Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam pelayanan kesehatan, intervensi farmakoterapi merupakan

komponen yang tak terpisahkan. Dengan demikian, diperlukan suatu komunikasi

yang baik antara dokter dan penyedia farmakon (obat) agar pasien memperoleh

pelayanan medik yang baik. Salah satu bentuk alat komunikasi tersebut adalah

resep.1, 2

Resep juga perwujudan hubungan profesi antara dokter, apoteker dan

penderita. Selain itu, resep juga merupakan permintaan tertulis kepada apoteker

untuk menggambilkan obat dan merupakan perwujudan akhir dari kompetensi,

pengetahuan keahlian dokter dalam menerapkan pengetahuannya dalam bidang

farmakologi dan terapi.3,4

Berbagai hal yang perlu diperhatikan dalam penulisan resep mengharuskan

dokter untuk lebih teliti dalam menulis resep. Penulisan resep dan penggunaan

obat yang tidak rasional dapat menurunkan mutu pengobatan dan pelayanan

kesehatan secara langsung maupun tidak langsung. Kerasionalan penulisan resep

adalah kesesuaian kombinasi obat dari sudut terjadinya interaksi antar obat dalam

resep yang meliputi interaksi farmakodinamik dan/atau interaksi farmakokinetik.5

1.1. Definisi dan Arti Resep

Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang resep adalah permintaan tertulis dari dokter,

dokter gigi, dokter hewan kepada apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan

obat bagi pasien sesuai peraturan perundangan yang berlaku.3

1
Resep dalam arti yang sempit ialah suatu permintaan tertulis dari dokter,

dokter gigi, atau dokter hewan kepada apoteker untuk membuatkan obat dalam

bentuk tertentu dan menyerahkannya kepada penderita.4

Dari definisi tersebut maka resep bisa diartikan/merupakan sarana

komunikasi profesional antara dokter (penulis resep), APA (apoteker

penyedia/pembuat obat), dan penderita (yang menggunakan obat). Resep ditulis

dalam rangka memesan obat untuk pengobatan penderita, maka isi resep

merupakan refleksi/pengejawantahan proses pengobatan. Agar pengobatan

berhasil, resepnya harus benar dan rasional.3

1.2. Kertas Resep

Resep dituliskan di atas suatu kertas resep dengan ukuran ideal, lebar 10-

12 cm dan panjang 15-18 cm. Blanko kertas resep hendaknya disimpan di tempat

yang aman untuk menghindarkan dicuri atau disalahgunakan oleh orang yang

tidak bertanggung jawab, antara lain dengan menuliskan resep palsu meminta obat

bius.4

Seperti diatur dalam SK. Menkes RI no.270/MenKes/SK/V/1981

mengenai penyimpanan resep di apotek, kertas resep harus disimpan, diatur

menurut urutan tanggal dan nomor urut pembuatan serta disimpan sekurang-

kurangnya selama tiga tahun. Setelah lewat tiga tahun, resep-resep oleh apotek

boleh dimusnahkan dengan membuat berita acara pemusnahan.4

1.3. Resep yang Lengkap

2
Resep yang lengkap terdiri atas :4

a. Nama dan alamat dokter serta nomor surat izin praktek, dan dapat pula

dilengkapi dengan nomor telepon, jam, dan hari praktek.

b. Nama kota serta tanggal resep itu ditulis oleh dokter.

c. Tanda R/, singkatan dari recipe yang berarti harap diambil

(superscriptio).

d. Nama setiap jenis atau bahan obat yang diberikan serta jumlahnya

(inscriptio)

Jenis/bahan obat dalam resep terdiri dari :

1) Remedium cardinale atau obat pokok yang mutlak harus ada. Obat

pokok ini dapat berupa bahan tunggal, tetapi juga dapat terdiri dari

beberapa bahan.

2) Remedium adjuvans, yaitu bahan yang membantu kerja obat pokok;

adjuvans tidak mutlak perlu ada dalam tiap resep.

3) Corrigens, hanya kalau diperlukan untuk memperbaiki rasa, warna

atau bau obat (corrigens saporis, coloris dan odoris)

4) Constituens atau vehikulum, seringkali perlu, terutama kalau resep

berupa komposisi dokter sendiri dan bukan obat jadi. Misalnya

konstituens obat minum air.

Jumlah bahan obat dalam resep dinyatakan dalam suatu berat untuk

bahan padat (mikrogram, miligram, gram) dan satuan isi untuk cairan

(tetes, milimeter, liter). Perlu diingat bahwa dengan menuliskan angka

tanpa keterangan lain, yang dimaksud ialah gram

3
e. Cara pembuatan atau bentuk sediaan yang dikehendaki (subscriptio)

misalnya f.l.a. pulv = fac lege artis pulveres = buatlah sesuai aturan obat

berupa puyer.

f. Aturan pemakaian obat oleh penderita umumnya ditulis dengan singkatan

bahasa Latin. Aturan pakai ditandai dengan signatura, biasanya disingkat

S.

g. Nama penderita di belakang kata Pro : merupakan identifikasi penderita,

dan sebaiknya dilengkapi dengan alamatnya yang akan memudahkan

penelusuran bila terjadi sesuatu dengan obat pada penderita.

h. Tanda tangan atau paraf dari dokter/dokter gigi/dokter hewan yang

menuliskan resep tersebut yang menjadikan resep tersebut otentik. Resep

obat suntik dari golongan Narkotika harus dibubuhi tanda tangan lengkap

oleh dokter/dokter gigi/dokter hewan yang menulis resep, dan tidak cukup

dengan paraf saja.

1.3. Seni dan Keahlian

Menulis Resep yang Tepat dan Rasional

Penulisan resep adalah tindakan terakhir dari dokter untuk pasiennya,

yaitu setelah menentukan anamnesis, diagnosis dan prognosis serta terapi yang

akan diberikan; terapi dapat profilaktik, simptomatik atau kausal. Penulisan resep

yang tepat dan rasional merupakan penerapan berbagai ilmu, karena begitu

banyak variabel-variabel yang harus diperhatikan, maupun variabel unsur obat

4
dan kemungkinan kombinasi obat, ataupun variabel penderitanya secara

individual.3

Resep yang jelas adalah tulisannya terbaca. Misalnya nama obatnya ditulis

secara betul dan sempurna/lengkap. Nama obat harus ditulis yang betul, hal ini

perlu mendapat perhatian karena banyak obat yang tulisannya atau bunyinya

hampir sama, sedangkan khasiatnya berbeda.6

Resep yang tepat, aman, dan rasional adalah resep yang memenuhi lima

tepat, ialah sebagai berikut: 6

1. Tepat obat; obat dipilih dengan mempertimbangkan manfaat dan risiko,

rasio antara manfaat dan harga, dan rasio terapi.

2. Tepat dosis; dosis ditentukan oleh faktor obat (sifat kimia, fisika, dan

toksisitas), cara pemberian obat (oral, parenteral, rectal, local), faktor

penderita (umur, berat badan, jenis kelamin, ras, toleransi, obesitas,

sensitivitas individu dan patofisiologi).

3. Tepat bentuk sediaan obat; menetukan bentuk sediaan berdasarkan efek

terapi maksimal, efek samping minimal, aman dan cocok, mudah, praktis,

dan harga murah.

4. Tepat cara dan waktu penggunaan obat; obat dipilih berdasarkan daya

kerja obat, bioavaibilitas, serta pola hidup pasien (pola makan, tidur,

defekasi, dan lain-lain).

5. Tepat penderita; obat disesuaikan dengam keadaan penderita yaitu bayi,

anak-anak, dewasa dan orang tua, ibu menyusui, obesitas, dan malnutrisi.

5
Kekurangan pengetahuan dari ilmu mengenai obat dapat mengakibatkan

hal-hal sebagai berikut: 6

Bertambahnya toksisitas obat yang diberikan

Terjadi interaksi antara obat satu dengan obat lain

Terjadi interaksi antara obat dengan makanan atau minuman tertentu

Tidak tercapai efektivitas obat yang dikehendaki

Meningkatnya ongkos pengobatan bagi penderita yang sebetulnya dapat

dihindarkan.

1.5. Peresepan Irasional

Kejadian penulisan resep yang tidak rasional dilaporkan dalam suatu

penelitian oleh Oviave (1989) yaitu 74,3 % disebabkan oleh penulisan resep yang

tidak esensial, dalam suatu survey mengenai polifarmasi pada pasien di rumah

sakit dilaporkan terjadi insiden efek samping, karena adanya kemungkinan

interaksi obat.3,5

Penggunaan obat yang tidak rasional pada dasarnya tidak tepat secara

medik, yaitu tidak tepat indikasi, tidak tepat dosis, cara dan lama pemberian, serta

tidak tepat informasi yang disampaikan sehubungan pengobatan yang diberikan.

Ketidakrasionalan penggunaan obat juga terjadi bila resiko penggunaan obat lebih

besar dari manfaatnya.3

Peresepan irasional dapat dikelompokkan menjadi:3, 7

1. Extravagant Prescribing (Peresepan yang boros)

2. Over Prescribing (Peresepan yang berlebih)

6
3. Incorrect Prescribing (Peresepan yang salah)

4. Multiple Prescribing (Peresepan majemuk)

5. Under Prescribing (Peresepan yang kurang)

7
BAB II

ANALISA RESEP

2.1 Resep

8
Keterangan Resep
Klinik : Bedah
Tanggal : 30 Desember 2011
Nama Pasien : Tn. Mahjul
Umur : 30 Tahun
Berat badan : Tidak diketahui
No. RMK : 0-68-79-60
Alamat : Bati-Bati Kabupaten Tanah Laut
Pekerjaan : Swasta
Keluhan : Berak darah segar, nyeri di sekitar anus
Tekanan Darah : Tidak diketahui
Pemeriksaan Penunjang : Tidak ada
Diagnosa : Hemoroid eksterna

2.2. Analisa Resep

2.2.1. Penulisan Resep

Pada resep ini, penulisan obat tidak semua dapat dibaca secara jelas. Pada

penulisan resep yang benar tulisan harus dapat dibaca dengan jelas agar tidak

terjadi kesalahan dalam pemberian obat. 4

Penulisan nama obat pada resep ini sudah baku serta tidak disingkat. Hal ini

sudah sesuai dngan kaidah penuisan resep yaitu resep ditulis dengan benar

dan mudah dibaca serta tidak disingkat jika ingin menyingkat hendaknya

menggunakan singkatan yang lazim yaitu menggunakan bahasa latin. 4

Bentuk sediaan obat dan petunjuk penggunaan obat pada resep ini tidak ditulis

dengan baik. Ada beberapa obat yang penulisan bentuk sediaan dan satuan

berat obat yang tidakjelas. Bentuk sediaan obat sebaiknya ditulis dengan

9
bahasa latin, sehingga tidak akan menimbulkan persepsi ganda antara satu

daerah dengan daerah lain tentang bentuk sediaan obat yang diberikan. Tulisan

yang benar pada resep mencakup nama obat, bentuk sediaan obat, satuan berat

obat dan jumlah obat yang diberikan. Begitu pula cara dan waktu pemberian

hendaknya ditulis dengan baik dan menggunakan bahasa latin sehingga tidak

terdapat persepsi yang ganda. 4

Pada resep ini ukuran kertas yang digunakan lebarnya 11 cm dan

panjangnya 20 cm. Ukuran kertas resep yang ideal adalah lebar 10-12 cm

dan panjang 15-18 cm. Berdasarkan ketentuan tersebut, ukuran kertas yang

digunakan pada resep ini, panjang dan lebarnya udah ideal.4

2.2.2. Kelengkapan Resep

1. Pada resep ini identitas dokter berupa nama, unit di Rumah Sakit dan tanda

tangan dokter penulis resep sudah dicantumkan, yang belum dicantumkan

adalah nomor surat izin praktek dokter yang bersangkutan.

2. Nama kota serta tanggal resep sudah ditulis oleh dokter.

3. Tanda R/ (superscriptio) pada resep ini telah ditulis pada setiap obat yang

ditulis pada resep. Tanda R/ yang merupakan singkatan dari recipe ini berarti

harap diambil, memang seharusnya ditulis pada setiap obat yang ditulis pada

resep.

4. Inscriptio

a. Jenis/bahan obat dalam resep ini terdiri dari :

Jenis/bahan obat dalam resep ini terdiri dari :

10
Remedium Cardinale atau obat pokok yang digunakan adalah kombinasi

obat hipoglikemik oral antara lain, glibenclamide, glucobay, metformin,

Remedium Adjuvans atau obat tambahan yang digunakan dalam resep ini

adalah amitriptilin dan neurodex.

Corrigens, dalam resep ini tidak digunakan karena bukan resep marginalis.

Constituens atau vehikulum, dalam resep ini tidak digunakan karena bukan

resep marginalis.

Jumlah obat yang diberikan disesuaikan untuk 30 hari.

b. Pada resep ini tidak semua bentuk sediaan obat disebutkan, seperti ada obat

hesmin, mefinal, plasminex,dan droxofera. Adapun berat sediaan hanya

dituliskan pada mefinal yaitu 500 mg.

5. Pada resep ini tanda signatura/aturan pakai masih kurang tepat dan lengkap,

signatura tidak ditulis dengan menggunakan kaidah baku penulisan resep.

Penulisan siganatura sudah diawali dengan tanda S, namun penulisan aturan

pakai tidak mengikuti kaidah baku penulisan resep yaitu menggunakan bahasa

latin. Selain itu tidak ditemukan penjelasan kapan waktu untuk meminum

obat, apakah sesudah makan, sebelum makan, atau bersama dengan makan.

Pada penulisan aturan pakai juga tidak disebutkan bentuk sediaan obatnya.

6. Nama penderita sudah ditulis namun umur dan alamat tidak ada. Seharusnya

identitas penderita ditulis lengkap agar resep tidak tertukar saat pengambilan

dan mudah menelusuri bila terjadi sesuatu dengan obat penderita.

11
7. Pada resep sudah mencantumkan tanda tangan dokter yang menulis resep yang

menjadikan resep tersebut otentik. Namun, pada resep tidak dicantumkan paraf

antar resep walaupun telah diberikan garis pemisah antar obat.

8. Pada resep ini tidak ditutup dengan tanda ular. Pemberian tanda ular pada akhir

resep ini bertujuan untuk menghindari penambahan resep oleh orang lain.

2.2.3. Keabsahan Resep

Kertas resep yang digunakan di sini adalah resep dokter rumah sakit.

Resep dokter rumah sakit/klinik/poliklinik, dikatakan sah jika terdapat nama dan

alamat rumah sakit/klinik/poliklinik, nama dan tanda tangan dokter/paraf dokter

penulis resep tersebut serta bagian/unit di rumah sakit. Namun, pada resep ini

tanda tangan/paraf dokter pada setiap obat yang diberikan tidak dicantumkan.

Tanda penutup haruslah dibubuhkan setelah obat terakhir dituliskan untuk

menandai bahwa resep tersebut telah selesai ditulis oleh dokter selain itu juga

untuk menghindari penambahan obat obat lain oleh orang selain dokter yang

bersangkutan.

2.2.4. Dosis Obat, Frekuensi, Lama dan Waktu Pemberian

1. Borraginol

Suatu sediaan untuk penyakit wasir, tersedia dalam bentuk salep dan

supositoria. Sediaan ini dapat digunakan pada peradangan, gatal-gatal, edema,

rasa nyeri dan gejala-gejala alergi serta pengobatan wasir. Tiap gram

mengandung: lithospermi radix extractum 0,09 mg, aafliviis aminobenzoas 10

12
mg, dibucaini hydrochloridum 0,25 mg, diphenhydramini hydrochloridum 25

mg, cetrimide 1,25 mg.8

Pada kasus ini diresepkan borraginol supositoria sebanyak 10 biji dengan

aturan pakai dua kali sehari. Namun karena sediaan ini tidak terdapat di apotek

maka akhirnya obat ini tidak diberikan. Hal ini pada resep ditandai dengan

penulisan tanda silang di depan nama obat.

2. Laxadine

Merupakan obat yang berguna untuk melunakkan feses. Satu sendok

makan laxadine mengandung fenolftalin, paraffin liquid, dan gliserin. Fenolftalin

merupakan devirat dyphenylamethana yang bersifat stimulant laxative dimana

efek terapiutiknya adalah menstimulasi saraf mucosal plexus di kolon. Mekanisme

kerjanya adalah dengan mengihibisi absobsi glukosa dan sodium sehingga

menghasilkan penumpukan caiaran dalam kolon dengan aktivitas osmotik.

Fenolftalin diabsorbsi < 5% dengan rute per oral atau rectal, dengan konversi

garam glukoronida dan ekskresi melaluiurin dan feses. Fenolftalin oral memiliki

onset of duration 6-12 jam. Sedangkan, gliserin berfungsi sebagai peluruh feses

sehingga lebih mudah dikeluarkan.9

Obat jenis ini bermanfaat pada pemberian oral untuk prosedur hemoroid

dan fisura. Sebaiknya penggunaan obat ini tidk dalam jangka waktu yang lama

karena dapat menyebabkan iritasi anal, serta penggunaannya dikontraindikasikan

pada anak usia di bawah 3 tahun.10

13
Pada resep ini diberikan laxadine sirup 60 ml, dengan aturan pakai 2 kali

sehari. Namun pada signatura tidak dicantumkan secara jelas kapan waktu

penggunaan obat dan berapa takaran obat yang harus diminum.

3. Venosmil

Merupakan obat jenis hidrosmin yang merupakan suatu derivate diosmin,

berkhasiat untuk mengobati varises, insufisiensi vena, dan hemoroid. Bentuk

sediaan obat yang ada adalah sediaan kapsul 200 mg dan gel 2% 60 g.11

Pada resep telah dituliskan bentuk sediaan obat, jumlah yang digunakan,

dan frekuensi pemakaian, namun tata cara pemakaian gel tidak dicantumkan.

4. Hesmin

Mengandung 450 mg diosmin dan 50 mg herperididn. Diindikasikan pada

varises dan hemoroid. Pada resep tidak dicantumkan bentuk sediaan, yang

dicantumkan hanya jumlah dan frekuensi pemakaian. Terdapat tanda silang di

depan nama obat, kemungkinan obat tidak tersedia di apotek. Hesmin memiliki

kesamaan khasiat dengan venosmil.11

5. Mefinal

Mefinal merupakan obat dengan kandungan asam mefenamat yang

memilii khasiat sebagai analgesik dan antiinflamasi,namun tidak memberikan efek

antipiretik. Asam mefenamat merupakan asam N-2, 3-X ililantranilat dengan BM

241,291 mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 102,0% asam

mefenamat dari zat yang telah dikeringkan.12

Asam mefenamat larut dalam larutan alkali hidroksida, agak sukar larut

dalam kloroform, sukar larut dalam etanol dan dalam methanol, serta praktis tidak

14
larut dalam air. Asam mefenamat mempunyai pka 4,2 dan koefisien partisi 5,1.

Onset asam mefenamat 2-3 jam dengan durasi obat kurang dari 6 jam. Asam

mefenamat 99% diikat oleh protein, memiliki t eliminasi 2 jam serta 55%

diekskresikan melalui urin dan 20% melalui faeses. Khasiat atau indikasi dari

asam mefenamat yaitu untuk nyeri ringan sampai sedang, disminore, dan

sebagainya. Efek samping yaitu mengantuk, diare, ruam kulit, trombositopenia,

anemia hemolitik, kejang pada over dosis.11,12

6. Kalnex

Mekanisme aktivitas antiplasminik dari Kalnex yaitu dengan cara

menghambat aktivitas dari aktivator plasminogen dan plasmin. Aktivitas

antiplasminik dari Kalnex telah dibuktikan oleh berbagai percobaan in vitro

dan penentuan dari aktivitas plasmin dalam darah dan aktivitas setempat, setelah

diberikan pada tubuh manusia. Sedangkan mekanisme aktivitas hemostatis

Kalnex yaitu dengan cara mencegah degradasi fibrin, pemecahan platelet,

penambahan kerapuhan vaskular dan pemecahan faktor koagulasi. Efek ini

dibuktikan secara klinis dengan berkurangnya jumlah perdarahan, mengurangi

waktu perdarahan dan periode perdarahan. Dosis pemberian kalnex pada orang

dewasa yaitu 1 tablet untuk 3-4 kali per hari.11,13

Pada resep ini sebenarnya dokter menuliskan obat plasminex sebanyak 9

biji, namun karena ketidaktersedian obat itu di apotek, maka digantikan dengan

kalnex. Pada resep ini bentuk sediaan obat, kapan waktu pemakaian obat tidak

dicantumkan, yang dicantumkan hanya frekuensi pemberian obat sebanyak 2 kali

sehari.

15
7. Droxefa

Merupakan obat dengan komposisi sefadroksil, yang mana termasuk

golongan antibiotika -laktam generasi pertama dari sefalosporin. Spektrum

kerjanya aktif terhadap Gram positif seperti Staphylococcus sp., Streptococcus

sp. dan Pneumonia sp.. Senyawa tersebut juga aktif terhadap bakteri Gram negatif

seperti Escherichia coli, Neisseria gonorrhoea, Klebsiella pneumonia, Proteus

mirabilis dan Haemophilus influenzae. Antibiotika tersebut dianjurkan pula

penggunaannya untuk pengobatan radang hulu kerongkongan atau sakit

tenggorokan, infeksi saluran kemih dan infeksi kulit. Sefadroksil bersifat tahan

terhadap asam dan potensi ikatan dengan serum relatif rendah sehingga sangat

efektif untuk membunuh bakteri.14

Pada resep ini dituliskan jumlah obat dan frekuensi pemakaian, yaitu

sebanyak 10 buah dan frekuensinya sebanyak 3 kali per hari. Namun bentuk

sediaan dan waktu pemakaian obat tidak dituliskan.

2.2.5. Bentuk Sediaan

Ada beberapa bentuk sediaan obat yang digunakan dalam resep ini. Bentuk

sediaan yang pertama yang diberikan adalah dalam bentuk tablet, yaitu pada obat

Hesmin,Mefinal, Plasminex (Kalnex) . Tablet adalah bentuk sediaan padat yang

kompak mengandung satu atau beberapa bahan obat dengan atau tanpa zat

tambahan. Sifat bentuk sediaan tablet antara lain :15

16
a. Cukup stabil dalam transportasi dan penyimpanan, kalau tidak dinyatakan lain

dapat disimpan pada suhu kamar.

b. Tidak tepat untuk obat-obatan yang depat rusak oleh asam lambung dan enzim

pencernaan serta bersifat iritatif.

c. Formulasi dan pabrikan sediaan obat dapat mempengaruhi bioavailabilitas

bahan aktif. Beberpa obat dalam resep ini dipilih sediaan padat karena

disesuaikan dengan penderita yang dewasa dan tidak ada gangguan menelan.

Bentuk sediaan obat padat yang digunakan dalam resep ni selain tablet

adalah bentuk sediaan kapsul, pada Droxefa Kapsul adalah sediaan padat yang

terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut dalam air.

Cangkang umumnya terbuat dari gelatin, tetapi dapat juga terbuat dari pati atau

bahan lain yang sesuai. Ada duajenis kapsul, yaitukapsul cangkang keras dan

kapsulcangkang lunak. Pada kapsul cangkang keras, cangkang trdiri atas dua

bagian yang dapat diisahkan, yaitu badan kapsul dan tutup kapsul. Sedangkan

pada kapsulcangkang lunak, bagian dalam (isi) dan cangkangnya merupakan satu

unit yang tak dapat dipisahkan. Bentuk sediaan kapsul lunak ini tidak dapat

digunakan untuk campuran pulveres.15

Bentuk sedian lain yang digunakan adalah gel, yaitu Venosmil gel. Gel

merupakan suatu sediaan semi padat yang jernih an tembus cahaya, mengandung

zat-zat aktif dalam keadaan terlarut. Bentuksediaan ini memiliki viskositas yang

lebih encer dibandinkan salep, mengandung sedikit atau tidak lilin. Dan

digunakanpada membran mukosa dengan tujuan sebagai pelicin atau sebagai basis

bahan obat. Umumnya adalah campuran sederhana dariminyak dan lemak dengan

17
titik leleh rendah. Gel dapat dicuci karena mengandung mucilago, gum atau bahan

pensuspensi.15

Selain tablet dan gel, juga digunakan bentuk sediaan obat berupa sirup,

yaitu Laxadine sirup. Sirupadalah suatu larutan obat yang mengandung satu atau

lebih jenis obat dengan zat perasa yambahan dan sukrosa sebagai pemanisnya.15

2.2.6. Interaksi Obat

Pada obat-obat yang diberikan tidak terdapat interaksi yang saling

menghambat dan mempengaruhi antara satu obat dengan obat yang lain.

2.2.7. Efek Samping Obat

a. Borraginol

Efek samping yang dapat ditimbulkan berupa reaksi alergi pada kulit sepeti

rasa terbakar, pruritus, edema, da urtikaria.11

b. Laxadine

Efek samping yang ditimbulkan diantaranya adalah alergi kulit,rash dan

pruritus, rasa terbakar, kolik, dan kehilangan cairan serta elektrolit.11

c. Venosmil

Efek samping yang tercatat yaitu pada saluran cerna dapat menyebabkan

nyeri lambung dan mual. Sedangkan pada kulit dapat menyebabkan erupsi kulit

dan gatal serta pada sistem saraf dapat menyebabkan sakit kepala dan sakit

pada tubuh.11

d. Hesmin

18
Efek samping hamper sama dengan venosmil.11

e. Mefinal

Efek samping yang ditimbulkan adalah mengantuk, ruam pada kulit,

gangguan gastrointestinal dan perdarahan, ulkus peptikum, diskrasia darah,

tromositopenia.11

f. Plasminex

Gangguan gastrointestinal, mual, pusing, muntah, anoreksia, eksantema da

sakit kepala.11

g. Droxefa

Hipersensitivitas, ruam kulit, urtikaria, eosinofilia, demam, anafilaksis.

Gangguan gastrointestinal, gangguan ginjal, kejang, eritema multiformis, dan

anemia hemolitik.11

2.2.8. Analisa Diagnosa

Dari data rekam medis tertulis bahwa pasien telah 4 kali berobat ke

poliklinik bedah, yaitu pada tanggal 28 April 2009, 2 Mei 2009, 1 Desember

2010, dan terakhir 30 Desember 2011. Keluhan utama yang diderita pasien adalah

berak berdarah, berupa darah segar dan nyeri sekitar anus, terutama jika duduk

terlalu lama. Pada kunjungan pertama selain keluhan utama tadi, pasien juga

mengeluhkan batuk-batuk dan rasa tidak nyaman di tenggorokan. Oleh dokter

didiagnosa hemoroid eksterna dan ISPA.

19
Hemoroid merupakan penyakit daerah anus yang cukup banyak

ditemukan pada praktek dokter sehari- hari. Di RSCM selama 2 tahun dari 414

kali pemeriksaan kolonoskopi didapatkan 108 (26,09%) kasus hemoroid.

Hemoroid memiliki sinonim piles, ambeien, wasir atau southern pole disease

dalam istilah di masyarakat umum. Keluhan penyakit ini antara lain: rasa sakit

dan sulit saat buang air besar, dubur terasa panas, serta adanya benjolan di dubur,

perdarahan melalui dubur dan lain-lain. 16

Menurut definisinya, hemoroid adalah pelebaran dan inflamasi pembuluh

darah vena di daerah anus yang berasal dari plexus hemorroidalis. Di bawah atau

di luar linea dentate pelebaran vena yang berada di bawah kulit (subkutan)

disebut hemoroid eksterna. Sedangkan di atas atau di dalam linea dentate,

pelebaran vena di bawah mukosa (submukosa) disebut hemoroid interna.

Biasanya struktur anatomis canalis analis masih normal.16

Hemoroid memiliki faktor resiko cukup banyak, diantaranya adalah:

kurang mobilisasi, lebih banyak tidur, konstipasi, cara buang air besar yang tidak

benar, kurang minum air, kurang makanan berserat (sayur dan buah), faktor

genetika/ keturunan, kehamilan, penyakit yang meningkatkan tekanan

intraabdomen (tumor abdomen, tumor usus), sirosis hati.16

Penatalaksanaan hemoroid dibagi atas penatalaksanaan secara medik dan

secara bedah tergantung dari derajatnya. Menurut Dr. Sutanto Gandakusuma, Ahli

Bedah Rumah Sakit (RS) Husada, Jakarta, hampir 70 persen manusia dewasa

mempunyai wasir, baik wasir dalam, wasir luar maupun keduanya. Namun tidak

semua penderita wasir ini memerlukan pengobatan. Hanya sebagian kecil saja

20
yang memerlukan pertolongan medis, yakni mereka yang mengeluhkan

pendarahan, adanya tonjolan dan gatal-gatal.16

Hemoroid memang menjadi momok bagi sebagian orang yang

menderitanya. Benjolan didalam anus sangat membuat rasa tidak nyaman, baik

untuk posisi duduk maupun berdiri. Apalagi kalau hendak buang hajat (BAB),

seseorang sering meringis kesakitan. Hemoroid hampir sama bentuknya dengan

varises, penyakit yang biasanya terdapat di daerah kaki dikarenakan terlalu lama

berdiri. Hemoroid bukan sekedar pelebaran vena hemoroidalis, tetapi bersifat

lebih kompleks yakni melibatkan beberapa unsur berupa pembuluh darah,

jaringan lunak dan otot di sekitar anorektal (kanalis anus).16

Berdasarkan diagnosis yang ditegakkan dan terapi yang diberikan telah

terdapat kesesuaian. Namun pada resep yang telah diberikan ada obat yang

memiliki khasiat yang sama diberikan secara bersamaan, sehingga muncul kesan

bahwa resep yang dibuat kurang rasional. Oleh sebab itu maka dibuatlah usulan

resep untuk pengobatan hemoroid eksterna, yaitu sebagai berikut :

21
Usulan Resep untuk Kasus Hemoroid

PROPINSI PEMERINTAH DAERAH TINGKAT I


KALIMANTAN SELATAN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ULIN
BANJARMASIN

Nama Dokter : dr. M. Fazar Adhytia, Sp. B Tanda Tangan


NIP : 1986 037 204
UPF/Bagian : Bedah
Kelas I/II/III/Utama

Banjarmasin, 10 - 01 - 2012
R/ Borraginol-S sups No. X
S. u.c

R/ Ardium tab 500 mg No. XIV


S s. d.d. tab II d.c.

R/ Kalnex tab 500 mg No. IX


S. t. d.d. tab I d.c.

R/ Laxadine syr 60 ml No. Lag 1


S p.r.n s. d.d Cth II o.n (konstipasi)

R/ Mefinal tab 500 mg No. X


S p.r.n t. d.d. tab I p.c (durdol)

Pro : Tn. Mahjul


Umur : 30 tahun
Alamat : Bati-Bati Kabupaten Tanah Laut

22
BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan 5 tepat pada resep rasional, maka :


1. Tepat obat
Obat yang dipilih untuk pasien dengan neuropati diabetikum pada kasus ini
sudah tepat.
2. Tepat dosis
Dosis yang diberikan sudah tepat, walaupun pada beberapa obat tidak tertulis
besarnya dosis yang diberikan.
3. Tepat bentuk sediaan
Bentuk sediaan yang diberikan sudah tepat sesuai dengan keadaan pasien.
4. Cara dan Waktu
penggunaan obat
Pada resep ini tidak dituliskan dengan jelas kapan obat seharusnya diminum.
Tata cara penulisan aturan pakai tidak ditulis dengan kaidah yang baku.
5. Tepat keadaan penderita.
Pemberian obat susah sesuai dengan keadaan penderita
Kelengkapan lain yang perlu ditulis adalah : Identitas pasien seperti umur,
berat badan dan alamat. Selain itu perlu diperhatikan kaidah baku penulisan resep.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Danu SS. Penggunaan obat secara rasional: upaya untuk mengatasi


ketidakrasionalan pemberian obat. Medika 2001;11:737-739.
2. Harjono, Farida N. Kajian resep-resep di apotik sebagai sarana
meningkatkan penulisan resep yang rasional. Jurnal Kedokt YARSI
1999;7(1):91-104.
3. Lestari, CS. Seni Menulis Resep Teori dan Praktek. PT Pertja. Jakarta,
2001.
4. Hardjasaputra, S.L.P dkk. Data Obat di Indonesia edisi 10. Grafidian
Medipress. Jakarta, 2002.
5. Ridwan H, Siregar S. Hubungan anatar kualifikasi dokter dengan
kerasionalan penulisan resep obat oral kardiovaskuler pasien dewasa
ditinjau dari sudut interaksi obat. Majalah Ilmu Kefarmasian 2006; 3: 66-
77.
6. Joenoes, Nanizar Zaman. Ars Prescribendi Penulisan Resep yang
Rasional 1. Airlangga University Press. Surabaya, 1995.
7. Ganiswarna, S.G (ed). Farmakologi dan Terapi edisi 4. Bagian
Farmakologi FKUI. Jakarta, 1995.
8. Mc Evoy GK. AHFS Drug Information. Amer Soc f Health. USA, 2004.
9. Tjay TH, Raharja K. Obat- Obat Penting : Khasiat, Penggunaan, dan Efek
Samping. Edisi 5. Elex Media Komputindo. Jakarta, 2002.
10. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonseia. Informatorium
Obat Nasional Indonesia. Jakarta : Sagung Seto, 2009
11. Ikatan Sarjana Farmasi. ISO Farmakoterapi. Cetakan I. Disusun oleh
Sukanar EY,dkk. Jakarta : ISFI Penerbitan, 2008.
12. Lelo A.: Pertimbangan yang muncul dari OAINS yang digunakan. Dalam,
Naskah Lengkap Temu Ilmiah Rematologi 2001. (eds. Setyohadi B,
Kasjmir YI), Ikatan Reumatologi Indonesia, Jakarta, pp:96-9,2001.
13. Djuanda A. MIMS Petunjuk Konsultasi. Edisi 8. Jakarta: Infomaster CMP
Medika, 2008.
14. Susudarti RA, Rianti A, Martono S. Penetapan kadar sefadroxil secara
spectofotometri visible menggunakan preaksi etil asetoasetat dan
formaldehid. Majalah frmasi Indonesia. 19 (1), 41-47, 2008.

15. Yasmina A. Diktat Farmakologi III. Bagian Farmakologi Fakultas


Kedokteran UNLAM. Banjarbaru. 2008.
16. Sudoyo AW. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Buku jilid 1 Edisi 4
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI. Jakarta; 2006.

24

Anda mungkin juga menyukai