Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PORTOFOLIO

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

DISUSUN OLEH :
dr. JATNIKA PERMANA

PENDAMPING :
dr. ALJUNED PRASETYO
dr. JAMALUDIN MALIK

DOKTER INTERNSIP WAHANA RSUD SALATIGA


PERIODE 15 SEPTEMBER 2016 15 SEPTEMBER 2017
KOTA SALATIGA
Borang Portofolio

Nama Peserta:dr. Karina Adzani Herma

Nama Wahana: RSUDKota Salatiga

Topik: Chest pain

Tanggal (kasus): 5 Juli 2017

Nama Pasien: Tn.K/ 56 tahun No. RM:10-11-163XXX

Nama Pendamping:dr. Aljuned Prasetyo


Tanggal Presentasi : 29 Agustus 2017
dr. Jamaludin Malik

Tempat Presentasi: RSUD Kota Salatiga

Obyektif Presentasi:

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil

Deskripsi:
Seorang laki-laki usia 56 tahun dengan nyeri dada kiri sejak 1 minggu yang lalu .
Tujuan:
Menegakkan diagnosis kerja, melakukan penanganan awal kegawatan pada nyeri dada, konsultasi dengan spesialis saraf untuk penanganan
lebih lanjut terkait kasu chest pain dengan memberikankan edukasi tentang penyakit pada pasien dan keluarga.

Bahan bahasan: Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit

Cara membahas: Diskusi Presentasi &diskusi Email Pos

Data pasien: Nama: Tn. K Nomor Registrasi:10-11-163XXX

Nama klinik: RSUD Kota Salatiga Telp:- Terdaftar sejak: 5 Juli 2017

Data utama untuk bahan diskusi:

1. Diagnosis/Gambaran Klinis:
Keluhan Utama : Nyeri dada kiri sejak 1 minggu yang lalu.

2. Riwayat Kesehatan / Penyakit Sekarang


Pasien rujukan dari RS. Puri Asih dengan keluhan nyeri dada kiri , pasien sempat dirawat di RS. Puri Asih kurang lebih 1 minggu, keluhan
mual (-) muntah (-), kepala terasa pusing cekot-cekot. Keluhan disertai badan terasa lemas dan kadang disertai demam. BAB dan BAK
tidak ada keluhan .Oleh keluarga pasien dibawa ke RSUD Salatiga untuk mendapat perawatan yang intensif.

3. Riwayat Kesehatan/ Penyakit:


Pasien merupakan rujukan dari RS Puri Asih dengan keluhan nyeri dada. Keluhan tersebut kambuh-kambuhan, disertai kepala terasa
pusing cekot-cekot dan kadang disertai demam. Keluhan lain (-) riwayat penyakit hipertensi (+) tidak terkontrol, penyakit jantung (+) ,
alergi obat (-).
4. Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada riwayat penyakit pada keluarga

5. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : tampak sakit, lemah (+)
KESADARAN
GCS: E4V5M6 (kompos mentis)
VITAL SIGN
Tekanan darah : 159/90 mmHg
Frekuensi nadi : 83x/menit
Frekuensi nafas : 22x/menit
Suhu : 36,6 oC
Saturasi O2 : 100%
PEMERIKSAAN FISIK

a. Kepala : Simetris, normosefal


b. Mata : Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), mata cowong (-/-)
c. Mulut : Mukosa kering (-)
d. THT : sekret hidung (-/-), tenggorokan sulit dinilai
e. Leher : KGB servikal tidak membesar, tiroid tidak membesar
f. Thoraks : tidak tampak retraksi intercostae (-/-)
Cor I : ictus cordis tidak tampak
A : Bunyi jantung I-II, intensitas normal, reguler, bising (-), gallop (-)
PulmoI : Pengembangan dada kanan = kiri
P : Fremitus raba kanan = kiri
P : Sonor / sonor
A : SDV (+/+), RBK (-/-), RBH (-/-), wheezing (-/-)
g. Abdomen :
I : Jejas (-), datar
A: Bising usus (+) dalam batas normal
P : Timpani (+)
P: Supel, nyeri tekan (-), defans muscular (-), hepar dan lien tidak teraba, turgor dalam batas normal.
h. Genitourinaria : eritema (-)
i. Ekstremitas :
Akral Dingin Edema

- - - -

- - - -
PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGIS
a. Tanda Rangsang Selaput Otak

Kaku kuduk : (-)


Laseque : >700 / >700
Kernig : >1350/ >1350
Brudzinsky I : -
Brudzinsky II : -
b. Nervus Cranialis
N. III, IV, VI : pupil bulat, isokor, 2mm/ 2mm, RCL (+/+), RCTL (+/+)
N. VII: plica nasolabialis kanan = kiri
c. Fungsi Motorik : dalam batas normal
d. Fungsi Sensorik : dalam batas normal
e. Gerakan Involunter: (-/-)
f. Fungsi Otonom: baik
g. Refleks Fisiologis
Bisep : (+/+)
Trisep : (+/+)
h. Refleks Patologis
Hoffman Tromner : (-/-)
Babinsky : (-/-)
Chaddoks : (-/-)
Gordon : (-/-)
Schaefer : (-/-)
Klonus : (-/-)
i. Fungsi Luhur : dbn

6. Pemeriksaan penunjang
GDS : 188 gr/dl
EKG : Irama ireguler, LAD, HR 85, ST elevasi V1-V3
7. Resume
Pasien rujukan dari RS. Puri Asih dengan keluhan nyeri dada kiri , pasien sempat dirawat di RS. Puri Asih kurang lebih 1 minggu,
keluhan mual (-) muntah (-), kepala terasa pusing cekot-cekot. Keluhan disertai badan terasa lemas dan kadang disertai demam. BAB dan
BAK tidak ada keluhan .Oleh keluarga pasien dibawa ke RSUD Salatiga untuk mendapat perawatan yang intensif. Keluhan lain (-) riwayat
penyakit hipertensi (+) tidak terkontrol, penyakit jantung (+) , alergi obat (-).
Pasien kompos mentis, tekanan darah 159/90 mmHg, frekuensi nadi 83x/menit, frekuensi napas 22x/menit, suhu 36,6 oC.
Pemeriksaan fisik neurologis didapatkan kaku kuduk (-), reflex patologis (-/-). Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan GCS 188
gr/dl, pemeriksaan EKG Irama ireguler, LAD, HR 85, ST elevasi V1-V3.
8. Diagnosis
Chest pain
9. Penatalaksanaan
Terapi yang sudah diberikan di IGD

Oksigen nasal
Infus asering 20 tpm
Inj. Ranitidin 1 amp
Inj. Morfin 2,5
PO : ISDN 5 mg
Aspilet 2 tab CPG 4 tab
Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam

Hasil Pembelajaran:
1. Penegakkan diagnosis chest pain
2. Penatalaksanaan awal dan monitoring pada kasus nyeri dada
3. Penatalaksanaan farmakologis untuk nyeri dada
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio
1. Subyektif
Pasien rujukan dari RS. Puri Asih dengan keluhan nyeri dada kiri , pasien sempat dirawat di RS. Puri Asih kurang lebih 1 minggu, keluhan
mual (-) muntah (-), kepala terasa pusing cekot-cekot. Keluhan disertai badan terasa lemas dan kadang disertai demam. BAB dan BAK
tidak ada keluhan .Oleh keluarga pasien dibawa ke RSUD Salatiga untuk mendapat perawatan yang intensif. Keluhan lain (-) riwayat
penyakit hipertensi (+) tidak terkontrol, penyakit jantung (+) , alergi obat (-).
2. Objektif
Hasil wawancara, pemeriksaan fisik, dan EKG :
Gejala klinik (nyeri dada )
Riwayat penyakit dahulu (riwayat penyakit jantung, dan hipertensi tidak terkontrol)
Pemeriksaan EKG ( Irama ireguler, LAD, HR 85, ST elevasi V1-V3)
3. Assesment
Dari anamnesis, pemeriksaan penunjang pasien didiagnosis dengan chest pain.
4. Plan
Diagnosis: Upaya diagnosis yang dilakukan sudah sesuai pedoman penatalaksanaan yang berlaku.

Pengobatan: Pemberian penanganan awal pada pasien nyeri dada dan kemudian dilakukan pemeriksaan penunjang EKG, untuk
penegakan diagnosis kerja sambil dilakukan penatalaksanaan lanjutan . Untuk penanganan awal pasien yang masuk dengan
kondisi nyeri dada di berikan terapi farmakologis meliputi pemberian antinyeri, dan terapi suportif lain seperti cairan, dan
nutrisi. Setelah kondisi pasien stabil dan diperbolehkan rawat jalan, maka dapat dipertimbangkan untuk kontrol ke dokter
spesialis jantung.
Pendidikan: Pendidikan yang diberikan kepada keluarga pasien meliputi motivasi untuk dapat melakukan kontrol teratur ke
dokter spesialis jantung untuk pengobatan dan pencegahan kondisi terulang kembali. Pendidikan mengenai penanganan awal nyeri
kepala yang dapat dilakukan di rumah dan himbauan untuk segera dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat.
Rujukan:-
Kontrol:Pasien disarankan untuk rutin kontrol setiap bulan ke poli dokter spesialis jantung.
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Nyeri dada adalah perasaan nyeri / tidak enak yang mengganggu daerah dada dan seringkali merupakan rasa nyeri yang diproyeksikan
pada dinding dada (referred pain).
Nyeri Coroner adalah rasa sakit akibat terjadinya iskemik miokard karena suplai aliran darah koroner yang pada suatu saat tidak
mencukupi untuk kebutuhan metabolisme miokard.
Nyeri dada akibat penyakit paru misalnya radang pleura (pleuritis) karena lapisan paru saja yang bisa merupakan sumber rasa sakit,
sedang pleura viseralis dan parenkim paru tidak menimbulkan rasa sakit.

B. Etiologi
Nyeri dada dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
1. Nyeri dada pleuritik
Nyeri dada pleuritik biasa lokasinya posterior atau lateral. Sifatnya tajam dan seperti ditusuk. Bertambah nyeri bila batuk atau bernafas
dalam dan berkurang bila menahan nafas atau sisi dada yang sakit digerakan. Nyeri berasal dari dinding dada, otot, iga, pleura perietalis,
saluran nafas besar, diafragma, mediastinum dan saraf interkostalis. Nyeri dada pleuritik dapat disebakan oleh Difusi pelura akibat
infeksi paru, emboli paru, keganasan atau radang subdiafragmatik pneumotoraks dan penumomediastinum
2. Nyeri dada non pleuretik
Nyeri dada non-pleuritik biasanya lokasinya sentral, menetap atau dapat menyebar ke tempat lain. Plaing sering disebabkan oleh kelainan
di luar paru :
a. Kardial
1) Iskemik miokard akan menimbulkan rasa tertekan atau nyeri substernal yang menjalar ke aksila dan turun ke bawah ke bagian
dalam lengan terutama lebih sering ke lengan kiri. Rasa nyeri juga dapat menjalar ke epigasterium, leher, rahang, lidah, gigi,
mastoid dengan atau tanpa nyeri dada substernal. Nyeri disebabkan karena saraf eferan viseral akan terangsang selama iskemik
miokard, akan tetapi korteks serebral tidak dapat menentukan apakah nyeri berasal sari miokard. Karena rangsangan saraf melalui
medula spinalis T1-T4 yang juga merupakan jalannya rangsangan saraf sensoris dari sistem somatis yang lain. Iskemik miokard
terjadi bila kebutuhan 02 miokard tidak dapat dipenuhi oleh aliran darah koroner. Pada penyakit jantung koroner aliran darah ke
jantung akan berkurang karena adanya penyempitan pembuluh darah koroner.
Ada 3 sindrom iskemik yaitu :
a) Angina stabil (Angina klasik, Angina of Effort) : Serangan nyeri dada khas yang timbul waktu bekerja. Berlangsung hanya
beberapa menit dan menghilang dengan nitrogliserin atau istirahat. Nyeri dada dapat timbul setelah makan, pada udara yang
dingin, reaksi simfatis yang berlebihan atau gangguan emosi.
b) Angina tak stabil (Angina preinfark, Insufisiensi koroner akut) : Jenis Angina ini dicurigai bila penderita telah sering berulang
kali mengeluh rasa nyeri di dada yang timbul waktu istirahat atau saat kerja ringan dan berlangsung lebih lama.
c) Infark miokard : Iskemik miokard yang berlangsung lebih dari 20-30 menit dapat menyebabkan infark miokard. Nyeri dada
berlangsung lebih lama, menjalar ke bahu kiri, lengan dan rahang. Berbeda dengan angina pektoris, timbulnya nyeri dada
tidak ada hubungannya dengan aktivitas fisik dan bila tidak diobati berlangsung dalam beberapa jam. Disamping itu juga
penderita mengeluh dispea, palpitasi dan berkeringat. Diagnosa ditegakan berdasarkan serioal EKG dan pemeriksa enzym
jantung.
2) Prolaps katup mitral dapat menyebabkan nyeri dada prekordinal atau substernal yang dapat berlangsung sebentar maupun lama.
Adanya murmur akhir sisttolik dan mid sistolik-click dengan gambaran echokardiogram dapat membantu menegakan diagnose.
3) Stenosis aorta berat atau substenosis aorta hipertrofi yang idiopatik juga dapat menimbulkan nyeri dada iskemik.
b. Perikardial
Saraf sensoris untuk nyeri terdapat pada perikardium parietalis diatas diafragma. Nyeri perikardila lokasinya di daerah sternal dan
area preokordinal, tetapi dapat menyebar ke epigastrium, leher, bahu dan punggung. Nyeri bisanya seperti ditusuk dan timbul pada
aktu menarik nafas dalam, menelan, miring atau bergerak.
Nyeri hilang bila penderita duduk dan berdandar ke depan. Gerakan tertentu dapat menambah rasa nyeri yang membedakannya
dengan rasa nyeri angina. Radang perikardial diafragma lateral dapat menyebabkan nyeri epigastrum dan punggung seperti pada
pankreatitis atau kolesistesis
c. Aortal
Penderita hipertensi, koartasio aorta, trauma dinding dada merupakan resiko tinggi untuk pendesakan aorta. Diagnosa dicurigai bila
rasa nyeri dada depan yang hebat timbul tiba- tiba atau nyeri interskapuler. Nyeri dada dapat menyerupai infark miokard akan tetapi
lebih tajam dan lebih sering menjalar ke daerah interskapuler serta turun ke bawah tergantung lokasi dan luasnya pendesakan.
d. Gastrointestinal
Refluks geofagitis, keganasan atau infeksi esofagus dapat menyebabkan nyeri esofageal. Nyeri esofageal lokasinya di tengah, dapat
menjalar ke punggung, bahu dan kadang kadang ke bawah ke bagian dalam lengan sehingga seangat menyerupai nyeri angina.
Perforasi ulkus peptikum, pankreatitis akut distensi gaster kadang kadang dapat menyebabkan nyeri substernal sehingga
mengacaukan nyeri iskemik kardinal. Nyeri seperti terbakar yang sering bersama sama dengan disfagia dan regurgitasi bila
bertambah pada posisi berbaring dan berurang dengan antasid adalah khas untuk kelainan esofagus, foto gastrointestinal secara serial,
esofagogram, test perfusi asam, esofagoskapi dan pemeriksaan gerakan esofageal dapat membantu menegakan diagnosa.
e. Muskuloskletal
Trauma lokal atau radang dari rongga dada otot, tulang kartilago sering menyebabkan nyeri dada setempat. Nyeri biasanya timbul
setelah aktivitas fisik, berbeda halnya nyeri angina yang terjadi waktu exercis. Seperti halnya nyeri pleuritik. Neri dada dapat
bertambah waktu bernafas dalam. Nyeri otot juga timbul pada gerakan yang berpuitar sedangkan nyeri pleuritik biasanya tidak
demikian.
f. Fungsional
Kecemasan dapat menyebabkan nyeri substernal atau prekordinal, rasa tidak enak di dada, palpilasi, dispnea, using dan rasa takut
mati. Gangguan emosi tanpa adanya klealinan objektif dari organ jantung dapat membedakan nyeri fungsional dengan nyeri iskemik
miokard.
g. Pulmonal
Obstruksi saluran nafas atas seperti pada penderita infeksi laring kronis dapat menyebakan nyeri dada, terutama terjadi pada waktu
menelan. Pada emboli paru akut nyeri dada menyerupai infark miokard akut dan substernal. Bila disertai dengan infark paru sering
timbul nyeri pleuritik. Pada hipertensi pulmoral primer lebih dari 50% penderita mengeluh nyeri prekordial yang terjadi pada waktu
exercise. Nyeri dada merupakan keluhan utama pada kanker paru yang menyebar ke pleura, organ medianal atau dinding dada.
C. Patofisiologi
Terjadi penonjolan sistolik (diskinesia) dengan akibat penurunan ejection fraction, isi sekuncup (stroke volume) dan peningkatan volume
akhir distolik ventrikel kiri. Tekanan akhir diastolik ventrikel kiri naik dengan akibat tekanan atrium kiri juga naik. Peningkatan tekanan
atrium kiri di atas 25 mmHg yang lama akan menyebabkan transudasi cairan ke jaringan interstisium paru (gagal jantung). Pemburukan
hemodinamik ini bukan saja disebakan karena daerah infark, tetapi juga daerah iskemik di sekitarnya. Miokard yang masih relatif baik akan
mengadakan kompensasi, khususnya dengan bantuan rangsangan adrenergeik, untuk mempertahankan curah jantung, tetapi dengan akibat
peningkatan kebutuhan oksigen miokard Kompensasi ini jelas tidak akan memadai bila daerah yang bersangkutan juga mengalami iskemia
atau bahkan sudah fibrotik. Bila infark kecil dan miokard yang harus berkompensasi masih normal, pemburukan hemodinamik akan
minimal. Sebaliknya bila infark luas dan miokard yang harus berkompensasi sudah buruk akibat iskemia atau infark lama, tekanan akhir
diastolik ventrikel kiri akan naik dan gagal jantung terjadi. Sebagai akibat sering terjadi perubahan bentuk serta ukuran ventrikel kiri dan
tebal jantung ventrikel baik yang terkena infark maupun yang non infark. Perubahan tersebut menyebabkan remodeling ventrikel yang
nantinya akan mempengaruhi fungsi ventrikel dan timbulnya aritmia.
Perubahan-perubahan hemodinamik ini tidak statis. Bila makin tenang fungsi jantung akan membaik walaupun tidak diobati. Hal ini
disebabkan karena daerah-daerah yang tadinya iskemik mengalami perbaikan. Daerah-daerah diskinetik akan menjadi akinetik, karena
terbentuk jaringan parut yang kaku. Miokard sehat dapat pula mengalami hipertropi. Sebaliknya perburukan hemodinamik akan terjadi bila
iskemia berkepanjangan atau infark meluas. Terjadinya penyulit mekanis seperti ruptur septum ventrikel, regurgitasi mitral akut dan
aneurisma ventrikel akan memperburuk faal hemodinamik jantung.
Aritmia merupakan penyulit tersering dan terjadi terutama pada menit-menit atau jam-jam pertama setelah serangan. Hal ini disebabkan
oleh perubahan-perubahan masa refrakter, daya hantar rangsangan dan kepekaaan terhadap rangsangan.
D. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala yang biasa menyertai nyeri dada adalah :
1. Nyeri ulu hati
2. Sakit kepala
3. Nyeri yang diproyeksikan ke lengan, leher, punggung
4. Diaforesis / keringat dingin
5. Sesak nafas
6. Takikardi
7. Sesak nafas
8. Kulit pucat
9. Sulit tidur (insomnia)
10. Mual, Muntah, Anoreksia
11. Cemas, gelisah, fokus pada diri sendiri
12. Kelemahan
13. Wajah tegang, merintih, menangis
14. Perubahan
15. kesadaran
E. Pemeriksaan penunjang
1. EKG 12 lead selama episode nyeri
a. Takhikardi / disritmia
b. Rekam EKG lengkap : T inverted, ST elevasi / depresi, Q Patologis
c. Pemeriksaan darah rutin, kadar glukosa, lipid dan EKG waktu istirahat perlu dilakukan. Hasilnya meungkin saja normal walaupun
ada penyakit jantung koroner yang berat. EKG bisa didapatkan gambaran iskemik dengan infark miokard lama atau depresi ST dan
T yang terbalik pada penyakit yang lanjut.
2. Laboratorium
a. Kadar enzim jantung : CK, CKMB, LDH
b. Fungsi hati : SGOT, SGPT
c. Fungsi Ginjal : Ureum, Creatinin
d. Profil Lipid : LDL, HDL
3. Foto Thorax
4. Echocardiografi
5. Kateterisasi jantung
F. Terapi / penatalaksanaan
1. Pengobatan
a. Nitrat
Nitrat meningkatkan pemberian D2 miokard dengan dialatasi arteri epikardial tanpa mempengaruhi, resistensi arteriol arteri
intramiokard. Dilatasi terjadi pada arteri yang normal maupun yang abnormal juga pada pembuluh darah kolateral sehingga
memperbaiki aliran darah pada daerah isomik. Toleransi sering timbul pada pemberian oral atau bentuk lain dari nitrat long-acting
termasuk pemberian topikal atau transdermal. Toleransi adalah suatu keadaan yang memerlukan peningkatan dosis nitrat untuk
merangsang efek hemodinamik atau anti-angina. Nitrat yang short-acting seperti gliseril trinitrat kemampuannya terbatas dan harus
dipergunakan lebih sering. Sublingual dan jenis semprot oral reaksinya lebih cepat sedangkan jenis buccal mencegah angina lebih
dari 5 am tanpa timbul toleransi
b. Beta bloker
Beta Bloker tetap merupakan pengobatan utama karena pada sebagian besar penderita akan mengurangi keluhan angina. Kerjanya
mengurangi denyut jantung, kontasi miokard, tekanan arterial dan pemakaian O2. Beta Bloker lebih jarang dipilih diantara jenis
obat lain walaupun dosis pemberian hanya sekali sehari. Efek samping jarang ditemukan akan tetapi tidak boleh diberikan pada
penderita dengan riwayat bronkospasme, bradikardi dan gagal jantung. 7
c. Ca-antagonis
Kerjanya mengurangi beban jantung dan menghilangkan spasma koroner, Nifedipin dapat mengurangi frekuensi serangan anti-
angina, memperkuat efek nitrat oral dan memperbaiki toleransi exercise. Merupakan pilihan obat tambahan yang bermanfaat
terutama bila dikombinasi dengan beta-bloker sangat efektif karena dapat mengurangi efek samping beta bloker. Efek anti angina
lebih baik pada pemberian nifedipin ditambah dengan separuh dosis beta-bloker daripada pemberian beta-bloker saja.
Jadi pada permulaan pengobatan angina dapat diberikan beta-bloker di samping sublingual gliseril trinitrat dan baru pada
tingkat lanjut dapat ditambahkan nifedi-pin. Atau kemungkinan lain sebagai pengganti beta-bloker dapat diberi dilti azem suatu
jenis ca-antagonis yang tidak merangsang tahikardi. Bila dengan pengobatan ini masih ada keluhan angina maka penderita harus
direncanakan untuk terapi bedah koroner. Pengobatan pada angina tidak stabil prinsipnya sama tetapi penderita harus dirawat di
rumah sakit. Biasanya keluhan akan berkurang bila ca-antagonis ditambah pada beta-bloker akan tetapi dosis harus disesuaikan
untuk mencegah hipertensi. Sebagian penderita sengan pengobatan ini akan stabil tetapi bila keluhan menetap perlu dilakukan test
exercise dan arteriografi koroner. Sebagian penderita lainnya dengan risiko tinggi harus diberi nitrat i.v dan nifedipin harus
dihentikan bila tekanan darah turun. Biasanya kelompok ini harus segera dilakukan arteriografi koroner untuk kemudian dilakukan
bedah pintas koroner atau angioplasti.
d. Antipletelet dan antikoagulan
Segi lain dari pengobatan angina adalah pemberian antipletelet dan antikoagulan. Cairns dkk 1985 melakukan penelitian terhadap
penderita angina tak stabil selama lebih dari 2 tahun, ternyata aspirin dapat menurunkan mortalitas dan insidens infark miokard
yang tidak fatal pada penderita angina tidak stabil. Pemberian heparin i.v juga efeknya sama dan sering diberikan daripada aspirin
untuk jangka pendek dengan tujuan menstabilkan keadaan penderita sebelum arteriografi. Terdapat obat-obatan pada angina
pektoris tak stabil secara praktis dapat disimpulkan sebagai berikut :
1) Heparin i.v dan aspirin dapat dianjurkan sebagai pengobatan rutin selama fase akut maupun sesudahnya
2) Pada penderita yang keadaannya cenderung tidak stabil dan belum mendapat pengobatan, beta-bloker merupakan pilihan utama
bila tidak ada kontra indikasi. Tidak ada pemberian kombinasi beta-bloker dengan ca-antagonis diberikan sekaligus pada
permulaan pengobatan.
3) Pada penderita yang tetap tidak stabil dengan pemberian beta-bloker dapat ditambah dengan nifedipin.
4) Pengobatan tunggal dengan nifedipin tidak dianjurkan.

2. Pembedahan
Bedah pintas koroner (Coronary Artery Bypass Graft Surgery) Walupun pengobatan dengan obat-obatan terbaru untuk
pengobatan angina dapat memeperpanjang masa hidup penderita, keadaan tersebut belum dapat dibuktikan pada kelompok penderita
tertentu terutama dengan penyakit koroner proksimal yang berat dan gangguan fungsi ventrikel kiri dengan risiko kerusakan
mikardium yang luas (Rahimtoola 1985).
Pembedahan lebih bagus hasilnya dalam memperbaiki gejala dan kapasitas exercise pada angina sedang sampai berat. Perbaikan
gejala angina didapatkan pada 90% penderita selama 1 tahun pertama dengan kekambuhan setelah itu 6% pertahun. Kekambuhan yang
lebih cepat biasanya disertai dengan penutupan graft akibat kesulitan teknis saat operasi sedangkan penutupan yang lebih lama terjadi
setelah 5 12 tahun sering karena adanya graft ateroma yang kembali timbul akibat pengaruh peninggian kolesterol dan diabetes.
Penelitian selama 10 tahun mendapatkan kira-kira 60% graft vena tetap baik dibandingkan dengan 88% graft a. mamaria interna.
Mortalitas pembedahan tidak lebih dari 2% akibat risiko yang besar pada penderita angina tak stabil dengan fungsi ventrikel kiri yang
buruk. Resiko meninggi pada umur lebih dari 65 tahun akibat penyakit yang lebih berat terutama pada kerusakan ventrikel kiri
walaupun memberikan respons yang baik dengan graft dan sekarangpun pembedahan biasa dilakukan pada penderita umur 20 tahun.
Morbiditas pembedahan juga tidak sedikit yaitu sering didapatkan perubahan neuropsikiatrik sementara dan insidens stroke 5%. Akan
tetapi kebanyakan penderita lambat laun akan kembali seperti semula.
DAFTAR PUSTAKA

NIC, NOC, 2010, Nuha Medika, Yogyakarta


Carpenito (2009), Diagnosa Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed.6, EGC, Jakarta
Doenges at al (2010), Rencana Asuhan Kegawatdaruratan, Ed.3, EGC, Jakarta
Doenges, Marilynn E.2008.Rencana Asuhan kegawatdaruratan, edisi 3. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai