PENDAHULUAN
Demam Berdarah dengue adalah salah satu bentuk klinis dari penyakit akibat
infeksi dengan virus dengue pada manusia sedangkan manifestasi klinis dan infeksi
virus dengue dapat berupa demam dengue dan demam berdarah dengue. Dengue
adalah penyakit daerah tropis dapat ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti, nyamuk
ini adalah nyamuk rumah yang menggigit pada siang hari. Penyakit demam berdarah
dengue merupakan masalah kesehatan di Indonesia hal ini tampak dari kenyataan
seluruh wilayah di Indonesia mempunyai resiko untuk terjangkit penyakit demam
berdarah dengue.
A. Definisi
B. Epidemiologi
Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke-18, seperti yang
dilaporkan oleh David Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu
infeksi virus dengue menimbulkan penyakit yang dikenal sebagai penyakit demam
lima hari (vijfdaagse koorts) kadang-kadang disebut juga sebagai demam sendi
(knokkel koorts). Disebut demikian karena demam yang terjadi menghilang dalam
lima hari, disertai dengan nyeri pada sendi, nyeri otot, dan nyeri kepala. Pada masa
itu infeksi virus dengue di Asia Tenggara hanya merupakan penyakit ringan yang
tidak pernah menimbulkan kematian. Tetapi sejak tahun 1952 infeksi virus dengue
menimbulkan penyakit dengan manifestasi klinis berat, yaitu DBD yang ditemukan
di Manila, Filipina. Kemudian ini menyebar ke negara lain seperti Thailand,
Vietnam, Malaysia, dan Indonesia. Pada tahun 1968 penyakit DBD dilaporkan di
Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian yang sangat tinggi.2
Dalam kurun waktu 30 tahun sejak ditemukan virus dengue di Surabaya dan
Jakarta, baik dalam jumlah penderita maupun daerah penyebaran penyakit terjadi
peningkatan yang pesat. Sampai saat ini DBD telah ditemukan di seluruh propinsi
di Indonesia, dan 200 kota telah melaporkan adanya kejadian luar biasa. Incidence
rate meningkat dari 0,005 per 100,000 penduduk pada tahun 1968 menjadi berkisar
antara 6-27 per 100,000 penduduk. Pola berjangkit infeksi virus dengue dipengaruhi
oleh iklim dan kelembaban udara. Pada suhu yang panas (28-32C) dengan
kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes akan tetap bertahan hidup untuk jangka
waktu lama. Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban tidak sama di setiap
tempat, maka pola waktu terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap tempat. Di
Jawa pada umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat
terus sehingga kasus terbanyak terdapat pada sekitar bulan April-Mei setiap tahun.2
D. Patogenesis
Nyamuk Aedes spp yang sudah terinfeksi virus dengue, akan tetap infektif
sepanjang hidupnya dan terus menularkan kepada individu yang rentan pada saat
menggigit dan menghisap darah.Setelah masuk ke dalam tubuh manusia, virus
dengue akan menuju organ sasaran yaitu sel kuffer hepar, endotel pembuluh darah,
nodus limpaticus, sumsum tulang serta paru-paru. Beberapa penelitian
menunjukkan, sel monosit dan makrofag mempunyai peran pada infeksi ini,
dimulai dengan menempel dan masuknya genom virus ke dalam sel dengan
bantuan organel sel dan membentuk komponen perantara dan komponen struktur
virus. Setelah komponen struktur dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel. Infeksi
ini menimbulkan reaksi immunitas protektif terhadap serotipe virus tersebut tetapi
tidak ada cross protective terhadap serotipe virus lainnya.Secara invitro, antobodi
terhadap virus dengue mempunyai 4 fungsi biologis yaitu netralisasi virus, sitolisis
komplemen,antibody dependent cellmediated cytotoxity (ADCC) dan ADE.
Berdasarkan perannya, terdiri dari antobodi netralisasi atau neutralizing antibody
yang memiliki serotipe spesifik yang dapat mencegah infeksi virus, dan antibody
non netralising serotype yang mempunyai peran reaktif silang dan dapat
meningkatkan infeksi yang berperan dalam pathogenesis DBD dan DSS Terdapat
dua teori atau hipotesis immunopatogenesis DBD dan DSS yang masih
kontroversial yaitu infeksi sekunder (secondary heterologus infection) dan anti-
body dependent enhancement (ADE). Dalam teori atau hipotesis infeksi sekunder
disebutkan, bila seseorang mendapatkan infeksi sekunder oleh satu serotipe virus
dengue, akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi serotipe virus dengue
tersebut untuk jangka waktu yang lama. Tetapi jika orang tersebut mendapatkan
infeksi sekunder oleh serotipe virus dengue lainnya, maka akan terjadi infeksi
yang berat. Ini terjadi karena antibody heterologous yang terbentuk pada infeksi
primer, akan membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue serotipe baru
yang berbeda yang tidak dapat dinetralisasi bahkan cenderung membentuk
kompleks yang infeksius dan bersifat oponisasi internalisasi, selanjutnya akan
teraktifasi dan memproduksi IL-1, IL-6, tumor necrosis factor-alpha(TNF-A) dan
platelet activating factor (PAF); akibatnya akan terjadi peningkatan (enhancement)
infeksi virus dengue. TNF alpha akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh
darah, merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan
endothel pembuluh darah.3 Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi oleh
kompleks virus antibody yang juga mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma.9
Anak di bawah usia 2 tahun yang lahir dari ibu yang terinfeksi virus dengue
dan terjadi infeksi dari ibu ke anak, dalam tubuh anak tersebut terjadi non
neutralizing antibodies akaibat adanya infeksi yang persisten. Akibatnya, bila
terjadi infeksi virus dengue pada anak tersebut, maka akan langsung terjadi proses
enhancing yang akan memacu makrofag mudah terinfeksi dan teraktifasi dan
mengeluarkan IL-1, IL-6 dan TNF alpha juga PAF. Pada teori ADE disebutkan,
jika pada antibodi spesifik terhadap jenis virus tertentu, maka dapat mencegah
penyakit yang diakibatkan oleh virus tersebut, tetapi sebaliknya apabila
antibodinya tidak dapat menetralisasi virus, justru akan menimbulkan penyakit
yang berat. Kinetik immunoglobulin spesifik virus dengue di dalam serum
penderita DD, DBD dan DSS, didominasi oleh IgM, IgG1 dan IgG3.Selain kedua
teori tersebut, masih ada teori-teori lain tentang pathogenesis DBD, di antaranya
adalah teori virulensi virus yang mendasarkan pada perbedaan serotipe virus
dengue yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4 yang kesemuanya dapat
ditemukan pada kasus-kasus fatal tetapi berbeda antara daerah satu dengan
lainnya. Selanjutnya ada teori antigen-antibodi yang berdasarkan pada penderita
atau kejadian DBD terjadi penurunan aktivitas sistem komplemen yang ditandai
penurunan kadar C3, C4 dan C5. Disamping itu, pada 48-72% penderita DBD,
terbentuk kompleks imun antara IgG dengan virus dengue yang dapat menempel
pada trombosit, sel B dan sel organ tubuh lainnya dan akan mempengaruhi
aktivitas komponen sistem imun yang lain. Selain itu ada teori moderator yang
menyatakan bahwa makrofag yang terinfeksi virus dengue akan melepas berbagai
mediator seperti interferon, IL-1, IL-6, IL-12, TNF dan lain-lain, yang bersama
endotoksin bertanggungjawab pada terjadinya sok septik, demam dan peningkatan
permeabilitas kapiler. Pada infeksi virus dengue, viremia terjadi sangat cepat,
hanya dalam beberapa hari dapat terjadi infeksi di beberapa tempat tapi derajat
kerusakan jaringan (tissue destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk
menyebabkan kematian karena infeksi virus; kematian yang terjadi lebih
disebabkan oleh gangguan metabolic.3
E. Manifestasi Klinis DBD
Manifestasi klinis untuk demam berdarah dengue (DBD) yaitu:
Demam tinggi, timbul mendadak, kontinua, kadang bifasik. Berlangsung antara 2-7
hari. Muka kemerahan (facial flushing), anoreksi, mialgia dan artralgia. Nyeri
epigastrik,muntah, nyeri abdomen difus. Kadang disertai sakit tenggorok.Faring dan
konjungtiva yang kemerahan.Dapat disertai kejang, demam.Tersangka infeksi
dengue apabila terdapat demam <7 hari, ruam, manifestasi
perdarahan (rumple leed (+), nyeri kepala dan retroorbital, mialgia, arthralgia,
leukopeni (<4000l), kasus DBD lingkungan (+). Adapun tanda bahaya (warning
signs) yaitu pada fase afebris klinis tidak ada perbaikan atau memburuk, tidak mau
minum, muntah terus-menerus, nyeri perut hebat, letargi dan/gelisah, perubahan
perilaku, perdarahan (mimisan, muntah & BAB hitam, menstruasi berlebih, urin
berwarna hitam/hemoglobinuria atau hematuria, pening, pucat (tangan-kaki teraba
dingin),diuresis berkurang dalam 4-6 jam.4
Menurut WHO (2012) demam dengue memiliki tiga fase diantaranya fase
demam, fase kritis dan fase penyembuhan. Pada fase demam, penderita akan
mengalami demam tinggi secara mendadak pada hari 1-3 dan dijumpai dengan
wajah kemerahan, eritema kulit, myalgia, arthralgia, nyeri retroorbital, rasa sakit di
seluruh tubuh, fotofobia dan sakit kepala serta gejala umum seperti anoreksia, mual
dan muntah. Tanda bahaya (warning sign) penyakit dengue meliputi nyeri perut,
muntah berkepanjangan, letargi, pembesaran hepar >2 cm, perdarahan mukosa,
trombositopeni dan penumpukan cairan di rongga tubuh karena terjadi peningkatan
permeabilitas pembuluh darah kapiler. Pada waktu transisi yaitu dari fase demam
menjadi tidak demam, pasien yang tidak diikuti dengan peningkatan pemeabilitas
kapiler tidak akan berlanjut menjadi fase kritis. Ketika terjadi penurunan demam
tinggi, pasien dengan peningkatan permeabilitas mungkin menunjukan tanda
bahaya yaitu yang terbanyak adalah kebocoran plasma. Pada fase kritis terjadi
penurunan suhu menjadi 37.5 -38C atau pada hari ke 4-6 dari penyakit.
Progresivitas leukopenia yang diikuti oleh penurunan jumlah platelet mendahului
kebocoran plasma.
1.Pemeriksaan Antigen NS1 dapat dideteksi pada hari ke-1 setelah demam dan
akan menurunsehingga tidak terdeteksi setelah hari sakit ke5-6. Deteksi antigen
virus ini dapat digunakan untuk diagnosis awal menentukan adanya infeksi
dengue, namun tidak dapat membedakan penyakit DD/DBD.5
2. Leukosit : dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemukan
limfositosis relative (>45% dari total leukosit) disertai adanya LPB >15% dari
jumlah total leukosit yang pada fase syok akan meningkat
Terdapat lima uji serologi dasar yang umum digunakan untuk mendiagnosis
infeksi Dengue secara rutin yaitu6 :
1. Uji hambatan hemaglutinasi (Hemaglutinasi inhibition = HI)
2. Uji Fiksasi komplemen (Complemen fixation = CF)
3. Uji Netralisasi (Neutralization test = NT)
4. IgM Capture enzymelinked immunosorbent assay (MAC ELISA)
5. Indirect lg G ELISA
H. Penatalaksanaan
TATALAKSANA PADA ANAK
Berdasarkan rekomendasi WHO 2011, prinsip umum terapi dengue ialah sebagai
berikut7:
1. Pemberian cairan kristaloid isotonik selama periode kritis, kecuali pada bayi
usia < 6 bulan yang disarankan menggunakan NaCl 0,45%
2. Penggunaan cairan koloid hiperonkotik, dapat dipertimbangkan pada pasien
dengan kebocoran plasma yang berat, dan tidak ada perbaikan yang adekuat
setelah pemberian kristaloid
3. Jumlah cairan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan rumatan
(maintenence) ditambah 5% untuk dehidrasi. Jumlah tersebut hanya untuk
menjaga agar volume intravaskular dan sirkulasi tetap adekuat
4. Durasi pemeberian terapi cairan intravena tidak boleh melebihi 24-48 jam
pada kasus syok. Pada kasus tanpa syok, durasi terapi tidak lebih dari 60 72
jam;
5. Pada pasien obesitas, perhitungan volume cairan sebaiknya menggunakan
berat badan ideal.
6. Pemberian cairan selalu disesuaikan dengan kondisi klinis. Kebutuhan cairan
intravena pada anak berbeda dengan dewasa (tabel 2)
7. Pemberian transfusi trombosit tidak direkomendasikan pada anak.
Laju pada Anak Laju pada Dewasa
(mL/KgBB/jam) (ml/jam)
Setengah rumatan 1,5 40-50
Rumatan 3 80-100
Rumatan + defisit 5% 5 80-100
Rumatan + defisit 7% 7 120-150
Rumatan + defisit 10% 10 300-500
Suportif
Mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan
permeabilitas kapiler dan perdarahan
Kunci keberhasilan terletak pada kemampuan untuk mengatasi masa
peralihan dari fase demam ke fase syok disebut time of fever differvesence
dengan baik.
Cairan intravena diperlukan, apabila anak terus menerus muntah, tidak
mau minum, demam tinggi, dehidrasi yang dapat mempercepat terjadinya
syok, dan nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala.
Penatalaksanaan
TRANSFUSI
TROMBOSIT
Hb < 10 gr%
TRANSFUSI PRC
Bila kita berhadapan dengan sindroma syok dengue pada dewasa (SSD) maka
hal pertama yang harus diingat adalah bahwa renjatan harus segera diatasi dan oleh
karena itu penggantian cairan intravaskular yang hilang harus segera dilakukan. Angka
kematian pada sindrom syok dengue sepilih kali lipat dibandingkan dengan penderita
DHF tanpa renjatan, dan renjatan dapat terjadi karena keterlambatan penderita DHF
mendapatkan pertolongan/pengobatan, penatalaksanaan tidak tepat termasuk
kurangnya kewaspadaan terhadap tanda-tanda renjatan dini, dan penatalaksanaan
renjatan yang tidak adekuat. 1,3
Gambar 7. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa
Dengue Fever (DF) dan Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri
otot dan atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati,
trombositopeni dan diatesis hemoragik.
Pada DHF terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (
peningkatan hematokrit ) atau penumpukan cairan dirongga tubuh. Sindrom renjatan
dengue ( dengue shock syndrome ) adalah demam berdarah dengue yang ditandai
oleh renjatan / syok(1)
Penatalaksanaannya adalah dengan mengatasi gejala/keluhan yang dirasakan
pasien hingga pemberian replacement volume untuk mengatasi gangguan sirkulasi
yang terjadi. Usaha pencegahan adalah dengan memutuskan rantai penularan dan
terutama pemberantasan pemberantasan vektor. Prognosis penyakit buruk pada
keadaan-keadaan dengan terjadinya sindoma shock dengue.