagung memiliki struktur embrio yang sempurna. Serta nutrisi yang
dibutuhkan oleh calon individu baru untuk pertumbuhan dan perkembangan
menjadi tanaman jagung (Wijayanto, 2013).
Teknik kultur tunas yang berasal dari jaringan embrio memiliki kendala
yang harus dicermati kesterilan eksplan, secara alami terdapat bakteri endofit
di dalam jaringan tanaman tanpa merugikan bahkan memberikan banyak
manfaat bagi tanaman inangnya. Walaupun tidak merugikan namun bakteri ini
memngganggu estetika plantet. Bakteri endofit melakukan kolonisasi pada
relung ekologi yang sama dengan patogen tanaman (khususnya patogen layu
pembuluh), sehingga bakteri ini lebih cocok sebagai kandidat agensia
pengendalian hayati (Wijayanto, 2013).
F. Overplanting
Menurut Wardiyati (1998), overplanting disebut juga subkultur,
merupakan proses pemindahan tanaman dari medium lama ke medium baru
dengan tujuan memperbarui medium lama. Alasan dilakukannya subkultur atau
overplanting adalah sebagai berikut :
1. Unsur hara dalammedia sudah banyak berkurang.
2. Nutrisi dalam media menguap karena kering, akibatnya media mengandung
garam dan gula tinggi.
3. Pertumbuhan tanaman sudah memenuhi botol atau tabung sehingga
berdesakan.
4. Sudah saatnya dipindah untuk diperbanyak atau diakarkan.
5. Terjadi pencoklatan pada media sehingga bila dibiarkan akan mematikan
jaringan.
6. Eksplant memerlukan komposisi media baru untuk membentuk organ atau
struktur baru.
7. Media berubah, menjadi cair karena penurunan pH oleh tanaman.
G. Aklimatisasi
Tahapan akhir dari perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan
adalah aklimatisasi planlet. Aklimatisasi dilakukan dengan memindahkan
planlet ke media aklimatisasi dengan intensitas cahaya rendah dan kelembapan
nisbi tinggi, kemudian secara berangsur-angsur kelembapannya diturunkan dan
intensitas cahayanya dinaikkan (Yusnita 2003). Tahap ini merupakan tahap
yang kritis karena kondisi iklim di rumah kaca atau rumah plastik dan di
lapangan sangat berbeda dengan kondisi di dalam botol kultur.
Pada percobaan ini menggunakan tanaman Dendrobium sp. Dendrobium
adalah anggrek yang bersifat epifit, yang hidupnya menempel pada batang,
dahan, atau ranting pohon yang sudah mati, akarnya sebagian. Media
merupakan salah satu faktor lingkungan yang berfungsi menyediakan unsur
hara dan air bagi pertumbuhan tanaman. Campuran dua macam media dapat
memperbaiki kekurangan masing-masing media tersebut, antara lain dalam
kecepatan pelapukan dan penyediaan hara tanaman, serta kemampuan
mempertahankan kelembapan media (Sutiyoso, 2003).
Salah satu media tanam yang baik adalah pakis kering karena ringan,
mengandung hara atau larutan garam, mempunyai kapasitas menyerap air, serta
harganya murah. Sekam padi mengandung unsur N 1% dan K 2%. Arang telah
banyak digunakan untuk media hidroponik secara komersial, arang memiliki
drainase dan aerasi yang baik, tidak mempengaruhi pH (Sutedjo dan Mulyani,
1999).
Media tumbuh yang baik bagi anggrek (famili Orchidaceae) harus
memenuhi beberapa persyaratan, antara lain tidak lekas melapuk dan
terdekomposisi, tidak menjadi sumber penyakit, mempunyai aerasi dan
draenase yang baik, mampu mengikat air dan zat-zat hara secara optimal, dapat
mempertahankan kelembaban di sekitar akar, dibutuhkan ph media 5-6, ramah
lingkungan serta mudah didapat dan relatif murah harganya. Media tumbuh
tanaman anggrek yang umum digunakan adalah arang, pakis, moss, potongan
kayu, potongan bata atau genting, serutan kayu, kulit pinus dan serabut kelapa
(Sutiyoso, 2003).
Hyponek biru mengandung N (20 %), P (20 %), K (29 %) serta tambahan
unsur mikro (Yusnita 2003).). Dengan demikian tumbuhan CAM dapat
berfotosintesis tanpa kehilangan sejumlah besar air karena transpirasi stomata.
(Salisbury dan Ross, 1992), karena itulah tanaman anggrek termasuk tanaman
yang cukup tahan terhadap kekeringan, setidaknya dapat bertahan hidup
sementara tanaman lain sudah mati. Penyemprotan anggrek diberikan baik
melalui daun maupun ke media tanam, karena anggrek termasuk tanaman
epiphyt yang utamanya menempel pada media tanam. Selain itu media tanam
yang digunakan merupakan media tanam yang miskin unsur hara.
III. METODE PERCOBAAN
A. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah botol kultur, skapel,
petri, erlenmeyer, pinset, blade, autoklaf, enkas, LAF, pipet ukur, gelas beker,
pipet tetes, gelas ukur, pro pipet, pH meter, gelas pengaduk, timbangan
elektrik, kompor, lampu spiritus, kawat, pot, nampan, kalkulator, wrap,
alumunium foil, masker, tisu, gloves, karet, sendok ukur, kertas saring, sarung
tangan oven, label, panci, kertas payung, kertas, karet, dan korek api.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah alkohol 70%,
alkohol 45%, akuades, air filtrasi, hormon IAA, hormon BAP, hormon 2,4 D,
hormon NAA, medium Morashige Skoog, air kelapa, sukrosa, agar, larutan
KOH, larutan HCl, larutan klorox 5%, larutan klorox 10%, larutan klorox
45%, deterjen, stok makro, stok mikro, stok besi, stok vitamin, daun
mengkudu, biji jagung, biji buah naga, anggrek, arang, akar pakis, pupuk
hyponex, dan larutan fungisidal.
B. Cara Kerja
1. Sterilisasi Alat dan Bahan
Sterlisasi alat dan bahan menggunakan autoklaf. Autoklaf dikunci
dengan memutar ke arah kanan. Jika tekanan autoklaf belum 0, maka
autoklaf tidak boleh dibuka. Penampung air dipastikan terisi. Peralatan
yang akan disterilisasi dimasukkan kedalam autoklaf. Knop pengatur
tekanan dan suhu diatur. Alat dan bahan disterilisasi selama 15 menit
dengan suhu 121oC dan tekanan 1 atm, setelah selesai tunggu tekanan
hingga 0 kemudian autoklaf dibuka. Alat dan bahan yang sudah
diterilisasi dipindahkan ditempat inkubasi.
Alat dan bahan yang disterilisasi dengan autoklaf yaitu:
a. Pinset
Pinset dibungkus dengan kertas payung dengan bagian yang
licin berada di luar. Kertas payung dimasukkan di bagian tengah
penjepit pinset kemudian dibungkus dari arah bawah ke atas. Bagian
titik temu kertas sisa ditekuk dan diikat.
b. Sacple
Scaple dibungkus kertas payung dari arah bawah ke atas.
Kemudian bagian kertas sisa ditekuk dan diikat.
c. Botol kultur
Botol kultur ditutup dengan aluminium foil. Aluminium foil
dirapatkan dan ditekan.
d. Cawan petri dan kertas saring
Kertas saring dimasukkan ke dalam cawan petri.masing-masin
gcawan petri diisi dengan satu kertas saring. Cawan petri kemudian
dibungkus dengan kertas payung dan diikat dengan karet gelang.
e. Erlenmeyer
Erlenmeyer ditutup dengan aluminium foil. Aluminium foil
dirapatkan dan ditekan.
f. Aluminium foil dan kertas saring
Aluminium foil atau kertas saring dibungkus dengan kertas
payung yang ukurannya lebih besar. Aluminium foil atau kertas
saring yang sudah dibungkus kemudian diikat dengan karet gelang.
g. Akuades
Akuades dimasukkan ke dalam botol kaca kemudian ditutup
dengan aluminium foil. Aluminium foil dirapatkan dan ditekan.
2. Sterilisasi Ruang Penabur
a. Laminar Air Flow (LAF)
Penutup LAF dibuka 1/3 bagian dari keseluruhan. Lampu dan
blower pada LAF dinyalakan. Setelah itu meja kerja di LAF disemprot
dengan alkohol 70% dan dilap secara searah. Semua alat yang akan
digunakan dimasukkan dan penutup LAF ditutup kembali. Sinar UV
dinyalakan selama 30 menit dan setelah 30 menit medium kemudian
dimasukkan ke dalam LAF. Setelah selesai kerja semua alat
dikeluarkan dan meja kerja disemprot dengan alkohol 70% dan dilap
kembali. LAF kemudian di tutup kembali.

b. Enkast
Tangan dimasukan bersama alkohol dan kertas tisu. Dinding
enkast di semprot dengan alkohol 70%, kemudian di lap. Setelah itu
alat dan bahan dimasukkan. Alkohol kemudian disemprotkan ke
udara. Tangan kemudian dikeluarkan dari entkas dan ditunggu selama
30 menit baru siap digunakan.
3. Pembuatan Medium
Medium MS diambil sebanyak 40 ml dan dimasukkan ke dalam
gelas beker. Masing-masing medium ditambahkan hormon NAA sebanyak
0,5 l dan diaduk rata. Sukrosa kemudian ditambahkan sebanyak 3 gram
untuk medium MS 100 ml dan 3,6 gram untuk medium MS 120 ml dan
diaduk sampai larut. Medium MS kemudian diambil kembali sampai 100
ml atau 120 ml dan dimasukkan ke dalam gelas beker. pH medium
kemudian diukur dengan kisaran pH 5 sampai 6. Jika pH teralu asam
ditambahkan dengan KOH beberapa tetes dan jika terlalu basa
ditambahkan dengan HCl beberapa tetes. Medium kemudian ditambahkan
dengan agar yang telah ditimbang kemudian gelas beker dipanaskan.
Setelah dipanaskan, dituang ke dalam botol kultur masing-masing 10 ml.
Jika lebih dari 10 ml tidak boleh dikembalikan ke dalam gelas beker. Botol
kemudian ditutup rapat dengan aluminium foil dan kemudian di plastik
wrap. Botol diberi label sesuai dengan hormon dan kemudian disterilisasi
dengan autoklaf sesuai cara kerja pada nomor satu, setelah itu diletakkan
di dalam ruang kultur. Kemudian, hormon diganti dengan masing-masing
hormon seperti hormon 2,4-D, BAP dan IAA. Penambahan air kelapa
untuk menggantikan hormon dengan air kelapa diambil sebanyak 15 ml.
4. Kultur Kalus Daun Mengkudu (Morinda citrifolia)
Terlebih dahulu melakukan sterilisasi ruang penabur seperti pada
cara kerja nomor dua. Setelah itu dilakukan sterilisasi eksplan dengan cara
gelas beker dengan ukuran 250 ml disiapkan. Setelah itu, ditambahkan
dengan larutan detergen. Eksplan daun muda mengkudu direndam dalam
gelas beker berisi larutan detergen selama 3 hingga 5 menit dengan
digojong. Eksplan kemudian dibilas dengan air filtrasi hingga bersih.
Bahan untuk kultur dimasukkan ke dalam ruang penabur. Daun direndam
dengan alkohol 45% selama 5 menit kemudian direndam dengan akuades
steril selama 5 menit, dilanjutkan dengan direndam larutan clorox 45%
selama 3 menit. Daun mengkudu kemudian dibilas dengan akuades steril
sebanyak 3 kali, dan dilanjutkan dengan penanaman eksplan.
Eksplan daun dibuang bagian pinggirnya dengan menggunakan
skapel dan blade kemudian diambil bagian yang terdapat tulang daun.
Potongan eksplan diambil 30 potong (3 eksplan/botol) dengan ukuran
1x1cm. Sebanyak 3 potong eksplan ditanam ke dalam medium dengan
posisi terbalik dan diatur membentuk segitiga. Mulut botol kultur
dibungkus menggunakan alumunium foil, lalu dibungkus kembali dengan
plastik wrap dan diletakkan di dalam rak kultur. Pengamatan dilakukan
dengan mengamati ada tidaknya kontaminan pada eksplan dan pengukuran
biomassa dilakukan setiap hari Senin, Rabu, dan Jumat. Hasil pengamatan
dicatat di dalam log book.
5. Kultur Biji Buah Naga (Hylocereus costaricensis)
Terlebih dahulu melakukan sterilisasi ruang penabur seperti pada
cara kerja nomor dua. Kemudian dilakukan sterilisasi eksplan dengan cara
sebanyak 20 sampai 30 biji buah naga dibersihkan dari lendirnya
kemudian dimasukkan ke dalam gelas beker ukuran 250 ml berisi larutan
detergen sambil digojong. Biji buah nagadibilas dengan air filtrasi hingga
bersih kemudian gelas beker wadah biji buah naga ditutup dengan
alumunium foil dan dimasukkan ke dalam ruang penabur. Biji buah naga
direndam dengan larutan clorox 5% sebanyak 100 ml selama 5 menit, dan
dilanjutkan dengan perendaman larutan clorox 10 % sebanyak 100 ml
selama 10 menit. Biji buah naga, kemudian dibilas dengan aquadest steril
sebanyak tiga kali.
Biji buah naga yang telah steril, kemudian ditanam ke dalam masing-
masing medium sebanyak 3 biji tiap satu botol medium. Biji buah naga
diatur jaraknya sehingga tidak saling berdekatan satu sama lain kemudian
diinkubasi. Mulut botol kultur dibungkus menggunakan alumunium foil,
lalu dibungkus kembali dengan plastik wrap dan diletakkan di dalam rak
kultur. Pengamatan dilakukan dengan mengamati ada tidaknya kontaminan
pada eksplan dan pengukuran biomassa dilakukan setiap hari Senin, Rabu,
dan Jumat. Hasil pengamatan dicatat di dalam log book.
6. Kultur Tunas Jagung (Zea mays)
Terlebih dahulu melakukan sterilisasi ruang penabur seperti pada
cara kerja nomor dua. Kemudian dilakukan sterilisasi eksplan. Biji diambil
sebanyak 20 sampai 25 biji kemudian dipisahkan dan diambil bagian
embrionya. Biji jagung lalu dimasukkan ke dalam gelas beker ukuran 250
ml dan direndam dengan air filtrasi selama 15 menit sambil digojog. Gelas
beker berisi biji jagung ditutup dengan alumunium foil lalu dimasukkan ke
dalam ruang penabur. Biji jagung direndam dengan larutan clorox 10%
sebanyak 50 ml selama 3 menit. Kemudian dilanjutkan dengan direndam
larutan clorox 5% sebanyak 50 ml selama 7 menit. Biji jagung lalu
direndam dengan larutan akuades steril sebanyak 3 kali. Perendaman
akuades steril pertama dilakukan selama 3 menit, perendaman kedua
selama 7 menit, dan perendaman ketiga selama 10 menit. Embrio jagung
yang ada pada biji jagung, diambil menggunakan pinset dengan cara
didorong keluar secara hati-hati sebelum ditanam.
Embrio biji jagung yang telah berhasil dikeluarkan, ditanam ke
masing-masing medium. Tiap medium diisi dengan 3 embrio jagung dan
diatur letaknya. Mulut botol kultur dibungkus menggunakan alumunium
foil, lalu dibungkus kembali dengan plastik wrap dan diletakkan di dalam
rak kultur. Pengamatan dilakukan dengan mengamati ada tidaknya
kontaminan pada eksplan dan pengukuran biomassa dilakukan setiap hari
Senin, Rabu, dan Jumat. Hasil pengamatan dicatat di dalam log book.
7. Subkultur Tunas Jagung (Zea mays)
Terlebih dahulu melakukan sterilisasi ruang penabur seperti cara
kerja nomor dua. Planlet diambil dari botol medium dengan menggunakan
pinset. Planlet, kemudian dipotong dengan menggunakan skalpel dan
blade menjadi 3 sampai 4 bagian pada bagian batangnya dengan ukuran 1
cm.
Potongan planlet diambil sebanyak 3 potong, kemudian ditanam
pada masing-masing medium. Potongan planlet diatur letaknya agar tidak
terlalu berdekatan. Botol lalu ditutup kembali dengan alumunium foil dan
plastik wrap. Botol yang telah dilakukan overplanting, ditimbang terlebih
dahulu kemudian diinkubasi di dalam ruang inkubasi.
8. Aklimatisasi Planlet Anggrek (Dendobrium sp.)
Botol kultur yang berisi planlet ditambah air filtrasi dan digojog.
Planlet diambil menggunakan kawat dari ujung, kemudian dibilas dengan
air filtrasi yang pertama, setelah itu dilakukan pembilasan lagi di air
filtrasi yang kedua. Planlet dipilih sebanyak 10 planlet. Planlet yang sudah
dipilih, dipindahkan ke nampan yang terdapat kertas untuk dikeringkan.
Planlet yang telah kering, dicelupkan ke dalam larutan fungsida. Planlet
ditanam di dalam pot yang berisi 2/3 arang dan 1/3 akar pakis. Saat
ditanam akar planlet mengenai arang, dan disemprot dengan pupuk
Hyponex biru.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kultur jaringan adalah teknik membudidayakan suatu jaringan tanaman


menjadi tanaman kecil yang mempunyai sifat seperti induknya dengan memanfaat
kan sifat totipotensi sel. Tujuan dilakukannya kultur jaringan pada suatu tanaman
adalah untuk memperbanyak tanaman dalam waktu singkat dan meningkatkan
kandungan senyawa aktif yang terkandung di dalam tanaman tersebut. Kelebihan
dari penggunaan teknik kultur jaringan dibandingkan dengan cara konvensional
adalah faktor perbanyakan tinggi, tidak tergantung pada musim karena
lingkungan tumbuh in vitro terkendali, bahan tanaman yang digunakan sedikit
sehingga tidak merusak pohon induk, tanaman yang dihasilkan bebas dari
penyakit meskipun dari induk yang mengandung patogen internal, tidak
membutuhkan tempat yang sangat luas untuk menghasilkan tanaman dalam
jumlah banyak. Pada praktikum ini dilakukan 7 acara kultur jaringan dan
menghasilkan hasil sebgai berikut:
A. Sterilisasi Alat dan Ruang Penabur
Sterilisasi adalah proses memusnahkan organisme, dalam bentuk
vegetatif atau spora yang berperanan penting dalam keberhasilan teknik
kultur jaringan agar mencegah kontaminasi maka perlu dirancang suatu
ruang kerta kultur jaringan yang khusus, terpisah antar bagian persiapan,
pembuatan medium dan ruang penabur (penanaman). Sterilisasi secara
umum dapat dilakuakan dengan menggunakan 3 cara fisik, mekasin dan
kimia. Pada praktikum ini dilakukan sterilisasi secara fisik dan kimia.
1. Sterilisasi Alat dan Bahan menggunakan teknik sterilisaai secara fisik
menggunakan autoklaf dengan prinsip sterilisasi alat dan bahan selama
15 menit dengan suhu 121oC dan tekanan 1 atm. Penampung air
dipastikan terisi, alat dan bahan dimasukan kedalam autoklaf, dan
autoklaf dikunci dengan memutar ke arah kanan. Jika tekanan autoklaf
belum 0, maka autoklaf tidak boleh dibuka. Knop pengatur tekanan dan
suhu diatur. Setelah selesai tunggu tekanan hingga tekanan 0 kemudian
autoklaf dibuka. Alat dan bahan yang sudah diterilisasi dipindahkan
ditempat inkubasi.
Alat dan bahan yang disterilisasi dengan autoklaf adalah alat yang
bersifat tahan panas, dan tidak mudah berkarat seperti gelas, dan
stainless steel yaitu:
a. Pinset sebelumnya dilakukan perlakuan pembungkusan dengan kertas
payung dengan bagian yang licin berada di luar. Kertas payung
dimasukkan di bagian tengah penjepit pinset kemudian dibungkus dari
arah bawah ke atas. Bagian titik temu kertas sisa ditekuk dan diikat.
b. Sacple dibungkus kertas payung dari arah bawah ke atas. Kemudian
bagian kertas sisa ditekuk dan diikat.
c. Botol kultur ditutup dengan aluminium foil. Aluminium foil dirapatkan
dan ditekan.
d. Cawan petri dan kertas saring. Kertas saring dimasukkan ke dalam cawan
petri. Masing-masin cawan petri diisi dengan satu kertas saring. Cawan
petri kemudian dibungkus dengan kertas payung dan diikat dengan karet
gelang.
e. Erlenmeyer ditutup dengan aluminium foil. Aluminium foil dirapatkan
dan ditekan.
f. Aluminium foil dan kertas saring dibungkus dengan kertas payung yang
ukurannya lebih besar. Aluminium foil atau kertas saring yang sudah
dibungkus kemudian diikat dengan karet gelang.
g. Akuades dimasukkan ke dalam botol kaca kemudian ditutup dengan
aluminium foil. Aluminium foil dirapatkan dan ditekan.
2. Sterilisasi ruang penabur merupakan hal yang sangat penting
dilakukan, karena segala proses kutur jaringan bergantung pada
keaseptisan kerja dan ruang kerja, untuk menghasilkan plantlet yang
dapat tumbuh dengan baik tanpa adanya gangguan patogen. Sterilisasi
ruang penabur kultur jaringan pada praktikum ini dengan sterilisasi
secara fisik radiasi dengan menggunakan cahaya UV, dan sterilisasi
secara kimia menggunakan alkohol 70%.
a. Laminar Air Flow (LAF)
Penutup LAF dibuka 1/3 bagian dari keseluruhan bertujuan untuk
mencegah masuknya debu atau kontaminasi lainnya. Lampu untuk
menerangi ruang penabur dan blower pada LAF dinyalakan untuk
menjaga sirkulasi udara. Setelah itu meja kerja di LAF disemprot dengan
alkohol 70% dan dilap secara searah. Semua alat yang akan digunakan
dimasukkan dan penutup LAF ditutup kembali. Sinar UV dinyalakan
selama 30 menit dan setelah 30 menit medium kemudian dimasukkan ke
dalam LAF. Setelah selesai kerja semua alat dikeluarkan dan meja kerja
disemprot dengan alkohol 70% dan dilap kembali. LAF kemudian di
tutup kembali.
b. Enkast
Tangan dimasukan bersama alkohol dan kertas tisu. Dinding enkast
di semprot dengan alkohol 70%, kemudian di lap. Setelah itu alat dan
bahan dimasukkan. Alkohol kemudian disemprotkan ke udara. Tangan
kemudian dikeluarkan dari entkas dan ditunggu selama 30 menit baru siap
digunakan.
B. Pembuatan dan Sterilisasi Medium
Percobaan pembuatan medium dilakuakan 6 jenis medium. Faktor
pembeda antara satu medium dengan medium lain yaitu hormon sebagai zat
pengatur tumbuh, medium yng dibuat terdiri atas NAA konsentrasi 0,5 ppm,
2,4-D konsentrasi 0,5 ppm, BAP dengan konsentrasi 1 ppm, IAA dengan
konsentrasi 1 ppm, dan suplemen air kelama yang ditampabhan pada medium
sebanyak 15 ml. Hormon NAA dan 2,4-d ditambahkan sebanyak 50 l dalam
120 ml Murashige Skoog, hormon BAP dan IAA ditambahkan 120 l dalam
120 ml Murashige Skoog. Penambahan zat pengatur tumbuhan bertujuan untuk
mengetahui kemampuan berbagai hormon dan suplemen dalam mempengaruhi
pertumbuhan eksplan.
Medium dasar yang digunakan adalah Murashige Skoog (MS) karena
media ini merupakan media dengan kandungan nutrisi terlengkap dan cocok
untuk ditanami berbagai eksplan. Pada awal percobaan MS diambil 40 ml
sebagai pelarut sukrosa 3,6 gram sebagai sumber carbon dan hormon atau
suplemen diaduk agar homogen. Medium MS kemudian diambil kembali
sampai 80 ml dan dimasukkan ke dalam gelas beker. pH medium kemudian
diukur dengan kisaran pH 5 sampai 6. Jika pH teralu asam ditambahkan
dengan KOH beberapa tetes dan jika terlalu basa ditambahkan dengan HCl
beberapa tetes. Fungsi pengaturan pH untuk menyesuaikan media agar sesuai
dengan pH pertumbuhan eksplan, selain itu agar kepadatan agar tetap stabil,
seperti teori Yuliarti (2010), bila pH< 5,2 maka agar tidak dapat memadat .
Medium kemudian ditambahkan dengan agar yang telah ditimbang
kemudian gelas beker dipanaskan sampai mendidih yang bertujuan agar segala
komponen yang ditambahkan pada media MS terlarutkan dan homogen serta
segala kontaminasi dapat terbunuh pada suhu 100 oC. Setelah dipanaskan,
dituang ke dalam botol kultur masing-masing 10 ml. Jika lebih dari 10 ml tidak
boleh dikembalikan ke dalam gelas beker. Botol kemudian ditutup rapat
dengan aluminium foil. Botol diberi label sesuai dengan hormon dan kemudian
disterilisasi dengan autoklaf sesuai cara kerja pada nomor satu, setelah itu
diletakkan di dalam ruang kultur.
Berdasarkan percobaan pembuatan medium dan sterilisasi medium
didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 1. Pembuatan Medium Pertama.
NAA 2,4 D BAP IAA Kontrol
Ha
Jam Bakt Jam Bakt Jam Bakt Jam Bakt Jam Bakt
ri
ur eri ur eri ur eri ur eri ur eri
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
(Sumber : Dokumentasi pribadi, 2016).
Pada tabel 1, memperlihatkan bahwa pada rentang 1 minggu
pengamatan , tidak menunjukan adanya timbulnya jamur dan bakteri. Hal ini
karena tidak ada medium yang ditumbuhi serabut putih yang menandakan
jamur, maupun lendir sebagain tanda kontaminasi bakteri. Selanjutnya
pembuatan medium kedua terdiri atas medium dengan hormon IAA, hormon
NAA dan suplemen air kelapa menghasilkan hasil sebagai berikut:
Tabel 2. Pembuatan Medium kedua
Hari ke- NAA IAA Air kelapa
Jamur Bakteri Jamur Bakteri Jamur Bakteri
0 0 0 0 0 0 0
2 0 0 0 0 0 0
4 0 0 0 0 0 0
6 0 0 0 0 0 0
(Sumber : Dokumentasi pribadi, 2016).
Berdasarkan hasil pengamatan medium kedua, memperlihatkan juga
tidak ada kontaminasi jamur maupun bakteri, medium tetap berwarna bening,
dan bersih. Keseluruhan medium terbebas dari kontaminasi jamur maupun
bakteri. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan sterilisasi
medium dapat dipengaruhi oleh praktikan yang dapat berkerja secara aseptis,
pada saat pembuatan medium dipanaskan sampai mendidih sehingga dipastikan
tidak ada kontaminasi yang tertinggal, botol kultur dicuci dengan bersih.
C. Kultur Kalus
Kalus adalah kumpulan sel amorphous yang berproliferasi secara terus
menerus dan tidak terorganisasi sehingga memberikan penampilan sebagai
massa sel yang bentuknya tidak teratur. Eksplan yang digunakan adalah daun
mengkudu muda, dipilih eksplan yang muda agar proses pertumbuhan kalus
akan lebih cepat, karena jaringan yang dgunakan masih bersifat meristematik.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kalus adalah keaseptikan
kerja, oleh karena itu sebelum melakukan kerja, ruang penabur dan alat-alat
disterilisasi terlebih dahulu, kemudian eksplan disterilisasi. Daun mengkudu
direndam dalam larutan deterjen selama 3-5 menit sambil digojok untuk
membersikan daun mengkudu dari debu, dan kontaminasi dari lingkungan luar,
penggojokan bertujuan agar kotoran dapat turun. Eksplan kemudian dibilas
dengan air filtrasi hingga bersih.
Bahan-bahan untuk kultur dimasukkan ke dalam ruang penabur, daun
direndam dengan alkohol 45% selama 5 menit kemudian direndam dengan
akuades steril selama 5 menit, dilanjutkan dengan direndam larutan clorox 45%
selama 3 menit. Pencucian dengan alkohol dan klorox berfungsi untuk
menghilangkan kontaminasi jamur maupun bakteri. Daun mengkudu kemudian
dibilas dengan akuades steril sebanyak 3 kali, dan dilanjutkan dengan
penanaman eksplan.
Eksplan daun dibuang bagian pinggirnya dengan menggunakan skapel
dan blade kemudian diambil bagian yang terdapat tulang daun. Potongan
eksplan diambil 30 potong (3 eksplan/botol) dengan ukuran 1x1cm.
Sebanyak 3 potong eksplan ditanam ke dalam medium dengan posisi terbalik,
agara stomata pada bagian bawah daun dapat melakukan respirasi dan diatur
membentuk segitiga. Hasil percobaan dapat dilihat pada gambar grafik berikut
ini.

Gambar 2. Grafik Kultur Tunas Daun Mengkudu


(Dokumentasi pribadi, 2016)
Berdasarkan praktikum yang dilakukan didapatkan hasil pengamatan
berat medium pada kultur kalus. Berat medium diamati dengan tujuan untuk
mengetahui banyaknya nutrisi dalam medium yang diserap oleh kalus sehingga
dapat ditentukan pertumbuhan kalusnya. Pada kultur kalus diperlihatkan ada 3
kultur kalus daun mengkudu yang mengalami kontaminasi, pada hari ke 4
medium BAP tampak terlihat adanya kontaminasi bakteri yang ditandai adanya
lendir pada permukaan medium. Pada hari ke-18 medium kontrol dan NAA
mengalami kontaminasi bakteri, sehingga pada gambar grafik diperlihatkan
adanya pemberhentian di satu titik.
Berdasarkan hasil pengamatan berat awal medium kontrol; IAA; NAA;
2,4-D; BAP; 2,4D*; dan BAP* secara berturut-turut 113,939 gr, 105,36 gr,
100,81 gr; 107,31 gr; 112,497 gr; dan 108,4 gr. Pada akhir penimbangan
didapatkn selisih berat akhir dengan awal pada medium kontrol; IAA; NAA;
2,4-D; BAP; 2,4D*; dan BAP* yang secara berturut-turut 0,2892 gr, -0,819 gr;
0,134 gr; 0,607 gr; -0,34 gr; -0,463 gr; dan -0,532 gr. Berdasarkan selisih yang
didapatkan hasil negatif menunjukan terjadinya penurunan berat pada medium
NAA,BAP, 2,4D*, dan BAP*. Secara keseluruhan ketujuh medium
berdasarkan gambar 2, memperlihatkan grafik cenderung mengalami
peningkatan pada hari ke-4 sampai hari ke-6, dan setelahitu terjadi penurunan
secara signifikan sampai hari ke-38. Terjadinya pertumbuhan kalus daun
mengkudu, meningkatnya bobot medium, kemudian diikuti adanya penurunan
bobot medium eksplan menyumbang bobot medium, sdangkan terjadinya
penurunan bobot medium menandakan eksplan telah menyerap nutrisi yang
ada pada medium untuk melakukan pertumbuhan, sehingga terjadi penurunan
bobot medium secara signifikan sampai hari ke-38.
Berdasarkan keseluruhan percobaan hormon yang terbaik untuk
menumbuhkan kalus adalah hormon 2,4-D* dapat dilihat pada gambar 2,
nampak daun lebih cepat mengalami pelengkungan, kemudia pertumbuhan
kalus mulai terlihat pada hari ke-6, daun pun terlihat tidak mengalami kematian
yang terjadi pada medium lain, yang daunnya berubah warna menjadi coklat
kehitaman. Hal ini sesuai dengan teori Hendaryono dan Wijayani (1994), asam
2,4- diklorofenoksiasetat (2,4-D) merupakan zat pengatur tumbuh auksin
bersifat stabil karena tidak mudah mengalami kerusakan oleh cahaya maupun
pemanasan pada waktu sterilisasi, sehingga hormone ini paling efektif
menumbuhakan kalus.
Kegagalan dalam pembentukan kalus dapat dikarenakan kesalahan dalam
perhitungan konsentrasi dimana seharusnya hormon diberikan dalam satuan l
namun diberikan dalam satuam ml. Pada akhirnya pada daun terjadi overdosis
dan menyebabkan kematian pada daun, dan tidak dapat menumbuhkan kalus.
Faktor-faktor lain yang menyebabkan kegagalan dalam kultur kalus adalah
kontaminasi, yang dapat berasal dari kontaminan yang tidak tercuci dengan
larutan antiseptik, ukuran eksplan daun yang kurang dari 1x1 cm.
D. Kultur biji
Kultur biji merupakan teknik kultur jaringan dengan eksplan berupa biji
atau seeding. Biji yang digunakan sebagai eksplan adalah biji buah naga
(Hylocereus costaricensis), yang penampakannya berbentuk kecil dan
berlendir. Tahapan yang harus di lewati sebelum dilakukan pengkulturan biji
adalah melakukan sterilisasi ruang penabur, kemudian dilakukan sterilisasi
eksplan. Sebanyak 20 sampai 30 biji buah naga dibersihkan dari lendirnya agar
tidak menghambat pertumbuhan, kemudian dimasukkan ke dalam gelas beker
ukuran 250 ml berisi larutan detergen sambil digojong untuk menghilangkan
kotoran dan lendir tersisa pada biji, kemudian biji yang diambil adalah biji
yang tenggelam, itu menandakan biji tersebut bermutu baik.
Biji buah naga dibilas dengan air filtrasi hingga bersih kemudian gelas
beker wadah biji buah naga ditutup dengan alumunium foil dan dimasukkan ke
dalam ruang penabur. Biji buah naga direndam dengan larutan clorox 5%
sebanyak 100 ml selama 5 menit, dan dilanjutkan dengan perendaman larutan
clorox 10 % sebanak 100 ml selama 10 menit. Perendaman dengan clorox
berfungsi untuk mengilangkan kontaminasi, perendaman tidak boleh kurang
dari 5% karena kurang dari 5% tidak dapat membunuh kontaminasi, dan jika
clorox >10% dapat menyebabkan kematian pada sel biji. Biji buah naga,
kemudian dibilas dengan aquadest steril kemudian biji buah naga ditanam ke
dalam medium sebanyak 5 biji tiap satu botol medium. Biji buah naga diatur
jaraknya agar pertumbuhnnya tidak saling mengganggu, kemudian diinkubasi.
Gambar 3. Grafik Kultur Biji Buah Naga (Hylocereus
costaricensis) (Dokumentasi pribadi, 2016)
Berdasarkan gambar 3, grafik kultur biji buah naga memperlihatkan
banyaknya nutrisi dalam medium yang diserap oleh kalus sehingga dapat
ditentukan pertumbuhan kalusnya. Pada kultur biji buah naga tidak ada
terjadinya kontaminasi jamur maupun bakteri. Hal ini menandkn praktikan
mampu melakukan kerja secara aseptis, dan melakukan sterilisasi biji dengan
baik.
Berdasarkan hasil pengamatan berat awal medium kontrol; IAA; NAA;
2,4-D; BAP; 2,4D*; dan BAP* secara berturut-turut 113,562 gr, 114,035 gr,
104,458 gr; 107,473 gr; 105,831 gr; dan 0,155 gr. Pada akhir penimbangan
didapatkn selisih berat akhir dengan awal pada medium kontrol; IAA; NAA;
2,4-D; BAP; 2,4D*; dan BAP* yang secara berturut-turut -0,288 gr, 0,291 gr;
-0,082 gr; -0,073 gr; -0,399 gr; -1,61 gr; dan 0,155 gr. Berdasarkan selisih yang
didapatkan hasil negatif menunjukan terjadinya penurunan berat pada medium
IAA, 2,4-D; BAP; dan 2,4D*. Secara keseluruhan ketujuh medium berdasarkan
gambar 3, memperlihatkan grafik cenderung mengalami peningkatan pada hari
ke-0 sampai hari ke-4, dan setelah itu terjadi penurunan secara signifikan
sampai hari ke-38. Terjadinya pertumbuhan tunas biji, meningkatnya bobot
medium sementara, kemudian terjadinya penurunan bobot medium
menandakan eksplan telah menyerap nutrisi yang ada pada medium untuk
melakukan pertumbuhan, sehingga terjadi penurunan bobot medium secara
signifikan sampai hari ke-38.
Berdasarkan gambar grafik kultur biji buah naga perlakuan hormon
terbaik untuk menumbuhkan tunas biji buah naga, adalah perlakuan dengan
hormon IAA dengan konsentrasi 1 ppm. Sesuai dengan teori Oyebanji dkk,
(2009), bahwa penggunaan media MS 1 ppm IAA akan menghasilkan kualitas
tunas yang lebih baik untuk tanaman buah naga. Ditambah lagi menurut
penelitian Wahyuni dkk., (2013), secara alami pada minggu ke 3 biji buah naga
merah akan mensekresi hormon (BAP) sebesar 2 ppm BAP. Adanya
keseimbangan antara hormon BAP dan IAA dibuktikan adanya penaikan grafik
berat medium pada minggu ke-2, membuktikan adanya penambahan bahan
berupa BAP, kemudian pada pengamatan berikutnya hari ke 6 terjadi
penurunan namun stabil sampai akhir pengamatan. Hal ini menandakan nutrisi
yang ada pada medium digunakan oleh biji untuk tumbuh menjadi kecambah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kultur biji adalah
imbibisi biji menyebabkan biji mengembang dan menginisiasi biji untuk
menghasilkan hormon pertumbuhan, cahaya menginisiasi biji untuk bisa
berkecambah dan melaukan fotosintesis, ketersediaan nutrisi, dan masa
dormansi biji. Pada ke-7 medium tidak ditemukan adanya kontaminasi, biji
buah naga pada ke-7 medium kecenderungan mengalami pertumbuhan, bobot
rata-rata menaik sesaat kemudian menurun, namun mengalami kestabilan
bobot sampai hari akhir pengamatan.
B. Kultur Tunas Jagung (Zea mays)
Kultur jagung dilakukan dengan merendam biji jagung terlebih dahulu.
Perendaman ini bertujuan untuk memecah dormansi. Biji yang telah direndam
kemudian disterilisasi dengan direndam dalam larutan chlorox 10% dan 5%,
kemudian dibilas dengan air bersih beberapa kali. Pembilasan bertujuan untuk
menghilangkan chlorox yang masih melekat di biji jagung, sehingga tidak
merusak jaringan biji jagung. Biji yang sudah disterilisasi kemudian diambil
embrionya dan ditanamkan pada beberapa medium yang dilengkapi dengan
IAA, NAA, BAP, dan air kelapa masing-masing medium sebanyak 3 embrio.
Pada kultur tunas jagung, digunakan medium dengan penambahan
beberapa macam hormon, yaitu IAA, NAA, BAP, dan air kelapa. IAA dan
NAA merupakan auksin, sedangkan BAP merupakan sitokinin. Air kelapa
dipilih karena air kelapa dapat digunakan sebagai senyawa organik yang
mengandung zpt alami dari golongan sitokinin yang berperan dalam induksi
tunas. Senyawa sitokinin tersebut yaitu 1,3 diphenilurea, zeatin, zeatin
glukosida, dan zeatin ribosida. Air kelapa juga mengandung sukrosa, fruktosa,
dan glukosa serta K dan Cl yang tinggi (Armini dkk., 1992).
Gambar 4. Kultur Tunas Jagung (Dokumentasi Pribadi, 2016).
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pada semua medium
mengalami kontaminasi. Terjadinyan penurunan disebabkan oleh nutrisi pada
medium MS diserap oleh tunas. Berdasarkan teori yang dinyatakan oleh
Armini dkk. (1992), dapat disimpulkan bahwa ZPT yang baik untuk kultur
tunas adalah air kelapa, karena pada air kelapa memiliki banyak komposisi dan
nutrisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tunas. Hasil diatas tidak sesuai
dengan teori tersebut. Kontaminasi dapat disebabkan oleh bakteri endofit
dimana menurut Hallmann dkk. (1997), walaupun tidak merugikan namun
bakteri ini mengganggu nilai estetika plantlet. Kontaminasi yang terlihat seperti
lendir pada permukaan medium, dan cenderung menyebabkan planlet berwarna
lebih krcoklatan, karena adanya bakteri endofit pada jaringan tanaman.
C. Overplanting
Media merupakan salah satu factor penentu dalam keberhasilan kultur
in vitro. Media yang telah ditumbuhi eksplan terlalu lama, dapat mengurangi
volume media sehingga menyebabkan eksplan tidak lagi mendapat nutrisi
untuk terus tumbuh. Alasan tersebut mendasari bahwa eksplan yang sudah
tidak mendapat nutrisi lagi dari medianya, perlu dipindahkan ke media yang
baru yang disebut subkultur. Pada pengamatan tunas jagung yang tumbuh,
terlihat nyata bahwa tunas telah tumbuh dengan baik sehingga memenuhi botol
kultur, maka perlu dilakukan subkultur atau overplanting. Hal tersebut sesuai
dengan alasan overplanting yang dinyatakan oleh Wardiyati (1998), bahwa
overplanting dilakukan karena tanaman telah memenuhi botol kultur dan
berdesakan.
Overplanting dilakukan pada plantlet jagung dengan cara memotong
sebanyak 3 atau 4 bagian pada batang sesuai panjang batang jagung. Batang
jagung yang telah dipotong ditanam sebanyak 3 batang pada masing-masing
medium baru dengan arah penanaman tegak lurus searah dengan arah tumbuh
jagung. Arah penanaman tidak boleh terbalik, karena akan mempersulit sel
untuk beregenerasi, karena pada bagian sel yang mulai terdiferensiasi untuk
tumbuh menjadi tunas harus beradaptasi untuk tumbuh menjadi akar dan begitu
pula sebaliknya. Botol kultur kemudian dibungkus kembali dengan alumunium
foil dan plastik wrap dan diinkubasi kembali dalam ruang inkubasi, karena
masih membutuhkan lingkungan yang steril seperti sebelumnya.

Gambar 5. Grafik Overplanting


(Dokumentasi Pribadi, 2016).
Hasil pengamatan overplanting pada beberapa medium menunjukkan
adanya kecenderungan berat yang naik dan hidup. Adanya kecenderungan
tersebut diperkirakan karena overplanting berhasil dan batang jagung dapat
tumbuh dengan baik dan sel-sel terdiferensiasi dengan baik. Hasil baik tersebut
secara tidak langsung menunjukkan bahwa teknik overplanting yang dilakukan
tepat, medium dapat memenuhi kebutuhan nutrisi batang jagung, dan waktu
dilakukannya overplanting tidak terlalu cepat atau terlalu lambat, sehingga
batang masih dapat berkembang dengan baik.
E. Aklimatisasi
Aklimatisasi merupakan tahap akhir dari kultur jaringan, yang
memindahan planlet dari in vitro ke in vivo dengan intensitas cahaya rendah
dan kelembapan nisbi tinggi, kemudian secara berangsur-angsur
kelembapannya diturunkan dan intensitas cahayanya dinaikkan. Syarat
aklimatisasi adalah media harus steril, halus, dan lunak agar akar tumbuh
optimal. Begitu juga plantlet, dapat diaklimatisasi apabila telah terdapat akar
dan daun, warna pucuk batang hijau mantap (tidak tembus pandang), dan
pertumbuhannya kekar dan akar memenuhi media (pertumbuhan akar bagus).
Pada percobaan ini menggunakan tanaman Dendrobium sp. yang sifatnya
hanya membutuhkan intensitas cahaya yang tidak terlalu banyak, kelembaban
yang cukup, dan hanya membutuhkan air yang sedikit. Media yang digunakan
Campuran dua macam media yaitu pakis kering dan arang yang dapat saling
memperbaiki kekurangan masing-masing, seperti arang dengan drainase dan
aerasi yang baik, tidak mempengaruhi pH, mencegah busuknya anggrek akibat
banyaknya air, pakis kering menyediakan nutrisi yang cukup untuk
pertumbuhan anggrek, dimana menurut Sutedjo dan Mulyani (1999), pakis
kering memiliki kandungan hara atau larutan garam yang cukup untuk
pertumbuhan angrek, mempunyai kapasitas menyerap air, serta harganya
murah.
Tahapan yang dilakukan untuk aklimatisasi, pertama-tama botol kultur
yang berisi planlet ditambah air filtrasi dan digojog tujuannya agar plantlet
dapat terlepas dari medium agar dan diambil. Planlet diambil menggunakan
kawat dari ujung, kemudian dibilas dengan air filtrasi yang pertama, setelah itu
dilakukan pembilasan lagi di air filtrasi yang kedua, pembilasan dilkukan untuk
membersihkan plantlet dari kotoran yang berasal dari medium. Planlet dipilih
sebanyak 10 planlet. Planlet yang sudah dipilih, dipindahkan ke nampan yang
terdapat kertas untuk dikeringkan.
Planlet yang telah kering, dicelupkan ke dalam larutan fungsida, untuk
membunuh kontaminasi mikroorganisme. Planlet ditanam di dalam pot yang
berisi 2/3 arang dan 1/3 akar pakis, sebanyak 10 planlet sesuai dengan ukuran
anggrek. Saat ditanam akar planlet mengenai arang karena arang sebagai
sumber carbon, dan disemprot dengan pupuk Hyponex biru yang berfungsi
sebagai pupuk yang menambahkan kebutuhan unsur hara.
Media tumbuh yang baik bagi anggrek (famili Orchidaceae) harus
memenuhi beberapa persyaratan, antara lain tidak lekas melapuk dan
terdekomposisi, tidak menjadi sumber penyakit, mempunyai aerasi dan
draenase yang baik, mampu mengikat air dan zat-zat hara secara optimal, dapat
mempertahankan kelembaban di sekitar akar, dibutuhkan ph media 5-6, ramah
lingkungan serta mudah didapat dan relatif murah harganya. Media tumbuh
tanaman anggrek yang umum digunakan adalah arang, pakis, moss, potongan
kayu, potongan bata atau genting, serutan kayu, kulit pinus dan serabut kelapa
(Ginting, 2008).

Gambar 6. Aklimatisasi Bibit Anggrek


(Dokumenasi Pribadi, 2016).
Hasil pengamatan aklimatisasi bibit anggrek pada golongan praktikan B
menunjukkan bahwa bibit anggrek pada masing-masing pot dapat tumbuh
dengan baik. Bibit anggrek yang ditanam tidak ada yang mengalami kegagalan
aklimatisasi dan tumbuh dengan kondisi yang baik dan morfologis lengkap,
serta segar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa aklimatisasi dapat dikatakan
berhasil pada bibit anggrek, karena kondisi bibit anggrek pada saat pengamatan
lebih segar dan lebih baik dari saat hari dilakukannya aklimatisasi, sehingga
dapat disimpulkan bahwa aklimatisasi yang dilakukan pada bibit anggrek
berhasil karena terdapat kemajuan kondisi anggrek.
Aklimatisasi anggrek ini harus dilakukan dengan hati-hati, karena bibit
masih termasuk rentan. Bibit dikatakan rentan karena sebelumnya bibit berasal
dari medium bernutrisi cukup dengan kondisi yang steril. Kondisi tersebut
diubah menjadi kondisi yang lebih terbuka, yang berarti nutrisi tidak selengkap
pada medium sebelumnya dan adanya kontak dengan udara luar dan sinar
matahari tidak langsung. Perubahan lingkungan yang fluktuatif dan tidak tepat
akan menyebabkan bibit tidak dapat tumbuh karena tidak dapat beradaptasi
pada kondisi yang jauh berbeda dengan kondisi sebelumnya.
Keberhasilan aklimatisasi didukung oleh prosedur pelaksanaan
aklimatisasi dan kondisi planlet yang telah siap diaklimatisasi. Menurut
Wardiyati (1998), planlet yang telah siap untuk aklimatisasi dicirikan oleh
kondisi berikut :
1. Organ planlet sudah lengkap, yaitu akar, batang, dan daun.
2. Warna pucuk batang hijau tidak tembus pandang.
3. Pertumbuhan kekar
4. Akar telah memenuhi medium
5. Ukuran tinggi tanaman kurang lebih sebesar 3-4 cm, hal ini tergantung
dengan jenis tanaman yang dipakai.
6. Umur tanaman.
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan kultur jaringan yang telah dilakukan dapat
ditarik beberapa kesimpulan
1. Alat alat yang dibutuhkan pada praktikum kultur jaringan tumbuhan
adalah botol kultur, skapel, petri, erlenmeyer, pinset, blade, autoklaf,
enkas, LAF, pipet ukur, gelas beker, pipet tetes, gelas ukur, pro pipet, pH
meter, gelas pengaduk, timbangan elektrik, kompor, lampu spiritus, kawat,
pot, nampan, kalkulator, wrap, alumunium foil, masker, tisu, gloves, karet,
sendok ukur, kertas saring, sarung tangan oven, label, panci, kertas
payung, kertas, karet, dan korek api.
2. Cara sterilisasi peralatan yang digunakan dalam kultur jaringan tumbuhan
sterilisasi dengan metode fisik panas basah autoklaf, metode radiasi
dengan sinar UV Laminar Air Flow, metode kimiawi dengan
menggunakan alkohol 70%, deterjen, dan clorox.
3. Cara pembuatan medium IAA 1 ppm dengan menambahkan 120 l
kedalam medium medium Murashige skoog (MS) 120 ml, medium NAA
0,5 ppm dengan menambahkan 50 l kedalam medium medium MS 100
ml, medium BAP 1 ppm dengan menambahkan 100 l kedalam medium
medium MS 100 ml, medium 2,4-D 0,5 ppm dengan menambahkan 60 l
kedalam medium medium MS 120 ml, sterilisasi mediun dengan
menggunakan autoklaf dan kontaminasi medium dapat berupa lendir
bkteri, dan serabut putih jamur.
4. Sifat totipotensi pada jaringan daun ditandai dengan tumbuhnya kalus.
5. Teknik inisiasi kalus dari jaringan daun mengkudu (Morinda citrifolia)
dilakukan dengan memotong pinggir daun dan diambil bagian yang
terdapat tulang daun dengan ukuran 1x1 cm dan ditanam ke medium.
6. Cara sterilisasi kalus daun mengkudu (Morinda citrifolia) dengan
pencucian dengan deterjen, perendaman alkohol 45% selama 5 menit,
dilanjutkan dengan direndam larutan clorox 45% selama 3 menit, dicuci
dengan akuades steril sebanyak 3 kali.
7. Mengetahui medium optimum untuk pertumbuhan kultur kalus daun
mengkudu (Morinda citrifolia) dengan penambahan hormon 2,4D* dengan
konsentrasi 5 ppm.
8. Medium optimum untuk menumbuhkan kultur biji buah nada adalah IAA.
9. Cara sterilisasi sumber eksplan dan teknik kultur biji buah naga
(Hylocereus costaricensis), biji buah naga direndam dengan larutan clorox
5% sebanyak 100 ml selama 5 menit, ddilanjutkan dengan perendaman
larutan clorox 10 % sebanak 100 ml selama 10 menit.
10. cara perbanyakan vegetatif in vitro menggunakan eksplan calon tunas
jagung (Zea mays) dilakukan sterilisasi eksplan dengan merendam
menggunakan air filtrasi, clorox 10%, clorox 5%, dan direndam dengan
aquades steril sebanyak 3 kali, embrio jagung dikeluarkan dan direndam
pada medium.
11. Cara melakukan overplanting jagung (Zea mays) sebagai salah satu teknik
subkultur secara aseptis dengan scalpel dan blade kemudian memindahkan
eksplam pada media baru.
12. Medium optimum untuk subkultur jagung (Zea mays) adalah dengan
penambahan hormon BAP.
13. Cara aklimatisasi dan hasil planlet anggrek (Dendrobium sp) dari botol
kultur ke kompot dilakukan dengan memberi sedikit air ke botol kultur,
dilakukan penggojogan, pengambilan plantlet nggrek dan ditumbuhkan
pada media yang berisi akar pakis dan pecahan arang. selama pengamatan
disiram menggunakan pupuk hyponex.

B. SARAN
Saran yang dapat diberikan terhadap praktikum kultur jaringan adalah
praktikum selanjutnya diharapkan dapat benar-benar dibagi ruangnnya
sesuai dengan standar laboratorium kultur jaringan yaitu ada bagian ruang
staf dan ruang ganti pakaian, ruang preparasi, ruang penabur yang dipisah,
agar lebih bekerja secara aseptis.
DAFTAR PUSTAKA

Budidantoso, I. 2015. Proses Sterilisasi dan Penanganan Kontaminasi. Fakultas


Biologi UNSOED, Purwokerto.

Chawla, H. S. 2002. Introduction to Plant Biotechnology.Science Publishers, New


York.

George, A. S dan Sherington, P. D. 1984. Plant Propagation by Tissue


Culture.exegenic Limited, England.
Gunawan, L.W. 1995. Teknik Kultur Jaringan In Vitro dalam Hortikultura.
Penebar Swadaya, Jakarta.

Gunawan, S. 2011. Untung Besar dari Usaha Pembibitan Kayu. PT AgroMedia


Pustaka, Jakarta.

Heble, M.R. 1996. Production of Secoundary Metabolites Through Tissue


Cultures and Its Prospect for Commercial Use. Timber Press Inc. New York.
Hendaryono, D.P.S. dan A. Wijayani. 1994. Teknik Kultur Jaringan, Pengenalan
dan Petunjuk Perbanyakan secara vegetatip. Kanisius, Jogjakarta.
Hendaryono, S. dan Wijayani, A. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Penerbit
Kanisius, Yogyakarta.

Herawan, T dan M. Naiem. 2006. Pengaruh Jenis Media dan Konsentrasi Zat
Pengatur Tumbuh Terhadap Perakaran pada Kultur Jaringan Cendana
(Santalum album Linn.). Jurnal Agrosains 19(2) : 103-109.

Jenie, B.S.L. dan Rahayu, W. P. 1993. Penanganan Limbah Industri Pangan.


Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Kristina, N. N. dan Syahid, S. F. 2012. Pengaruh Air Kelapa Terhadap


Multiplikasi Tunas In Vitro, Produksi Rimpang, dan Kandungan
Xanthorrhizol Temulawak di Lapangan. Jurnal Littri 3(18) : 125-134

Kusdianti. 2005. Pembentukan Kalus Mengkudu (Morinda citrifolia) yang


Mengandung Metabolit Sekunder. UPIPress, Bandung.
Lawalata, I. J. 2011. Pemberian Beberapa Kombinasi ZPT Terhadap Regenerasi
Tanaman Gloxinia (Siningia speciosa) dari Eksplan Batang dan Daun Secara
In Vitro. Jurnal Life Science 1(2) : 56-110.

Manthell, S. H. dan Smith, 1983. Cultural Factor that Influence Secondary


Metabolites Accumulation in Plant Cell & Tissue Culture. In: Plant
Biotechnology. Cambridge University Press, Cambridge.

Oyebanji, O.B, Nweke, O., Odebunmi, Galadima, N. B., Idris, M. S., Nnodi,
U.N., Afolabi, dan Oghadu. 2009. Simple, effective and economical explant-
surface sterilization protocol for cowpea, rica, and sorghum seeds. African
Journal of Biotechnology 8(20):5395- 5399.

Podesta, F., U. Kalsum & E. Mareza. 2008. Kajian Konsentrasi ZPT 2,4-D
terhadap Viabilitas dan Pertumbuhan Benih Beberapa Genotipe Tanaman
Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.). Akta Agrosia 1 (1): 19.

Rukmana, R. 2002. Mengkudu : Budidaya dan Prospek Agribisnis. Penerbit


Kanisius, Yogyakarta.

Salisbury, F.B. dan C. W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Institut Teknologi


Bandung, Bandung

Solichatun, B. H. dan Anggarwulan, E. 2003. Pengaruh Asam 2,4-


Diklorofenoksiasetat (2,4-D) terhadap Pembentukan dan Pertumbuhan
Kalus serta Kandungan Flavonoid Kultur Kalus Morinda citrifolia. Jurnal
Biofarmasi 1 (1): 1-6

Suriawiria. 1985. Pengantar Mikrobiologi Umum. Angkasa, Bandung

Suryowinoto, M. 1988. Petunjuk Laboratorium Pemuliaan secara in vitro. PAU


UGM, Yogyakarta.

Susilowati, A. dan Listyawati, S. 2001. Keanekaragaman jenis mikroorganisme


sumber kontaminasi kultur in vitro di sub-laboratorium biologi laboratorium
MIPA pusat UNS. Biodiversitas 2 (1): 110-114.
Sutedjo, M. dan Mulyani. 1999. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta.
Jakarta.

Sutiyoso, Y. 2003. Anggrek Potong Dendrobium. Penebar Swadaya. Jakarta.

Trigiano, R. N., dan Gray, J. D. 2000. Plant Tissue Culture Concept and
Laboratory Exercise. CRC Press, New York.

Wahyuni, F, Basri, Z. dan Bustami, M. U. 2013. Pertumbuhan Tanaman Buah


Naga Merah (Hylocerus polyrhizus) Pada Berbagai Konsentrasi Benzyl
Amino Purine dan Umur Kecambah Secara In Vitro. Jurnal Agrotekbis 1(4):
332-338.

Wardiyati, T. 1998. Kultur Jaringan Tanaman Hortikultura. Fakultas Pertanian


Universitas Brawijaya, Malang

Widyowati, R. dan Rahman, A. 2010. Kandungan kimia dan aktivitas antimikroba


ekstrak Garcinia celebica L. terhadap Staphylococcus aureus, Shigella
dysenteriae dan Candida albicans. Majalah Farmasi Airlangga 8 (2): 23-
27.

Wijayanto, T., Sadimantara, G.R., dan Nurdin. 2013. Efek posisi biji muda dalam
polong terhadap pertumbuhan in-vitro planlet kedelai. Jurnal Agriplus 23
(3): 214-218.

Yusnita, 2003. Kultur Jaringan Cara Memperbanyak Tanaman Secara Efisien.


Agromedia Pustaka, Jakarta.

Yuwono, T. 2008. Bioteknologi Pertanian. Gadjah Mada University Press,


Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai