Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

UMUM
Setelah kita pelajari bentuk dan penentuan ukuran konstruksi serta berbagai cara
hubungan antara satu dengan lain bagiannya, selanjutnya kita akan pelajari tentang
kekuatan memanjang kapal. Seperti diuraikan di depan, bahwa dalam operasionalnya kapal
akan mngalami berbagiai keadaan cuaca di laut, sehingga dalam menentukan ukuran
konstruksi harus mampu manghadapi keadaan tersebut.
Tujuan perhitungan kekuatan memanjang adalah untuk menentukan tegangan yang
dialami badan kapal sebagai suatu kesatuan pada arah memanjang. Tegangan ini
diakibatkan oleh keadaan dimana berat kapal pada suatu titik sepanjang kapal tidak
disangga oleh gaya tekan air ke atas yang sama besarnya. Syarat keseimbangan benda
terapung hanya menyebutkan bahwa resultan gaya berat dan resultan gaya tekan keatas
adalah sama besar dan berlawanan arahnya, serta bekerja dalam satu garis vertikal.
Jika perbedaan penyebaran memanjang antara gaya berat dan gaya tekan makin
besar maka pembebanan yang bekerja pada kapal makin besar pula.
Penyebaran memanjang dari berat kapal ditentukan oleh keadaan muatan, sedangkan
penyebaran gaya tekan keatas ditentukan oleh keadaan gelombang. Pada kapal pedalaman,
yang lebih menentukan adalah keadaan muatan, sedang pada kapal yang berlayar di
samudera, keadaan permukaan air yang gelombang juga ikut pula menentukan besarnya
pembebanan yang akan dialami oleh kapal dalam pelayarannya.
Pada umumnya perhitungan kekuatan memanjang dibuat berdasarkan
keseimbangan statis antara gaya berat dan gaya tekan keatas. Gaya-gaya inersia tidak
diperhatikan disini karena sudah tercakup dalam penentuan tinggi gelombang.

Berdasarkan Rule BKI untuk kapal-kapal yang panjangnya lebih dari 65 m, seluruh
ukuran konstruksi dari struktur memanjang kapal harus ditentukan berdasarkan perhi-
tungan kekuatan memanjang.
Kapal-kapal tersebut dikelompokkan dalam 2 katagori;
Kategori kapal yang dimaksud disini didefinisikan untuk semua kapal samudera yang
dikelaskan dengan panjang 65 m atau lebih yang kontrak pembangunannya pada atau
setelah 1 Juli 1998, sebagai berikut :
Kapal kapal kategori I :
Kapal dengan bukaan geladak yang luas dimana, sesuai dengan F., tegangan
gabungan akibat kelengkungan vertical dan horizontal serta beban lateral dan beban
torsional harus dipertimbangkan.
Kapal tanker bahan kimia (chemical tankers) dan kapal pengangkut gas (Gas
Carriers).
Kapal-kapal dengan panjang lebih dari 120 m, yang muatan dan/atau ballast bisa
didistribusikan tidak merata.
Kapal-kapal dengan panjang kurang dari 120 m, jika rancangannya memper-
hitungkan muatan dan ballast didistribusikan tidak merata, termasuk Kategori II.
Kapal kapal kategori II :
Kapal-kapal yang dirancang sedemikian rupa sehingga kemungkinan kecil akan terjadi
variasi distribusi muatan dan ballast (seperti kapal penumpang) dan kapal-kapal pada
pelayaran reguler dan tetap yang manual pemuatannya memberikan petunjuk yang cukup
jelas dan kapal-kapal yang dikecualikan dari Kategori I.
Permeriksaan kekuatan, di awali dengan perhitungan untuk kondisi kapal di air tenang,
kenudian dilanjutkan untuk keadaan digelombang.

1. PEMBEBANAN PADA KAPAL


1.1 PENYEBARAN MEMANJANG GAYA BERAT.
Langkah pertama dalam perhitungan bending momen memanjang kapal ialah
menentukan penyebaran gaya berat sepanjang kapal. Distribusi berat ini merupakan
sebagian pembebanan yang akan menimbulkan bending momen, adalah merupakan hasil
penjumlahan dari penyebaran berat kapal kosong dengan berat muatan, perbekalan, crew,
penumpang, persediaan bahan bakar, minyak lumas, air tawar dan lain sabagainya, yaitu
merupakan berat total pada saat kapal berlayar.
Karena distribusi berat ini biasanya dihitung dalam tahap perencanaan, maka
distribusi berat ini, (terutama berat badan kapal) dihitung dengan cara pendekatan.
Ttk.berat

mf
ma X ^

L/2
L
Gambar 1.1 : Penyebaran berat badan kapal, bentuk trapesoidal

Penggambaran trapesoidal didasarkan pada total dari massa Mo, dan jarak titik berat
terhadap midship x^.
Berdasarkan rumus-rumus untuk trapesoidal maka :
^ L mf ma
X .......... .....(1.1 )
6 mf ma
L
Mo
2
mf ma
Dengan demikian maka :
M M
o o .X ^
ma 6. .......... .......( 1.2 )
L L2
Mo M o .X ^
mf 6.
L L2
Biasanya distribusi berat seperti diatas hanya dipakai 1/3 bagiannya saja dari berat kapal
kosong sedang 2/3 bagiannya dianggap terdistribusi seperti distribusi gaya tekan keatas
pada air tenang.
Still water buoyancy Mo = hull weight
curva 2 .Mo
3
/

1 .Mo
/3

Gambar 1.2 : Pendekatan distribusi berat badan kapal bentuk gabungan

Distribusi berat kapal kosong yang lebih sederhana adalah merupakan gabungan antara
empat persegi panjang pada 1/3 L ditengah kapal dan trapesium pada 1/3 L diujung-
ujungnya.
Adapun cara penentuan ordinat untuk penggambaran distribusi terpesium ini adalah
sebagai berikut .
Mo
Ordinat = .k
L
Dimana, harga k diperoleh dari tabel III.2 berikut :

Tabel 1.1 : Harga k untuk ordinat


Harga k untuk ordinat a b c
Kapal kurus < 0,6 0,653 1,195 0,566
Kapal sedang 0,6 < < 0,75 0,680 1,185 0,580
Kapal gemuk > 0,75 0,706 1,174 0,596

a b b c

Jika diperlukan harga-harga a, b, dan c yang lain, harus memenuhi hubungan berikut :
a c
2b 3
2

Cara lain untuk menghitung distribusi berat kapal kosong adalah menggunakan cara
yang dibuat oleh Lloyds Register (1964). Cara ini dapat dipakai baik kalau berat kapal
kosong sudah diketahui terlebih dulu maupun belum.
Pada pokoknya, berat kapal kosong dengan perlengkapannya tetapi tanpa mesin dan poros
serta baling-baling dipecah menjadi dua, bagian badan kapal sampai geladak teratas yang
menerus dan bagian-bagaian lain seperti bagunan atas mesin-mesin geladak dan
sebagainya. Masing-masing bagian dihitung dengan rumus-rumus yang sudah tersedia
sehingga akhirnya didapat penyebaran berat keseluruhan, sebagai penjumlahan dari
penyebaran dari masing-masing bagian. Cara ini dikembangkan khusus untuk perhitungan
kekuatan memanjang dan lebih teliti dari cara yang disebutkan sebelumnya.
Sebagai contoh; Pernyataan sekat lintang atau bagian utama kontruksi lainnya sebagai
beban terpusatkan adalah tidak tepat, karena dari segi konstruksi, sedikit banyak beratnya
akan tersebar ke bagian lainnya hal tersebut diperinci dalam L.R.64 diatas.

Pada perancangan kapal saat ini, orang cenderung menghitung penyebaran berat
kapal dengan menghitung langsung dari hasil perencanaan konstruksi dengan cara pos per
pos, agar diperoleh hasil yang lebih teliti dan tepat. Disini harus diperhatikan bahwa letak
titik berat dari masing-masing kelompok berat yaitu muatan, permesinan, bahan bakar,
perlengkapan dan peralatan, air tawar dan sebagainya adalah sesuai dengan harga-harga
menurut perhitungan berat.

Setelah lengkung berat kapal kosong diperoleh, kita lihat lengkung grafik kapasitas
ruangan dan perhitungan berat dari semua bagian-bagian lain yang telah didistribusikan ke
arah memanjang.
Untuk kapal-kapal dengan kamar mesin ditengah dan penyebaran muatan yang
biasa, menurut pengalaman momen lengkung terbesar kebanyakan akan terjadi pada
keadaan kapal disatu puncak gelombang. Dalam hal ini dianggap bahwa bahan bakar, air
dan persediaan lainnya didaerah tengah kapal sudah dipakai habis, karena hal ini akan
menyebabkan keadaan terburuk.
Pada kapal-kapal dengan kamar mesin dibelakang keadaan kapal di dua puncak
gelombang akan memberikan momen lengkung terbesar dan dalam hal ini dianggap
persediaan di daerah ujung-ujung kapal sudah habis.

Secara grafis distribusi berat badan kapal beserta segala muatan yang diangkut
dalam pelayarannya w(x) dapat dilihat pada gambar 1.3 berikut ini :

Bangunan
Atas W(x)

muatan muatan muatan


muatan

Berat sampai geladak


teratas
Gambar 1.3 : Distribusi gaya berat.

Karena berat muatan merupakan bagian yang terbesar dari kumpulan muatan berat
yang ada pada kapal, maka penyusunan muatan sangat berpengaruh terhadap sistem
pembebanan pada kapal. Bila muatan kapal penuh dan kapal mempunyai kamar mesin
dibelakang, maka distribusi gaya berat akan cenderung terkumpul ditengah kapal,
sebaliknya apabila muatan pada kapal tidak ada ( kapal dalam keadaan kosong ), distribusi
gaya berat akan cenderung besar di ujung-ujung kapal.
1.2. PENYEBARAN MEMANJANG GAYA TEKAN KEATAS.
Gaya tekan keatas adalah merupakan reaksi massa air terhadap kapal yang tidask
lain adalah displacement. Dimana harga displacement tersebut sama dengan massa total
kapal, demikian juga resultante gaya tekan keatas tersebut harus tepat satu garis vertical
dengan resultanta gaya berat.
Seperti kita ketahui bahwa displacement kapal dapat diperoleh dari intergrasi ke
arah memanjang dari massa-massa air sepanjang kapal.
L
m x dx (1.3)
0

dan total gaya tekan keatas menjadi g. (N)


dimana : m(x) = massa bagian air ( kg/m )
g = grafitasi ( m/dt2 )
Karena massa bagian adalah :
m(x) = .a(x) (1.4)
maka distribusi gaya tekan keatas per meter menjadi:
b(x) = .g.a(x). (N/m) (1.5)
dimana : = massa jenis air (biasanya termasuk
koreksi untuk tebal kulit = 1,031 ton/m3).
a(x) = luas station di potongan sejauh x dari AP. (m2).

Untuk kapal yang berlayar diperairan tenang, distribusi gaya tekan keatas ini dapat
ditentukan dengan cepat. Dari Diagram Bonjean dapat dibaca luas station untuk sarat yang
ditentukan dan jika luas yang didapat (dalam m 2) dikalikan dengan 1,031.g akan didapat
intensitas gaya tekan keatas pada station tersebut. Untuk kapal yang berlayar dilaut
bergelombang, mula-mula harus digambarkan dahulu bentuk gelombang seperti yang
diterangkan dalam pasal yang lalu, dengan skala meninggi dan memanjang, yang sama
skala pada diagram Bonjean. Untuk pendekatan pertama, sumbu gelombang diletakkan
berimpit dengan sarat kapal. Kemudian dihitung isi bagian kapal yang berada dalam
gelombang dengan Simpson atau lainnya. Pada umumnya displacement yang didapat tidak
akan sama dengan berat kapal, jadi gelombang perlu digeser pada arah vertikal.
Besarnya penggeseran diperkirakan dari :
D 1
h .......... ............ ....(1.6)
A g .
wl
Dimana : h = besar penggeseran vertikal sumbu gelombang (positif keatas)
D = selisih antara jumlah berat dengan displacement = D1 D0
D1 = jumlah berat
D0 = displacemen sesuai sarat T.
AWL= luas bidang garis air.
Setelah besar displacement sama dengan total berat kapal, seperti diterangkan dimuka
maka untuk memperoleh gaya tekan keatas per satuan panjang b(x), luas tiap station
dikalikan dengan 1,031.g .
Hw
/2 h

Hw
/2
T

Gambar 1.4 : Perletakan sumbu gelombang pada gambar bonjean.

Gambar 1.4 diatas menunjukkan; pergeseran perlu dilakukan ke atas apabila gaya
berat kapal lebih besar dari pada gaya tekan keatas pada kapal di gelombang, dan
sebaliknya digeser ke bawah gaya berat kapal lebih kecil dari pada gaya tekan keatas
Syarat keseimbangan kedua yaitu bahwa titik berat dan titik tekan harus terletak
pada satu garis tegak, disini belum diperiksa dan akan dipenuhi dalam persamaan momen
lengkung. Dalam perhitungan diatas, bangunan atas juga dimasukkan dalam perhitungan
displacement apabila gelombang yang terjadi sampai mengenai bangunan atas.

Anda mungkin juga menyukai